Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

EPILEPSI

Nama : Rizki Amelia

NIM : 201614401110075

Semester : VB

YAYASAN BANJAR INSAN PRESTASI

AKADEMI KEPERAWATAN INTAN MARTAPURA

TAHUN AJARAN 2019


KONSEP

KEPERAWATAN KELUARGA

A.    Pengertian keluarga dan pengertian keperawatan keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat
dibawah satu atap dan keadaan saling ketergantungan (Departemen
Kesehatan, 1988).

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan
kebersamaan, ikatan emosional dan yang mengidentifikasi diri mereka
sebagai bagian dari keluarga (Marilynn M. Friedman, 1998).

Keluarga adalah dua orang atau lebih dari dua individu yang tergabung
karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka
hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam
perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan
(Salvicion G Balion dan Aracelis Maglaya, 1989).

Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah


dua orang atau lebih yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan, ikatan darah
yang tinggal dalam satu rumah dan saling berinteraksi satu sama lain dalam
perannya masing-masing untuk menciptakan atau mempertahankan suatu
budaya.

Keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan


melalui praktik keperawatan dengan sasaran keluarga (Suprajitna, 2004).
 B.   Tipe atau jenis keluarga

Menurut Frieman (1998) tipe keluarga dari dua tipe yaitu keluarga tradisional
dan keluarga non tradisional.

1)  Tipe keluarga tradisional terdiri dari :

a)  Nuclear family atau keluarga inti adalah suatu rumah tangga yang
terdiri dari suami, istri dan anak kandung atau anak adopsi.

b) Extended family atau keluarga besar adalah keluarga inti ditambah


dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya
kakek, nenek, bibi dan paman.

c)  Dyad family adalah keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang
tinggal dalam satu rumah tanpa anak.

d)  Single parent family adalah suatu keluarga yang terdiri dari satu orang
tua dan anak (kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh
perceraian atau kematian.

e)  Single adult adalah satu rumah tangga yang terdiri dari satu orang
dewasa.

f)  Keluarga usia lanjut adalah keluarga yang terdiri dari suami dan istri
yang sudah lanjut usia.

2)  Tipe keluarga non tradisional terdiri dari :

a)  Keluarga communy yang terdiri dari satu keluarga tanpa pertalian


darah, hidup dalam satu rumah.

b)  Orang tua (ayah, ibbu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak
hidup bersama dalam satu rumah tangga.
c)  Homo seksual dan lesbian adalah dua individu sejenis yang hidup
bersama dalam satu rumah dan berperilaku layaknya suami istri.

C.    Struktur keluarga

Menurut Friedcman (1998), struktur keluarga terdiri dari :

1) Pola dan proses komunikasi dapat dikataan berfungsi apabila jujur,


terbuka, melibatkan emosi, dapat menyelesaikan konflik keluarga serta
adanya hierarki kekuatan. Pola komunikasi dalam keluarga dikatakan akan
berhasil jika pengirim pesan (sender) yakin mengemukakan pesannya, isi
pesan jelas dan berkualitas, dapat menerima dan memberi umpan balik,
tidak bersifat asumsi, berkomunikasi sesuai. Sebaliknya, seseorang
menerima pesan (receiver) dapat menerima pesan dengan baik jika dapt
menjadi pendengan yang baik, memberi umpan balik dan dapat
memvalidasi pesan yang diterima.

2) Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi


sosial yang diberikan baik peran formal maupun informal.

3) Struktur kekuatan adalah kemampuan individu untuk mengontrol dan


mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain yang terdiri dari
legitimate power (hak), referen power (ditiru), expert power (keahlian),
reward power (hadiah), coercive power (paksaan) dan affektif power.

4) Nilai keluarga dan norma adalah sistem ide-ide, sikap dan keyakinan yang
mengikat anggota keluarga dalam budaya tertentu sedangkan norma adalah
pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu.

D.   Peran keluarga

Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat dan


kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi
tertentu.Peranan individu didasari dalam keluarga dan kelompok masyarakat.
Berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut :

1) Peran ayah : ayah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya,
berperan dari pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman
sebagai kepala keluarga, anggota dari kelompok sosial serta dari anggota
masyarakat dari lingkungannya.

2) Peran ibu : ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu mempunyai
peran mengurus rumah tangga , sebagai pengasuh dan pendidik anak-
anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping
itu ibu juga dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam
keluarga.

3) Peran anak : anak-anak melaksanakan peran psikososial sesuai engan


tingkat perkembangan fisik, mental, soaial dan spiritual.

E.    Fungsi keluarga

Menurut Friedman (1998), terdapat lima fungsi keluarga, yaitu :

1) Fungsi afektif (the Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama
untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga
berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk
perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.

2) Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui


individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam
lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir.Fungsi ini berguna
untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tinkah
laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan dan meneruskan nilai-
nilai budaya keluarga.
3) Fungsi reproduksi (the reproduction function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

4) Fungsi ekonomi (the economic function) yaitu keluarga berfungsi untuk


memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.

5) Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the health care function)


adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar
tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan
menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.

Tetapi dengan berubahnya zaman, fungsi keluarga dikembangkan


menjadi :

1) Fungsi ekonomi, yaitu keluarga diharapkan menjadi keluarga yang


produktif yang mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan
memanfaatkan sumber daya keluarga.

2) Fungsi mendapatkan status sosial, yaitu keluarga yang dapat dilihat dan
dikategorikan strata sosialnya oleh keluarga lain yang berbeda
disekitarnya.

3) Fungsi pendidikan, yaitu keluarga mempunyai peran dan tanggungjawab


yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi
kehidupan dewasanya.

4) Fungsi sosialisasi bagi anaknya, yaitu orang tua atau keluarga diharapkan
mampu menciptakan kehidupan sosial yang mirip dengan luar rumah.

5) Fungsi pemenuhan kesehatan, yaitu keluarga diharapkan dapat memenuhi


kebutuhan dasar primer dalam rangka melindungi dan pencegahan
terhadap penyakit yang mungkin dialami oleh keluarga.
6) Fungsi reliugius, yaitu keluarga merupakan tempat belajar tentang agama
dan mengamalkan ajaran agama.

7) Fungsi rekreasi, yaitu keluarga merupakan tempat untuk melakukan


kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan akibat berada di luar rumah.

8) Fungsi reproduksi, yaitu bukan hanya mengembangkan keturunan tetapi


juga tempat untuk mengembangkan fungsi reproduksi secara menyeluruh,
diantaranya seks yang sehat dan berkualitas serat pendidikan seks bagi
anak-anak.

9) Fungsi afektif, yaitu keluarga merupakan tempat yang utama untuk


pemenuhan kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga berada di
luar rumah.

Dari beberapa fungsi keluarga diatas, ada tiga fungsi pokok


keluarga terhadap anggota keluarganya, antara lain asih, yaitu memberikan
kasih sayang, perhatian dan rasa aman, kehangatan kepada anggota
keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbun dan berkembang sesuai
usia dan kebutuhannya. Sedangka asuh, yaitu menuju kebutuhan
pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara
sehingga diharapkan mereka menjadi anak-anak yang sehat baik fisik,
mental, sosial dan spiritual.Dan asah, yaitu memenuhi kebutuhan
pendidikan anak sehingga siap menadi manusia dewasa yang mandiri
dalam mempersiapkan masa depannya.

 F.   Tahap-tahap perkembangan keluarga dan tugas perkembangan


keluarga

Menurut friedman (1998), tahap perkembangan keluarga berdasarkan siklus


kehidupan keluarga terbagi atas 8 tahap :
1) Keluarga baru (beginning family), yaitu perkawinan dari sepasang insan
yang menandakan bermulanya keluarga baru. Keluarga pada tahap ini
mempunyai tugas perkembangan, yaitu membina hubungan dan kepuasan
bersama, menetapkan tujuan bersam, membina hubungan dengan keluarga
lain, teman, kelompok sosial dan merencanakan anak atau KB.

2) Keluarga sedang mengasuh anak (child bearing family), yaitu dimulai


dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30 bulan. Mempunyai
tugas perkembangan seperti persiapan bayi, membagi peran dan
tanggungjawab, adaptasi pola hubungan seksual, pengetahuan tentang
kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua.

3) Keluarga dengan usia anak pra sekolah, yaitu kelurga dengan anak
pertama yang berumur 30 bulan sampai dengan 6 tahun. Mempunyai tugas
perkembangan, yaitu membagi waktu, pengaturan keuangan,
merencanakan kelahiran yang berikutnya dan membagi tanggungjawab
dengan anggota keluarga yang lain.

4) Keluarga dengan anak usia sekolah, yaitu dengan anak pertama berusia 13
tahun. Adapun tugas perkembangan keluarga ini, yaitu menyediakan
aktivitas untuk anak, pengaturan keuangan, kerjasama dalkam
memnyelesaikan masalah, memperhatikan kepuasan anggota keluarga dan
sistem komunikasi keluarga.

5) Keluarga dengan anak remaja, yaitu dengan usia anak pertam 13 tahun
sampai dengan 20 tahun. Tugas pekembangan keluarga ini adalah
menyediakan fasilitas kebutuhan keluarga yang berbeda, menyertakan
keluarga dalam bertanggungjawab dan mempertahankan filosofi hidup.

6) Keluarga dengan anak dewasa, yaitu keluarga dengan anak pertama,


meninggalkan rumah dengan tugas perkembangan keluarga, yaitu menata
kembali sumber dan fasilitas, penataan yanggungjawab antar anak,
mempertahankan komunikasi terbuka, melepaskan anak dan mendapatkan
menantu.

7) Keluarga usia pertengahan, yaitu dimulai ketika anak terakhir


meninggalakan rumah dan berakhir pada saat pensiun. Adapaun tugas
perkembangan, yaitu mempertahankan suasana yang menyenangkan,
bertanggungjawab pada semua tugas rumah tangga, membina keakraban
dengan pasangan, mempertahankan kontak dengan anak dan berpartisipasi
dalam aktivitas sosial.

8) Keluarga usia lanjut, tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dari
salah satu pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga
salah satu pasangan meninggal dunia. Adapun tugas perkembangan
keluarga ini, yaitu menghadapi pensiun.
Laporan Pendahuluan Epilepsi

A. Pengertian
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat
reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-
gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan
lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi (Arif, 2010).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi
dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas
muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai
manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008).
B. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui
(Idiopatik) Sering terjadi pada :

1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum


2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007).

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab


utama, ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi
simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan
otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis
epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut
terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan
prognosis yang baik dan yang buruk.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang
tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun
kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal
atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang
dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik
dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai
berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu
12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila
defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan
ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama.
Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak
akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan
pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk
terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan
bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Epilepsi dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain:
a. Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang
berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam
serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal
berlangsung selama 3 atau 4 menit.
b. Epilepsi Petit Mal
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau
penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu
serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan
(twitch- like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata.
c. Epilepsi Fokal
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regio
setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada
serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik
setempat atau adanya kelainan fungsional.
C. PATOFISIOLOGI.
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi
berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas
muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang
abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis
epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik
ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan
melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan
epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron
diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun
mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka
menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini
belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel
neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme
terjadinya epilepsi).
Secara Patologi :
Fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi :
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion.
D. Pohon Masalah

E. Manifestasi klinik
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan.
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-
bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala
dan sebagainya)
F. Klasifikasi kejang
1. Kejang Parsial
a. Parsial Sederhana
Gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran. Misal: hanya
satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala
sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi,
bau atau rasa yang tidak umum/tdk nyaman.
b. Parsial Kompleks
Dengan gejala kompleks, umumnya dengan ganguan kesadaran.
Dengan gejala kognitif, afektif, psiko sensori, psikomotor. Misalnya:
individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, tetapi
individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut
lewat.
2. Kejang Umum (grandmal)
Melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh
bereaksi Terjadi kekauan intens pada seluruh tubuh (tonik) yang diikuti
dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot (Klonik)
Disertai dengan penurunan kesadaran, kejang umum terdiri dari:

a. Kejang Tonik-Klonik
b. Kejang Tonik : keadaan kontinyu
c. Kejang Klonik : Kontraksi otot mengejang
d. Kejang Atonik : Tidak adanya tegangan otot
e. Kejang Myoklonik : kejang otot yang klonik
f. Spasme kelumpuhan
g. Tidak ada kejang
h. Kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak
lengkap.
G. Pemeriksaan Diagnosti
1. Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang
ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan
meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada
bayi.

a. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)


b. Mengalami complex partial seizure
c. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48
jam sebelumnya)
d. Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
e. Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga
sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.
f. Kejang pertama setelah usia 3 tahun
2. EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti
ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk
dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit
(kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG
yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan
setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa
yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang
abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif
terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium,
fosfor, magnsium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam
pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber
demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
4. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-
scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam
yang baru terjadi untuk pertama kalinya.\
H. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan
untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang
menggunakan obat antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah.
Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang
mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar
melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di
identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera
akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama
kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada
usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan
obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup
merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
I. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan
diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis
serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan
menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat (compliance) seta
beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi,
mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama
pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan
selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th.
Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan
pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek
sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap
kecerdasannya. Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan
penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan
mental di kemudian hari. Kondisi yang menyedihkan ini bisa berlangsung
seumur hidupnya.
J. Komplikasi
1. Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat
kejang yang berulang
2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas ( Elizabeth, 2001 : 174 ) 
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI

A. Pengkajian data dasar


Data dasar adalah dasar untuk mengindividualisasikan rencana asuhan
keperawatan, mengembangkan dan memperbaiki sepanjang waktu asuhan
perawat untuk klien. Pengumpulan data harus berhubungan dengan masalah
kesehatan tertentu dengan kata lain data pengkajian harus relevan ( Potter,
2015 : 144 )
Identitas atau biodata terdiri dari tinggi atau kesiapan psikis. Pendidikan
untuk mengetahui wawasan dan pengetahuan, agama untuk meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan otak, pekerjaan untuk mengetahui status
sosial ekonomi dan alamat untuk mengetahui komunitasnya
Riwayat keperawatan sekarang didapatkan dengan pengkajian dari penyakit
saat ini, riwayat kesehatan keluarga. Pada pengkajian riwayat penyakit saat ini
diperoleh dengan pengumpulan data yang penting dan berkaitan tentang awitan
gejala. Perawat menentukan kepan gejala timbul, apakah gejala selalu timbul
atau hilang dan timbul. Perawat juga menanyakan tentang durasi gejala. Pada
bagian tentang riwayat penyakit sat ini perawat mencatatkan informasi spesifik
seperti letak, intentitas dan kualitas gejala.
Riwayat kesehatan masa lalu diperoleh dengan pengkajian tentang riwayat
masa lalu sehingga memberikan data tentang pengalaman perawatan kesehatan
klien. Perawat mengkaji apakah klien dirawat dirumah sakit atau pernah
menjalani operasi juga penting dalam merencanakan asuhan keperawatan
adalah deskripsi tentang alergi termasuk alergi terhadap makanan, obat –
obatan atau polutan. Juga terdapat pada format pengkajian. Perawat juga
mengidentifikasi kebiasaan dan pola gaya hidup. Penggunaan tembakau,
alkohol, kafein, obat – obatan atau medikasi yang secara rutin digunakan dapat
membuat klien berisiko terhadap penyakit yang menyerang napas, paru – paru,
jantung, sistem saraf, atau berfikir dengan membuat catatan tentang tipe
kebiasaan juga frekuensi dan durasi penggunaan akan memberikan data yang
penting
Pengkajian pada riwayat keluarga adalah untuk mendapatkan data
tentanghubungan kekeluargaan langsung dan hubungan darah. Sasarannya
adalah untuk menentukan apakah klien beresiko terhadap penyakit yang
bersifat genetik atau familial dan untuk mengidentifikasi area tentang promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit. Riwayat keluarga juga memberikan
informasi tentang struktur keluarga, interaksi dan fungsi yang mungkin
berguna dalam merencanakan asuhan, keperawatan ( Potter, 2005 : 158 )
Pada pola pengkajian fungsional, penulis menggunakan pola pengkajian
menurut Virginia Handerson karena teory keperawatan tersebut (Handerson,
1955 ) mencakup seluruh kebutuhan dasar manusia. Handerson ( 2011 )
mengidentifikasikan keperawatan sebagai membantu individu yang sakit dan
yang sehat dalam melaksanakan aktivitas yang memiliki kontribusi terhadap
kesehatan dan penyembuhannya dimana individu tersebut akan mampu
mengerjakannya tanpa bantuan. Bila ia memiliki kekuatan, kemampuan dan
kebutuhan. Dalam hal ini dilakukan agar dapat mengembalikan kembali
kemandiriannya secepat mungkin ( Potter, 2015 : 159 )
Pengkajian fisik pada kasus ini difokuskan pada sistem persyarafan dan
sistem neurologis bertanggung jawab terhadap banyak fungsi, termasuk
stimulus sensori, organisasi proses berfikir, kontrol bicara dan penyimpanan
memori. Kebutuhan dasar menurut Virgina Handerson memberikan kerangka
kerja dalam melakukan asuhan keperawatan diantaranya :
1. Bernafas secara normal
Bantuan yang dapat diberikan kepada klien oleh perawat adalah
membantu memilih tempat tidur, kursi yang cocok, serta menggunakan
bantal, alas dan sejenisnya sebagai alat pembantu klien agar dapat bernafas
dengan kontrol dan kemampuan mendemonstrasikan serta menjelaskan
pengaruhnya kepada klien. Perawat harus waspada terhadap tanda – tanda
obstruksi jalan nafas dan siap memberikan bantuan dalam keadaan tertentu

2. Kebutuhan akan Nutrisi


Perawat harus mampu memberikan penjelasan mengenai tinggi dan
berat badan yang normal, kebutuhan nutrisi yang diperlukan, pemilihan dan
penyediaan makanan, pendidikan, kesehatan akan berhasil apabila
diperhatikan latar belakang kultural dan sosial klien. Untuk itu perawat
harus mengerti kebiasaan, kepercayaan klien tentang nutrisi disamping
nutrisi dan tumbuh kembang
3. Kebutuhan Eliminasi
Perawatan dasarnya meliputi semua pengeluaran tubuh, perawat harus
mengetahui semua saluran pengeluaran dan keadaan normalnya. Jarak
waktu pengeluaran dan frekuensi pengeluaran yang meliputi keringat. Udara
yang keluar saat bernafas, menstruasi, muntah, buang air besar atau kecil
4. Gerak dan Keseimbangan Tubuh
Perawat harus mengetahui tentang prinsip – prinsip keseimbangan
tubuh miring dan besar artinya perawat harus bisa memberikan rasa nyaman
dalam semua posisi dan tidak membiarkan terbaring terlalu lama pada satu
sisi. Perawat harus dapat melindungi pasiennya selama sakit dengan berhati
–hati saat memindahkan dan mengangkat.
5. Kebutuhan Istirahat Tidur
Istirahat dan tidur tergantung pada relaksasi otot, untuk itu perawat
harus mengetahui tentang pergerakan badan yang baik disamping itu juga
dipengaruhi oleh emosi (stress) dimana stress merupakan keadaan dimana
aktivitas dan kreatifitas dianggap patologis apabila ketegangan dapat diatasi
atau tak terkontrol dengan istirahat cukup.
6. Kebutuhan Berpakaian
Perawatan pada dasarnya meliputi membantu klien memilih pakaian
yang tersedia dan membantu urutan memakainya. Perawat tidak boleh
memaksakan pada klien pakaian yang tak sesuai dan disukai klien hal
tersebut dapat menghilangkan rasa kebebasan klien.

7. Mempertahankan Temperatur Tubuh atau Sirkulasi


Perawat harus mengetahui kebutuhan fisiologi pasien dan bisa
mendorong kearah tercapainya keadaaan normal maupun dengan mengubah
temperatur kelembapan, pergerakan udara atau dengan menguatkan serta
mengurangi aktivitasnya. Menu makanan dan pakaian yang dikenakan
mempengaruhi dalam hal ini.

8. Kebutuhan Akan Personal Higine


Klien harus menyediakan fasilitas dan bantuan peralatan sangat
dibutuhkan untuk membersihkan kulit, rambut, kuku, hidung, mulut dan
giginya konsep – konsep mengeanai kebersihan berbeda tiap klien tetapi tak
perlu menurunkan hanya karena sakit. Sebaliknya standart kerendah harus
ditingkatkan perawat harus bisa menjaga posisinya tetap bersih terlepas dari
keadaan fisik jiwa yang kotor.
9. Kebutuhan Rasa Aman Dan Nyaman
Dalam keadaan sehat setiap orang bebas mengontrol keadaan
sekelilingnya atau mengubah keadaan itu bila beranggapan sudah tak cocok
lagi jiwa sakit sikap tersebut tidak dapat dilakukan ketidaktahuan dapat
menimbulkan kekawatiran yang tak perlu baru dalam keadaan sehat atau
sakit. Seorang klien mungkin mempunyai pantangan yang tak diketahui dan
petugas kesehatan, kasta, adat istiadat kepercayaan dari agama
mempengaruhi peraturan dasarnya meliputi melindungi klien dari trauma
dan bahaya yang timbul.
10. Berkomunikasi Dengan Orang Lain Dan Mengekspresikan Emosi,
Keinginan Rasa Takut Dan Pendapat
Keinginan rasa takut dan pendapat dalam keadaan sehat tiap bersikap
emosi tampan pada ekpresi fisik bertambah, cepatnya denyut jantun,
pernafasan atau muka yang mendadak merah dinterprestaikan sebagai
pernyataan jiwa atau emesi. Perawat mempunyai tugas yang kompleks baik
bersifat pribadi maupun yang mengarahkan keseluruhan personalitas dalam
memberi bantuan kepada klien. Perawat harus menterjemahkan dalam
hubungan klien dengan temperatur dalam memasukan kesehatannya tugas
terberat perawat adalah membuat klien mengerti dirinya sendiri, mengerti
perubahan sikap yang memperburuk kesehatan dan menerima keadaan yang
tidak dapat diubah, menciptakan lingkunagan yang teraupetik sangat
membantu dalam hal ini.
11. Kebutuhan Spritual
Dalam memberiakn perawatan dalam situasi apapun kebutuhan spritual
klien harus dicermati dan perawatan harus membantu dalam pemenuhan
kebutuhan itu. Apabila sewaktu sehat melakukan ibadah agama merupakan
perintah yang penting bagi seseorang maka saat sakit hal ini menjadi lebih
penting perawat, petugas keshatan lain
12. Kebutuhan Bekerja
Dalam perawatan dasar maka penilaian terhadap interprestasi terhadap
kebutuhanklien sangat penting rasa keberatan terhadap therapy bedrest
didasarkan pada meningkatnya perasaan tak berguna karena tidak aktif
13. Kebutuhan Bermain dan Rekreasi
Seringkali keadaan sakit menyebabkan seorang kehilangan
kesepakatan meningkat variasi dan udara segar serta rekreasi, untuk itu
perlu dipilihkan beberapa aktivitas yang sangat dipengaruhi oleh jenis
kreatifitas, umur,kecerdasan dan pengalaman serta selera klien kondisi dan
keadaan penyakitnya.
14. Kebutuhan Belajar
Bimbingan latihan atau pendidikan merupakan bagian dari pelayanan
dasar. Fungsi perawat adalah membantu klien belajar dalam mendorong
usaha penyembuhan dan meningkatkan kesehatan serta memperkuat dan
mengikuti rencana therapy yang diberikan pembimbing dapat dilakukan
setiap resiko saat klien perawat memberikan asuhan
Pengkajian fungsi neurologis dapat menghabisakan banyak waktu. Perawat
yang efesiensi mengintegrasikan pemeriksaan neurologis dengan bagian
pemeriksaan fisik lainnya sebagai contoh fungsi saraf cranial dapat diuji
ketika survei kepala dan leher status emosi dan mental diobservasi pada saat
data riwayat keperawatan dikumpulkan. Riwayat keperawatan untuk
mengkaji sistem neurologis misalnya dengan menentukan apakah klien
mengkonsumsi analgesik, tarutama apakah klien mempunyai riwayat
kejang, skrining klien untuk menentukan adanya sakit kepala terutama
pusing didiskusikan dengan anggota keluarga tentang adanya perubahan
perilaku, kaji klien untuk adanya riwayat perubahan pada sistem
penginderaan serta tinjau riwayat masa lalu untuk adanya cedera kepala
( Potter, 2005 ; 916 ).
Pengkajian fisik meliputi pemeriksan keadaan umum meliputi
memeriksa adanya keluhan pada kulit, bentuk tulang, kekenyataan otot,
mengukur tanda-tanda vital untuk tubuh juga inspeksi gerakan – gerakan
abnormal seperti fasikuli, mioclonic dll. Selanjutnya adalah pengkajian tes
fungsi cerebral yang meliputi : pemeriksaan keadaan, omentasi baik tempat,
waktu, daya ingat, bicara. Tes fungsi cerebral yang meliputi pengakajian
secara nervus 1 – 12 nervus selanjutnya tes fungsi motorik dan fungsi
cerebellum, tes fungsi sensori, tes fungsi reflek yang meliputi reflek
fisiologis, reflek abdominal dan reflek dinal, reflek bulbocavernosa yang
terakhir terangsang meningkat. ( Depkes, 1995 ; 16-27 )

Pada pengkajian fisik juga dapat ditemukan data – data lain diantaranya :
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, umur , keterbatasan dalam beraktivitas
Tanda : perubahan tonus otot, kontraksi otot atau sekelompok otot
2. Sirkulasi
Gejala : Hipertensi, peningkatan nadi,sianosis
3. Integritas Ego
Gejala : Stresor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan
Tanda : Pelebaran rentang respon emosional
4. Eliminasi
Gejala : Inkontensia episodik
Tanda : Peningkatan tekanan kandung kemih, otot relaksasi yang
mengakibatkan interkontensia.
5. Makanan
Gejala : Sertifitas terhadap makanan,mual muntah.
Tanda : Kerusakan jaringan lunak atau gigi, hiperplasia.
6. Neorosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang yang berulang,
pingsan,pusing, riwayat trauma kepala.
7. Nyeri atau Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot,nyeri abnormal.
Tanda : Sikap dan tingkah laku perubahan tonus otot.
8. Pernafasan
Gejala : Gigi mengatup,siasonis pernapasan dan turun cepat, peningkatan
sekresi mukus.
9. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, fraktur
Tanda : Tauma pada jaringan lunak, penurunan kekuatan otot
10. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah dalam hubungan inter personal dalam keluarga dan
lingkungan sosialnya. ( Doenges, 2000; 259 )

B. Fokus Intervensi

1. Resiko tinnggi terhadap trauma, pengeentian pernapsan b/d kelemahan,


kesulitan kesimbangan, keterbatasan kognitif, kehilangan koordinasi otot
besar atau kecil, kesulitan emosional. Hasil yang diharapkan :

a. Mampu mengungkapkan pemaham faktor yang menunjang kemunginan


trauma
b. Mendemonstrasikan perilaku perubahan gaya hidup untuk mengurangi
faktor resiko
c. Mampu mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan
keamanan
d. Mampu mempertahankan antara pengobatan sesuai indikasi
e. Mampu mengidentifikasi tindakan yang diambil bila terjadi kejang
- Intervensi

1. Gali bersaka pasien berbagai stimulasi yang dapat menjadi pencetus


kejang
Rasionalisasi : alkohol, berbagai obat dan stimulasi lain dapat
meningkatkan resiko terjadinya kejang

2. Pertahankanlah bantalan lunak pada penghalang temapt tidur


Rasionalisasi : mengurangi trauma saat kejang selama pasien berada
ditempat tidur

3. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi


Rasionalisasi : membantu untuk melokalisasi daerah otot yang terkena
4. Lakukan penilaian neurologis atau tanda – tanda vital setelah kejang
Rasionalisasi : mencatat keadaan pewintal dan waktu penyembuhan
pada keadaan normal

5. Observasi munculnya tanda – tanda status epileptikus


Rasionalisasi : untuk keadaan darurat yang mengamcamhidup yang
dapat menyebabkan henti nafas, hipolsia, kerusakan pada otak atau sel
saraf

2. Pola nafas tidak efectif b/d merusakan neuromuskuler, obstruksi trakea


bronkial kerusakan persepsi Hasil yang diharapkan :Mampu mempertahankan

pola nafas yang efectif dengan jalan nafas paten aspirasi dicegah
- Intervensi

a. Anjurkan pasien mengosongkan mulut dari makanan


Rasionalisasi : menurunkan resiko aspirasi atau masuknya suatu benda
asing ke faring

b. Letakan pasien pada posisi miring, permukaan datar, meiringkan kepala


secara serangan kejang
Rasionalisasi : meningkatkan aliran sekret mencegah lidah jatuh dan
menyumbat jalan nafas

c. Masukan spatel lidah sesuai indikasi


Rasionalisasi : mencegah tergigitnya lidah dan menfasilitasi saat
melakukan penghiasapan lendir.

d. Lakukan penghisapan sesuai indiaksi


Rasionalisasi : menurunkan resiko aspirasi serebal sebagai akibat di
sirkulasi yang menurun

e. Berikan tambahan oksigen


Rasionalisasi : dapat menurunkan hipeksia serebal sebagai akibat di
sirkulasi yang menurun

3. Gangguan harga diri, identitas pribadi b/d stigma berkenaan dengan


kondisi,persepsi tentang tidak kekontrol
- Hasil yang diharapkan :

a. Mampu mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping dengan


persepsi negatif pada diri sendiri
b. Mampu meningkatkan masa harga diri dalam hubungan diagnosis
c. Mampu mengungkapkan persepsi realitis dan penerimaan diri
dalam perubahanperan atau gaya hidup
- Intervensi :
a. Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostik persepsi diri
terhadap penanganan yang dilakukan
Rasionalisasi : reaksi yang ada bervariasi diantaranya individu dan
pengetahuan atau pengalaman awal dengan keadaan penyakitnya
akan mempengaruhi pengobatan
b. Identifikasi kemungkinan reaksi orang lain pada keadaan
penyakitnya
Rasionalisasi : memberikan kesempatan untuk bevespen pada
proses pemecahan masalah dan memberikan kesadaran kontrol
terhadap situasi yang dihadapi
c. Gali bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah diperoleh
Rasionalisasi : memfokuskan pada aspek yang positif dapat
membantu untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan atau
untuk kesadaran terhdap diri sendiri
d. Hindari pemberian perlindungan yang amat berlebihan pada
pasien
Rasionalisasi : Partisipasi dalam sebanyak mungkin pengalaman
dapat mengurangi depresi tentang keterbatasan
e. Tekankan pentingnya orang terdekat untuk tetap dalam keadaan
terang selama kejang
Rasionalisasi : ansietas dari pemberian asuhan dalam menjalankan
dan bila sampai pada pasien dapat meningkatkan persepsi kognitif
terhadap keadaan lingkungan
4. Kurang pengetahuan b/d kurang pemanjaan kesalahan
interprestasi informasi, keterbatasan kognitif kegagalan untuk
berubah
- Hasil yang diharapkan
a. Mampu mengungkapkan pemahaman tentang gangguan dan
berbagai rangsangan yang dapat meningkatkan aktivitas kejang
b. mampu memulai perubahan perilaku gaya hidup sesuai indikasi
c. menaati aturan obat yang diresepkan
- Intervensi :
a Jelaskan kembali tentang patofisiologi penyakitnya
Rasionalisasi : memberikan kesempatan untuk mengklasifikasikan
kesalahan persepsi dan keadaan penyakit
b. Beri petunjuk yang jelas pada pasien untuk minum obat
bersamaan dengan waktu makan
Rasionalisasi : dapat menurunkan iritasi lambung, mual dan muntah
c. Diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik
Rasionalisasi : aktivitas yang sedang dan teratur dapat membantu
menurunkan faktor predisposisi yang meningkatkan perasaan sehat
d. Tinjau kembali kebersihan mulut dan perawatan gigi
Rasionalisasi : menurunkan resiko infeksi mulut dan hiperplsia
digusi
( Donges, 2000;262 )
DAFTAR PUSTAKA

Tarwoto, 2007. Buku Ajar Penyakit Dalam. EGC : Jakarta.


Arif, 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Mediaction : Yogyakarta.
Anonim, 2008. Memaham Berbagai Macam Penyakit. Paramita : Jakarta PT
Indeks.
Potter, 2015 : 144. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Santosa Budi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktik Nanda Nic Noc. Mediaction :
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai