Anda di halaman 1dari 14

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Kata keluarga sebenarnya berasal dari bahasa Nusantara yaitu
bahasa Sansekerta. Definisi kata keluarga dari bahasa Sansekerta
memiliki makna dua kata yaitu “kula” dan “warga” sehingga digabungkan
menjadi kulawarga yang kemudian disebut dengan istilah keluarga. Kula
adalah abadi dan warga adalah anggota. Makna dari kata tersebut adalah
anggota atau kelompok kerabat. Sehingga dalam bahasa tersebut
menjelaskan bahwa keluarga adalah sekelompok orang yang dipersatukan
oleh pertalian kekeluargaan, perkawinan, atau adopsi yang tujuannya
memiliki hubungan abadi selama hidup.1
Sedangkan secara istilah, keluarga merupakan unit terkecil dalam
masyarakat. Keluarga didefinisikan dengan istilah kekerabatan di mana
individu bersatu dalam suatu ikatan perkawinan dengan menjadi orang
tua. Dalam arti luas anggota keluarga merupakan mereka yang memiliki
hubungan personal dan timbal balik dalam menjalankan kewajiban serta
memberi dukungan yang disebabkan oleh kelahiran, adopsi, maupun
perkawinan.2
Keluarga terwujud dari perkawinan antara seorang laki-laki dengan
seorang perempuan. Dalam peristiwa ini dua orang yang berlainan jenis,
dengan ciri-ciri kepribadian yang berbeda, menurut hukum agama dan
kepercayaannya menjadi satu kesatuan, dan selanjutnya mereka hidup
bersama.3
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga
adalah unit terkecil dalam masyarakat, yaitu merupakan orang yang

1
Abd. Hamid Sulaiman, Hadits Tarbawi, (Jakarta: Publica Indonesia Utama, 2023), 94.
2
Joko Prasetyo dkk, Keperawatan Keluarga dan Puskesmas, (Padang: PT Global
Eksekutif Teknologi, 2023), 34
3
Fitriana, Ilmu Kesejahteraan Keluarga, (Aceh: Syiah Kuala University Press, 2018), 81.
tinggal dalam satu rumah yang terikat oleh pernikahan, darah, maupun
adopsi.4

2. Jenis-Jenis Keluarga
Secara umum, keluarga dapat dibedakan menjadi tiga jenis.
Adapun jenis-jenis keluarga yaitu:
a. Keluarga inti
Keluarga inti adalah jenis keluarga yang paling mendasar dan
memiliki cakupan paling kecil, yaitu terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
b. Keluarga konjugal
Keluarga konjugal adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu,
dan anak, serta interkasi dengan orang tua ayah atau orang tua ibu
(kakek dan nenek).
c. Keluarga luas
Keluarga luas atau keluarga besar adalah jenis keluarga dengan
jumlah anggota dan cakupannya paling besar. Dalam keluarga luas
terdiri dari anggota keluarga konjugal dan juga kerabat lainnya,
seperti paman, bibi, sepupu, dan anggota keluarga lainnya.5
Selain itu, bentuk-bentuk keluarga juga dapat dikelompokkan
berdasarkan kategori tertentu. Berikut ini adalah beberapa bentuk
keluarga di masyarakat baik berdasarkan garis keturunan, jenis
perkawinan, pemukiman, jenis anggota keluarga maupun berdasarkan
kekuasaan:
a. Berdasarkan garis keturunan
1) Patrilinear, yaitu keluarga dari keturunan sedarah yang terdiri dari
sanak-saudara dalam beberapa generasi yang disusun dari garis
keluarga ayah.

4
Taufik Abdillah Syukur dkk, Pendidikan Anak dalam Keluarga, (Padang: PT Global
Eksekutif Teknologi, 2023), 2.
5
Yusuf Siswatara dkk, Pendidikan Keluarga, (Padang: PT global Eksekutif TeknologI,
2023), 46.
2) Matrilinear, yaitu keluarga dari keturunan sedarah yang terdiri
dari sanak-saudara dalam beberapa generasi yang disusun dari
garis keluarga ibu.6
b. Berdasarkan jenis perkawinan
1) Monogami, yaitu keluarga yang terdiri dari satu orang suami dan
satu orang istri.
2) Poligami, yaitu keluarga yang terdiri dari satu orang suami
dengan istri lebih dari satu orang.7
c. Berdasarkan pemukiman
1) Patrilokal, yaitu keluarga yang di dalamnya terdapat pasangan
suami-istri yang tinggal di dekat atau bersama-sama dengan
keluarga sedarah suami.
2) Matrilokal, yaitu keluarga yang di dalamnya terdapat pasangan
suami istri yang tinggal di dekat atau bersama-sama dengan
keluarga istri.
3) Neolokal, yaitu keluarga pasangan suami istri yang tinggal
berjauhan dari keluarganya, baik keluarga dari pihak istri maupun
keluarga dari pihak suami.8
d. Berdasarkan jenis anggota keluarga
1) Keluarga inti (extended family), yaitu suatu keluarga yang terdiri
dari ayah, ibu, dan anak-anaknya.
2) Keluarga besar (serial family), yaitu suatu keluarga yang di
dalamnya terdapat pasangan laki-laki dan perempuan yang telah
menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
3) Keluarga duda/janda (single family), yaitu bentuk keluarga yang
muncul karena adanya perceraian atau kematian.
4) Keluarga bekomposisi (conposite family), yaitu suatu keluarga
yang menganut perkawinan poligami.

6
Siswatara dkk, Pendidikan Keluarga, 46.
7
Siswatara dkk, Pendidikan Keluarga, 46.
8
Siswatara dkk, Pendidikan Keluarga, 47
5) Keluarga kabitas (cahabitation), yaitu bentuk keluarga yang
terdiri dari dua orang yang hidup bersama-sama layaknya suami
istri tanpa adanya ikatan pernikahan.9
e. Berdasarkan kekuasaan
1) Patriakal, yaitu bentuk keluarga yang dominan dan memegang
kekuasaan di pihak ayah.
2) Matrikal, yaitu bentuk keluarga yang dominan dan memegang
kekuasaan adalah di pihak ibu.
3) Equalitarium, yaitu bentuk keluarga di mana pemegang
kekuasaan sama-sama berada di tangan ayah dan ibu.10

3. Ciri-Ciri Keluarga
Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri dari keluarga, di antaranya
adalah:
a. Keluarga terdiri dari individu-individu yang disatukan oleh ikatan
perkawinan, darah dan adopsi.
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama dalam satu rumah tangga
atau jika mereka terpisah, tetap menganggap rumah tangga tersebut
sebagai rumah mereka.
c. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain
dalam peran sosial keluarga seperti suami istri, ayah ibu, anak laki-
laki dan anak perempuan, dan lain sebagainya.
d. Keluarga menggunakan budaya bersama yang diambil dari
masyarakat dengan ciri sendiri. Suatu keluarga mempunyai
kebudayaan sendiri yang dapat membedakan dengan keluarga yang
lain11

9
Siswatara dkk, Pendidikan Keluarga, 47.
10
Siswatara dkk, Pendidikan Keluarga, 47.
11
Mery Lani Br Purba dkk, Kesejahteraan Keluarga Berbasis Pengembangan UMKM di
Masa Pandemi Covid-19, (Pekalongan: Penerbit NEM, 2023), 8.
4. Fungsi Keluarga
Ada beberapa fungsi keluarga yang harus ada dalam sebuah
keluarga. Apabila fungsi-fungsi ini tidak berjalan dengan baik maka akan
menimbulkan dampak buruk. Ketika keluarga tidak berfungsi secara
penuh, maka sudah tentu menjadi masalah yang sangat besar.12
a. Fungsi biologis
Fungsi ini berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan seksual
suami istri. Keluarga ialah lembaga pokok yang secara absah
memberikan kepuasan seksual. Kelangsungan sebuah keluarga,
banyak ditentukan oleh keberhasilan dalam menjalani fungsi biologis
ini. Apabila salah satu pasangan kemudian tidak berhasil menjalankan
fungsi biologisnya, dimungkinkan akan terjadi gangguan dalam
keluarga yang biasanya berujung pada perceraian dan poligami.
b. Fungsi sosialisasi anak
Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga dalam
membentuk kepribadian anak. Melalui fungsi ini keluarga berusaha
mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dengan
memperkenalkan pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan
nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan
yang diharapkan akan dijalankan oleh mereka, Sosialiasi berarti
melakukan proses pembelajaran terhadap seorang anak.
c. Fungsi afeksi
Salah satu kebutuhan dasar manusia ialah kebutuhan kasih
sayang atau rasa dicintai. Kebutuhan kasih sayang merupakan
kebutuhan yang sangat penting bagi seseorang yang diharapkan bisa
diperankan oleh keluarga.
d. Fungsi edukatif
Keluarga merupakan guru pertama dalam mendidik manusia.
Dalam hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan seorang anak dimulai

12
Wahyu Saefudin, Mengembalikan Fungsi Keluarga, (Yogyakarta: Ide Publishing,
2019), 5-7.
dari bayi, belajar jalan-jalan hingga mampu berjalan. Semuanya
diajari oleh keluarga.
e. Fungsi religius
Dalam masyarakat Indonesia pada masa ini fungsi keluarga
semakin berkembang, di antaranya ialah fungsi keagamaan yang
mendorong dikembangkannya keluarga dan seluruh anggotanya
menjadi insan-insan agama yang penuh keimanan dan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Fungsi religius dalam keluarga
merupakan salah satu indikator keluarga sejahtera.
Model pendidikan agama dalam keluarga dapat dilakukan dengan
berbagai cara, misalnya cara hidup yang sungguh-sungguh dengan
menampilkan penghayatan dan perilaku keagamaan dalam keluarga.
Kemudian, pendidikan agama dalam keluarga tidak hanya bisa
dijalankan dalam keluarga saja, namun bisa juga dengan cara
menawarkan pendidikan agama, seperti Pesantren, tempat pengajian,
majelis ta’lim, dan sebagainya.13

5. Peranan Keluarga
Berbagai peranan yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai
berikut:
a. Ayah
Sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya,
serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
b. Ibu
Sebagai istri dari suaminya dan ibu bagi anak-anaknya, ibu
mempunyai peran untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh
dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu
kelompok dari peranan sosialnya sebagai anggota masyarakat dari
13
Azizah dkk, Ketahanan Keluarga dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia, 2018), 18-20.
lingkungannya, di samping itu ibu juga dapat berperan menjadi
pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
c. Anak
Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.14

6. Tugas Keluarga
Pada dasarnya, keluarga memiliki delapan tugas utama, di antaranya
adalah:
a. Perawatan fisik anggota keluarganya
b. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga
c. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan
kedudukannya masing-masing
d. Hubungan antar anggota dalam keluarga
e. Menentukan jumlah anggota keluarga
f. Menjaga ketertiban dalam keluarga
g. Membangkitkan dorongan dan semangat dalam keluarga.15

B. Ketahanan Keluarga
1. Pengertian Ketahanan Keluarga
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa
definisi ketahanan keluarga merupakan kondisi dinamis suatu keluarga
yang memiliki keuletan, ketangguhan, dan kemampuan untuk hidup
mandiri dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin. 16 Ketahanan
keluarga juga berarti kemampuan keluarga untuk melindungi diri dari
berbagai permasalahan dan ancaman yang dapat mengganggu keutuhan
keluarga
14
Theresia Vina Anjani dkk, Menjejak Tapak Kehidupan, (Pekanbaru: Guepedia, 2020),
39-40.
15
Siti Maryam dkk, Ilmu Kesejahteraan Keluarga, (Aceh: Syiah Kuala University Press,
2022), 15.
16
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. “Kamus Besar Bahasa
Indonesia” KBBI Daring, April 2023, diakses 20 Oktober 2023,
https://kbbi.kemendikbud.go.id/entri/Ketahanan%20Keluarga
Secara umum, ketahanan keluarga didefinisikan sebagai
kemampuan keluarga untuk menenangkan atau melindungi diri dari
berbagai permasalahan atau ancaman kehidupan, baik yang datang dari
dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar keluarga seperti lingkungan,
komunitas, masyarakat, maupun negara.17
Pengertian ketahanan keluarga mengacu pada kemampuan anggota
keluarga dalam mengatasi berbagai persoalan hidup. Ketangguhan dan
kekuatan keluarga diuji untuk mencari jalan atau solusi terbaik dan
mengasah kemampuan dalam mengatasi masalah yang menimpa
keluarga.18
Cakupan ketahanan keluarga dapat dilihat dari bagaimana peran
dan fungsi yang sudah berjalan di masing-masing anggota keluarga.
Ketahanan keluarga yang baik akan mempengaruhi kemampuan keluarga
di dalam segala situasi dan segala aspek.19
Dapat disimpulkan bahwa ketahanan keluarga didefinisikan
sebagai kemampuan sebuah keluarga dalam mengatasi ancaman yang
datang baik dari dalam maupun dari luar yang dapat mengakibatkan
konflik dan perpecahan dalam keluarga, serta kemampuan keluarga dalam
mengembangkan potensi anggota keluarga untuk mencapat tujuan dan
cita-cita dalam sebuah keluarga, dan kemampuan untuk mengembalikan
fungsi-fungsi keluarga seperti semula saat menghadapi tantangan.20

2. Unsur-Unsur Ketahanan Keluarga


Unsur-unsur ketahanan keluarga dapat dibagi pada lima unsur,
yakni landasan legalitas dan ketahanan keluarga, ketahanan fisik,
ketahanan ekonomi, ketahanan sosial psikologis, dan ketahanan sosial
budaya.

17
Widyatmika Gede Mulawarman dan Alfian Rikhmansyah, Ketahanan Keluarga (Studi
Kasus di Kelurahan Medsjid Kota Samarinda, (Yogyakarta: CV Istana Agency, 2019), 11.
18
Muhammad Iqbal, Psikologi Pernikahan, (Jakarta: Gema Insani, 2018), 136.
19
Edi Widianto dkk, Workbook Mengasuh Anak Secara Mandiri, (Madiun: CV. Bayfa
Cendekia Indonesia, 2021), 2-3.
20
Iqbal, Psikologi Pernikahan, 132.
a. Landasan legalitas dan keutuhan keluarga
Landasan legalitas dan keutuhan keluarga ini menyangkut
status keluarga yang dianggap sah oleh peraturan perundang-
undangan, misalnya dalam keluarga ada suami istri atau ayah ibu
mereka harus diikat dengan perkawinan yang tercatat secara resmi di
KUA atau Catatan Sipil dan anak-anak juga harus memiliki akte
kelahiran yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Keutuhan
keluarga artinya satu keluarga baik yang punya anak maupun tidak
punya anak tinggal tinggal satu rumah.
b. Ketahanan fisik
Ketahanan fisik ini sangat erat kaitannya dengan terjaminnya
kesehatan dalam keluarga, kecukupan gizi ditandai dengan semua
anggota keluarga mendapat makanan lengkap dan cukup gizi.
c. Ketahanan ekonomi
Ketahanan ekonomi menyangkut kemampuan dalam hal
penghasilan atau pendapatan keluarga, sehingga keluarga tersebut
mampu memenuhi kebutuhan sandang dan pangan, pendidikan anak,
memiliki jaminan keuangan.
d. Ketahanan sosial psikologis
Ketahanan sosial psikologis ini menyangkut hubungan dalam
rumah tangga. Misalnya keharmonisan rumah tangga, kepatuhan
anggota keluarga terhadap hukum.
e. Ketahanan sosial budaya
Ketahanan sosial budaya ditunjukkan dengan kepedulian sosial
dengan sesama manusia baik dengan anggota keluarga maupun
dengan anggota masyarakat. Keeratan sosial yang ditandai dengan
keaktifan anggota keluarga dalam kegiatan di masyarakat seperti
pengajian, kerja bakti, ronda, penyuluhan dan kegiatan masyarakat
lainnya. Selain itu juga pada unsur ini ditandai dengan adanya
ketaatan beragama pada anggota keluarga.21
21
Nadzmi Akbar, Bimbingan Membangun Ketahanan Keluarga Muallaf Dayak Meratus
di Masa Pandemi Covid-19, (Yogyakarta: Jejak Pustaka, 2022), 17-19.
3. Implikasi Ketahanan Keluarga
Keluarga yang memiliki ketahanan memiliki beberapa implikasi
atau dampak positif.
a. Keluarga berpeluang besar untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai,
yaitu keluarga yang bahagia, harmonis, sejahtera bahkan berkualitas.
b. Keluarga lebih mudah dalam menghadapi kondisi atau situasi yang
darurat.
c. Keluarga akan lebih mudah beradaptasi terhadap berbagai perubahan
situasi dan kondisi, khususnya yang tidak diinginkan.
d. Keluarga berkontribusi melahirkan SDM yang baik, generasi penerus
bangsa yang menjadi sasaran pembangunan nasional.
e. Keluarga memiliki kesemoatan yang besar untuk berkontribusi dalam
membangun lingkungan sosial yang sehat dan harmonis.22

4. Kiat-Kiat Menguatkan Ketahanan Keluarga


Ada beberapa kiat-kiat yang dilakukan untuk menguatkan
ketahanan dalam keluarga.
a. Menyadari bahwasanya fungsi keluarga di antaranya adalah untuk
saling melengkapi kekurangan masing-masing.
b. Mengedepankan komunikasi efektif dalam menyelesaikan
permasalahan di lingkungan keluarga.
c. Membiasakan musyawarah setiap mengambil keputusan.23

C. Buruh
1. Pengertian Buruh

22
Syamsul Mujahidin dan Ernie Isi Aisyah Amini, Penguatan Ketahanan Keluarga,
(Mataram: Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Nusa
Tenggara Barat, 2017), 15-16.
23
Mujahidin dan Ernie Isi Aisyah Amini, Penguatan Ketahanan Keluarga, 19.
Pengertian buruh menurut bahasa Indonesia adalah orang yang
bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah. Buruh adalah setiap
orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
Adapun secara istilah, pengertian buruh adalah seseorang yang
bekerja di bawah perintah orang lain dan orang tersebut menerima upah
dari majikannya sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah mereka
lakukan.24
Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya buruh adalah setiap orang
yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan sebagai balasan atas
perkajaannya. Dengan kata lain, buruh adalah tenaga kerja yang sedang
dalam ikatan hubungan kerja.25
Pada perkembangan hukum buruh di Indonesia, istilah buruh
diganti dengan istilah pekerja, karena istilah buruh kurang sesuai dengan
kepribadian bangsa, buruh lebih cenderung merujuk pada golongan yang
selalu ditekan dan berada di bawah pihak lain yakni majikan.26

2. Macam-Macam Buruh
Buruh merupakan orang yang bekerja untuk orang lain yang
mempunyai suatu usaha kemudian mendapatkan upah atau imbalan sesuai
dengan kesepakatan sebelumya. Namun, kita tahu bahwa tiap buruh
tidaklah sama. Ada berbagai macam jenis buruh yang secara umum terdiri
dari:27
a. Buruh harian, yakni buruh yang menerima upah berdasarkan hari
masuk kerja.
b. Buruh kasar, yakni buruh yang menggunakan tenaga fisiknya karena
tidak memiliki keahlian di bidang tertentu.

24
Sattar, Buku Ajar Pengantar Bisnis, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), 286.
25
Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 4.
26
Nikmah Dalimunthe, Hukum Ketenagakerjaan, (Medan: Merdeka Kreasi Group, 2023),
50.
Jafar Suryomenggolo, Rezim Kerja Keras dan Masa Depan Kita, (Yogyakarta: Buku
27

Mojok Grup, 2022), 59.


c. Buruh musiman, yakni buruh yang bekerja hanya pada musim-musin
tertentu, misalnya buruh tebang tebu.
d. Buruh pabrik, yaitu buruh yang bekerja di pabrik.
e. Buruh tambang, yakni buruh yang bekerja di pertambangan.
f. Buruh tani, yaitu buruh yang menerima upah dengan bekerja di kebun
atau sawah orang lain.28
Adapun berdasarkan bentuk tenaga yang digunakan dalam bekerja,
maka buruh dibagi atas dua klasifikasi, yaitu:
a. Buruh profesional, biasa disebut dengan buruh kerah putih,
menggunakan tenaga otak dalam bekerja.
b. Buruh kasar, biasa disebut buruh kerah biru, menggunakan tenaga
otot dalam bekerja.29

3. Hak dan Kewajiban Buruh


a. Hak-Hak Buruh
1) Menerima upah
Pola hubungan buruh dan majikan ditentukan oleh upah.
Buruh wajib bekerja maksmimal karena ia mendapatkan upah.
Sedangkan majikan, sebagai imbalan prestasi kerja buruh, wajib
memberi upah secara sempurna.
2) Tidak dieksploitasi (diperas)
Tidak satu pun makhluk di dunia ini yang senang
dieksploitir, termasuk buruh. Oleh karena itulah, Islam datang
untuk menolong mereka. Eksploitasi terhadap buruh dengan tidak
memberi kesempatan istirahat secara cukup adalah kesalahan
besar yang bertentangan dengan fitrah manusia.
3) Mendapatkan perlindungan kerja
Buruh adalah kaum lemah yang mesti mendapat
perlindungan, termasuk ketika kerja. Ini tema lama yang selalu

28
Dalimunthe, Hukum Ketenagakerjaan, 50.
29
Destiana Kumala dkk, Pengantar Bisnis, (Surabaya: Cipta Media Nusantara, 2022), 49.
diperjuangkan dalam Islam. Jika menelusuri fiqih, di sana akan
kita temukan beberapa konsep perlindungan terhadap kaum
buruh. Antara lain adalah kafalah dan dlaman. Ini membuktikan
bahwa mereka punya hak untuk mendapatkan perlindungan
keselamatan kerja.30
b. Kewajiban Buruh
Pada prinsipnya, kewajiban buruh adalah melaksanakan
pekerjaan secara bertanggung jawab. Pekerjaannya merupakan
amanat dari majikan yang harus dilakukan secara sempurna.
Penyelewangan amanat, di mana pun dan kapan pun adalah khianat
yang berisiko ganda. Risiko duniawi, sang majikan berhak memotong
upah. Sedangkan risiko ukhrawi, ia diancam siksa, karena dengan
sengaja menyia-nyiakan amanat yang diakui keabsahannya oleh
agama.31
Adapun secara detailnya, ada beberapa kewajiban-kewajiban
yang dibebankan kepada buruh.
1) Buruh diwajibkan melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut
kemampuannya dengan sebaik-baiknya.
2) Buruh diwajibkan sendiri melakukan pekerjaannya, melakukan
pekerjaan itu tidak boleh digantikan oleh orang lain kecuali
dengan izin majikan.
3) Buruh diwajibkan menaati aturan-aturan tentang hal melakukan
pekerjaan serta aturan-aturan yang ditunjukkan pada perbaikan
tata tertib dalam perusahaan majikan.
4) Buruh yang bertempat tinggal di rumah majikan harus bertingkah
laku yang baik.
5) Buruh diwajibkan melakukan hal yang patut dilakukan oleh
seorang buru. Buruh juga diwajibkan untuk tidak melakukan

30
Abdul Djalil dkk, Fiqh Rakyat; Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan, (Yogyakarta: LKIS
Yogyakarta, 2011), 84-85.
31
Djalil dkk, Fiqh Rakyat; Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan,85.
segala sesuatu yang seharusnya tidak diperbuat oleh seorang
buruh yang baik.32

32
Danang Sunyoto, Hak dan Kewajiban Bagi Pekrja dan Pengusaha, (Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Yudistia, 2013), 103-104.

Anda mungkin juga menyukai