Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KELUARGA SAKINAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan sebuah organisasi terkecil dilingkungan masyarakat yang terdiri dari ayah
dan ibu serta anak. Meskipun sebagai organisasi terkecil, namun peran keluarga sangatlah penting
pengaruhnya bagi lapisan masyarakat kedepannya. Dari keluarga seorang anak dibesarkan yang
nantinya pasti akan menjadi penerus bangsa dan menjadi calon pemimpin di masyarakat. Pentingnya
didikan didalam keluarga merupakan tannggung jawab dari orang tua menjadikan anaknya menjadi
manusia seutuhnya yang berguna bagi nusa dan bangsa. Semua berasal dari keluarga, baik buruknya
sang anak dibesarkan semua berasal dari lingkungan keluarga.

Menurut undang-undang RI nomor 1 tahun 1974 pengertian dan tujuan perkawinan terdapat
dalam satu pasal, yaitu bab 1 pasal 1 menetapkan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga,
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan demikian jelas bahwa
diantara tujuan pernikahan adalah membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan
warahmah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan keluarga?

2. Seperti apa Tujuan dari keluarga?

3. Bagaimana Peran keluarga?

4. Apa fungsi dari keluarga?

5. Apa yang dimaksud dengan keluarga sakinah?

6. Seperti apa ciri-ciri keluarga sakinah?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian keluarga
Keluarga adalah kesatuan terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ada tiga
bentuk kelurga yaitu Nuclear Family (terdiri dari ayah, ibu, dan anak), Extended Family (terdiri dari ayah,
ibu, anak, nenek, kakek, paman, atau bibi), dan Blended Family (keluarga inti ditambah dengan anak dari
pernikahan suami/istri sebelumnya).klien adalah bagian dari salah satu bentuk dari keluarga tersebut.[1]

Keluarga pada hakekatnya merupakan satuan terkecil sebagai inti dari suatu sistem sosial yang ada
dimasyarakat. Sebagai satuan terkecil, keluarga merupakan miniatur dan embrio berbagai unsur sistem
sosial manusia. Suasana yang kondusif akan menghasilkan warga masyarakat yang baik karena didalam
keluargalah seluruh anggota keluarga belajar berbagai dasar kehidupan bermasyarakat.[2]

Bussard dan Ball mengemukakan bahwa keluarga merupakan lingkungan social yang sangat dekat
hubungan dengan seseorang di keluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu
dengan yang lain, dibentuknya nilai-nilai, pola pemikiran, dan kebiasaannya dan berfungsi sebagai saksi
segenap budaya luar, dan mediasi hubungan anak dan lingkungannya.

WHO (1972) merumuskan bahwa keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan
melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan.

Duval (1972) memberi pengertian bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh
ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya
yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan social dari tiap anggota
keluarga.

Di sisi lain Depertemen Kesehatan Republik Indonesia merumuskan tentang pengertian keluarga,yaitu
satuan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.[3]

Keluarga merupakan satuan persekutuan hidup yang paling mendasar dan merupakan pangkal
kehidupan bermasyarakat.didalam keluargalah setiap warga masyarakat memilai kehidupannya dan dari
keluargalah setiap individu dipersiapkan untuk menjadi masyarakat. Palmo, Lowry, Weldon dan Scioscia
mengidentifikasikan perubahan perubahan yang terjadi secara signifikan mempengaruhi struktur dan
kondisi keluarga, yaitu meningkatnya perceraian, kedua orang tua bekerja, pangkatan anak, enansipasi
pria dan wanita, kebebasan hubungan seksual. Selain itu meningkatnya kesadaran tantang anak-anak
cacat, keadaan depresi dan bunuh diri, kesulitan mencari pekerjaan dan ketidak mampuan ekonomi
pada umumnya menambah unsur-unsur yang mempengaruhi kehidupan keluarga. Unsur-unsur Yang
tidak menguntungkan itu secara langsung maupun tidak langsung membawa pengaruh kepada anggota
keluarga, bai pendidikan disekolah maupun yang tidak bersekolah lagi. mereka yang sudah dewasa
maupun yang masih muda, baik mereka yang masih mengikuti Permasalahan yang ditimbulkan oleh
pengaruh yang tidak menguntungkan itu mengundang peranannya bimbingan dan konseling kedalam
keluarga.[4]

Setelah kita mengetahui pengertian dari keluarga, maka kita dapat menjelaskan bahwa konseling
keluarga menurut Hasnida adalah sebagai suatu proses interaktif yang berupaya membantu keluarga
memperoleh keseimbangan homeostatis (kemampuan mempertahankan keluarga dalam keadaan
seimbang) sehingga anggota keluarga dapat merasa nyaman.

Konseling keluarga merupakan proses bantuan kepada individu dengan melibatkan para anggota
keluarga lainnya dalam upaya memecahkan masalah yang dialami. [5]

B. Tujuan Keluarga

Adapun tujuan dari konseling keluarga pada hakikatnya merupakan layanan yang bersifat profesional
yang bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:

1) Membantu anggota keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil
pengaruh hubungan antar anggota keluarga.

2) Membantu anggota keluarga dapat menerima kenyataan bahwa bila salah satu anggota keluarga
mengalami masalah, dia akan dapat memberikan pengaruh, baik pada persepsi, harapan, maupun
interaksi dengan anggota keluarga yang lain.

3) Upaya melaksanakan konseling keluarga kepada anggota keluarga dapat mengupayakan tumbuh
dan berkembang suatu keseimbangan dalam kehidupan berumah tangga.

4) Mengembangkan rasa penghargaan diri dari seluruh anggota keluarga kepada anggota keluarga
yang lain.

5) Membantu anggota keluarga mencapai kesehatan fisik agar fungsi keluarga menjadi maksimal.

6) Membantu individu keluarga yang dalam keadaan sadar tentang kondisi dirinya yang bermasalah,
untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang dirinya sendiri dan nasibnya sehubungan dengan
kehidupan keluarganya.

C. Peran Keluarga

Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal yang berhubungan dengan posisi
dan situasi tertentu. Berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut:

1. Peran Ayah sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, kepala rumah
tangga, anggota dari kelompok sosialnya dan anggota Masyarakat.

2. Peran Ibu sebagai Istri, ibu dari anaknya, mengurus rumah tangga, pengasuh, pendidik dan
pelindung bagi anak-anaknya, anggota kelompok social dan anggota masyarakat serta berperan sebagai
pencari nafkah tambahan bagi keluarga.
3. Peran anak-anak sebagai pelaksana peran psikososial sesuai dengan tingkat perkembangan baik
fisik, mental dan spiritual.[6]

D. Fungsi Keluarga

Fungsi dari keluarga adalah memenuhi kebutuhan anggota individu keluarga dan masyarakat yang lebih
luas. Adapun fungsinya yaitu sebagai berikut:

· Fungsi Sosialisasi

Proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi social dan
belajar berperan dalam lingkungan social. Proses sosialisasi dimulai sejak lahir. Keluarga merupakan
tempat individu untuk belajar sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar tentang norma-
norma, budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga.

· Fungsi Reproduksi

keluarga mempunyai fungsi produksi, karena keluarga dapat menghasilkan keturunan secara sah.

· Fungsi Ekonomi

kesatuan ekonomi mandiri, anggota keluarga mendapatkan dan membelanjakan harta untuk
memenuhi keperluan

· Fungsi Protektif

keluarga harus senantiasa melindungi anggotanya dari ancaman fisik, ekonomis dan psiko sosial.
Masalah salah satu anggota merupakan masalah bersama seluruh anggota keluarga.

· Fungsi Rekreatif

Keluarga merupakan pusat rekreasi bagi para anggotanya. Kejenuhan dapat dihilangkan ketika sedang
berkumpul atau bergurau dengan anggota keluarganya.

· Fungsi Afektif

Keluarga memberikan kasih sayang, pengertian dan tolomg menolong diantara anggota keluarganya,
baik antara orang tu terhadap anak-anaknya maupun sebaliknya.

· Fungsi Edukatif

Keluarga memberikan pendidikan kepada anggotanya, terutama kepada anak-anak agar anak-anak
tumbuh menjadi anak yang mempunyai budi pekerti luhur. Sehingga keluarga merupakan tempat
pendidikan yang paling utama.[7]

E. Pengertian keluarga Sakinah


Kata Sakinah (Arab) mempunyai arti ketenangan jiwa. Kata ini disebutkan sebanyak enam kali dalam Al-
Qur’an yaitu dalam surah Al-Baqarah ayat 248, surah At-Taubah ayat 26 dan 40, surah Al-Fath ayat 4,18,
dan 26. Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa kata sakinah didatangkan oleh Allah Swt. Ke dalam
hati para nabi dan orang-orang yang beriman agar tabah dan tidak gentar menghadapi tantangan,
rintangan, ujian, cobaan, ataupun musibah. Sehingga sakinah dapat juga dipahami dengan sesuatu yang
memuaskan hati.

Dalam surah Al-Baqarah ayat248, terdapat pernyataan fihi sakinatun min rabbikum (sakinah dari
tuhanmu terdapat tabut atau kata suci) ungkapan ini disebabkan oleh penghormatan Bani Israil pada
Tabut sebagai kotak penyimpanan kitab Taurat. Disebutkan bahwa Nabi Musa a.s., bila berperang selalu
membawa tabut tersebut sehingga pengikutnya merasa tenang dan tidak lari dari medan perang.

Sakinah pada surah at-Taubah ayat 26 berkaitan dengan perang Hunain di masa Rasulullah Saw. Dalam
peristiwa itu, pasukanislam bercerai-berai karena serbuan dahsyat dari pihak musuh sementara jumlah
mereka lebih sedikit. Pada saat itulah Allah menurunkan Sakinah kepada Rasulullah Saw. Beserta orang-
orang beriman dengan menurunkan “tentara Malaikat” yang tidak terlihat untuk mengalahkan musuh
(kafir).

Pada surah at-Taubahayat 40, sakinah didatangkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Ketika beliau
sedang bersembunyi di Gua Tsur bersama sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq. Untuk berlindung dari kejaran
orang-orang kafir Quraisy.[8]

Dalam surah al-Fath ayat4, 18, dan 26. Sakinah diberikan Allah Swt. Kepada kaummuslimin pada
perjanjian Hudaibah, yaitu biat Ridhwan (baiat yang dilakukan kaum muslimin ketika terjadi
qazwah/perang Hudaibah) dan saat memasuki kota Mekkah. Mereka (kaum Muslimin) tanpa gentar
memasuki kota meski tanpa senjata karena adanya sakinah yang diturunkan Allah ke dalah hati mereka.
Adapun pengertian keluarga Sakinah yaitu sebagai berikut:

· Menurut Rasyid Ridha

Sakinah adalah sikap jiwa yang timbul dari suasana ketenangan dan merupakan lawan dari goncangan
batin dan kekalutan.

· Al-Isfahan (ahli fiqh tafsir)

Mengartikan sakinah dengan tidak adanya gentar dalam menghadapi sesuatu.

· Menurut al-Jurjani (ahli bahasa)

sakinah adalah adanya ketentraman dalam hati pada saat datangnya sesuatu yang tidak diduga
dibarengi satu nur (cahaya) dalam hati yang memberi ketenangan dan ketentraman pada yang
menyaksikannya, dan merupakan keyakinan berdasarkan penglihatan (ain al-yaqin) (Ensiklopedi Islam,
1993, IV:2002)[9]

F. Ciri-ciri keluarga sakinah


Adapun ciri-ciri dari keluarga sakinah mawaddah wa rahmah itu antara lain:

1) Saling mengerti antara suami istri, yaitu; mengerti latar belakang pribadinya, mengetahui secara
mendalam sebab akibat kepribadian (baik sifat dan tingkah lakunya) pasangan, mengerti diri sendiri;
memahami diri sendiri, masa lalu kita, kelebihan dan kekurangan kita, dan tidak menilai orang
berdasarkan diri kita sendiri.

2) Saling menerima, menerima apa adanya pribadi, tugas, jabatan dan sebagainya jika perlu diubah
janganlah paksakan, namun doronglah dia agar terdorong merubahnya sendiri. Karena itu; terimalah dia
apaadanya karena menerima apaadanya dapat menghilangkan ketegangan dalam keluarga. Terimalah
hobi dan kesenangannya asalkan tidak bertentangan dengan norma dan tidak merusak keluarga.
terimalah keluarganya

3) Saling menghargai, Penghargaan sesungguhnya adalah sikap jiwa terhadap yang lain. Ia akan
memantul dengan sendirinya pada semua aspek kehidupan, baik gerak wajah maupun prilaku. Perlu
diketahui bahwa setiap orang perlu dihargai. Maka menghargai keluarga adalah hal yang sangat penting
dan harus ditunjukkan dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan. Adapun cara menghargai dalam
keluarga adalah: Menghargai perkataan dan perasaannya. Yaitu: menghargai seseorang yang berbicara
dengan sikap yang pantas hingga ia selesai, menghadapi setiap komunikasi dengan penuh perhatian
positif dan kewajaran, mendengarkan keluhan mereka. Menghargai bakat dan keinginan sepanjang tidak
bertentangan dengan norma. Menghargai keluarganya.

4) Saling mempercayai, Rasa percaya antara suami istri harus dibina dan dilestarikan hingga hal
terkecil terutama yang berhubungan dengan akhlaq, maupun segala kehidupan. Diperlukan diskusi tetap
dan terbuka agar tidak ada lagi masalah yang disembunyikan. Untuk menjamin rasa saling percaya
hendaknya memperhatikan: Percaya pada dirinya. Hal ini ditunjukka nsecara wajar dalam sikap ucapan,
dan tindakan. Percaya akan kemampuannya, baik dalam mengtur perekonomian keluarga,
mengendalikan rumah tangga, mendidik anak, maupun dalam hubungannya dengan orang lain dan
masyarakat.

5) Saling mencintai. Syarat ini merupakan tonggak utama dalam menjalankankehidupan keluarga.
Cinta bukanlah keajaiban yang kebetulan datang dan hilang namun ia adalah “usaha untuk…”. Adapun
syarat untuk mempertalikan dengan cinta adalah; lemah lembut dalm bicara. menunjukkan perhatian
pada pasangan, terhadap pribadinya maupun keluarganya, bijaksana dalam pergaulan, menjauhi sikap
egois, tidak mudah tersinggung, menentramkan batin sendiri. Karena takkan bisa menentramkan batin
seseorang apabila batinnya sendiri tidak tentram, orang disekitarnya pun tidak akan nyaman. Saling
terbuka dan membicarakan hal dengan pasangan adalah kebutuhan yang dapat menentramkan. Peran
agama dan spiritual pun sangat menentukan. Dengannya kemuliyaan hati tercermin dalam tingkah laku
yang lebih baik dan menarik. Oleh sebab itu oarng yang tentram batinnya akan menyenangkan dan
menarik bagi orang lain.[10]

Dalam islam juga disebutkan ciri-ciri keharmonisan keluarga. Adapun ciri keluarga dalam islam yaitu :
1) Pembentukan keluarga yang didasari harapan keridhaan Allah tanpa yang lain. Kedua belah pihak
saling melengkapi dan menyempurnakan, memenuhi panggilan fitrah dan sunnah, menjalin
persahabatan dan kasih sayang, serta meraih ketentraman dan ketenangan jasmani. Dalam menentukan
standar jodoh keduanya hanya bertolak pada keimanan dan ketaqwaan.

2) Tujuan pembentukan keluarga. Keharmonisan rumah tangga akan terwujud apabila kedua
pasangan saling konsisten terhadap perjanjian yang mereka tetapkan bersama. Tujuan utama mereka
adalah menuju jalan yang telah digariskan Allah dan mengharap ridha-Nya. Dalam segala tindakan
mereka yang tertuju hanyalah Allah semata.

3) Linkungan. Dalam keluarga yang harmonis upaya yang selalu dipelihara adalah suasana yang penuh
kasih sayang dan masing-masing anggotanya menjalankan peran secara sempurna. Lingkungan keluarga
merupakan tempat untuk berteduh dan berlindung, tempat di mana perkembangan dan susah-senang
dilalui bersama.

4) Hubungan antar kedua pasangan. Dalam hubungan rumah tangga yang harmonis dan seimbang
suami-istri berupaya saling melengkapi dan menyempurnakan. Mereka menyatu dan ikut merasakan
apa yang dirasakan anggota keluarga yang lain. Mereka saling mengobati, saling membahagiakan dan
menyatukan langkah dan tujuan, keduanya menyiapkan sarana untuk mendekatkan diri pada Allah.

5) Hubungan dengan anak. Keluarga harmonis menganggap anak sebagai bagian darinya mereka
membangun hubungan atas dasar penghormatan, penjagaan hak, pendidikan, bimbingan yang layak,
pemurnian kasih sayang serta pengawasan akhlak dan prilaku anak.

6) Duduk bersama. Keluarga harmonis selalu siap duduk bersama dan berbincang-bincang dengan
para anggota keluarganya, mereka berupaya saling memahami dan menciptakan hubungan mesra. Islam
mengajarkan agar yang tua menyayangi dan membimbing yang muda, dan yang muda menghormati dan
mematuhi nasehat yang tua.

7) Kerja sama dan saling membantu. Dalam kehidupan rumah tangga yang harmonis setiap anggota
rumah tangga memiliki tugas tertentu, mereka bersatu untuk memikul beban bersama. Dalam bangunan
ini nampak jelas persahabatan, saling tolong-menolong, kejujuran, saling mendukung dalam kebaikan,
saling menjaga sisi rohani dan jasmani masing-masing.

8) Upaya untuk kepentingan bersama. Dalam kehidupan keluarga yang harmonis mereka saling
membahagiakan. Mereka saling berupaya untuk memenuhi keinginan dan mempertahankan selera
pasangannya. Saling menjaga dan memperhatikan cara berhias dan berpakaian. Untuk kepentingan
bersama mereka selalu bermusyawarah dan berkomunikasi untuk meminta pendapat,

pada waktu anak telah mampu memahami masalah tersebut ia diikutkan dalam musyawarah tadi.[11]
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keluarga adalah satu institusi sosial karena keluarga menjadi penentu utama tentang apa jenis
warga masyarakat. Apabila keluarga kukuh, maka masyarakat akan bersih dan kukuh. Namun apabila
rapuh, maka rapuhlah masyarakat. Begitu pentingnya keluarga dalam menentukan kualitas masyarakat,
sehingga dalam pembentukan sebuah keluarga harus benar-benar mengetahui pilar-pilar membangun
sebuah keluarga.

Mewujudkan keluarga sakinah adalah dambaan setiap manusia. keluarga sakinah ialah kondisi
keluarga yang sangat ideal yang terbentuk berlandaskan Al-Quran dan Sunnah untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kebendaan bukanlah sebagai ukuran untuk membentuk keluarga
bahagia. Membangun keluarga sakinah tidaklah mudah, banyak yang mengalami kesulitan.

B. Kritik dan Saran

Demikianlah makalah yang telah disusun oleh penulis yang tentunya di dalamnya masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik serta saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan dalam penulisan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Namora lumongga lubis, memahami dasar-dasar konseling, Jakarta: Prenada Media Group, 2011

Novi hendri, Psikologi dan konseling keluarga,Medan: Citapustaka media perintis,2012

Abu bakar M.luddin, dasar-dasar konseling, Bandung: Citapustaka media perintis, 2009

Farid mashudi, psikologi konseling, IRCiSoD, 2011,

Arifuddin, Keluarga dalam pembentukan Akhlak Islamiah.,Yogyakarta: Ombak, 2015

Subhan Zaituna, Membina Keluarga Sakinah., Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004

[1] Namora lumongga lubis, memahami dasar-dasar konseling, Jakarta: Prenada Media Group, 2011 hal
220

[2] Novi hendri, Psikologi dan konseling keluarga,Medan: Citapustaka media perintis,2012 hal 11

[3] Arifuddin, Keluarga dalam pembentukan Akhlak Islamiah., Yogyakarta:Ombak, 2015, hal 52

[4] Abu bakar M.luddin, dasar-dasar konseling, Bandung: Citapustaka media perintis, 2009, hal 149

[5] Farid mashudi, psikologi konseling, IRCiSoD, 2011, hal 25

[6] Arifuddin, Keluarga dalam pembentukan Akhlak Islamiah., Yogyakarta:Ombak,2015,

[7] Ibid.,hal 62

[8] Zaituna Subhan, Membina Keluarga Sakinah., Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004

[9] Ibid., hal 5


[10]Dadang Hawari, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta : Dana Bakti Prima Yasa,
2004 ), h. 205-208

Anda mungkin juga menyukai