Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

“KONSEP KELUARGA”

Di Susun Oleh :

AMALIA WAHYUNINGSIH

14420211024

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP KEPERAWATAN KELUARGA


1. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat terkecil dan menjadi pilar bagi tegaknya
masyarakat makro yaitu umat. Sebuah keluarga dapat terbentuk karena adanya
ikatan laki-laki dan perempuan melalui sebuah pernikahan yang sah baik
menurut hukum negara maupun syari’at Islam (Rahmah, 2016).
Keluarga menurut Murdock adalah suatu grup sosial (kelompok sosial) yang
dicirikan oleh tempat tinggal bersama, kerja sama dari dua jenis kelamin, paling
kurang dua darinya atas dasar pernikahan dan satu atau lebih anak yang tinggal
bersama mereka melakukan sosialisasi, Mansyur, 1999 (dalam PATIMAH, 2020).
Burgess dan Locke (1976), mendefinisikan keluarga sebagai sekelompok
orang yang disatukan oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi yang
membentuk satu rumah tangga yang saling berinteraksi dalam peran sosial
masing-masing suami dan istri, ibu dan ayah, saudara laki-laki dan perempuan
saudari yang menciptakan budaya bersama (PATIMAH, 2020).
Dari beberapa konsep keluarga di atas terdapat beberapa faktor yang
menjadi ciri dari keluarga yaitu adanya pernikahan, melakukan interaksi dan
komunikasi antar anggota keluarga, dan menciptakan budaya keluarga.
Pernikahan dilakukan oleh laki-laki dan perempuan (bukan sesama jenis)
karena berkaitan dengan keberlangsungan keturunan umat manusia yang
menjadi salah satu tujuan berkeluarga. Interaksi dan komunikasi dalam
keluarga merupakan ciri yang kedua dimana anggota keluarga melakukannya
dengan intensif ataupun tidak intensif (bagi keluarga yang tinggal terpisah).
Tidak semua keluarga dapat tinggal bersama dalam satu tempat, karena dalam
suatu kondisi tertentu kadang beberapa anggota keluarga harus tinggal
terpisah. Hal ini tidak menjadi masalah apabila komunikasi antar anggota
keluarga dapat terjalin dengan baik (PATIMAH, 2020).
2. Fungsi Keluarga
Fungsi Keluarga menurut soelaeman (1994:85-115 ) adalah:
a. Fungsi Edukasi
Fungsi edukasi adalah fungsi keluarga yang berkaitan dengan pendidikan
anak khususnya dan pendidikan serta pembinaan anggota keluarga pada
umumnya.
b. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi adalah fungsi keluarga dalam mengembangkan individu
anak menjadi yang mantap.
c. Fungsi Proteksi dan Perlindungan
Fungsi perlindungan atau proteksi adalah fungsi keluarga dalam
melindungi anaknya dari ketidakmampuannya bergaul dengan
lingkungannya.
d. Fungsi Afeksi dan Perasaan
Dalam keluarga terjadi hubungan sosial antara anak dan orang tua-nya
yang didasari dengan kemesraan.
e. Fungsi Religius
Keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajarkan anak dan
anggota keluarganya kepada kehidupan beragama.
f. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga dalam mencari nafkah,
perencanaan, pembelanjaan dan pemanfaatannya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan para anggotanya.
g. Fungsi Rekreasi
Keluarga memerlukan suasana akrab, rumah yang hangat diantara anggota
anggota keluarga dimana hubungan antar keluarga bersifat saling
mempercayai bebas tanpa beban dan diwarnai suasana santai.
h. Fungsi Bioligis
Fungsi biologis adalah fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan-
kebutuhan biologis anggotanya (Maknunah, 2017).

3. Tipe dan Bentuk Keluarga


Menurut Solomon (2009, p.477) ada dua tipe keluarga yaitu :
1) Nuclear family (keluarga inti)
Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan satu atau lebih anak. Jenis
keluarga ini cenderung memiliki anggota keluarga yang lebih sedikit
dibandingkan dengan extended family. Dalam jenis keluarga ini biasanya
pihak yang meiliki wewenang yang lebih besar dalam mengambil
keputusan terletak pada orangtua. Pengambilan keputusan untuk kebutuhan
anak pada awalnya akan dilakukan oleh orang tua. Hal tersebutakan mulai
berubah seiring dengan pertambahan usia anak, hingga akhirnya anak
mampu membuat keputusannya sendiri.
2) Extended family
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang tinggal bersama yang
biasanya terdiri dari kakek, nenek, paman, bibi dan keponakan. Keluarga
jenis ini tentunya memiliki kebutuhan yang lebih beragam apabila
dibandingkan dengan nuclear family. Hal ini dapat disebabkan jumlah
anggota keluarga yang lebih banyak sehingga kebutuhannya menjadi lebih
beragam. Misalnya saja anak-anak membutuhan matras single untuk tidur
dengan ukuran yang lebih kecil, untuk ayah dan ibu membutuhkan matras
double dengan ukuran lebih lebar karena digunakan bersama, sedangkan
untuk nenek atau kakek bisa jadi membutuhkan matras single atau double
namun dengan ukuran yang lebih panjang dibandingkan dengan matras
anak (Japarianto, 2017).
Menurut pendapat Goldenberg (1980:157) ada sembilan macam bentuk keluarga,
antara lain:
1) Keluarga inti (nuclear family), keluarga yang terdiri dari suami, istri serta
anak-anak kandung. Keluarga ini merupakan keluarga yang sangat ideal.
2) Keluarga besar (extended family), keluarga yang disamping terdiri dari suami,
istri, dan anak-anak kandung, juga sanak saudara lainnya, baik menurut garis
vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit), maupun menurut garis
horizontal (kakak, adik, ipar) yang berasal dari pihak suami atau pihak isteri;
3) Keluarga campuran (blended family), keluarga yang terdiri dari suami, istri,
anak-anak kandung serta anak-anak tiri;
4) Keluarga menurut hukum umum (common law family), keluarga yang terdiri
dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam perkawinan sah serta anak-anak
mereka yang tinggal bersama;
5) Keluarga orang tua tunggal (single parent family), keluarga yang terdiri dari
pria atau wanita, mungkin karena bercerai, berpisah, ditinggal mati atau
mungkin tidak pernah menikah, serta anak-anak mereka tinggal bersama;
6) Keluarga hidup bersama (commune family), keluarga yang terdiri dari pria,
wanita dan anak-anak yang tinggal bersama, berbagi hak, dan tanggung
jawab serta memiliki kekayaan bersama;
7) Keluarga serial (serial family), keluarga yang terdiri dari pria dan wanita
yang telah menikah dan mungkin telah punya anak, tetapi kemudian bercerai
dan masing-masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan
masing-masing, tetapi semuanya menganggap sebagai satu keluarga;
8) Keluarga gabungan/komposit (composite family), keluarga terdiri dari suami
dengan beberapa istri dan anak-anaknya (poligami) atau istri dengan
beberapa suami dan anak-anaknya (poliandri) yang hidup bersama;
9) Keluarga tinggal bersama (cohabitation family), keluarga yang terdiri dari
pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan dan hukum
yang sah (Syarqawi, 2017).

4. Struktur Keluarga
a. Struktur keluarga
Struktur keluarga oleh Friedman di gambarkan sebagai berikut :
1) Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan
ecara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan hierarki
kekuatan. Komunikasi keluarga bagi pengirim yakin mengemukakan
pesan secara jelas dan berkualitas, serta meminta dan menerima umpan
balik. Penerima pesan mendengarkan pesan, memberikan umpan balik,
dan valid.
2) Karakteristik pemberi pesan :
 Yakin dalam mengemukakan suatu pendapat
 Apa yang dismapaikan jelas dan berkualitas
 Selalu menerima dan meminta timbal balik
3) Karakteristik pendengar
 Siap mendengarkan
 Memberikan umpan balik
 Melakukan validasi
b. Struktur peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi
sosial yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau
informal. Posisi/status adalah posisi individu dalam masyarakat misal
status sebagai istri/suami.
1) Struktur kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk
mengontrol, memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak
(legimate power), ditiru (referent power), keahlian (exper power),
hadiah (reward power), paksa (coercive power), dan efektif power.
2) Struktur nilai dan norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota
keluarga dalam budaya tertentu, sedangkan norma adalah pola perilaku
yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga dan
lingkungan masyrakat sekitar keluarga (Muhlisin, A. 2012).
5. Peran Keluarga
Sebuah peran didefinisikan sebagai kumpulan dari perilaku yang secara ralatif
homogen dibatasi secara normatif dan diharapkan dari seseorang yang menempati
posisi sosial yang diberikan. Peran berdasarkan pada pengharapan atau penetapan
peran yang membatasi apa saja yang harus dilakukan oleh individu di dalam
situasi tertentu agar memenuhi harapan diri atau orang lain terhadap mereka.
Posisi atau status didefinisikan sebagai letak seseorang dalam suatu sistem sosial.
Menurut Friedman (2010), peran keluarga dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu :
a. Peran formal keluarga
Peran formal adalah peran eksplisit yang terkandung dalam struktur
peran keluarga (ayah-suami,dl). yang terkait dengan masing-masing posisi
keluarga formal adalah peran terkait atau sekelompok perilaku yang kurang
lebih hemogen. Keluarga membagi peran kepada anggota keluarganya
dengan cara yang serupa dengan cara masyarakat membagi perannya;
berdasarkan pada seberapa pentingnya performa peran terhadap
berfungsinya sistem tersebut. Beberapa peran membutuhkan ketrampilan
atau kemampuan khusus : peran yang lain kurang kompleks dan dapat
diberikan kepada mereka yang kurang terampil atau jumlah kekuasaannya
paling sedikit.
b. Peran informal keluarga
Peran informal bersifat implisit, sering kali tidak tampak pada
permukaannya, dan diharapkan memenuhi kebutuhan emosional anggota
keluarga dan atau memelihara keseimbangan keluarga. Keberadaan peran
informal diperlukan untuk memenuhi kebutuhan integrasi dan adaptasi dari
kelompok keluarga.
6. Tahap-Tahap Perkembangan Keluarga
Menurut Duval (Dalam Syarqawi, 2017) membagi perjalanan kehidupan
keluarga dalam 8 tahap perkembangan, yaitu:

Tabel 1.1 Tahapan Perkembangan Keluarga


No Tahapan Tugas Perkembangan
1. Pasangan baru menikah yang belum Membangun sebuah
mempunyai anak perkawinan yang saling
memuaskan.
menyesuaikan diri
dengan kehamilan dan
janji orangtua.
2. Keluarga dengan anak pertama < 30 bulan Memiliki, menyesuaikan
(Child Bearing). dan mendorong
pengembangan bayi
membangun rumah yang
nyaman untuk orang tua
dan bayi
3. Keluarga dengan Anak Pra Sekolah (2,5-6 Beradaptasi terhadap
tahun) kebutuhan kritis anak dan
memberikan stimulasi
yang positif.
4. Keluarga dengan Anak Usia Sekolah (6 – 13 Membantu sosialisasi
tahun) anak terhadap lingkungan
luar rumah, sekolah dan
lingkungan lebih luas.
Mendorong anak untuk
mencapai pendidikan
tertinggi
5. Keluarga dengan Anak Remaja (13-20 tahun) Memberikan kebebasan
yang seimbang dan
bertanggung jawab.
6. Keluarga dengan Anak Dewasa (anak 1 a. Memperluas keluarga
meninggalkan rumah) inti menjadi keluarga
besar.
b. Mempertahankan
keintiman.
c. Menbantu anak untuk
mandiri sebagai
keluarga baru di
masyarakat.
d. Mempersiapkan anak
untuk hidup mandiri
dan menerima
kepergian anaknya.
e. Menata kembali
fasilitas dan sumber
yang ada pada
keluarga.
f. Berperan suami-istri
kakek dan nenek.
g. Menciptakan
lingkungan rumah
yang dapat menjadi
contoh bagi anak-
anaknya.
7. Keluarga Usia Pertengahan (Midle Age a. Mempunyai lebih
Family) banyak waktu dan
kebebasan dalam
mengolah minat
sosial dan waktu
santai.
b. Memuluhkan
hubungan antara
generasi muda tua.
c. Keakrapan dengan
pasangan.
d. Memelihara
hubungan/kontak
dengan anak dan
keluarga.
e. Persiapan masa tua/
pension.
8. Keluarga Lanjut Usia a. Penyesuaian tahap
masa pension dengan
cara merubah cara
hidup.
b. Menerima kematian
pasangan, kawan dan
mempersiapkan
kematian.
c. Mempertahankan
keakraban pasangan
dan saling merawat.
d. Melakukan life
review masa lalu.

7. Peran Perawat Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Kesehatan Keluarga


a. Pendidikan kesehatan
Penyuluhan atau pendidikan kesehatan merupakan satu dari
pendekatan intervensi keperawatan keluarga yang utama.pendidikan dapat
mencakup berbagai bidang, isi dan fokus, termasuk promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit, masalah kesakitan/disabilitas dan dampaknya, serta
dinamika keluarga, (Friedman, 2010)
b. Konseling
Konseling adalah suatu proses bantuan interaktif antara konselor dan
klien yang ditandai oleh elemen inti penerimaan, empati, ketulusan, dan
keselarasan. Hubungan ini terdiri dari serangkaian interaksi sepanjang
waktu berupa konselor yang melalui berbagai teknik aktif dan pasif,
berfokus pada kebutuhan, masalah atau perasaan klien yang telah
memengaruhi perilaku adaptif klien. (Bank, 1992 dalam Friedman 2010).
c. Membuat kontrak
Kontrak adalah persetujuan kerjasama yang dibuat antara dua pihak
atau lebih, misalnya antara orang tua dan anak. Ara tepat waktu dan relefan,
kontrak waktu dapat dinegosiasi secara terus menerus dan harus mencakup
area sebagai berikut : tujuan, lama kontrakm, tanggung jawab klien, langkah
untuk mencapai tujuan, dan penghargaan terhadap pencapaian tujuan (Sloan
dan Schommer, 1975 ; Steiger dan Lipson, 1985 dalam Friedman 2010).
d. Menejemen kasus
Menejemen kasus memiliki riwayat perkembangan sebagai bagian dari
peran perawat kesehatan masyarakat ; terakhir di gunakan di tatanan
layanan kesehatan yang bersifat akut. (Carry 1996 dalam Friedman 2010).
e. Advokasi klien
Peran sebagai advokat klien melibatkan pemberian informasi kepada
klien dan kemudian mendukung mereka apapun keputusan yang mereka
buat (Bramlett, Gueldener dan SDowell, 1992; Kohnke, 1982 dalam
Friedman 2010).
f. Koordinasi
Salah satu peran advokasi klien yang diterima secara luas adalah
koordinator. Karena inti dari menejemen kasus adalah juga koordinasi,
pengertian advokasi dan koordinasi pada pokoknya saling tumpang tindih.
Pada kenyataannya menejemen kasus sering kali di artikan sebagai
koordinasi 9khususnya di bidang kerja sosial), dan dirancang untuk
memberikan berbagai pelayanan kepada klien dengan kebutuhan yang
kompleks di dalam suatu pengendali tunggal, Sletzer, Litchfield, Lowy &
Levin, 1982 (dalam Friedman, 2010)
g. Kolaborasi
Kolaborasi menurut Lamb dan Napadano (1984) dalam Friedman
(2010) adalah proses berbagai perencanaan dan tindakan secara
berkelanjutan disertai tanggung jawab bersama terhadap hasil dan
kemampuan bekerjasama untuk tujuan sama menggunakan teknik
penyelesaian masalah.
h. Konsultasi
Konsultasi termasuk sebagai intervensi keperawatan keluargakarena
perawat keluarga sering berperan sebagai konsultan bagi perawat, tenaga
profesional, dan para profesional lainnya ketika informasi klien dan
keluarga serta bantuan diperlukan. (Friedman, 2010).
B. KONSEP LEGAL ETIK KEPERAWATAN
Aspek etik adalah suatu pondasi yang sangat penting sebagai perawat
dalam membangun hubungan baik dengan berbagai pihak yang berperan
dalam pelayanan kesehatan yang dapat mempermudah dalam mencapai tujuan
bersama, yaitu kesembuhan dan kepuasan pasien (Setiani, 2018).
Aspek legal etik dan etik keperawatan bertujuan sebagai perlindungan
martabat manusia. Etik adalah suatu bagian dari filosofi untuk menguji
perbedaan diantara benar dan salah (Kurniawan, 2017).
Prinsip etik dalam keperawatan adalah pedoman perawat dalam
melakukan setiap tindakan keperawatan. Pelaksanaan prinsip etik merupakan
sebagian dari 12 kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang perawat
sesuai standar kompetensi PPNI. Pelaksanaan prinsip etik adalah asuhan
keperawatan mampu mencegah terjadinya bahaya fisik serta bahaya
emosional bagi pasien. Oleh karena itu, perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan tentu berpedoman kepada prinsip-prinsip etik keperawatan
diantaranya terdiri dari:
1. Autonomy (penentuan diri),
2. Non maleficience (tidak merugikan),
3. Beneficence (berperilaku baik),
4. Justice (berbuat adil),
5. Veracity (berkata jujur), dan
6. Fidelity (menepati janji)
7. Confendentiality (Kerahasiaan)
8. Accontabilitas (Panggabean, 2019).
Daftar Pustaka

Friedman, M. (2010) ‘Buku Ajar Keperawatan keluarga : Riset, Teori, dan Praktek’.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC.

Japarianto, E. (2017) ‘Analisa Pengaruh Family Types, Family Stages, Dan


Household Conflict Terhadap Pengambilan Keputusan Pembelian Mobil
Keluarga’, Jurnal Manajemen Pemasaran, 11(1), pp. 1–10. doi:
10.9744/pemasaran.11.1.32-40.
Kurniawan, D. E. (2017) ‘Penyelesaian Masalah Etik Dan Legal Dalam Penelitian
Keperawatan’, Journal of Chemical Information and Modeling, 01(01), pp.
1689–1699.
Maknunah, A. (2017) ‘Poligami adalah fenomena kehidupan yang terjadi di sekitar
kita. Istilah poligami sering terdengar namun tidak banyak masyarakat yang
dapat menerima’, Jom fisip, 4(2), pp. 1–12.
Panggabean, N. S. (2019) ‘Prinsip Etika Keperawatan Dalam Pelaksanaan Asuhan
Keperawatan’. doi: 10.31227/osf.io/f5t6c.
PATIMAH, I. S. F. (2020) ‘Transformasi Bentuk dan Fungsi Keluarga di Desa
Mekarwangi’, Sosioglobal : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi, 4(1), p.
12. doi: 10.24198/jsg.v4i1.23405.
Rahmah, S. (2016) ‘Peran Keluarga Dalam Pendidikan Akhlak’, Alhiwar Jurnal Ilmu
dan Teknik Dakwah, 04(07), pp. 170–188.
Setiani, B. (2018) ‘Pertanggungjawaban Hukum Perawat Dalam Hal Pemenuhan
Kewajiban dan Kode Etik Dalam Praktik Keperawatan’, Jurnal Ilmiah Ilmu
Keperawatan Indonesia, 8(04), pp. 497–507. doi: 10.33221/jiiki.v8i04.154.
Syarqawi, A. (2017) ‘Konseling Keluarga: Sebuah Dinamika Dalam Menjalani’,
Jurnal Pendidikan dan Konseling, 7(2).

Anda mungkin juga menyukai