Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH KELOMPOK 3

Kebidanan Keluarga 3

Dosen pembimbing : Lili Farlikhatun, M.Keb

Disusun oleh :

Eva Nurlaela (180601003)

Hanipah ( 180601008 )

Niken Ayu Sekarwaty ( 180601015)

Siti Nurhasanah (180601021)

Sri Wulandari (180601026)

Syifa Aulia (180601022)

STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA

Jalan Kubah Putih No. 7 RT.01/RW.14, Jatibening, Pondok Gede,

Kota Bekasi, Jawa Barat 17412

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkanrahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah PemberdayaanKeluarga
”Pemberdayaan keluarga dalam peningkatan kesehatan keluarga” tepat padawaktunya.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna, baik
dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen pembimbing guna menjadi acuan
dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baikdi masa yang akan datang.

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keluarga merupakan komponen terkecil dalam masyarakat.Setiap anggota


keluarga memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Pemberdayaan
dalam keluarga untuk meningkatkan kemampuan individu dalam masyarakat serta
meningkatkan kemandirian individu itu sendiri. Peningkatan angka kemiskinan,
pengangguran dan jumlah penduduk yang dari tahun ketahun meningkat menuntut
individu dalam keluarga untuk memiliki kemampuan yang lebih guna meningkatkan
kualitas hidup dan kesejahteraan keluarga,oleh karena itu penulis ingin mengetahui
lebih jelas tentang pemberdayaan keluarga .

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian pemberdayaan masyarakat ?
2. Apa saja tipe atau jenis keluarga ?
3. Sebutkan peran keluarga ?
4. Apa saja permasalahan dalam keluarga ?
5. Bagaimana konsep pemberdayaan keluarga ?
6. Bagaimana ruang lingkup pemberdayaan keluarga ?

3
BAB II

PEMBAHASAN

Mampu melakukan edukasi keluarga tentang familly bounding (varney)

2.1 PENGERTIAN PEMBERDAYAAN KELUARGA


Pemberdayaan atau empowerment berawal dari kata daya (power). Daya
dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam, dapat diperkuat dengan unsur-unsur
penguatan yang diserap dari luar.Pemberdayaan merupakan sebuah konsep untuk
memotong lingkaran yang menghubungkan power dengan pembagian kesejahteraan.
Menurut BKKBN (1999) dalam Sudiharto (2007) keluarga adalah dua orang
atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah,mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak,bertaqwa kepada tuhan, memiliki
hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat
serta lingkungannya
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dan
keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan, 1988). Keluarga adalah dua
orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan, ikatan emosional
dan yang mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Marilynn M.
Friedman, 1998).
Keluarga adalah dua orang atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam
satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing
menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Salvicion G Balion dan Aracelis
Maglaya, 1989).
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua
orang atau lebih yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan, ikatan darah yang tinggal
dalam satu rumah dan saling berinteraksi satu sama lain dalam perannya masing-
masing untuk menciptakan atau mempertahankan suatu budaya.
2.2 TIPE ATAU JENIS KELUARGA
Menurut Frieman (1998) tipe keluarga dari dua tipe yaitu keluarga tradisional
dan keluarga non tradisional.

4
1. Tipe keluarga tradisional terdiri dari :
a. Nuclear family atau keluarga inti adalah suatu rumah tangga yang terdiri dari
suami, istri dan anak kandung atau anak adopsi.
b. Extended family atau keluarga besar adalah keluarga inti ditambah dengan
keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek, bibi
dan paman.
c. Dyad family adalah keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang tinggal
dalam satu rumah tanpa anak.
d. Single parent family adalah suatu keluarga yang terdiri dari satu orang tua
dan anak (kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh
perceraian atau kematian.
e. Single adult adalah satu rumah tangga yang terdiri dari satu orang dewasa.
f. Keluarga usia lanjut adalah keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang
sudah lanjut usia
2. Tipe keluarga non tradisional terdiri dari :
a) Keluarga communy yang terdiri dari satu keluarga tanpa pertalian darah,
hidup dalam satu rumah.
b) Orang tua (ayah, ibbu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup
bersama dalam satu rumah tangga.
c) Homo seksual dan lesbian adalah dua individu sejenis yang hidup bersama
dalam satu rumah dan berpefilaku layaknya suami istri.
2.3 STRUKTUR KELUARGA

Menurut Friedcman (1998), struktur keluarga terdiri dari :

1. Pola dan proses komunikasi dapat dikataan berfungsi apabila jujur, terbuka,
melibatkan emosi, dapat menyelesaikan konflik keluarga serta adanya hierarki
kekuatan. Pola komunikasi dalam keluarga dikatakan akan berhasil jika pengirim
pesan (sender) yakin mengemukakan pesannya, isi pesan jelas dan berkualitas,
dapat menerima dan memberi umpan balik, tidak bersifat asumsi, berkomunikasi
sesuai. Sebaliknya, seseorang menerima pesan (receiver) dapat menerima pesan
dengan baik jika dapt menjadi pendengan yang baik, memberi umpan balik dan
dapat memvalidasi pesan yang diterima.
2. Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi sosial
yang diberikan baik peran formal maupun informal.

5
3. Struktur kekuatan adalah kemampuan individu untuk mengontrol dan
mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain yang terdiri dari legitimate
power (hak), referen power (ditiru), expert power (keahlian), reward power
(hadiah), coercive power (paksaan) dan affektif power.
4. Nilai keluarga dan norma adalah sistem ide-ide, sikap dan keyakinan yang
mengikat anggota keluarga dalam budaya tertentu sedangkan norma adalah pola
perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu.
2.4 PERAN KELUARGA
Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat dan
kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan
individu didasari dalam keluarga dan kelompok masyarakat. Berbagai peran yang
terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut :
1. Peran ayah : ayah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, berperan
dari pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala
keluarga, anggota dari kelompok sosial serta dari anggota masyarakat dari
lingkungannya.
2. Peran ibu : ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu mempunyai peran
mengurus rumah tangga , sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,
pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai
anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu ibu juga dapat berperan
sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga.
3. Peran anak : anak-anak melaksanakan peran psikososial sesuai engan tingkat
perkembangan fisik, mental, soaial dan spiritual.
2.5 FUNGSI KELUARGA
Menurut Friedman (1998), terdapat lima fungsi keluarga, yaitu :
1. Fungsi afektif (the Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk
mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan
psikososial anggota keluarga.
2. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam
lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk
membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tinkah laku sesuai

6
dengan tingkat perkembangan anak dan dan meneruskan nilai-nilai budaya
keluarga.
3. Fungsi reproduksi (the reproduction function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi ekonomi (the economic function) yaitu keluarga berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the health care function) adalah
untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki
produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga
dibidang kesehatan.
Tetapi dengan berubahnya zaman, fungsi keluarga dikembangkan menjadi :
a. Fungsi ekonomi, yaitu keluarga diharapkan menjadi keluarga yang produktif
yang mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan memanfaatkan
sumber daya keluarga.
b. Fungsi mendapatkan status sosial, yaitu keluarga yang dapat dilihat dan
dikategorikan strata sosialnya oleh keluarga lain yang berbeda disekitarnya.
c. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga mempunyai peran dan tanggungjawab yang
besar terhadap pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi kehidupan
dewasanya.
d. Fungsi sosialisasi bagi anaknya, yaitu orang tua atau keluarga diharapkan
mampu menciptakan kehidupan sosial yang mirip dengan luar rumah.
e. Fungsi pemenuhan kesehatan, yaitu keluarga diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan dasar primer dalam rangka melindungi dan pencegahan terhadap
penyakit yang mungkin dialami oleh keluarga.
f. Fungsi reliugius, yaitu keluarga merupakan tempat belajar tentang agama dan
mengamalkan ajaran agama.
g. Fungsi rekreasi, yaitu keluarga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan
yang dapat mengurangi ketegangan akibat berada di luar rumah.
h. Fungsi reproduksi, yaitu bukan hanya mengembangkan keturunan tetapi juga
tempat untuk mengembangkan fungsi reproduksi secara menyeluruh,
diantaranya seks yang sehat dan berkualitas serat pendidikan seks bagi anak-
anak.

7
i. Fungsi afektif, yaitu keluarga merupakan tempat yang utama untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga berada di luar
rumah.
Dari beberapa fungsi keluarga diatas, ada tiga fungsi pokok keluarga
terhadap anggota keluarganya, antara lain asih, yaitu memberikan kasih
sayang, perhatin dan rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga
memungkinkan mereka tumbun dan berkembang sesuai usia dan
kebutuhannya. Sedangka asuh, yaitu menuju kebutuhan pemeliharaan dan
perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara sehingga diharapkan
mereka menjadi anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
Dan asah, yaitu memenuhi kebutuhan pendidikan anak sehingga siap menadi
manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.
Secara konseptual, pemberdayaan keluarga adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat keluarga, terutama keluarga miskin atau
keluarga tidak sejahtera atau istilah lainnya yang menunjukkan masih belum
berfungsinya keluarga sehingga tidak bisa mencapai tujuan kehidupan
berkeluarga (Sunarti,2008).
2.6 TUJUAN PEMBERDAYAAN KELUARGA :
a. Membantu sasaran untuk menerima / melewati / mempermudah proses
perubahan yang harus /akan dijalani/ditemui individu/keluarga
b. Menggali kapasitas/potensi laten anggota keluarga
(kepribadian,ketrampilan manajerial dan keterampilan kepemimpinan).
c. Mendorong sasaran agar memiliki daya ungkit/daya lompat serta sebagai
lecutan untuk lari mengejar cita – cita keluarga.
d. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan hidup seluruh anggota
keluarga sepanjang tahap perkembangan dan siklus hidupnya.
e. Membangun daya tahan dan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan agar
mampu menjalani kehidupan dengan sukses tanpa kesulitan dan hambatan
yang berarti.
f. Membina dan mendampingi proses perubahan sampai pada tahap
kemandirian dan tahap tujuan yang dapat diterima.

Agar tujuan pemberdayaan dapat tercapai, maka perlu memperhatikan


beberapa prinsip pemberdayaan keluarga, diantaranya adalah:

8
1. Pemberdayaan keluarga hendaknya tidak memberikan bantuan
pendampingan yang bersifat charity yang akan mendatangkan
ketergantungan dan melemahkan, melainkan bantuan, pendampingan
dan atau pelatihan yang mempromosikan self reliance dan
meningkatkan kapasitas sasaran pemberdayaan.
2. Hendaknya menggunakan metode pemberdayaan yang menjadikan
pihak yang dibantu/dibina/didamping menjadi lebih kuat melalui
latihan daya juang/tahan, menghadapi masalah.
3. Meningkatkan partisipasi yang membawa pihak yang diberdayakan
meningkat kapasitasnya.
4. Menjadikan pihak yang diberdayakan mengambil kontrol
penuh,pengambilan keputusan penuh, dan tanggung jawab penuh
untuk melakukan kegiatan yang akan membawanya menjadi lebih
kuat.
2.7 STRATEGI PEMBERDAYAAN KELUARGA
Menurut Herawati (2013), strategi pemberdayaan keluarga yang dimaksud
adalah
1. Sistemik – holistic Strategi yang memperhatikan berbagai dimensi kehidupan
keluarga :fungsi, peran dan tugas keluarga, serta memperhatikan tahap
perkembangan kehidupan keluarga.
2. Sinergistik Strategi yang memperhatikan dan menempatan kegiatan
pemberdayaan keluarga diantara program keluarga atau program
kemasyarakatan lainnya yang dilaksanakan oleh berbagai pihak baik oleh
pemerintah maupun non pemerintah agar saling mendukung.
3. Kemandirian dan ketahanan keluarga Strategi pemberdayaan adalah mendorong
kemandirian dan menguatkan ketahanan keluarga
4. Fokus yaitu proses perubahan Strategi ini menekankan bahwa pemberdayaan
adalah sebuah proses oleh karnanya perlu memberi ruang dan memasukkan
perjalanan sebuah proses dalam perencanaan serta memastikan agar proses
perubahan tersebut dilalui sampai tujuan tercapai 5. Kepedulian atau kemitraan
Strategi ini memperhatikan aspek utama dalam proses pembangunan manusia
yaitu kepedulian, serta meningkatkan kemitraan untuk mendorong perubahan
yang lebih luas.

9
5. Keberlanjutan (sustainability) Strategi yang memperhatikan keberlanjutan
program, mengingat perubahan sosial membutuhkan waktu yang lama dan
panjang.
6. Meningkatkan partisipasi dan menggunakan pendekatan pendidikan orang
dewasa.
7. Memanfaatkan dan atau meningkatkan kapasitas kelembagaan lokal agar
perubahan lebih mengakar untuk menjamin keberlanjutan dan kelangsungannya.
8. Memanfaatkan dan mengoptimalkan potensi lokal. Pemberdayaan ekonomi
keluarga hendaknya memanfaatkan potensi lokal yang bertujuan memberi nilai
tambahan serta meningkatkan potensi ekonomi wilayah.
2.8 CARA MENDORONG KELUARGA UNTUK MENANGANI MASALAH
Kesehatannya sesuai dengan Sumber yang Tersedia Menurut Herawati (2013), cara
mendorong keluarga untuk dapat menangani masalah kesehatan, diantaranya :
i. Meningkatkan potensi atau kapasitas individu dalam keluarga untuk
berkembang
ii. Pelatihan di berbagai tingkat sasaran untuk meningkatkan produktifitas
keluarga dalam meningkatkan sumber daya ekonomi.
iii. Pelatihan, bimbingan konseling untuk meningkatkan ketrampilan keluarga :
menilai sumber daya, mengembangkan potensi atau kapasitas dan kelola
masalah untuk mencapai tujuan.
iv. Kampanye sosial dan penyuluhan untuk meningkatkan dukungan sosial bagi
ketahanan keluarga.
v. Pelatihan ketrampilan organisasi di masyarakat : managemen, kepemimpinan
dan ekonomi orang, kerjasama jaringan organisasi kelembagaan di
masyarakat.
vi. Menciptakan lingkungan supaya kapasitas keluarga untuk berkembang dapat
terwujud dengan cara :
1. Advokasi : meningkatkan komitmen pemerintah
2. Bangun kemitraan sosial dan jaringan seperti dengan
pemerintah,swasta, LSM dan media massa.
3. Pelatihan kepada para tokoh dan penggerak masyarakat dalam rangka
memberdayakan masyarakat dalam menyediakandukungan sosial bagi
keluarga.
4. Penguatan kelembagaan seperti bimbingan dan konseling keluarga.

10
5. Kampanye dan advokasi soial untuk membangun ketahanan keluarga
6. Mobilisasi sumber daya bagi perbaikan ekonomi keluarga,
7. Advokasi kebijakan sistem ekonomi makro seperti sistem intensif
usaha, sistem upah, perluasan lapangan dan kesempatan kerja, serta
kemudahan akses berusaha.

I. RUANG LINGKUP PEMBERDAYAAN KELUARGA

Ruang lingkup substansi pemberdayaaan keluarga meliputi berbagai wilayah

dan ranah utama terkait kehidupan keluarga seperti secara ringkas dijelaskan

berikut ini

1. Ketahanan keluarga Pemberdayaan keluarga menekankan pada peningkatan


pengetahauan, kesadaran, serta peningkatan kapasitas keluarga dalam kaitannya
dengan kondisi dinamik suatu keluarga yang harus memiliki keuletan dan
ketangguhan serta kemampuan secara fisik-material dan psikis mental spiritual guna
hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dan
meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin. Peningkatan ketahanan keluarga meliputi
ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis keluarga(Sunarti, 2001).
2. Keberfungsian, peran, dan tugas keluarga Pemberdayaan keluarga menekankan pada
peningkatan potensi dan kapasitas keluarga dalam memenuhi fungsinya seperti
dinyatakan resolusi majelis umum PBB bahwa : “ keluarga sebagai wahana untuk
mendidik, mengasuh dan sosialisasi anak, mengembangkan kemampuan seluruh
anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya dimasyarakat dengan baik, serta
memberikan kepuasan dan lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya keluarga
sejahtera” (Megawangi,1994). Agar fungsi keluarga berada pada kondisi optimal,
perlu peningkatan fungsionalisasi dan struktur yang jelas, yaitu suatu rangkaian peran
dimana keluarga sebagai sistem sosial terkecil dibangun. Peran keluarga merupakan
kunci utama keberhasilan keberfungsian keluarga. Tugas dasar keluarga berkaitan
dengan keberlangsungan kehidupan keluarga hari ke hari, yaitu meliputi penyediaan
kebutuhan dasar kebutuhan anggota keluarga, menjalani dengan sukses tugas
perkembangannya.

Sementara itu terdapat lima peran utama keluarga bagi efektifnya fungsi keluarga yaitu :

11
a. Penyediaan sumberdaya yang dibutuhkan keluargau untuk tumbuh dan berkembang
b. Dukungan, pengasuhan, dan kasih sayang
c. Pengembangan keterampilan hidup
d. Pemeliharaan dan pengelolaan sistem keluarga
e. Kepuasan seksual suami-istri.

Sumberdaya keluarga Sumberdaya bermakna sebagai sumber dari kekuatan, potensi dan
kemampuan untuk mencapai suatu manfaan atau tujuan. Sumberdaya merupakan asset, yaitu
sesuatu apapun baik yang dimiliki atau yang dapat di akses, yang dapat memberikan nilai
tukar untuk mencapai tujuan. Aset tersebut bisa berupa sumberdaya ekonomi, potensi
manusia, karakter pribadi, kualitas lingkungan, sumberdaya alam,fasilitas masyarakat (Rice
& Tucker, 1987).

Sumberdaya keluarga ditinjau dari sudut pandang ekonomi merupakan alat atau bahan
yang tersedia dan diketahui fungsinya untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan keluarga
(Gross, Crondall, & Knoll, 1980).

Sumberdaya dapat dikelompokan menjadi dua yaitu yang dapat diukur, nyata secara
fisik(tangible), dan yang tidak dapat diukur (intangible) seperti intetegritas dan kepercayaan.
Demikian juga pembagian menjadi sumberdaya manusia dan material. Sumberdaya manusia
meliputi keahlian, bakat dan kemampuan yang seseorang miliki. Sumberdaya material
berhubungan dengan fenomena alam seperti tanah subur, sungai,minyak bumi, dsb
(Goldsmith, 1996). Sedangkan Rice dan Tucker(1987) mengelompokan sumberdaya kedalam
tiga kelompok yaitu sumberdaya manusia meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotorik.

sumberdaya ekonomi seperti pendapatan, kesehatan, keuntungan pekrjaan, dan kredit,


serta sumberdaya lingkungan meliputi lingkungan fisik ,sumberdaya sosial, serta lembaga
politik.

Pengolahan masalah dan stress keluarga

Membahas kemampuan keluarga dalam menghadapi stressor atau penyebab stress yang
berpotensi menyebabkan stress dan krisis. Dalam proses tersebut, tipologi keluarga, persepsi
keluarga terhadap stress serta kemampuan koping mekanisem keluarga menentukan
timbulnya stress atau krisis dalam keluarga. Pemberdayaan keluarga hendaknya
meningkatkan tipologi efektif, cara pandang yang baik terhadap stress,dan meningkatkan

12
kemmapuan koping stress serta memperbanyak alternative pilihan koping strategi dalam
keluarga untuk menghindari munculnya krisis dalam keluarga.

Interaksi dan komunikasi keluarga Interaksi keluarga dapat dipandang melalui beberapa
pendekatan,diantaranya adalah pendekatan sistem, yang meliputi husband-wife interaction
(marital relationship), parent-child interaction, sibling interaction, intergeneration interaction.
Kajian interaksi keluarga didasari teori keluarga sebagai institusi penting bagi kehidupan
individu dan pembangunan harmoni sosial. Interaksi keluarga dipandang sebagai proses yang
akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang (kesejahteraan, karakter pribadi, keberhasilan
hidup), yang pada akhirnya mempengaruhi dan dipengaruhi sistem sosial yang lebih luas.
Mengkaji secara spesifik pola dan keragaman interaksi antara anggota keluarga (suami-istri,
Orang tua-anak, antar- anak, dan antara generasi dalam keluarga), terutama berkaitan dengan
dampak perubahan sosial serta kajian muthakir pola interaksi yang efektif untuk menghindari,
meminimalkan resolusi konflik antar anggota keluarga.

Tipologi keluarga Tipologi keluarga mengidentifikasi keluarga dari 4 dimensi yaitu

1. family regenerative (kemampuan keluarga tumbuh berkembang),family resilien


(kelentingan keluarga), rhythmic (kebersamaan keluarga), dan tradisionalistic family
(McCubbin & Thompson,1997).
2. Analisis tipologi keluarga menggunakan delapan perubah family hardness (kekuatan
internal, kontrol terhadap sumber daya, pemaknaan kehidupan, serta komitmen untuk
belajar dan berkembang), family coherence (koping strategi fundamental keluarga
dalam mengelola masalah keluarga yang di tujukan oleh pelaku penerimaan,
loyalitas,kejujuran, kebanggaan, rasa hormat, berbagi), family bonding(tingkatan
keterikatan secara emosional sebagai satu kesatuankeluarga), family time and routine
(curahan waktu kebersamaankeluarga), valuing family time and routine (pemaknaan
terhadap rutinitas dan waktu kebersamaan keluarga), family traditions (upaya
pemeliharaan kepercayaan dan nilai yang berlaku antar generasi), dan family
celebration (kebiasaan merayakan kejadian penting dan bermakna bagi keluarga).
3. Tipologi kelurga regenerative menghasilkan 4 tipologi keluarga turunan yaitu
regenerative families, durable families, secure families dan fulnerable families.
4. Tipologi resilient menghasilkan 4 tipologi turunan yaitu resilien (lentur) families,
pliant (liat) families, bonded families, dan fragile (mudah pecah) families.

13
5. Tipology of rhythmic,menghasilkan 4 tipologi turunan yaitu rhythmic families,
intentional families, structural families dan unpattern families.
6. Tipology of traditionalistic families menghasilkan 4 tipologi turunan yaitu ritualistic
families,celebratory families, traditionalistic families,situational families
7. Kelentingan keluarga (family resilience) Kelentingan keluarga diartikan sebagai
kemampuan keluarga untuk merespon secara positif terhadap situasi yang
menyengsarakan atau merusak kehidupan keluarga, sehingga memunculkan perasaan
kuat,tahan, dan bahkan situasi dimana kelarga merasa lebih berdaya dan lebih percya
diri disbanding situasi sebelumnya . Kelentingan keluarga juga dapat diartikan
sebagai kapasitas untuk pulih dari kesengsaraan bahkan merasa lebih kuat dan
berdaya (Walsh,2006).
8. Kelentingan keluarga dialami ketika anggota keluarga menunjukkan perilaku seperti
percaya diri, kerja keras, kerjasama, memanfaatkan hal tersebut merupakan faktor
yang menolong keluargga dapat menghadapi stressor sepanjang siklus kehidupannya.
Kelentingan keluarga berkaitan dengan konsep-konsep utama yang saling berhadapan.
Konsep pertama berkaitan dengan kerentangan keluarga, faktor resiko dan akumulasi
resiko yang dihadapi keluarga,sedangkan disisi lainnya adalah konsep asset keluarga
serta asset yang menjadi faktor resiko akan menghasilkan tingkat resiliensi
keluarga(Sunarti,2007). Proses utama kelentingan keluarga berkaitan dengan sistem
keluarga,pola organisasi, dan proses komunikasi dalam keluarga.Bagaimana nilai
yang dianut keluarga terkait kemalangan,anggotakeluarga terhadap masalah,apakah
berpikir positif atau cenderungbepikir negative ,dan bagaimana nilai spiritual dan
transendensikeluarga akan menentukan kemampuan keluarga dalam
mengatasikenelangsaan.

Mampu melaksanakan pemberdayaan keluarga dalam emotional healing pada masa


nifas dan menyususi

Dalam pemahaman umum, kehamilan dan kelahiran adalah masa yang paling
menggembirakan dalam hidup seorang perempuan. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak
sedikit Ibu yang mengalami masa kurang menyenangkan. Mereka merasa cemas, mudah
marah, cepat lelah dan bisa tiba-tiba menangis (Reid, 2013).

“Everyone says, ‘You give birth, you go home, and you have this amazing baby and
it’s just beautiful.’ And I walked in and just started sobbing.” (Semua orang bilang, ‘kau

14
melahirkan, kau pulang ke rumah, dan kau punya bayi yang luar biasa dan itu adalah hal yang
begitu indah’. Kemudian saya masuk ke rumah dan mulai menangis tersedu-sedu)

Pernyataan itu dilontarkan oleh Bridget Moynahan, seorang model sekaligus aktris
terkenal asal Amerika, saat diwawancarai oleh majalah Harper’s Bazaar tentang kelahiran
anak pertamanya. Kok malah menangis? Bukankah menjadi Ibu adalah hal yang
membahagiakan? Dalam pemahaman umum, kehamilan dan kelahiran adalah masa yang
paling menggembirakan dalam hidup seorang perempuan. Akan tetapi, pada kenyataannya
tidak sedikit Ibu yang mengalami masa kurang menyenangkan. Mereka merasa cemas,
mudah marah, cepat lelah dan bisa tiba-tiba menangis (Reid, 2013).

Apa yang terjadi?

Lebih dari 50% Ibu mengalami perubahan emosi langsung sejak melahirkan hingga
kurun waktu dua minggu. Gejalanya seperti mood swings, mudah menangis ataupun marah,
sakit kepala, dan muncul perasaan tidak suka terhadap bayinya atau anggota keluarga lain. Ini
yang disebut Baby Blues (Postpartum Blues) (Olds, S.W, dkk, 2010).

Jika perubahan emosi ini berlangsung lebih lama, mulai dari dua minggu hingga enam
bulan, bahkan satu tahun setelah melahirkan, Ibu mungkin mengalami gangguan emosi yang
lebih serius, namanya Postpartum Depression. Ada 10 hingga 40% Ibu yang mengalaminya.
Gejala yang timbul sama dengan Baby Blues, ditambah dengan gejala lain seperti kecemasan,
putus asa, merasa tidak berdaya, sulit tidur, tidak nafsu makan, muncul ketakutan yang
berlebihan terhadap diri sendiri dan bayinya – termasuk di antaranya takut melukai si Kecil.

Hal ini terjadi Salah satunya karena perubahan hormon yang luar biasa. Pada saat
hamil, level hormon estrogen dan progesteron meningkat. Setelah melahirkan, level kedua
hormon itu menurun drastis sehingga memicu insomnia, kecemasan, kesulitan berkonsentrasi,
yang bisa berujung pada depresi. (Howard, 2009; dalam Banks, 2002). Pada saat yang sama,
hormon prolaktin yang mendorong produksi ASI meningkat pesat. Rendahnya hormon tiroid
juga dapat menimbulkan gangguan fisik dan emosional bagi Ibu yang baru melahirkan.

Ada berbagai hal yang bisa Ibu dan keluarga lakukan lakukan dalam fase emotional
healing:

1. Makan makanan bergizi. Kebutuhan nutrisi ibu meningkat karena Ibu sedang menyusui.
Hindari makanan berpengawet, perbanyak makan sayur dan buah. Dan dalam hal ini

15
keluarga dapat membantu ibu untu menyiapkan dan mensuport ibu untuk banyak makan
makanan bernutrisi.
2. Istirahat yang cukup. Walaupun sulit, cobalah tidur ketika si kecil tidur. Ibu bisa
meminta keluarga terdekat bergantian menjaga si kecil.
3. Bergaul, jangan mengisolasi diri. Bercakap-cakaplah dengan Ayah, orangtua dan teman-
teman Ibu. Ceritakan perasaan kepada mereka.
4. Minta bantuan dari orang lain. Menjadi orang tua akan membuat tanggung jawab Ibu
berlipat ganda. Ibu tidak perlu menanggung semua hal sendirian. Jangan tunggu sampai
Ibu kewalahan baru anda minta bantuan dari orang lain.
5. Berolahraga. Lakukan olahraga sesuai dengan kondisi tubuh Ibu, misalnya berjalan, lari,
yoga, aerobik, dan lain-lain. Usahakan rutin melakukannya. Atau ibu dapat meminta
bantuan keluarga untuk menemani saat berolahraga sehingga kegiatan olahraga semakin
menyenangkan.
6. Bermainlah dengan si kecil. Buat kontak mata, bicaralah padanya, nyanyikan lagu dan
tertawa bersama. Si kecil memang belum mengerti, tetapi ia dapat melihat, mendengar
dan merasakan cinta Ibu.
7. Berlatihlah mengendalikan diri. Ketika si kecil mulai menangis tak henti dan Ibu
kelelahan, tarik napas dalam dan tenangkan diri. Bayi dapat merasakan kegelisahan Ibu
dan itu dapat menular padanya. Oleh karena itu, kendalikan diri Ibu.
8. Me-Time. Alokasikan waktu untuk melakukan hal-hal yang Ibu sukai. Ibu bisa berjalan-
jalan sendiri, merawat diri, menonton film, membaca, meditasi, bermain musik, atau
melakukan hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan si kecil.

PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT LANSIA DENGAN


KETERGANTUNGAN DI DESA PABELAN

Menurut survey masyarakat di Indonesia, lansia atau elderly memiliki tingkat


ketergantungan 3 kali lipat dari orang yang bukan lansia. Itu semua disebabkan oleh karena
pada lansia terjadi perubahan secara fisiologis pada semua system yang menyebabkan
gangguan pada fungsi fisik dan psikologisnya (Azizah, 2011). Belum lagi kalau keadaan
lansia tersebut semakin buruk karena disertai oleh penyakit kronik, misalnya saja lansia
dengan penyakit stroke, osteoporosis, alzaimer, dan juga gagal ginjal kronik. Keadaan
tersebut membuat mereka tidak bisa melakukan kegiatan aktifitas sehari hari secara

16
mandiri.Sehingga mereka sangat tergantung dengan keberadaan keluarga sebagai orang
terdekat untuk memberikan bantuan baik dalam bentuk perawatan ringan, sedang, dan juga
berat.

Keluhan kesehatan lansia yang paling tinggi adalah keluhan yang merupakan efek
dari penyakit kronis seperti asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah dan diabetes
(32,99%), (Kemenkes RI, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan Desyi (2010) Tingkat
kemampuan lansia dengan penyakit kronis dalam melakukan aktivitas sehari-hari tergolong
kategori tingkat ketergantungan adalah sebesar (56,2%) dan sebanyak 75% lansia diatas 65
tahun dirawat oleh anggota keluarganya sendiri, dimana seperempatnya adalah pasangan
hidup dan lebih dari sepertiga dirawat pasangan dan anak dewasa (Fatimah, 2010).

Perlu ada peran yang besar dari keluarga sebagai orang-orang yang sangat dekat
dengan klien untuk bagaimana bisa merawat dengan baik dan bahkan membuat lansia
tersebut menjadi mandiri serta sejahtera di masa tuanya. Peran keluarga secara informal
adalah sebagai motivator, edukator, dan fasilitator bagi lansia (Putra, dkk 2010). Sebuah
keluarga harus menjadi penyemangat kepada lansia untuk menjalani sisa hidupnya dengan
baik. Keluarga harus bisa memberikan informasi kesehatan, sehingga lansia bisa mengetahui
mana hal yang harus atau tidak dilakukan, keluarga juga harus bisa membimbing, membantu
serta memenuhi semua kebutuhannya. Tidak kalah pentingnya fungsi pemeliharaan keluarga
yang pada dasarnya berkewajiban untuk memelihara anggota keluarganya yang sedang sakit,
menderita, dan dimasa tua. Fungsi pemeliharaan ini berbeda-beda di setiap masyarakat.
Seiring dengan perkembangan masyarakat yang makin modern dan kompleks, sebagian dari
pelaksanaan fungsi pemeliharaan ini mulai banyak yang diambil alih dan di layani oleh
lembagalembaga pemerintahan maupun masyarakat, seperti rumah sakit dan rumah-rumah
yang khusus melayani orang-orang yang sudah Lanjut Usia seperti Panti Werdha (Suyanto,
2004). Hal tersebut menyebabkan keluarga hanya memiliki sedikit kesempatan untuk
berkumpul bersama lansia serta hilangnya fungsi perawatan dan tanggung jawab untuk
memberikan perhatian dan perawatan kepada lansia. Sehingga lansia menjadi terlantar dan
merasa terabaikan oleh keluarga baik secara sosial, budaya dan psikologis (Departemen
sosial, 2008). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 17
mei 2016 di dukuh tegal mulyo desa pabelan kecamatan kartasura kabupaten Sukoharjo, ada
lima lansia yang menderita penyakit kronis seperti stroke, osteoporosis, dan gagal ginjal
dengan ketergantungan dimana mereka masih memerlukan bantuan dalam melakukan
aktivitas seperti berpindah dari tempat tidur, berjalan, menyiapkan makan, berpakaian dan

17
berdandan, serta BAB dan BAK. Keseluruhan dari mereka masih tinggal dengan
keluarganya. Hasil observasi menunjukkan keadaan kamar tidur yang berantakan, kamar
yang berbau kurang sedap, sprei kasur yang kotor, tempat bekas makanan yang belum
dibersihkan, dan keadaan ruangan yang pengap. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kebanyakan anggota keluarga kurang peduli dengan keadaan serta kurang memberikan
perawatan yang baik pada lansia. Hasil wawancara singkat dengan salah satu anggota
keluarga lansia mengatakan bahwa alasan kesibukan karena pekerjaan menjadi penghalang
untuk memberikan perawatan yang maksimal dan berkualitas. Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk meneliti menegenai bagaiman gambaran peran keluarga dalam merawat lansia dengan
ketergantungan di desa pabelan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
peran keluarga dalam merawat lansia dengan tingkat ketergantungan di Desa Pabelan
Kartasura Sukoharjo.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah non eksperimental dengan rancangan


penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif adalah suatu metodologi
penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan suatu fenomena yang berlangsung saat ini
atau saat yang lampau dengan menggunkan angka angka dan pengolahan statistik untuk
memaksimalkan objektifitas (Hamdi, 2014). Sedangkan rancangan waktu penelitian ini
menggunakan teknik survey deskriptif. Survey adalah metode riset dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen pengumpulan datanya. Tujuannya untuk memperoleh informasi
tentang sejumlah responden yang dianggap mewakili populasi tertentu.

Dengan metode survey deskriptif data dan informasi yang telah dikumpulkan dari
responden dengan menggunakan kuesioner, hasilnya akan dipaparkan secara deskriptif dan
pada akhir penelitan akan dianalisis gambaran tentang fakta-fakta, sifat dan hubungan antar
gejala dengan penelitian penjelasan (explanatory research) (Zulnaidi, 2007) Populasi pada
penelitian ini adalah keluarga yang merawat lansia dengan ketergantungan di desa pabelan
kecamatan kartasura kabupaten Sukoharjo sebanyak 36 lansia. Pengumpulan data
menggunakan lembar kuesioner, sedangkan analisis data menggunakan teknik deskriptif

18
PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI USAHA EKONOMI PRODUKTIF OLEH
BINA KELUARGA LANSIA (BKL) MUGI WARAS DUSUN BLENDUNG DESA
SUMBERSARI KECAMATAN MOYUDAN KABUPATEN SLEMAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia yang hidup di dunia ini akan mengalami berbagai macam
proses perkembangan kehidupan mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga masa
tua. Dari sekian banyaknya proses perkembangan kehidupan tersebut akan dilewati
oleh setiap individu secara bertahap dan tidak dapat dihindarkan lagi. Salah satu
proses perkembangan yang paling akhir adalah masa tua. Penuaan merupakan suatu
proses alamiah dalam hidup ini, tidak mungkin ditolak ataupun ditunda
Masa tua biasanya dikenal dengan nama lanjut usia atau lansia. Di Indonesia
jumlah lansia cukup banyak, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) pada tahun 2013 bahwa, jumlah lansia di Indonesia 20,04 juta orang atau
sekitar 8,05 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Bila dibandingkan menurut jenis
kelamin jumlah lansia perempuan lebih besar dibandingkan dengan laki-laki, yaitu
10,67 juta orang (8,61 persen dari seluruh penduduk perempuan), lebih banyak
daripada laki-laki yang hanya 9,38 juta orang (7,49 persen dari seluruh penduduk laki-
laki). Semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia akan berpengaruh terhadap
berbagai aspek fisik, psikis, dan sosial.
kemampuan lansia sudah mulai berkurang, fisiknya sudah tidak sekuat saat
masa muda. Selain itu lansia juga mengalami masalah utama diantaranya adalah rasa
kesepian, merasa tidak berguna, dan kemunduran atau hilangnya kemandirian
Permasalahan yang dihadapi oleh lansia memang banyak karena terdiri dari beberapa
aspek baik itu ditinjau dari segi fisik, psikis, sosial,ekonomi, dan lain-lain. Dengan
adanya permasalahan yang dihadapi oleh lansia maka perlu adanya sikap kepedulian.
Lansia membutuhkan kepedulian dan perhatian baik itu dari pemerintah, lembaga
swasta, masyarakat, maupun dari keluarga lansia itu sendiri. Perlu adanya sebuah
tindakan nyata untuk meningkatkan kualitas kehidupan bagi lansia agar tetap sejahtera
baik itu secara lahir maupun batin. Sejauh ini kepedulian pemerintah telah
diwujudkan dengan berbagai kebijakan dan program untuk membantu dalam
meningkatkan kesejahteraan bagi lansia. Sebagai salah satu sikap kepedulian terhadap
lansia, maka perlu menciptakan adanya kondisi, dan suasana nyaman baik itu di
lingkungan keluarga, maupun masyarakat. Menciptakan kondisi yang sedemikian

19
rupa sehingga seseorang yang berusia lanjut merasa dirinya berguna, berprestasi,
sehingga menimbulkan rasa senang dan rasa puas adalah perilaku bijak sebagai
ungkapan kepedulian terhadap lansia Perlu mengubah pola pikir lama, karena
memang sering muncul anggapan bahwa lansia hanya menjadi beban bagi keluarga.
Bahkan tidak jarang pula keluarga yang menitipkan lansia di panti jompo, sungguh
ironis jika melihat situasi seperti itu. Perlu adanya perubahan pola pikir baru yang
menganggap bahwa lansia adalah aset yang harus selalu diberdayakan melalui
berbagai potensi yang dimiliki oleh para lansia. Sehingga keluarga tidak merasa
terbebani dengan adanya lansia, hal ini juga harus dilakukan untuk mencegah adanya
keluarga yang memasukkan lansia ke panti jompo. Pemberdayaan lansia memang
sangat diperlukan, dimana lansia merupakan salah satu kelompok lemah yang harus
tetap diberdayakan dengan berbagai potensi yang dimiliki. Pemberdayaan lansia
merupakan setiap upaya meningkatkan kemampuan fisik, mental spiritual, sosial,
pengetahuan, dan ketrampilan agar para lansia siap didayagunakan sesuai dengan
kemampuan masing-masing .
Dalam hal ini pemberdayaan lansia dapat dilakukan melalui lingkup
masyarakat, maupun dari lingkungan keluarga secara langsung. Pemerintah melalui
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) membentuk kelompok
kegiatan dengan nama Bina Keluarga Lansia (BKL). BKL merupakan kelompok
kegiatan bagi lansia dan keluarga yang memiliki salah satu anggota keluarga lansia.
BKL ini tersebar dibeberapa wilayah yang ada di Indonesia. Melalui adanya
kelompok BKL ini dapat menjadikan wadah dalam pemberdayaan bagi lansia yang
masih berada di lingkungan keluarga dan masyarakat. Nurul Khotimah dkk, Lanjut
Usia (Lansia) Peduli Masa Depan Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Penelitian Bekerja
Sama dengan BKKBN DIY,diterbitkan (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta,
2012) Undang-undang No.13 Tahun 1998, Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia , Pasal
1 ayat (11) Pemberdayaan lansia di lingkungan masyarakat, dan keluarga diwujudkan
dengan adanya BKL. Pada dasarnya BKL merupakan kelompok kegiatan (Poktan)
yang memiliki sasaran langsung bagi lansia, dan sasaran tidak langsungnya adalah
keluarga yang mempunyai lansia dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
lansia melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan .Adanya BKL di masyarakat
dapat menjadi wadah kelompok kegiatan untuk memberdayakan lansia melalui
berbagai kegiatan dengan dukungan dari masyarakat dan keluarga yang memiliki
lansia. BKL sebagai salah satu upaya kepedulian masyarakat terhadap lansia untuk

20
menjadikan keluarga sebagai pembina lansia dalam rumah tangganya, melalui
berbagai kegiatan yang mampu memberikan nuansa baru bagi lansia. Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta juga memiliki berbagai kelompok BKL yang tersebar di
wilayah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten
Gunungkidul dan Kabupaten Kulonprogo. Setiap kelompok BKL tentunya memiliki
karakteristik, dan keunikan masingmasing. Di Kabupaten Sleman terdapat salah satu
BKL yang dinilai cukup berhasil dalam melakukan pemberdayaan bagi lansia, yang
dikenal dengan nama BKL Mugi Waras yang berada di Dusun Blendung Desa
Sumbersari Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman. Berbagai kegiatan yang
dikembangkan oleh BKL Mugi Waras sampai saat ini pun masih tetap berjalan dan
semakin berkembang. Bahkan Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan
Rentan, Kelompok Bina Keluarga Lansia, (Jakarta: BKKBN,2015) pelaksanaan
pemberdayaan lansia di BKL Mugi Waras telah mendapatkan apresiasi, terutama dari
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Fasli
Jalal. Sebagaimana yang dikutip oleh Anjas dalam Jurnal Sumatera.Com yang
menyebutkan bahwa: “Di tempat ini lansia tidak merasa berhenti, tetap produktif,
tetap sehat, tetap optimis membimbing dan membantu anak cucu dan melihat aktivitas
mereka.” Kegiatan yang dikembangkan oleh BKL Mugi Waras ini juga telah
mendapatkan dukungan, baik dari pemerintah , lembaga swasata, maupun dari
kalangan masyarakat. Seperti manusia lainnya, lansia pelu memiliki sumber
pendapatan untuk mendukung kehidupan sejahtera.
Pada bidang ekonomi BKL Mugi Waras berusaha mengupayakan
pemberdayaan lansia melalui adanya kegiatan usaha ekonomi produktif yang bisa
dikembangkan oleh lansia. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk
membantu meningkatkan kesejahteraan hidup bagi lansia. Mengingat lansia yang ikut
di BKL Mugi Waras masih mempunyai motivasi yang tinggi terlebih dalam hal
memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kegiatan
usaha ekonomi produktif ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan yang digunakan
untuk mengisi waktu luang dan dipadukan dengan kegiatan rekreatif yang mampu
mendukung dalam memperoleh penghasilan. Observasi Kondisi Lansia di Dusun
Blendung, pada tanggal 10 Desember 2015.Beberapa jenis usaha ekonomi produktif
bagi lansia diantaranya adalah pertanian, perikanan, anyaman mendong, anyaman
bambu, pembuatan tempe, pembuatan kasur dari kapas, aneka makanan, minuman,
kerajinan dan lain sebagainya 20. Hal ini menjadi menarik karena lansia di Dusun

21
Blendung masih aktif, dan tetap berkarya, terutama dalam hal memperoleh
pendapatan bagi kesejahteraan hidupnya. Faktor usia yang sudah tua tidak menjadi
penghambat bagi lansia untuk tetap menjalankan sebuah usaha yang mampu
menghasilkan pendapatan. Adanya usaha ekonomi produktif bagi lansia memberikan
nilai lebih dimana lansia merasa bahagia dimasa tuanya dengan tetap berguna, dan
menjadi kebanggaan bagi anak dan cucunya. Lansia tidak ingin hanya berpangku
tangan dalam menikmati masa tuanya. BKL Mugi Waras dalam hal ini selalu
mendorong lansia untuk tetap aktif berkarya. Sehingga lansia tetap merasa berdaya,
dan tidak menjadi beban bagi keluarga. Adanya pemberdayaan lansia melalui usaha
ekonomi produktif tentunya membutuhkan beberapa tahapan yang harus dilalui, pada
dasarnya pemberdayaan tidak dilakukan dalam sekali tahap saja, akan tetapi juga
harus dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Peneliti memilih melakukan
penelitian di BKL Mugi Waras Dusun Blendung Desa Sumbersari Kecamatan
Moyudan Kabupaten Sleman karena cukup berhasil dalam memberdayakan lansia
melalui usaha ekonomi produktif dan masih berjalan hingga sekarang. Lansia tetap
memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja untuk memperoleh pendapatan, dan
tetap menunjukkan eksistensinya dimasa tua. Sehingga lansia bukan menjadi beban
bagi keluarga, akan tetapi justru menjadi kebanggaan bagi anak dan cucunya.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti memiliki ketertarikan untuk mengkaji
secara lebih mendalam mengenai tahapan pemberdayaan lansia dan hasil
pemberdayaan lansia melalui usaha ekonomi produktif oleh BKL Mugi Waras Dusun
Blendung Desa Sumbersari Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman.
B. Kajian Pustaka
Untuk menghindari pengulangan atau duplikasi penulisan, maka peneliti perlu
mengemukakan beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan fokus penelitian.
Adapun beberapa tinjauan pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut: Pertama, Skripsi Ayu Oktavia Ekaputri yang meneliti tentang
“Gerakan Organisasi Perempuaan (PKK) Dalam Pemberdayaan Lansia di Gemawang,
Sinduadi, Mlati Sleman”. Pada penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah
Gerakan organisasi perempuan (PKK) dalam memberdayakan lansia dan dampak dari
pemberdayaan yang dilakukan Gerakan Organisasi Perempuan (PKK) terhadap lansia.
Hasil penelitian ini adalah pemberdayaan lansia melalui program
pengembangan sumber daya alam, penguatan ekonomi produktif, pembinaan
kesejahteraan, dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk lansia serta

22
perlindungan terhadap lansia. Dampak dari adanya kegiatan yang dilakukan oleh
gerakan organisasi perempuan PKK dalam pemberdayaan lansia adalah munculnya
eksistensi lansia . Letak perbedaannya adalah bahwa Ayu Oktavia Ekaputri memiliki
fokus kajian dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia dan dampaknya sedangkan
peneliti ingin lebih mengkaji mengenai adanya pemberdayaan lansia dengan melihat
dari tahapan pemberdayaan dan hasil pemberdayaan lansia melalui kegiatan usaha
ekonomi produktif. Sedangkan dari segi lokasi penelitian pun juga memiliki
perbedaan dengan lokasi yang dipilih oleh peneliti. Ayu Oktavia Ekaputri, “Gerakan
Organisasi Perempuaan (PKK) Dalam Pemberdayaan Lansia di Gemawang, Sinduadi,
Mlati Sleman”, Skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta: Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,2012. Kedua, Skripsi
Kuncoro Eko Prasetyo yang meneliti tentang “Implementasi Program BKL (Bina
Keluarga Lansia) Melalui Usaha Ekonomi Produktif Keluarga Dalam Pemberdayaan
Bagi Masyarakat Lansia Di Kelurahan Saripan Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara”.
Penelitian ini mengkaji mengenai pelaksanaan program BKL melalui usaha ekonomi
produktif keluarga dalam pemberdayaan bagi masyarakat lansia. Hasil penelitian ini
adalah bahwa Bina Keluarga Lansia (BKL) di Kelurahan Saripan mengembangka
adanya kegiatan usaha ekonomi produktif bagi masyarakat lansia yang mampu
meningkatkan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat lansia . Terdapat persamaan
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, bahwa Kuncoro Eko Prasetyo
memiliki fokus kajian pada pelaksanaan program BKL melalui usaha ekonomi
produktif keluarga bagi masyarakat lansia, sedangkan peneliti juga memiliki fokus
pada tahapan pemberdayaan lansia dan hasil pemberdayaan lansia melalui usaha
ekonomi produktif. Akan tetapi ditinjau dari segi lokasi penelitian tentunya memiliki
perbedaan, bahwa Kuncoro Eko Prasetyo lokasi penelitian berada di Jepara,
sedangkan peneliti memilih lokasi penelitian di Yogyakarta. Ketiga, Skripsi Agnes
Pramita Sari yang meneliti tentang “Persepsi Lansia Potensial Tentang Program
Pemberdayaan Karang Werda Di Kabupaten Jember”. Fokus penelitian ini adalah
persepsi lansia mengenai program pemberdayaan Karang Werda Kabupaten Jember.
Hasil penelitian ini Melalui Usaha Ekonomi Produktif Keluarga Dalam
Pemberdayaan Bagi Masyarakat Lansia Di Kelurahan Saripan Kecamatan Jepara
Kabupaten Jepara, Skripsi tidak diterbitkan, Semarang: Jurusan Pancasila dan
Kewarganegaraan Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial dam
Keolahragaan PGRI Semarang, 2014. menunjukkan bahwa lansia yang berada di

23
Karang Werda Kabupaten Jember mempunyai persepsi bahwa program
pemberdayaan Karang Werda Kabupaten Jember sudah cukup memenuhi kebutuhan
psikologis lansia; memberikan berbagai manfaat bagi lansia khususnya dalam bidang
kesehatan, keagamaan, dan ketrampilan kewirausahaan; memberikan pengalaman
yang positif bagi lansia; mampu mengubah kepribadian lansia menjadi lebih mandiri .
Letak perbedaanya bahwa Agnes Pramitha Sari lebih memfokuskan pada
pemberdayaan lansia yang dilakukan di Karang Werda dengan mengkaji secara lebih
mendalam mengenai persepsi lansia potensial tentang pemberdayaan Karang Werda
di Kabupaten Jember, sedangkan peneliti akan lebih memfokuskan pada
pemberdayaan lansia melalui usaha ekonomi produktif dengan melihat dari tahapan
pemberdayaan lansia dan hasil dari pemberdayaan lansia. Secara garis besar, ketiga
penelitian tersebut mengkaji mengenai pemberdayaan lansia. Akan tetapi sejauh ini
peneliti baru menemukan beberapa penelitian yang mengkaji pemberdayaan lansia
melalui usaha ekonomi poduktif. Penelitian Kuncoro Eko Prasetyo memiliki
kesamaan dengan penelitian peneliti yang mengkaji mengenai usaha ekonomi
produktif yang dikembangkan oleh BKL untuk masyarakat lansia, meskipun demikian
dari pemilihan lokasi penelitian pun mengalami perbedaan dengan lokasi yang dipilih
oleh peneliti. Berbeda dari penelitian sebelumnya bahwa penelitian ini lebih
menitikberatkan pada tahapan pemberdayaan lansia dan hasil Agnes Pramita Sari,
Persepsi Lansia Potensial Tentang Program Pemberdayaan Karang Werda Di
Kabupaten Jember, Skripsi tidak diterbitkan, Jember: Jurusan Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember, 2013.
pemberdayaan lansia melalui usaha ekonomi produktif. Oleh karena itu penelitian
mengenai Pemberdayaan Lansia Melalui Usaha Ekonomi Produktif Oleh Bina
Keluarga Lansia (BKL) Mugi Waras Dusun Blendung Desa Sumbersari Kecamatan
Moyudan Kabupaten Sleman ini masih layak untuk diteliti.
Dalam penelitian ini terdiri dari beberapa teori yang memiliki keterkaitan
dengan penelitian, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Pemberdayaan Secara umum pemberdayaan memiliki berbagai
macam pengertian, untuk lebih memahami mengenai makna dari pemberdayaan
akan disajikan beberapa pengertian pemberdayaan dari berbagai tokoh,
diantaranya adalah sebagai berikut: Menurut Eddy Papilaya yang dikutip oleh
Zubaedi, bahwa pemberdayaan adalah upaya untuk membangun kemampuan
masyarakat, dengan mendorong, memotivasi, membangkitkan kesadaran akan

24
potensi yang dimiliki dan berupaya untuk mengembangkan potensi itu menjadi
tindakan nyata . Selaras dengan yang diungkapkan oleh Zubaedi, bahwa
Ginandjar Kartasasmitha menyatakan bahwa pemberdayaan adalah suatu upaya
untuk Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif: Ragam Perspektif
Pengembangan dan Pemberdayaan membangun daya itu, dengan cara
mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya . Senada dengan yang
dipaparkan oleh Ginandjar Kartasasmitha, menurut Payne yang dikutip oleh
Isbandi Rukminto Adi dalam buku Intervensi Komunitas Pengembangan
Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, bahwa suatu
pemberdayaan (empowerment), pada intinya ditujukan guna: “To help clients
gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of
social or personal blocks to exercisingexisting power, by increasing capacity and
self-confidence to use power and by transferring power from environment to
clients.” (Membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka,
termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan
tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya
diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya
dari lingkungannya). Dari beberapa pernyataan tentang pengertian pemberdayaan,
dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah suatu upaya yang dilakukan oleh
seseorang maupun kelompok melalui berbagai kegiatan pemberian ketrampilan,
pengembangan pengetahuan, penguatan kemampuan atau potensi yang
mendukung agar dapat terciptanya kemandirian, dan keberdayaan pada
masyarakat baik itu dari segi ekonomi, sosial, budaya, Isbandi Rukminto Adi,
Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan
Masyarakat,maupun pendidikan untuk membantu memecahkan berbagai
masalahmasalah yang dihadapi.
2. Tahapan Pemberdayaan
Pemberdayaan sebagai suatu proses, tentunya dilaksanakan secara
bertahap, dan tidak bisa dilaksanakan secara instan. Adapun tahapan
pemberdayaan menurut Ambar Teguh Sulistiyani yang dikutip oleh Azis
Muslim dalam buku yang berjudul Dasar-Dasar Pengembangan Masyarakat,

25
bahwa tahap-tahap yang harus dilalui dalam pemberdayaan diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Pertama, Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku. Perlu membentuk
kesadaran menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa
membutuhkan peningkatan kapasitas diri. Dalam tahapan ini pihak yang
menjadi sasaran pemberdayaan harus disadarkan mengenai perlu adanya
perubahan untuk merubah keadaan agar dapat lebih sejahtera. Sentuhan
penyadaran akan lebih membuka keinginan dan kesadaran tentang
kondisinya saat itu, dan demikian akan dapat merangsang kesadaaran
tentang perlunya memperbaiki kondisi untuk menciptakan masa depan
yang lebih baik.Sehingga dengan adanya penyadaran ini dapat menguggah
pihak yang menjadi sasaran pemberdayaan dalam merubah perilaku.
b. Kedua, Tahap transformasi pengetahuan dan kecakapan ketrampilan.
Dalam tahap ini perlu adanya pembelajaran mengenai berbagai
pengetahuan, dan kecakapan ketrampilan untuk mendukung kegiatan
pemberdayaan yang dilaksanakan. Dengan adanya pengetahuan, dan
kecakapan ketrampilan maka sasaran dari pemberdayaan akan memiliki
pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan yang menjadi nilai tambahan
dari potensi yang dimiliki. Sehingga pada nantinya pemberdayaan dapat
berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
c. Ketiga, Tahap peningkatan kemampuan intelektual dan kecakapan
ketrampilan. Dalam tahap peningkatan kemampuan intelektual dan
kecakapan ketrampilan ini sasaran pemberdayaan diarahkan untuk lebih
mengembangkan kemampuan yang dimiliki, meningkatkan pengetahuan
dan kecapakan ketrampilan yang pada nantinya akan mengarahkan pada
kemandirian. Secara keseluruhan bahwa menurut Ambar Teguh
Sulistiyani menyatakan tahapan pemberdayaan dilakukan melalui tiga
tahapan, yaitu penyadaran, transformasi pengetahuan dan kecapakan,
d. sedangkan yang paling akhir adalah tahap peningkatan kemampuan
intelektual dan kecakapan ketrampilan. Sedangkan menurut Isbandi
Rukminto Adi, bahwa tahapan pemberdayaan terdiri dari 7 (tujuh)
tahapan, diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Tahap persiapan, yaitu penyiapan petugas dan penyiapan lapangan.
Penyiapan petugas dimaksudkan untuk menyamakan persepsi antara

26
anggota tim fasilitator mengenai pendekatan yang akan dipilih.
Sedangkan penyiapan lapangan dimaksudkan untuk melakukan studi
kelayakan terhadap daerah yang akan dijadikan sasaran
pemberdayaan.
b) Tahap assessment. Tahap ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi
masalah yang dirasakan dan juga sumber daya yang dimiliki oleh
masyarakat sasaran pemberdayaan
c) Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan. Pada tahap ini
fasilitator secara partisipatif mencoba melibatkan masyarakat untuk
berpikir tentang masalah yang dihadapi dan bagaimana cara
mengatasinya. Dalam upaya mengatasi permasalahan yang ada
masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program
dan kegiatan yang dapat dilakukan.
d) Tahap fomulasi rencana aksi. Pada tahap ini fasilitator membantu
masing-masing masyarakat sasaran pemberdayaan untuk
memformulasikan gagasan mereka terutama dalam bentuk tulisan bila
ada kaitannya dengan pembuatan proposal yang akan ditunjukkan
kepihak penyandang dana.
e) Tahap Pelaksanaan. Pada tahap ini masyarakat mengimplementasikan
agar apa yang telah dirumuskan bersama-sama. Dalam upaya
pelaksanaan program pemberdayaan memerlukan adanya peran dari
masyarakat, dan fasilitator. Perlu menjalin kerjasama yang baik antara
fasilitator dengan masyarakat karena terkadang sesuatu yang sudah
direncanakan dengan baik bisa melenceng saat di lapangan.
f) Tahap Evaluasi. Pada tahap evalusi ini dilakukan sebagai proses
pengawasan dari masyarakat dan fasilitator terhadap program
pemberdayaan yang telah dilaksanakan. Evaluasi sebaiknya dilakukan
dengan melibatkan masyarakat bersama-sama dengan fasilitator.
g) Tahap Terminasi. Tahap terminasi merupakan tahapan pemutusan
hubungan secara formal dengan masyarakat yang menjadi sasaran
pemberdayaan. Terminasi seharusnya dilakukan jika masyarakat
sasaran sudah bisa mandiri, bukan dilakukan karena penyandang dana
telah menghentikan bantuannya. Dari penjelasan teori tahapan
pemberdayaan yang dijelaskan oleh Isbandi Rukminto Adi, dapat

27
diketahui bahwa tahapan pemberdayaan dapat dilakukan melalui 7
(tujuh) tahapan, meliputi tahap persiapan, tahap assessment, tahap
perencanaan alternatif, tahap formulasi rencana aksi, tahap
pelaksanaan, tahap evaluasi, dan tahap terminasi.
C. Hasil Pemberdayaan
Suatu kegiatan pemberdayaan tentunya memiliki beberapa indikator
penentuan pencapaian dalam pemberdayaan tersebut. Hasil pemberdayaan
menurut Edi Soeharto adalah pemberdayaan merujuk pada kemampuan 20 orang
khususnya kelompok rentan, dan kelompok lemah sehingga mereka memiliki
kemampuan dan kekuatan dalam hal :
1) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan
(freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan
bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan.
2) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat
meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa
yang mereka perlukan.
3) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi mereka. Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa
hasil pemberdayaan dapat dilihat dari tingkat pemenuhan kebutuhan,
peningkatan pendapatan, dan partisipasi.
4) Pengertian Lansia
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai
usia 60 (enam puluh) tahun keatas 30.
Sejalan dengan itu menurut Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) bahwa lansia mengalami proses menua, yaitu
proses alami yang mengubah seseorang dewasa sehat menjadi lemah secara
perlahan, dengan berkurangnya fungsi organ tubuh secara normal dan
mengakibatkan adanya peningkatan kerentaan 31 . Berdasarkan pemaparan
tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah suatu proses penuaan pada
seseorang yang telah berusia Lanjut Usia (Lansia) keatas dengan ditandai
berkurangnya kondisi fisik yang mengakibatkan kerentaan. Menurut Prayitno
yang dikutip oleh Eko Sriyanto dalam jurnal yang berjudul Lanjut Usia:
Antara Tuntutan Jaminan Sosial dan Pengembangan Pemberdayaan, bahwa

28
lansia memiliki kerentaan dari beberapa aspek, diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Ekonomi yaitu kehilangan pekerjaan/jabatan, dan kehilangan
pendapatan.
b. Fisik, yaitu reduksi fisik-kesehatan, penyakit kronis dan
ketidakmampuan meningkatkan biaya hidup, bertambahnya biaya
pengobatan, ganguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian,
gangguan gizi akibat perubahan pola aktivitas.
c. Psikologis, yaitu perasaan dekat dengan kematian
d. Hubungan sosial, yaitu kehilangan status, kehilangan kegiatan,
kehilangan teman kenalan atau relasi, kehilangan hubungan dengan
teman-teman dan family (ditinggal keluarga, anak karena telah hidup
mandiri). Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia
dalam kehidupan dimasa tuanya memiliki beberapa kerentaan, baik itu
ditinjau dari segi ekonomi, fisik, psikologis, dan hubungan sosial.
Dengan adanya berbagai kerentaan yang dialami lansia, memerlukan
adanya tindakan nyata yang dapat diwujudkan dalam bentuk
pemberdayaan. Lanjut Usia: Antara Tuntutan dan Jaminan Sosial dan
Pengembangan Pemberdayaan, Jurnal Kawistara, vol.2. (1 April 2012),
hlm.77. 22 5. Pemberdayaan Lansia Dalam Undang-undang No.13
Tahun 1998, tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, bahwa pemberdayaan
lansia dimaksudkan agar lansia tetap dapat melaksanakan fungsi
sosialnya berperan aktif secara wajar dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara 33 . Pemberdayaan lansia mengacu pada upaya
mengembangnkan daya (potensi) individu maupun kolektif penduduk
lansia sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuannya dalam
berbagai aktivitas, baik sosial, ekonomi, maupun politis 34.
Pemberdayaan lansia melalui peningkatan kemampuan untuk tetap aktif
dalam aktivitas produktif merupakan salah satu anstisipasi agar mereka
dapat mengurangi ketergantungan actual terhadap anggota rumah tangga
yang lain Pemberdayaan lansia dilakukan melalui berbagai cara, hal ini
mengingat karena ada lansia yang berada di panti, dan lansia yang
berada di lingkungan keluarga dan masyarakat. Lansia yang berada di
panti merupakan salah satu jenis lansia yang terlantar karena sudah tidak

29
memiliki anggota keluarga. Sedangkan lansia yang berada di lingkungan
keluarga dan masyarakat tetap hidup bersama-sama dengan anak dan
cucunya dalam menikmati masa tua. Menurut Direktur Jendral
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, bahwa kegiatan pemberdayaan lansia
di lingkungan keluarga dan masyarakat yang dilaksanakan selama ini,
diantaranya adalah sebagai berikut: 33 Undang-undang No.13 Tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia, Pasal 9 Ayat (1) 34 Siti Partini, Psikologi
Usia Lanjut, hlm.27. 35 Ibid, hlm.28 23 a. Pemberian bantuan berupa
jaminan makan yang ditujukan bagi lansia yang keadaan ekonominya
lemah, tetapi tidak tertampung dalam Panti Sosial Tresna Werdha,
sehingga masih tetap tinggal dalam keluarga lain merawatnya (home
care). Bantuan yang diberikan berupa pemberian makan setiap hari,
sesuai dengan kebutuhan lansia, pelayanan kesehatan, bimbingan
mental/rohani, bimbingan ketrampilan, pengisian waktu luang maupun
senam lansia. b. Pemberian bantuan yang bersifat akumulatif berupa
bantuan paket usaha ekonomi produktif yang ditujukan bagi lansia yang
keadaan ekonominya lemah, tetapi fisik masih memungkinkan untuk
melakukan kegiatan usaha produktif. Diharapkan dengan bimbingan dan
pembinaan yang diberikan dapat mengembangkan bantuan untuk
menunjang kehidupannya secara layak dan tidak tergantung orang lain.
36 Senada dengan yang disampaikan oleh Direktur Jendral Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial, bahwa Eko Sriyanto dalam Jurnal yang berjudul
Lanjut Usia: Antara Tuntutan dan Jaminan Sosial dan Pengembangan
Pemberdayaan, juga mengemukakan bahwa pemberdayaan lansia salah
satunya adalah melalui adanya pengembangan usaha ekonomi produktif.
Pengembangan usaha bagi lansia juga harus mempertimbangkan potensi
wilayah, selaitu itu juga perlu mempertimbangkan beberapa aspek
diantaranya adalah sebagai berikut, Pertama komposisi manajerial atau
36 Direktur Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pada Loka Karya
Nasional Pelayanan Lanjut Usia di Rumah (Home Care) tanggal 9
Desember 2003 di Auditorium BKKBN Jakarta, Kebijakan dan Program
Pelayanan Sosial Lanjut Usia di Indonesia, (Jakarta:Departemen Sosial
RI,2003), hlm.6. 24 pihak yang menggerakan sirkulasi usaha adalah
komponen utama supaya arus ekonomi dapat berkelanjutan. Kedua,

30
pertimbangan mekanisme bantuan yang digulirkan. Ketiga bahwa
bantuan yang diberikan sebagai upaya pemberdayaan lansia disesuaikan
dengan kelompok usia lain yang beraktivitas pada ekonomi kecil 37 .
Jadi dapat disimpulkan bahwa salah satu bentuk pemberdayaan lansia
yang berada di lingkungan keluarga dan masyarakat adalah dengan
adanya usaha ekonomi produktif. 6. Usaha Ekonomi Produktif
Pengertian usaha ekonomi produktif bagi lansia adalah kegiatan
produktif di bidang ekonomi yang dilakukan diupayakan sebagai
perpaduan kegiatan rekreatif 38 . Dengan adanya kegiatan ini diharapkan
memberikan sumbangsih kepada lansia dalam mengembangkan usaha
yang dapat membantu memberdayakan lansia, dan sebagai salah satu
kegiatan rekreatif bagi lansia agar dapat menikmati masa tuanya.
Penetapan jenis usaha ekonomi produktif disesuaikan dengan kondisi
lingkungan, potensi wilayah dan ketrampilan dari anggota kelompok
serta kebutuhan masyarakat akan produk yang dipasarkan. Adapun jenis
usaha dibidang ekonomi produktif berdasarkan usahanya terdiri dari 39:
37 Eko Sriyanto, Lanjut Usia: Antara Tuntutan dan Jaminan Sosial dan
Pengembangan Pemberdayaan , hlm.80. 38 Direktorat Bina Ketahanan
Keluarga Lansia dan Rentan Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional, Pengembangan Ekonomi Produktif Bagi Lansia,
(Jakarta: BKKBN, 2012), hlm.4. 39 Ibid, hlm.6. 25 a. Usaha yang
termasuk bidang usaha pertanian meliputi peternakan, perikanan,
tanaman hias, dan tanaman pangan. b. Usaha bidang industri kecil dan
industri rumah tangga meliputi kerajianan, anyaman, makanan kecil,
minuman, bahan bangunan/mebel,dan produk kreatif. c. Usaha yang
termasuk dalam bidang perdagangan dan jasa meliputi warung
makan/jajanan kebutuhan sehari-hari, kios/toko kelontong dan sembako,
kios oleh-oleh makanan khas daerah, warpos, warung pulsa telepon, kios
kerajinan ringan/souvenir, serta warnet. H. Metode Penelitian 1. Lokasi
Penelitian Lokasi penelitian ini terletak di Dusun Blendung, Desa
Sumbersari, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman. Alasan peneliti
memilih lokasi ini sebagai tempat penelitian adalah sebagai berikut: a.
BKL Mugi Waras sebagai salah satu kelompok kegiatan pemberdayaan
terhadap lansia yang cukup berhasil. b. BKL Mugi Waras

31
memberdayakan lansia melalui kegiatan usaha ekonomi produktif. c.
Pada tahun 2014 BKL Mugi Waras mendapatkan penghargaan sebagai
juara II Nasional dalam lomba BKL di Surabaya. 26 3. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang yang dialami subyek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khususnya yang alamiah memanfaatkan berbagai metode
alamiah40 . Dengan menggunakan jenis penelitian diskriptif kualitatif ini
memudahkan dalam mendeskripsikan beberapa fakta-fakta, dan hasil
yang terdapat di lapangan penelitian. 3. Subyek dan Obyek Penelitian a.
Subyek Penelitian Subyek penelitian memiliki peranan penting dalam
sebuah penelitian, karena dengan adanya subyek penelitian dapat
memberikan data dan informasi yang mendukung dalam penelitian.
Menurut Moleong yang dikutip oleh Basrowi dan Suwandi dalam buku
Metode Penelitian Kualitatif, bahwa subyek penelitian adalah orang
yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi mengenai situasi dan
kondisi luar penelitian. Terdapat beberapa subyek penelitian untuk
menggali data, dan informasi yang mendukung dalam penelitian. Peneliti
membedakan 40Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif
beberapa subyek penelitian meliputi pemerintah Dusun Blendung,
sebagian pengurus BKL Mugi Waras, dan sebagian lansia yang
mengembangkan usaha ekonomi produktif.

32
BAB III

PENUTUP

2.9 Kesimpulan
Pemberdayaan atau empowerment berawal dari kata daya (power). Daya dalam arti
kekuatan yang berasal dari dalam, dapat diperkuat dengan unsur-unsur penguatan yang
diserap dari luar.Pemberdayaan merupakan sebuah konsep untuk memotong lingkaran yang
menghubungkan power dengan pembagian kesejahteraan.
keluarga adalah dua orang atau lebih yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan,
ikatan darah yang tinggal dalam satu rumah dan saling berinteraksi satu sama lain dalam
perannya masing-masing untuk menciptakan atau mempertahankan suatu budaya.
Ada berbagai hal yang bisa Ibu dan keluarga lakukan lakukan dalam fase emotional
healing:
1) Makan makanan bergizi. Kebutuhan nutrisi ibu meningkat karena Ibu sedang
menyusui. Hindari makanan berpengawet, perbanyak makan sayur dan buah. Dan
dalam hal ini keluarga dapat membantu ibu untu menyiapkan dan mensuport ibu
untuk banyak makan makanan bernutrisi.
2) Istirahat yang cukup. Walaupun sulit, cobalah tidur ketika si kecil tidur. Ibu bisa
meminta keluarga terdekat bergantian menjaga si kecil.
3) Bergaul, jangan mengisolasi diri. Bercakap-cakaplah dengan Ayah, orangtua dan
teman-teman Ibu. Ceritakan perasaan kepada mereka.
4) Minta bantuan dari orang lain. Menjadi orang tua akan membuat tanggung jawab Ibu
berlipat ganda. Ibu tidak perlu menanggung semua hal sendirian. Jangan tunggu
sampai Ibu kewalahan baru anda minta bantuan dari orang lain.
5) Berolahraga. Lakukan olahraga sesuai dengan kondisi tubuh Ibu, misalnya berjalan,
lari, yoga, aerobik, dan lain-lain. Usahakan rutin melakukannya. Atau ibu dapat
meminta bantuan keluarga untuk menemani saat berolahraga sehingga kegiatan
olahraga semakin menyenangkan.

33
6) Bermainlah dengan si kecil. Buat kontak mata, bicaralah padanya, nyanyikan lagu dan
tertawa bersama. Si kecil memang belum mengerti, tetapi ia dapat melihat, mendengar
dan merasakan cinta Ibu.
7) Berlatihlah mengendalikan diri. Ketika si kecil mulai menangis tak henti dan Ibu
kelelahan, tarik napas dalam dan tenangkan diri. Bayi dapat merasakan kegelisahan
Ibu dan itu dapat menular padanya. Oleh karena itu, kendalikan diri Ibu.
8) Me-Time. Alokasikan waktu untuk melakukan hal-hal yang Ibu sukai. Ibu bisa
berjalan-jalan sendiri, merawat diri, menonton film, membaca, meditasi, bermain
musik, atau melakukan hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan si kecil.

Menurut survey masyarakat di Indonesia, lansia atau elderly memiliki tingkat


ketergantungan 3 kali lipat dari orang yang bukan lansia. Itu semua disebabkan oleh
karena pada lansia terjadi perubahan secara fisiologis pada semua system yang
menyebabkan gangguan pada fungsi fisik dan psikologisnya (Azizah, 2011). Belum lagi
kalau keadaan lansia tersebut semakin buruk karena disertai oleh penyakit kronik,
misalnya saja lansia dengan penyakit stroke, osteoporosis, alzaimer, dan juga gagal ginjal
kronik. Keadaan tersebut membuat mereka tidak bisa melakukan kegiatan aktifitas sehari
hari secara mandiri.Sehingga mereka sangat tergantung dengan keberadaan keluarga
sebagai orang terdekat untuk memberikan bantuan baik dalam bentuk perawatan ringan,
sedang, dan juga berat.

34
DAFTAR PUSTAKA

Andrew (2005) dalamSunarti, Euis. 2010. StrategiPemberdayaanKeluarga (online) http


://repository.usu.ac.id/bitstream/

Bubolz, M.M. dkk.1993. Human Ecology Theory. New York And London.

Duvall, Evelyn Mills. 1971. Family Development. Fourth Edition. J. B Lippincott Company.
Philadelpia, New York, Toronto.

Goldsmith, E.B. 1996. Resource Management for Individual and Families. West Publishing
Company. San Fransisco.

Gross, I.H. dkk. 1980. Management For Modern Families, Fourth Edition. Prentice-Hall.Inc.
Englewood Clifts. New Jersey

McCubbindkk. 1987. Family Assessment Inventories for Researche and Practise. The
University of Wisconsin-Madison.

35

Anda mungkin juga menyukai