Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

PENERAPAN TERAPI KOMPLEMENTER HIDROTERAPI RENDAM KAKI DENGAN


AIR HANGAT PADA KELUARGA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SUNGAI AMBAWANG

DI SUSUN OLEH
EMY PUJI ASTUTY
NIM.211122010

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
2022/2023
A. KONSEP KEPERAWATAN KELUARGA

1. Pengertian Keluarga
Keluarga menurut UU No. 52 Tahun 2009 adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah
dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Keluarga adalah sekumpulan orang dengan
ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,
mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental,
emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga (Friedman, 2013 dalam
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-
ikatankebersamaan dan ikatan emosional dan mengidentifikasian diri mereka
sebagai bagian dari keluarga (Zakaria, 2017).
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan perkawinan,
kelahiran, adopsi dan boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah dan hukum
yang tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dengan keadaan saling
ketergantungan dan memiliki kedekatan emosional yang memiliki tujuan
mempertahankan budaya, meingkatkan pertumbuhan fisik, mental, emosional
serta sosial sehingga menganggap diri mereka sebagai suatu keluarga (Safitri,
2020).
2. Bentuk Keluarga
a. Tipe Keluarga Tradisional
1) The Nuclear family (keluarga inti), yaitu keluarga yang terdiri atas suami, istri,
dan anak, baik anak kandung maupun anak angkat.
2) The dyad family (keluarga dyad), suatu rumah tangga yang terdiri atas suami
dan istri tanpa anak. Keluarga ini mungkin belum mempunyai anak atau tidak
mempunyai anak.
3) Single parent yaitu keluarga yang terdiri atas satu orang tua dengan anak
(kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau
kematian.
4) Single adult yaitu suatu rumah tangga yang terdiri atas satu orang dewasa. Tipe
ini dapat terjadi pada seorang dewasa yang tidak menikah atau tidak mempunyai
suami.
5) Extended family yaitu keluarga yang terdiri atas keluarga inti ditambah
keluarga lain, seperti paman, bibi, kakek, nenek, dan sebagainya. Tipe keluarga
ini banyak dianut oleh keluarga Indonesia terutama di daerah pedesaan.
6) Middle-aged or elderly couple yaitu orang tua yang tinggal sendiri di rumah
(baik suami/istri atau keduanya), karena anak-anaknya sudah membangun karir
sendiri atau sudah menikah.
7) Kin-network family yaitu beberapa keluarga yang tinggal bersama atau saling
berdekatan dan menggunakan barang-barang pelayanan, seperti dapur dan kamar
mandi yang sama.
b. Tipe Keluarga Non-Tradisional
1) Unmarried parent and child family yaitu keluarga yang terdiri atas orang tua
dan anak dari hubungan tanpa nikah.
2) Cohabitating couple yaitu orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan
perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
3) Gay and lesbian family yaitu seorang pasangan yang mempunyai persamaan
jenis kelamin tinggal dalam satu rumah sebagaimana pasangan suami istri.
4) The nonmarital heterosexual cohabiting family yaitu keluarga yang hidup
bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
5) Foster family yaitu keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu
mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya(Kholifah
& Widagdo, 2016).
6) Gang yaitu bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga mempunyai perhatian, tetapi berkembang
dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya
c. Keluarga Besar (The Extended Fmily) yaitu keluarga yang terdiri dari tiga
generasi yang hidup bersama dalam satu rumah, contohnya seperti nuclear family
disertai paman, tante, kakek dan nenek.
d. Keluarga Orang Tua Tunggal (The Single-Parent Family) yaitu keluarga yang
terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak. Hal ini biasanya terjadi
karena perceraian, kematian atau karena ditinggalkan (menyalahi hukum
pernikahan).
e. Commuter Family yaitu kedua orang tua (suami-istri) bekerja di kota yang
berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan yang bekerja di
luar kota bisa berkumpul dengan anggota keluarga pada saat akhir minggu, bulan
atau pada waktuwaktu tertentu.
f. Multigeneration Family yaitu kelurga dengan beberapa generasi atau kelompok
umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
g. Dewasa Lajang yang Tinggal Sendiri (The Single Adult Living Alone), yaitu
keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau
perpisahan (separasi), seperti perceraian atau ditinggal mati.
h. Keluarga Binuklir yaitu bentuk keluarga setela cerai di mana anak menjadi
anggota dari suatu sistem yang terdiri dari dua rumah tangga inti
3. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (2013) ada lima fungsi keluarga:
a. Fungsi afektif Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan
kebutuhan psikososial anggota keluarga. Melalui pemenuhan fungsi ini, maka
keluarga akan dapat mencapai tujuan psikososial yang utama, membentuk sifat
kemanusiaan dalam diri anggota keluarga, stabilisasi kepribadian dan tingkah
laku, kemampuan menjalin secara lebih akrab, dan harga diri.
b. Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial
Sosialisasi dimulai saat lahir dan hanya diakhiri dengan kematian. Sosialisasi
merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, karena individu secara
lanjut mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap situasi yang terpola
secara sosial yang mereka alami. Sosialisasi merupakan proses perkembangan
atau perubahan yang dialami oleh seorang individu sebagai hasil dari interaksi
sosial dan pembelajaran peran-peran sosial.
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya
manusia.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan
tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan. Perawatan kesehatan dan
praktik-praktik sehat (yang memengaruhi status kesehatan anggota keluarga
secara individual) merupakan bagian yang paling relevan dari fungsi perawatan
kesehatan.
4. Struktur Keluarga
Beberapa ahli meletakkan struktur pada bentu/tipe keluarga, namun ada juga yang
menggambarkan subsitem-subsistemnya sebagai dimensi struktural. Struktur keluarga
menurut Friedman (2009) dalam Nadirawati (2018) sebagai berikut :
1) Pola dan Proses Komunikasi
Komunikasi keluarga merupakan suatu proses simbolik, transaksional untuk
menciptakan mengungkapkan pengertian dalam keluarga.
2) Struktur Kekuatan
Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit tergantung pada kemampuan
keluarga untuk merespon stressor yang ada dalam keluarga.Struktur kekuatan
keluarga merupakan kemampuan (potensial/aktual) dari individu untuk
mengontrol atau memengaruhi perilaku anggota keluarga. Beberapa macam
struktur keluarga:
a) Legimate power/authority (hak untuk mengontrol) seperti orang tua
terhadap anak.
b) Referent power (seseorang yang ditiru) dalam hal ini orang tua adalah
sesorang yang dapat ditiru oleh anak.
c) Resource or expert power (pendapat, ahli, dan lain).
d) Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang akan
diterima).
e) Coercive power (pengaruh yang dipaksa sesuai dengan keinginannya).
f) Informational power (pengaruh yang dilalui melalui pesuasi)
g) Affective power (pengaruh yang diberikan melalui manipulasi cinta kasih,
misalnya hubungan seksual).
Sedangkan sifat struktural di dalam keluarga sebagai berikut:
a) Struktur egilasi (demokrasi), yaitu dimana masing-masing anggota keluarga
memiliki hak yang sama dalam menyampaikan pendapat.
b) Struktur yang hangat, menerima, dan toleransi.
c) Struktur yang terbuka dan anggota yang terbuka (honesty dan authenticity),
struktur keluarga ini mendorong kejujuran dan kebenaran.
d) Struktur yang kaku, yaitu suka melawan dan bergantun padaperaturan.
e) Struktur yang bebas (permissiveness), pada struktur ini tidak adanya peraturan
yang memaksa.
f) Struktur yang kasar (abuse); penyiksaan, kejam dan kasar.
g) Suasana emosi yang dingin; isolasi dan sukar berteman.
h) Disorganisasi keluarga; disfungsi individu, stres emosional
3) Struktur Peran
Peran biasanya meyangkut posisi dan posisi mengidentifikasi status atau tempat
sementara dalam suatu sistem sosial tertentu.
a) Peran-peran formal dalam keluarga
Peran formal dalam keluarga dalah posisi formal pada keluarga, seperti ayah,
ibu dan anak Setiap anggota keluarga memiliki peran masing-masing. Ayah
sebagai pemimpin keluarga memiliki peran sebagai pencari nafkah, pendidik,
pelindung, pemberi rasa aman bagi seluruh anggota keluarga, dan sebagai
anggota masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Ibu berperan sebagai
pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak, pelidung keluarga,
sebagai pencari nafkah tambahan keluarga, serta sebagai anggota masyarakat
atau kelompok sosial tertentu. Sedangkan anak berperan sebagai pelaku
psikosoal sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.
b) Peran Informal kelauarga
Peran informal atau peran tertutup biasanya bersifat implisit, tidak tampak ke
permukaan, dan dimainkan untuk memenuhi kebutuhan emosional atau untuk
menjaga keseimbangan keluarga.
4) Struktur Nilai
Sistem nilai dalam keluarga sangat memengaruhi nilai-nilai masyarakat. Nilai
keluarga akan membentuk pola dan tingkah laku dalam menghadapi masalah yang
dialami keluarga. Nilai keluarga ini akan menentukan bagaimana keluarga
menghadapi masalah kesehatan dan stressor-stressor lain
5. Tugas Keluarga
Tugas kesehatan keluarga menurut Bsilon dan Maglalaya, 2009 dalam Safitri 2020
yaitu :
a. Mengenal masalah kesehatan Orang tua
Perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahanperubahan yang dialami
anggota keluarga.Dan sejauh mana keluarga mengenal dan mengetahui fakta-
fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor
penyebab dan yang mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap masalah
kesehatan.
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
Hal ini meliputi sejauh mana kemampuan keluarga mengenal sifat dan luasnya
masalah. Apakah keluarga merasakan adanya masalah kesehatan, menyerah
terhadap masalah yang dialami, adakah perasaan takut akan akibat penyakit,
adalah sikap negatif terhadap masalah kesehatan, apakah keluarga dapat
menjangkau fasilitas kesehatan yang ada, kepercayaan keluarga terhadap tenaga
kesehatan, dan apakah keluarga mendapat informasi yang benar atau salah dalam
tindakan mengatasi masalah kesehatan.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, keluarga
harus mengetahui beberapa hal seperti keadaan penyakit, sifat dan perkembangan
perawatan yang dibutuhkan, keberadaan fasilitas yang diperlukan, sumber-sumber
yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, finansial,
fasilitas fisik, psikososial), dan sikap keluarga terhadap yang sakit.
d. Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat
Hal-hal yang harus diketahui oleh keluarga untuk memodifikasi lingkungan atau
menciptakan suasana rumah yang sehat yaitu sumbersumber keluarga yang
dimiliki, manfaat dan keuntungan memelihara lingkungan, pentingnya dan sikap
keluarga terhadap hygiene sanitasi, upaya pencegahan penyakit.
e. Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat
Hal-hal yang harus diketahui keluarga untuk merujuk anggota keluarga ke
fasilitas kesehatan yaitu keberadaan fasilitas keluarga keuntungankeuntungan
yang dapat diperoleh dari fasilitas kesehatan, tingkat kepercayaan keluarga dan
adanya pengalaman yang kurang baik terhadap petugas dan fasilitas kesehatan,
fasilitas yang ada terjangkau oleh keluarga.
6. Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga menurut Friedman & Marylin (2010) adalah
berikut :
a. Tahap I ( Keluarga dengan pasangan baru )
Pembentukan pasangan menandakan pemulaan suatu keluarga baru dengan
pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai kehubungan intim yang baru.
Tahap ini juga disebut sebagai tahap pernikahan. Tugas perkembangan keluarga
tahap I adalah membentuk pernikahan yang memuaskan bagi satu sama lain,
berhubungan secara harmonis dengan jaringan kekerabatan, perencanaan
keluarga.
b. Tahap II (Childbearing family)
Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai berusia 30
bulan.Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci menjadi siklus
kehidupan keluarga. Tugas perkembangan tahap II adalah membentuk keluarga
muda sebagai suattu unit yang stabil ( menggabungkan bayi yang baru kedalam
keluarga), memperbaiki hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas
perkembangan dan kebutuhan berbagai keluarga, mempertahankan hubungan
pernikahan yang memuaskan, memperluas hubungan dengan hubungan dengan
keluarga besar dengan menambah peran menjadi orang tua dan menjadi
kakek/nenek.
c. Tahap III (Keluarga dengan anak prasekolah)
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 2½
tahun dan diakhiri ketika anak berusia 5 tahun. Keluarga saat ini dapat terdiri dari
tiga sampai lima orang, dengan posisi pasangan suami-ayah, istri-ibu, putra-
saudara laki-laki, dan putri-saudara perempuan. Tugas perkembangan keluarga
tahap III adalah memenuhi kebutuhan anggota keluarga akan rumah, ruang,
privasi dan keamanan yang memadai, menyosialisasikan anak, mengintegrasi
anak kecil sebagai anggota keluarga baru sementara tetap memenuhi kebutuhan
anak lain, mempertahankan hubungan yang sehat didalam keluarga dan diluar
keluarga.
d. Tahap IV (Keluarga dengan anak sekolah)
Tahap ini dimulai ketika anak pertama memasuki sekolah dalam waktu penuh,
biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia mencapai pubertas, sekitar 13
tahun. Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota keluarga maksimal dan
hubungan keluarga pada tahap ini juga maksimal. Tugas perkembangan keluarga
pada tahap IV adalah menyosialisasikan anak- anak termasuk meningkatkan
restasi, mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan.
e. Tahap V (Keluarga dengan anak remaja)
Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap kelima dari siklus atau perjalanan
kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini berlangsung selama enam atau
tujuh tahun, walaupun dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih
awal atau lebih lama, jika anak tetap tinggal dirumah pada usia lebih dari 19 atau
20 tahun. Tujuan utama pada keluarga pada tahap anak remaja adalah
melonggarkan ikatan keluarga untuk meberikan tanggung jawab dan kebebasan
remaja yang lebih besar dalam mempersiapkan diri menjadi seorang dewasa
muda.
f. Tahap VI ( keluarga melepaskan anak dewasa muda)
Permulaan fase kehidupan keluarga in ditandai dengan perginya anak pertama dari
rumah orang tua dan berakhir dengan “kosongnya rumah”, ketika anak terakhir
juga telah meninggalkan rumah. Tugas keluarga pada tahap ini adalah
memperluas lingkaran keluarga terhadap anak dewasa muda, termasuk
memasukkan anggota keluarga baru yang berasal dari pernikahan anak-anaknya,
melanjutkan untuk memperbarui dan menyesuaikan kembali hubungan
pernikahan, membantu orang tua suami dan istri yang sudah menua dan sakit.
g. Tahap VII (Orang tua paruh baya)
Merupakan tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika anak terakhir
meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau kematian salah satu
pasangan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyediakan
lingkungan yang meningkatkan kesehatan, mempertahankan kepuasan dan
hubungan yang bermakna antara orangtua yang telah menua dan anak mereka,
memperkuat hubungan pernikahan.
h. Tahap VIII (Keluarga lansia dan pensiunan)
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pensiun salah satu atau
kedua pasangan, berlanjut sampai salah satu kehilangan pasangan dan berakhir
dengan kematian pasangan lain. Tujuan perkembangan tahap keluarga ini adalah
mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan.
7. Peran Perawat Keluarga
Ada tujuh peran perawat keluarga menurut Sudiharto dalam Fajri (2017) adalah
sebagai berikut:
a. Sebagai Pendidik
Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga,
terutama untuk memandirikan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
memiliki masalah kesehatan
b. Sebagai Koordinator Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan
Perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif. Pelayanan keperawatan yang bersinambungan diberikan untuk
menghindari kesenjangan antara keluarga dan unit pelayanan kesehatan.
c. Sebagai Pelaksana Pelayanan Perawatan
Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga melalui kontak pertama
dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki masalah kesehatan.Dengan
demikian, anggota keluarga yang sakit dapat menjadi “entry point” bagi
perawatan untuk memberikan asuhan keperawatan keluarga secara komprehensif.
d. Sebagai Supervisi Pelayanan Keperawatan
Perawat melakukan supervisi ataupun pembinaan terhadap keluarga melalui
kunjungan rumah secara teratur, baik terhadap keluarga berisiko tinggi maupun
yang tidak. Kunjungan rumah tersebut dapat direncanakan terlebih dahulu atau
secara mendadak, sehingga perawat mengetahui apakah keluarga menerapkan
asuhan yang diberikan oleh perawat.
e. Sebagai Pembela (advokat)
Perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi hakhak keluarga
klien.Perawat diharapkan mampu mengetahui harapan serta memodifikasi system
pada perawatan yang diberikan untuk memenuhi hak dan kebutuhan keluarga.
Pemahaman yang baik oleh keluarga terhadap hak dan kewajiban mereka sebagai
klien mempermudah tugas perawat untuk memandirikan keluarga.
f. Sebagai Fasilitator
Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga dan masyarakat untuk
memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi sehari-hari
serta dapat membantu jalan keluar dalam mengatasi masalah.
g. Sebagai Peneliti
Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahami masalah-masalah
kesehatan yang dialami oleh angota keluarga. Masalah kesehatan yang muncul
didalam keluarga biasanya terjadi menurut siklus atau budaya yang dipraktikkan
keluarga.

Selain peran perawat keluarga di atas, ada juga peran perawat keluarga dalam
pencegahan primer, sekunder dan tersier, sebagai berikut.
a. Pencegahan Primer
Peran perawat dalam pencegahan primer mempunyai peran yang penting dalam
upaya pencegahan terjadinya penyakit dan memelihara hidup sehat.
b. Pencegahan sekunder
Upaya yang dilakukan oleh perawat adalah mendeteksi dini terjadinya penyakit
pada kelompok risiko, diagnosis, dan penanganan segera yang dapat dilakukan
oleh perawat. Penemuan kasus baru merupakan upaya pencegahan sekunder,
sehingga segera dapat dilakukan tindakan. Tujuan dari pencegahan sekunder
adalah mengendalikan perkembangan penyakit dan mencegah kecacatan lebih
lanjut. Peran perawat adalah merujuk semua anggota keluarga untuk skrining,
melakukan pemeriksaan, dan mengkaji riwayat kesehatan.
c. Pencegahan tersier
Peran perawat pada upaya pencegahan tersier ini bertujuan mengurangi luasnya
dan keparahan masalah kesehatan, sehingga dapat meminimalkan
ketidakmampuan dan memulihkan atau memelihara fungsi tubuh. Fokus utama
adalah rehabilitasi. Rehabilitasi meliputi pemulihan terhadap individu yang cacat
akibat penyakit dan luka, sehingga mereka dapat berguna pada tingkat yang paling
tinggi secara fisik, sosial, emosional (Kholifah & Widagdo, 2016).
8. Tahapan Keluarga Sejahtera
Tingkatan kesehatan kesejahteraan keluarga menurut Amin Zakaria (2017)
adalah :
a) Keluarga prasejahtera
Keluarga yang belum bisa memenuhi kebutuhan dasar minimal, yaitu kebutuhan
pengajaran agama, sandang, pangan, papan dan kesehatan. Dengan kata lain tidak
bisa memenuhi salah satu atau lebih indicator keluarga sejahtera tahap I.
b) Keluarga sejahtera tahap I
Keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal, tetapi belum
bisa memenuhi seluruh kebutuhan psikososial, seperti pendidikan, KB, interaksi
dalam keluarga, lingkungan sosial dan transportasi.Indikator keluarga tahap I
yaitu melaksanakan ibadah menurut kepercayaan masing-masing, makan dua kali
sehari, pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan, lantai rumah bukan dari
tanah, kesehatan (anak sakit, KB dibawa keperawatan pelayanan kesehatan)
c) Keluarga Sejahtera Tahap II
Pada tahap II ini keluarga sudah mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal,
dapat memenuhi seluruh kebutuhan psikososial, tetapi belum dapat memenuhi
kebutuhan perkembangan (kebutuhan menabung dan memperoleh informasi.
Indikator keluarga tahap II adalah seluruh indikator tahap I ditambah dengan
melaksanakan kegiatan agama secara teratur, makan daging/ikan/telur sebagai
lauk pauk minimal satu tahun terakhir, luas lantai rumah perorang 8 m2, kondisi
anggota keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir, keluarga usia 15 tahun keatas
memiliki penghasilan tetap, anggota keluarga usia 15-60 tahun mampu membaca
dan menulis, anak usia 7-15 tahun bersekolah semua dan dua anak atau lebih PUS
menggunakan Alkon
d) Keluarga Sejahtera Tahap III
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal, setelah
memenuhi keseluruhan kebutuhan psikososial, dan memenuhi kebutuhan
perkembangan, tetapi belum bisa memberikan sumbangan secara maksimal pada
masyarakat dalam bentuk material dan keuangan dan belum berperan serta dalam
lembaga kemasyarakatan.
e) Keluarga Sejahtera Tahap III Plus
Memenuhi indikator keluarga tahap sebelumnya ditambah dengan upaya keluarga
menambahkan pengetahuan tentang agama, makan bersama minimal satu kali
sehari, ikut serta dalam kegiatan masyarakat, rekreasi sekurangnya dalam enam
bulan, dapat memperoleh berita dari media cetak maupun media elektronik,
anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi.

B. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang
(Kemenkes RI, 2019).
Hipertensi merupakan tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya ≥ 140
mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi dikenal secara luas sebagai
salah satu penyakit kardiovaskular. Penyakit ini, diperkirakan telah menyebabkan
4,5% dari beban penyakit secara global dan memiliki prevalensi hampir sama besar di
negara berkembang maupun negara maju (Hananditia, 2016).
Adapun jenis-jenis hipertensi yaitu hipertensi ringan , jika tekanan darah sistolik
di antara 140-159 mmHg dan atau tekanan diastolic antara 90- 95 mmHg, dan
hipertensi sedang, jika tekanan darah sistolik 160-179 mmHg dan atau tekanan
diastolik antara 100-109 mmHg.
2. Tanda dan Gejala
Menurut Putri Dafriani (2019), pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan
apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus
berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Gejala umum yang ditimbulkan
akibat menderita hipertensi tidak sama pada setiap orang, bahkan timbul tanpa gejala.
Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi berupa :
a. Sakit kepala
b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
c. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh
d. Berdebar atau detak jantung terasa cepat
e. Telinga berdenging Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami
hipertensi berupa :
a. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan mutah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranial.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
3. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu : (Kemenkes
RI, 2019; Putri Dafriani, 2019) yaitu :
a. Hipertensi essensial (primer) Hipertensi primer merupakan kasus hipertensi yang
90% belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa faktor yang
berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti : faktor genetik, stress
dan psikologis, serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam
dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium).
b. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebabnya
dapat ditentukan melalui tanda-tanda di antaranya kelainan pembuluh darah
ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), dan penyakit kelenjar adrenal
(hiperaldosteronisme).
4. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi
oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki
peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama
adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume
darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua
adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah
(Smeltzer, 2015; Suling, 2018).
Riset-riset dan perdebatan mengenai patofisiologi hipertensi suda di lakukan sejak
lama beberapa decade yang lalu. Akan tetapi mekanisme yang menyatukan dari teori
yang ada belumdapat di pastikan dengan jelas, sehingga belum adatargaet terapi
tunggal untuk hiprtensi primer pada manusia. Secara garis besar, berdasrkan riset-
riset tersebut, maka mekanisme terjadinya hipertensi dapat di kelompokan menjadi
mekanisme neural, mekanisme renal, mekanisme hormoral dan mekanisme endote.
Deawa ini , kemajuan yang nyata mengenai mekanisme hipertensi yanglebih baru
sudah di tunjukkan, namun masih belumdapatmengubah pendekatan klinis dalam
penegakan diagnosis, penatalaksanaan dan pencegahan hipertensi primer masih
bersifat empiris di mana kebanyakan pasien menerima pengobatan dengan lebih
darisatu jenis obat dari golongan yang berbeda untuk mengantisipasi mekanisme yang
multiple sebagai penyebab hipertensinya.

5. Pathway

6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti: hipokoagulabilitas,
anemia.
2) BUN/ kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3) Glukosa: hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal.
b. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. EKG: dapat menunjukan pola regangan, di mana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
d. IU: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: batu ginjal, perbaikan ginjal.
e. e. Foto thorax : menunjukkan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung (Nisa, 2017).
7. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan pada penderita hipertensi dapat dilakukan dengan cara
farmakologis dan non farmakologis diantaranya : (Smeltzer, 2015; Putri Dafriani,
2019; Nurrahmanto, 2021)
a. Terapi farmakologi
Penatalaksanaan farmakologis untuk hipertensi adalah pemberian antihipertensi.
Cara menurunkan tekanan darah dengan antihipertensi (AH) telah terbukti
menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler seperti stroke, iskemia
jantung, gagal jantung kongestif dan memberatnya hipertensi. Jenis obat
antihipertensi yang sering digunakan adalah diuretika, alfa-blocker, beta-blocker,
penghambat neuron, vasodilator, antagonis kalsium, dan penghambat ACE (Putri
Dafriani, 2019) .
b. Terapi nonfarmakologi
1) Pola diet
Pola diet hipertensi dapat dilakukan dengan pendekatan DASH (Dietary
Approaches to Stop Hipertension), yaitu mengkonsumsi makanan yang kaya
akan buah, rendah lemak atau bebas lemak hewani. Diet DASH menganjurkan
mengkonsumsi makanan yang kaya akan kalium, magnesium, kalsium dan
serat serta menganjurkan untuk mengurangi konsumsi makanan yang
mengandung lemak jenuh, kolesterol, daging merah, minuman yang tinggi
gula dan garam.
2) Pemberian edukasi atau penyuluhan
Edukasi dapat mempengaruhi peningkatan pengetahuan masing-masing pada
penderita hipertensi sehingga penderita hipertensi memiliki sikap dan perilaku
patuh terhadap penatalaksanaan hipertensi.
3) Aktivitas fisik
Peningkatan aktivitas fisik dapat berupa peningkatan kegiatan fisik seharihari
atau berolahraga secara teratur seperti senam aerobik atau jalan cepat selama
30-40 menit sebanyak 3 – 4 kali seminggu. Olahraga meningkatkan kadar
High Density Lipoprotein (HDL) yang dapat mengurangi hipertensi terkait
aterosklerosis.
4) Penghentian konsumsi rokok dan alkohol
Pada kebanyakan kasus, merokok dan minum alkohol dapat menaikkan
tekanan darah sistolik. Nikotin yang terhirup dapat terserap ke dalam tubuh
dapat mengaktifkan hipofisis untuk mengaktifkan kelenjer adrenal sehingga
kelenjar adrenal mensekresikan epinefrin atau adrenalin yang dapat membuat
pembuluh darah mengalami vasokontriksi sehingga menaikkan tekanan darah.
5) Penurunan stress
Kemampuan tubuh merespon stress akan menentukan status kesehatan
seseorang. Kadar hormon adrenalis yang tinggi akan meningkatkan tekanan
darah, denyut nadi dan fungsi pernapasan. Banyak cara yang dapat dilakukan
dalam tatalaksana stress seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol
system saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
6) Terapi herbal
Pengobatan dengan herbal menjadi pilihan karena murah, mudah didapat dan
efek samping yang minimal. Terapi herbal adalah terapi komplementer
menggunakan tumbuhan yang berkhasiat obat. Khasiat antihipertensi yang
dimiliki herbal diantaranya adalah kalium, memiliki kandungan antioksidan,
memiliki kandungan diuretik, antiandrenergik dan vasodilator. Beberapa
tanaman herbal yang bisa menurunkan tekanan darah misalnya: bayam, biji
bunga matahari, alpukat, mentimun, bawang putih, daun seledri, belimbing,
mengkudu, serta pegagan.
8. Komplikasi
Beberapa penyakit yang timbul sebagai akibat hipetensi diantaranya sebagai berikut
(Corwin, 2009):
a. Stroke
Stroke dapat terjadi pada penderita hipertensi, dapat diartikan penderita hipertensi
kronis yang dapat menyebabkan arteri mengalami hipertrofi dan penebalan
sehingga terjadi defisit suplai darah ke jaringan otak.
b. Aneurisma
Aneurisma yaitu kelainan pembuluh darah otak disebabkan lemahnya dinding
pembuluh darah di otak sehingga terjadi dilatasi pada pembuluh darah.
c. Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi ketika penderita mengalami hiperlipidemia, seiring
berjalannya waktu lipid yang terdapat pada pembuluh darah arteri mengalami
penebalan dan jika itu terjadi terus menerus maka akan beresiko thrombus
sehingga dapat menyumbat ataupun menghalangi aliran darah dan suplai oksigen
yang menuju ke miokardium. Dalam keadaan tersebut miokardium terjadi iskemia
sehingga dapat menimbulkan infrak pada miokardium.
d. Gagal ginjal
Tekanan tinggi kapiler glomerulus ginjal akan mengakibatkan kerusakan progresif
sehingga ginjal mengalami kegagalan. Kerusakan pada glomerulus menyebabkan
aliran darah ke unit fungsional juga ikut terganggu sehingga tekanan osmotik
menurun kemudian hilangnya kemampuan pemekatan urin sehingga
menimbulkan nokturia
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan suatu dari komponen dari proses keperawatan
yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan dari
klien meliputi usaha pengumpulan data tentang status kesehatan seorang klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan (Mutaqqin and Sari,
2020). Menurut Wijaya and Putri (2013).
Format pengkajian keluarga model Friedman (2010) yang diaplikasikan ke kasus
dengan masalah utama hipertensi meliputi :

a. Data umum
Menurut Friedman (2010), data umum yang perlu dikaji adalah :
1) Nama kepala keluarga dan anggota keluarga, alamat, jenis kelamin,umur,
pekerjaan dan pendidikan.
2) Tipe keluarga
Menjelaskan mengenai jenis/tipe keluarga beserta kendala atau masalah-
masalah yang terjadi dengan jenis/tipe keluarga
3) Status sosial ekonomi Keluarga
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala
keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu sosial ekonomi keluarga
ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga
serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.
b. Riwayat Keluarga dan Tahap Perkembangan Keluarga
1) Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari keluarga ini.
2) Tahap Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi
Menjelaskan perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, menjelaskan
mengenai tugas perkembangan keluaruarga yang belum terpenuhi oleh
keluarga serta kendala-kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum
terpenuhi.
3) Riwayat keluarga inti
Menjelaskan mengenai riwayat keluarga inti meliputi riwayat penyakit
keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian
keluarga terhadap pencegaha penyakit termasuk status imunisasi, sumber
pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga dan pengalaman
terhadapa pelayanan kesehatan.
4) Riwayat keluarga sebelumnya
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan keluarga dari pihak suami dan istri.
c. Pengkajian lingkungan
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat tipe rumah,jumlah ruangan,
jenis ruang, jumlah jendela, jarak septic tankdengan sumber air,sumber air
minum yang digunakan, tanda catyang sudah mengelupas, serta dilengkapi
dengan denah rumah (Friedman, 2010).
d. Fungsi keluarga
1) Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji seberapa jauh keluarga saling asuh dan saling
mendukung, hubungan baik dengan orang lain, menunjukkan rasa empati,
perhatian terhadap perasaan (Friedman, 2010).
2) Fungsi sosialisasi
Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana
anggota keluarga belajar disiplin, penghargaan, hukuman, serta memberi
dan menerima cinta (Friedman, 2010).
3) Fungsi keperawatan
a) Keyakinan, nilai, dan prilaku kesehatan : menjelaskan nilai yang dianut
keluarga, pencegahan, promosi kesehatan yang dilakukan dan tujuan
kesehatan keluarga (Friedman, 2010).
b) Status kesehatan keluarga dan keretanan terhadap sakit yangdirasa :
keluarga mengkaji status kesehatan, masalah kesehatan yang membuat
kelurga rentan terkena sakit dan jumlah kontrol kesehatan (Friedman,
2010).
c) Praktik diet keluarga : keluarga mengetahui sumber makanan yang
dikonsumsi, cara menyiapkan makanan, banyak makanan yang
dikonsumsi perhari dan kebiasaan mengkonsumsi makanan kudapan
(Friedman, 2010).
d) Peran keluarga dalam praktik keperawatan diri : tindakan yang
dilakukan dalam memperbaiki status kesehatan, pencegahan penyakit,
perawatan keluarga dirumah dan keyakinan keluarga dalam perawatan
dirumah (Friedman, 2010).
e) Tindakan pencegahan secara medis : status imunisasi anak, kebersihan
gigi setelah makan, dan pola keluarga dalam mengkonsumsi makanan
(Friedman, 2010).
4) Fungsi reproduksi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah : berapa
jumlah anak, apa rencana keluarga berkaitan dengan jumlah anggota
keluarga, metode yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan
jumlah anggota keluarga (Padila, 2012).
5) Fungsi ekonomi
Data ini menjelaskan mengenai kemampuan keluarga dalam memenuhi
sandang, pangan, papan, menabung, kemampuan peningkatan status
kesehatan.

e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga, metode yang
digunakan sama dengan pemeriksaan fisik klinik head to toe.
2. Diagnose Keperawatan

a. Diagnosa keperawatan keluarga


Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diagnosis ke system
keluarga dan subsitemnya serta merupakan hasil pengkajian keperawatan.
Diagnosis keperawatan keluarga termasuk masalah kesehatan aktual dan potensial
dengan perawat keluarga yang memiliki kemampuan dan mendapatkan lisensi
untuk menanganinya berdasarkan pendidikan dan pengalaman ( Friedman, 2010).
Tipologi dari diagnosa keperawatan adalah:
1) Diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan).
2) Diagnosa keperwatan keluarga resiko (ancaman) dirumuskan apabila sudah
ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan.
3) Diagnosa keperawatan keluarga sejahtera (potensial) merupakan suatu kedaan
dimana keluarga dalam kondisi sejahtera sehingga kesehatan keluarga dapat
ditingkatkan.
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada keluarga dengan masalah
hipertensi adalah (Standar Diagnosa Keperawatan Keluarga, 2016) :
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
2) Gangguan Pola Tidur b.d kurang kontrol tidur
3) Perfusi perifer tidak efektif b.d peningkatan tekanan darah
4) Penurunan Curah Jantung b.d perubahan preload
5) Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Skala prioritas masalah
Kriteria Skor Bobot
1) Sifat masalah :
a) Aktual 3
(tidak/kurang 1

sehat)
b) Ancaman
2
kesehatan
1
c) Keadaan
sejahtera
2) Kemungkinan
masalah dapat diubah
a) Mudah 2 2

b) Sebagian 1

c) Tidak dapat 0

3) Potensi masalah
untuk dicegah :
a) Tinggi 3 1

b) Cukup 2

c) Rendah 1

4) Menonjolnya
masalah:
a) Masalah
dirasakan dan 2
perlu Segera
ditangani
b) Masalah
1 1
dirasakan tapi
tidak perlu
segera
ditangani
0
c) Masalah tidak
dirasakan
Total Skore
Sumber : Baylon & Maglaya (1978) dalam Padila (2012)

Keterangan :
Total Skor didapatkan dengan: Skor (total nilai kriteria) x Bobot =Nilai Angka tertinggi dalam
skor
Cara melakukan Skoring adalah :
1) Tentukan skor untuk setiap criteria
2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot
3) Jumlah skor untuk semua criteria
4) Tentukan skor, nilai tertinggi menentukan urutan nomor diagnosa keperawatan keluarga.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan keluarga, dengan merumuskan
tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber, serta menentukan
prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau standar, tetapi dirancang bagi
keluarga tertentu dengan siapa perawat keluarga sedang bekerja (Friedman, 2010).
Rencana asuhan keperawatan keluarga (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
2018)

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
1. Nyeri Akut b.d agen Tujuan Umum : 1. identifikasi lokasi,
pencedera fisiologis menurunkan keluhan karakteristik, durasi,
nyeri, meringis, sikap frekuensi, kulitas,
protektif akiat agen intensitas nyeri
pencedera fisiologis R/untuk mengetahui
Tujuan Khusus : spesifikasi tentang
1. keluhan nyeri nyeri
menurun 2. identifikasi skala
2. meringis menurun nyeri
3. gelisah menurun R/mengetahui
4. kesulitan tidur kekuatan nyeri
menurun 3. identifikasi respon
5. frekuensi nadi nyeri non verbal
membaik R/mengetahui sumber
nyeri selain fisiologis
4. berikan teknik
nonfarmakologis
R/dapat mengurani
nyeri
5. kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
R/sumber lingkungan
yang tidak nyaman
dapat memperberat
rasa nyeri
6. fasilitasi istirahat
dan tidur
R/memberikan
istirahat yang cukup
dapat mengurangi rasa
nyeri dan keefektifan
obat dapat lancar
7.jelaskan strategi
pereda nyeri
R/memberikan pereda
nyeri selain
farmakologis
8. anjurkan monitor
nyeri secara mandiri
R/dapat mengontrol
nyeri secara mandiri
selain dengan
farmakologis
2. Gangguan pola tidur Tujuan Umum : 1. identifikasi pola
b.d kurang kontrol tidur keadekuatan kualitas aktivitas dan tidur
dan kuantitas tidur R/mengetahui pola
dapat teratasi, dengan tidur yang tidak efektif
berkurangnya keluhan 2. identifikasi faktor
yang dialami sehingga pengganggu tidur
kemampuan R/sumber bisa
beraktifitas dapat didaptkan dari fiik
tercapai. ataupun psikologis
3.identifikasi makanan
Tujuan Khusus : dan minuman yang
1. keluhan sulit tidur menganggu tidur (mis.
menurun Kafein, makan
2. keluhan sering sebelum tidur)
terjaga menurun R/pola tidur dapat
3. keluhan tidak puas terganggu dari
tidur menurun makanan atau
4. keluhan pola tidur minuman yang kita
berubah menurun konsumsi
5.keluhan istirahat 4. identifikasi obat
tidak cukup menurun tidur yang dikonsumsi
R/mengonsumsi
banyak obat tidur
dapat mempengaruhi
pola tidur
5. modifikasi
lingkungan (mis.
Pencahayaan,
kebisingan)
R/mengatur linkungan
membuat atau
memberi rasa nyaman
saat tidur
6. batasi waktu tidru
siang, jika perlu
R/tidur yang terlalu
banyak juga salah satu
faktor susahnya tidur
di malam hari
7. fasilitasi
menghilangkan stress
sebelum tidur
R/memberikan
kenyaman atau
relaksasi sebelum tidur
8. tetapkan jadwal
tidur rutin
R/mengatur jadwal
tidur dapat mebantu
tidur di malam hari
9. anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
R/bila patuh pada
peraturan, maka
masalah gangguan
pola tidur akan teratasi
10. anjurkan
penggunaan obat tidur
yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
R/pengguanaan obat
tidur yang tidak
disarankan dapat
berdampak buruk bagi
kesehatan.
3. Perfusi perifer tidak Tujuan Umum : 1. periksa sirkulasi
efektif b.d peningkatan keadekuatan aliran perifer (mis. Nadi
tekanan darah darah pembuluh darah perifer, edema,
distal untuk menunjang pengisian kapiler,
fungsi jaringan warna, suhu)
R/mendapatkan data
Tujuan Khusus : awal untu melakukan
1. Akral membaik pearwatan
2. Turgor kulit 2. identifikasi faktor
membaik resiko gangguan
3. Tekanan darah sirkulasi (mis.
sistolik membaik Diabetes, orang tua,
4. Tekanan darah hipertensi)
diastolik membaik R/menganalisa sumber
masalah
3. hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstermitas dengan
keterbatasan perfusi
R/mengurangi
terjadinya
pemburukkan masalah
4. anjurkan
berolahraga rutin
R/olahraga meberikan
sirkulasi yang baik
bagi tubuh
5. monitor tekanan
darah
R/sebagai acuan dalam
perawatan
6. identifikasi
penyebab perubahan
tanda vital
R/mebgetahui
penyebab perubahan
tekanan darah
7. atur interval
pemantauan sesuai
kondisi klien
R/mencegah
terjadinya komplikasi
dari tindakan yang
dilakukan
8. informasikan hasil
pemantauan
R/membina hubungan
saling percaya antara
klien dan perawat
9. anjurkan
beristirahat 5 menit
sebelum mengukur
tekanan darah
R/tekanan darah dapat
terpengaruh oleh
kegiatan aktivitas yang
berlebihan sehingga
hasil yang di dapat
tidak akurat
10. anjurkan tidak
merokok atau minum
kafein setidaknya 30
menit
R/Kafein dan zat
dalam rokok dapat
memacu adrenalin dari
darah sehingga hasil
yang di dapat tidak
akurat.
4. Penurunan Curah Tujuan Umum : 1. monitor tekanan
Jantung b.d perubahan keadekuatan jantung darah
preload memompa darah untuk R/sebagai acuan
memenuhi kebutuhan perawatan tekanan
metabolisme tubuh darah
Tujuan Khusus : 2. monitor nadi
1. kekuatan nadi perifer (frekuensi, kekuatan,
meningkat irama)
2. Ejection fraction R/sebagai acuan
(EF) meningkat perawatan nadi
3. palpitasi menurun 3. monitor pernapasan
4. lelah menurun (frekunsi, kedalaman)
5. tekanan darah R/sebagai acuan
membaik perawatan pernapasan
4. monitor suhu tubuh
R/sebagai acuan
perawatan suhu tubuh
5. atur interval
pemantauan sesuai
kondisi px
R/mengetahui
perubahan pada tanda
vital
6. dokumentasikan
hasil pemantauan
R/akan digunakan
kembali sebagai
perbandingan
kemajuan atau
penuruna kesehatan
7. jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
R/menerapkan
keperawatan
terapeutik
5. Intoleransi Aktivitas Tujuan Umum : respon 1. identifikasi
b.d ketidakseimbangan fisiologis terhadap gangguan fungsi tubuh
antara suplai dan aktivita yang yang mengakibatkan
kebutuhan oksigen membutuhkan tenaga keleahan
Tujuan Khusus : R/mengetahui sumber
1. frekuensi nadi dari kelelahan
meningkat 2. monitor keleahan
2. keluhan lelah fisik dan emosional
menurun R/menetapkan asal
3. dispnea saat aktivitas dari sebuah kelelahan
menurun 3. monitor pola dan
4. dispnea setelah jam tidur
beraktivitas menurun R/pola tidur yang
5. tekanan darah terganggu dapat
membaik menyebabkan
kelelahan
4. sediakan
lingkungan nyaman
dan rendah stimulus
R/memberikan
kenyamanan saat
istirahat akan
mengurangi rasa lelah
5. berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
R/membantu untuk
mengurangi keleahan
6. anjurkan tirah
baring
R/tirh baring adalah
suatu kegiatan istirahat
yang dapat
mengurangi lelah
7. anjurkan aktivitas
secara bertahap
R/kegiatan atau
aktivitas yang
dialkukan semuanya
secara sekaligus dapat
memberikan keleahan
pada fisik
8. ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan
R/membeikan koping
yang dapat mengatasi
kelelahan

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan keperawatan, yaitu perawat
melakukan tindakan sesuai rencana. Tindakan ini bersifat intelektual, teknis, dan
interpersonal berupa berbagai upaya memenuhi kebutuhan dasarklien. Tindakan
keperawatan meliputi tindakan keperawatan, observasi keperawatan, Pendidikan
kesehatan/keperawatan, dan tindakan medis yang dilakukan perawat (Saifudin, 2018).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, mebandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses
keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. Evaluasi
disusun menggunkan SOAP.
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
A : Analisa ualang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap muncul atau ada masalah baru atau ada masalah yang
kontradiktif dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil Analisa respon klien (Fadhila,
2018).
D. KONSEP EBNP
1. Definisi
Terapi rendam kaki air hangat merupakan terapi yang metodenya dengan
instrumen air hangat yang berfungsi untuk menurunkan rasa sakit dengan
mengandalkan respon tubuh terhadap air. Manfaat yang diberikan oleh terapi
menggunakan air ini salah satunya untuk melancarkan peredaran darah. Terapi
rendam kaki air hangat dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi
dikarenakan air hangat dapat mendilatasi pembuluh darah dan memperlancar
peredaran darah. selain itu teknik ini dapat merangsang saraf yang terdapat pada kaki
Terutama berdampak pada pembuluh darah dimana air hangat dapat membuat
sirkulasi darah menjadi lancar, selain itu faktor pembebanan di dalam air yang
akan menguatkan otot-otot dan ligament yang mempengaruhi sendi tubuh.
untuk mengaktifkan saraf parasimpatis, sehingga dapat menyebabkan perubahan
tekanan darah.
Penatalaksanaan hipertensi yang biasanya digunakan adalah manajemen
secara farmakologi dan non farmakologi. Terapi non farmakologi yang sering dikenal
dengan beberapa metode yaitu teknik relaksasi, terapi komplementer, dan teknik
massage. Salah satu terapi komplementer untuk mengurangi tekanan darah adalah
dengan merendam kaki air hangat dengan campuran garam. Merendam kaki air
hangat dengan campuran garam akan mendapatkan hasil yang efektif dalam upaya
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Metode perendaman kaki dengan air hangat memberikan efek fisiologis
terhadap beberapa bagian tubuh organ manusia seperti jantung. Tekanan
hidrostatik air terhadap tubuh mendorong aliran darah dari kaki menuju
kerongga dada dan darah akan berakumulasi di pembuluh darah besar jantung. Air
hangat akan mendorong pembesaran pembuluh darah dan meningkatkan denyut
jantung, efek ini berlangsung cepat setelah terapi air rendam air hangat
diberikan. Perbaikan sirkulasi darah juga memperlancar sirkulasi getah bening
sehingga membersihkan tubuh dari racun. Selain itu rendam kaki air hangat
dapat mengurangi radang sendi, linu panggul, sakit punggung, insomnia,
kelelahan, stress, sirkulasi darah yang buruk (hipertensi), nyeri otot, kram, dan
kaku.
Efektifitas terapi rendam kaki air hangat dalam menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Ilkafah, (2016)
mengungkapkan bahwa terapi rendam kaki air hangat dengan campuran garam
memiliki pengaruh efektifitas dalam menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ambarwati & Uliya, 2020 juga
menyatakan bahwa terapi rendam kaki air hangat juga sangat efektif dalam
menurunkan tekanan darah ringan – sedang pada pasien hipertensi.
2. Penelitian Tentang EBNP
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Daulay & Simamora (2017) mengenai
pengaruh pemberian terapi rendam kaki air hangat dengan campuran garam
dalam penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi memiliki efektifitas pada
perubahan tekanan darah dikarenakan secara konduksi terjadi perpindahan
panas/hangat dari air ke dalam tubuh sehingga menyebabkan pelebaran pembuluh
darah dan penurunan ketegangan otot.
Menurut hasil penelitian Dewi & Utami (2019) menyatakan bahwa terapi
rendam kaki air hangat dengan campuran garam dalam penurunan tekanan darah
pada pasien hipertensi didapatkan hasil perbedaan yang cukup signifikan ,
disebabkan karena air hangat berperan dalam merangsang dan mendilatasikan
pembuluh darah sehingga peredaran darah menjadi lancar, darah yang lancar akan
mempengaruhi ventrikel, sedangkan Garam memiliki kandungan zat kimia
seperti sodium dan natrium yang dapat mengatur keseimbangan cairan dalam
tubuh juga bertugas dalam transmisi saraf dan kerja otot.
Menurut penelitian Sekarningrum, Afrianto & Wulandari (2016) Terapi rendam
kaki ini membantu meningkatkan sirkulasi darah dengan memperlebar pembuluh
darah sehingga lebih banyak oksigen dipasok ke jaringan yang mengalami
pembengkakan. Perbaikan sirkulasi darah juga memperlancar sirkulasi getah bening
sehingga membersihkan tubuh dari racun. klien yang menderita berbagai penyakit
seperti rematik, radang sendi, linu panggul, sakit punggung, insomnia, kelelahan,
stress, sirkulasi darah yang buruk (hipertensi), nyeri otot, kram, kaku, terapi air
(hidroterapi) bisa digunakan untuk meringankan masalah hipertensi.
3. Standar Operasional Prosedur Hidroterapi
a. Tahap Orientasi :
1) Melakukan komunikasi terapeutik
2) Mengidentifikasi klien
3) Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada
4) Mempersiapkan alat (Waskom besar, termometer air, handuk, air hangat, dan
garam)
b. Tahap Kerja :
1) Mencuci tangan
2) Mengatur posisi klien dengan nyaman (posisi fowler)
3) Melakukan pengukuran tekanan darah menggunakan sphygmomanometer
4) Menyiapkan air hangat sebanyak 2-3 L dengan campuran garam 50-70 gr
dalam waskom dengan suhu 39°C-40°C
5) Menutup waskom dengan handuk
6) Merendam kaki kedalam waskom sampai mata kaki selama 10-15 menit
7) Mengeringkan dan membersihkan kaki dengan handuk
c. Tahap Penutup
1) Melakukan evaluasi pengukuran tekanan darah sphygmomanometer
2) Merapihkan alat
3) Mencuci tangan
4) Mendokumentasikan hasil kegiatan
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati., & Uliyah, I. (2020). Terapi Rendam Kaki Menggunakan Air Hangat Dengan
Campuran Garam Dan Serai Untuk Menurunkan Tekanan Darah Pada Penderita
Hipertensi. Jurnal Profesi Keperawatan, Vo.7, No.2, 16(3)

Dewi, S. U., & Rahmawati, A. P. (2019). Penerapan Terapi Rendam Kaki Menggunakan Air
Hangat Dalam Menurunkan Tekanan Darah. Journal Ilmiah Keperawatan Orthoped,
Vol.3 No.2.

Ilkafah, I. (2016). Perbedaan Penurunan Tekanan Darah Lansia Dengan Obat Anti Hipertensi
Dan
Terapi Rendam Kaki Air hangat Di Wilayah Kerja Puskesmas Antara Tamalanrea
Makasar. Pharmacon, 5(2).

Masi, M. N., & Rottie, V. J. (2017). Pengaruh Terapi Rendam Kaki Dengan Air Hangat
Dengan Campuran Garam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien
Hipertensi Di Puskesmas Bahu Manado. Jurnal Keperawatan (e-Kp). Vol.5, No.1, 22 (2),
16-19.

Nuyridayanti, A. (2017). Pengaruh rendam air garam terhadap penurunan tingkat nyeri pada
penderita gout di desa Toyoresmi kecamatan Gampengrejo Kabupaten Kediri.
Jurnal Kesehatan, 1(2), 116-121.

Nopriani, Y., & Primanda, Y, & Makiyah, N. N. (2018). Efektivitas rendam kaki air hangat
terhadap tekanan darah penderita hipertensi. Jurnal Kesehatan Dinamika. Vol.9,
No.2, 22 (5), 12-16.

Restuningtyas. (2019). Teori Rendam Kaki Air Hangat. Journal Universitas Jember, 5.

Anda mungkin juga menyukai