Anda di halaman 1dari 45

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Keluarga

2.1.1 Definisi keluarga

Berikut ini akan dikemukakan definisi keluarga menurut beberapa ahli

yang dikutip oleh (Harnilawati, 2013) :

a. Departemen Kesehatan RI (1988)

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari

kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di

suatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

b. Silvicon G Bailon dan Aracellis Maglaya (1989)

Keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang tergabung

karena hubungan darah, hubungan perkawinan, atau pengangkatan

dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama

lain didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta

mempertahankan suatu kebudayaan.

c. Friedman (1988)

Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang terikat dalam

perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi dan tinggal dalam satu

rumah.

12
13

2.1.2 Struktur Keluarga

a. Patrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun

melalui jalur garis ayah.

b. Matrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun

melalui jalur garis ibu

c. Matrilokal : adalah sepasang suami isteri yang tinggal bersama

keluarga sedarah istri.

d. Patrilokal : adalah sepasang suami isteri yang tinggal bersama

keluarga sedarah suami.

e. Keluarga kawinan : adalah hubungan suami isteri sebagai dasar

pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian

keluarga karena adanya hubungan dengan suami isteri.

2.1.3 Tipe Keluarga (Harnilawati, 2013)

Pembagian tipe ini bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang

mengelompokkannya.

a. Secara Tradisional

Secara tradisional keluarga dikelompokkan sebagai berikut :

1) Keluarga inti (Nuclear family)

Adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang

diperoleh dari keturunan atau adopsi atau keduanya.


14

2) Keluarga besar (extended family)

Adalah keluarga inti ditambah dengan anggota keluarga lain yang

masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman dan bibi)

b. Secara Modern (berkembangnya peran individu dan meningkatnya

rasa individualisme maka pengelompokan tipe keluarga diatas adalah :

1) Tradisional Nuklear

Keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal dalam suatu rumah

ditetapkan oleh saksi-saksi legal dalam suatu perkawinan, satu atau

keduanya dapat bekerja di luar rumah.

2) Reconstitued Nuclear

Pembentukan keluarga baru dari keluarga inti melalui perkawinan

kembali suami atau isteri, tinggal dalam pembentukan satu rumah

dengan anak-anaknya baik itu bawaan dari perkawinan yang lama

maupun hasil dari perkawinan yang baru, satu atau keduanya dapat

bekerja di luar rumah.

3) Midle Age.

Suami sebagai pencari uang, isteri dirumah kedua-duanya bekerja

di rumah, anak-anak meninggalkan rumah karena sekolah, perkawinan

atau meniti karier.

4) Dyadic Nuclear.

Suami isteri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang

keduanya atau salah satu bekerja di rumah.


15

5) Single Parent

Suami isteri atau keduanya orang karier dan tanpa anak.

6) Commuter Married.

Suami isteri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada

jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu tertentu.

2.1.4 Peranan Keluarga

Peranan keluarga mengambarkan seperangkat perilaku interpersonal,

sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi

tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola

perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang

terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut

a. Peranan ayah : ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperanan

sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,

sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya

serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

b. Peranan ibu : sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya, ibu mempunyai

peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan

pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok

dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari

lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari

nafkah tambahan dalam keluarganya.

c. Peranan anak : anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai

dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan

spiritual.
16

2.1.5 Fungsi Keluarga (Harnilawati, 2013)

Ada beberapa fungsi yang dijalankan keluarga antara lain :

a. Fungsi pendidikan.

Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan

anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan bila kelak

dewasa nanti.

b. Fungsi sosialisasi anak.

Tugas keluarga adalah mempersiapkan anak menjadi anggota

masyarakat yang baik.

c. Fungsi perlindungan.

Dalam hal ini keluarga bertugas melindungi anak dari tindakan

yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan

aman.

d. Fungsi perasaan.

Tugas keluarga adalah menjaga secara intuitif. Merasakan perasaan

dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan

berinteraksi antar sesama anggota keluarga sehingga saling pengertian

satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.

e. Fungsi religious.

Dalam hal ini keluarga bertugas memperkenalkan dan mengajak

anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama dan

kepala keluarga bertugas menanamkan keyakinan bahwa ada kekuatan

lain yang mengatur kehidupan ini serta ada kehidupan lain sebelum ini.
17

f. Fungsi ekonomis.

Dalam fungsi ini keluarga bertugas mencari sumber penghidupan

dalam memenuhi fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja

memperoleh penghasilan, mengatur penghasilan sehingga dapat

memenuhi kebutuhan keluarga.

g. Fungsi rekreatif.

Pada fungsi ini tidak harus pergi rekreasi, tetapi bagaimana

menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga dapat mencapai

keseimbangan kepribadian masing-masing.

h. Fungsi biologis.

Yang utama tugas ini adalah meneruskan keturunan sebagai

generasi penerus dalam keluarga.

i. Fungsi pemberi perawatan (Caregiver).

Adalah merupakan seseorang yang secara langsung terlibat dalam

perawatan. Keluarga pemberi perawatan adalah anggota keluarga yang

berusia dewasa dan berada di rumah, baik full time atau part time,

seseorang tersebut bisa yang mempunyai hubungan darah, suami atau

istri, teman, atau seorang yang sehari-hari merawat klien. Dalam sebuah

keluarga anggoa keluarga akan mempunyai tanggung jawab pada

anggota keluarga yang lain yang mengalami keterbatasan. Pemberi

perawatan jika dilihat dari usia mayoritas berada di usia pertengahan

(35-64 tahun), namun rata-rata usia pemberi perawatan adalah 20 tahun

sampai 43 tahun. Hal ini akan berbeda jika yang dirawat berusia 50

tahun ke atas, usia rata-rata pemberi perawatan adalah 47 tahun, dan


18

jika yang dirawat berusia lebih dari 65 tahun maka pemberi

perawatannya rata-rata 63 tahun. Pemberi perawatan terbesar adalah

seorang wanita dengan rata-rata prosentase 50%-75%, wanita lebih

kepada mengerjakan perawatan yang sulit seperti buang air, mandi dan

berpakaian, sedangkan laki-laki lebih kepada kebutuhan financial,

perencanaan perawatan.

2.1.6 Tugas-tugas kesehatan keluarga

Keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para

anggotanya dan saling memelihara menurut Friedman (1981) yang dikutip

Harnilawati (2013) membagi tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh

keluarga yaitu :

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat

c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit dan

yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya

yang terlalu muda.

d. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan

dan perkembangan kepribadian anggota keluarga

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-

lembaga kesehatan, yang menunjukkan kemanfaatan dengan baik

dengan fasilitas yang ada.


19

2.1.7 Hambatan-hambatan dalam memecahkan masalah kesehatan keluarga.

Hambatan yang paling besar yang dihadapi oleh perawat dalam

memberikan asuhan kesehatan keluarga adalah sebagai berikut :

a. Pendidikan kelurga yang rendah.

b. Keterbatasaan sumber-sumber daya keluarga, misalnya dalam hal

keuangan, sarana dan prasarana.

c. Kebiasaan-kebiaasan yang melekat.

d. Sosial budaya yang tidak menunjang (Efendy F, 2009).

2.2 Konsep Dasar Dukungan Keluarga

Keluarga merupakan sebagai lembaga sosial yang mempunyai fungsi

tradisional keluarga seperti fungsi sosial ekonomi, karena sebagian hasil kerja

yang dilakukan di dalam atau di luar rumah dikelola dalam keluarga, yang

ditunjukkan dengan adanya pembentukan kerabat, keturunan dan hubungan

sosial melalui keluarga dan fungsi proses pendidikan termasuk di dalamnya

penanaman nilai dan ideologi kepada anggota keluarga, oleh karena itu

penanganan yang baik terhadap persoalan-persoalan keluarga akan

memberikan kontribusi yang positif bagi upaya kesehatan anggota keluarga.

2.2.1 Definisi Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (1998) yang dikutip (Efendy F, 2009) dukungan

keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap

penderita yang sakit, anggota keluarga memandang bahwa orang yang

bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika

diperlukan.
20

2.2.2 Bentuk dukungan

Bentuk dukungan dapat diberikan dalam beberapa bentuk yaitu:

a. Dukungan informasional.

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan penyebar

(desiminator) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian

saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu

masalah.

b. Dukungan penilaian.

Keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan balik, membimbing,

menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan varidator identitas

anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan dan

perhatian

c. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah pertolongan praktis dan konkrit,

diantaranya kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan

minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.

d. Dukungan emosional.

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk beristirahat

dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-

aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan

dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan

didengarkan.
21

2.2.3 Sumber Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga

internal, seperti dukungan dari suami atau istri, atau dukungan dari saudara

kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal bagi keluarga inti (dalam

jaringan kerja sosial keluarga). Sebuah jaringan sosial keluarga secara

sederhana adalah jaringan kerja sosial keluarga itu sendiri (Efendy F,

2009).

2.2.4 Struktur Kekuatan Keluarga

Struktur kekuatan keluarga yaitu terdiri dari pola dan proses

komunikasi dalam keluarga, struktur peran, struktur kekuatan keluarga dan

nilai-nilai dalam keluarga. Keluarga yang mempunyai struktur kekuatan

keluarga yang masing-masing berjalan dengan baik maka sistem akan

berjalan dengan baik. Komunikasi yang ada dalam keluarga diharapkan

terbuka antara satu anggota keluarga dengan anggota keluarga lain, selalu

menyelesaikan konflik dengan musyawarah mufakat, selalu berfikir positif

terhadap anggota keluarga lain. Peran keluarga setiap anggota keluarga

juga dapat berfungsi dengan baik. Ayah sebagai kepala keluarga maka dia

yang berperan untuk mengatur semua anggota keluarga dan tanpa

meninggalkan komunikasi dengan istri dan anak-anaknya.

Demikian juga peran ibu dan anak yang menjalan peran sesuai dengan

posisinya masing-masing dalam keluarga. Struktur kekuatan dalam

keluarga memegang penting untuk mempengaruhi anggota keluarga.

Orang tua mempunyai pengaruh untuk mempengaruhi anak-anaknya untuk

makan makanan yang sehat dan bergizi. Setiap keluarga juga mempunyai
22

nilai-nilai yang dianut oleh keluarga. Nilai-nilai ini menjadi pedoman

keluarga sebagai suatu sistem.

2.2.5 Manfaat Dukungan Keluarga

Membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan

akal sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga

2.2.6 Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga (Efendy F, 2009)

Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga yaitu :

a. Bentuk keluarga, yakni keluarga besar atau keluarga inti kecil.

b. Usia.

c. Sosial ekonomi.

d. Tingkat pendidikan.

2.3 Konsep Dasar Pendidikan.

2.3.1 Definisi Pendidikan.

Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak

terputus dari generasi ke generasi di manapun di dunia ini. Upaya

memanusiakan manusia melalui pendidikan itu diselenggarakan sesuai

dengan pandangan hidup dan latar belakang sosial setiap masyarakat

tertentu (Tirtarahardja, 2010).

2.3.2 Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik,

luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan

pendidikan ada dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap

kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh

segenap kegiatan pendidikan. Sebagai suatu komponen, tujuan pendidikan


23

menduduki posisi penting di antara komponen-komponen pendidikan

lainnya. Dapat dikatakan bahwa segenap komponen dari seluruh kegiatan

pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk

pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian kegiatan-kegiatan yang tidak

relevan dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional,

bahkan salah, sehingga harus dicegah terjadi. Disini terlihat bahwa tujuan

pendidikan itu bersifat normatif, yaitu mengandung unsur norma yang

bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan

peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilali hidup

yang baik (Tirtarahardja, 2010).

2.3.3 Proses Pendidikan

Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap

komponen pendidikan pleh pendidik kepada pencapaian tujuan pendidikan

Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan sangat menentukan kualitas

hasil pencapaian tujuan pendidikan (Tirtarahardja, 2010).

Pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso,

dan mikro. Pengelolaan proses dalam lingkup makro berupa kebijakan-

kebijakan pemerintah yang lazimnya dituangkan dalam bentuk UU

Pendidikan, Peraturan Pemerintah, SK Menteri, SK Dirjen, serta

dokumen-dokumen pemerintah tentang pendidikan tingkat nasional yang

lain. Pengelolaan dalam ruang lingkup meso merupakan implikasi

kebijakan-kebijakan nasional ke dalam kebijakan operasional dalam ruang

lingkup wilayah di bawah tanggungjawab Kakanwil Depdikbud.

Pengelolaan dalam ruang lingkup mikro merupakan aplikasi kebijakan-


24

kebijakan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan sekolah

ataupun kelas (Tirtarahardja, 2010).

2.3.4 Pendidikan sebagai Sistem.

Pendidikan sebagai sebuah sistem terdiri dari sejumlah komponen,

yaitu :

a. Sistem baru merupakan masukan mentah (raw input) yang akan

diproses menjadi tamatan (out put).

b. Guru dan tenaga nonguru, administrasi sekolah, kurikulum, anggaran

pendidikan, prasarana dan sarana merupakan masukan instrumental

(instrumental input) yang memungkinkan dilaksanakannya

pemrosesan masukan mentah menjadi tamatan.

c. Corak budaya dan kondisi ekonomi masyarakat sekitar,

kependudukan, politik dan keamanan negara merupakan faktor

lingkungan atau masukan lingkungan (environtmental input) yang

secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap

berperannya masukan instrumental dalam pemrosesan masukan

mentah (Tirtarahardja, 2010).

2.3.5 Sistem pendidikan.

Sistem pendidikan terdiri dari 3 subsistem, yaitu :

a. Pendidikan Nonformal.

Pendidikan Non formal adalah pendidikan yang dilaksanakan

secara tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang

ketat.
25

b. Pendidikan Formal

Pendidikan Formal adalah pendidikan yang berlangsung secara

teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat.

Pendidikan ini berlangsung di sekolah.

c. Pendidikan Informal.

Pendidikan Informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang

dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang

hayat. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga dalam

pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan, masyarakat, keluarga,

organisasi.

Pendidikan Formal yang sering disebut pendidikan persekolahan

berupa rangkaian jenjang pendidikan yang telah baku. Mulai dari

Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas,

Perguruan Tinggi. Sementara itu pendidikan Taman kanak-kanak

masih dipandang sebagai pengelompokan belajar yang menjambatani

anak dalam suasana hidup dalam keluarga dan di sekolah dasar

(Tirtarahardja, 2010).

Menurut UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, dinyatakan setiap warga negara diwajibkan mengikuti

pendidikan formal minimal sampai tamat SMP. Bagi warga negara

yang tidak sempat mengikuti ataupun menyelesaikan pendidikan pada

jenjang tertentu dalam pendidikan formal (putus sekolah) disediakan

pendidikan non-formal, untuk memperoleh bekal guna terjun ke

masyarakat. Pendidikan non-formal (PNF) sebagai mitra pendidikan


26

formal (PF) semakin hari semakin berkembang sejalan dengan

perkembangan masyarakat dan ketenagakerjaan. Pendidikan informal

sebagai suatu fase pendidikan yang berada di samping dan di dalam

pendidikan formal dan nonformal sangat menunjang keduanya

(Tirtarahardja, 2010).

2.3.6 Lembaga Pendidikan

Menurut sifatnya pendidikan dibedakan menjadi :

a. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari

pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat.

Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga dalam pergaulan

sehari-hari maupun dalam pekerjaan, masyarakat, keluarga, organisasi.

b. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur,

bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat.pendidikan

ini berlangsung di sekolah.

c. Pendidikan non formal, yaitu pemdidikan yang dilaksanakan secara

tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat.

2.3.7 Tingkat Pendidikan.

Tingkat pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan, yang

ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tingkat

kerumitan bahan pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran.

Tingkat pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi.


27

a. Pendidikan Dasar.

Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan

pengetahuan dan keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang

diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik

untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar pada

prinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal dasar bagi

perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk

masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus disediakan

kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Pendidikan ini dapat

berupa pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, yang

dapat merupakan pendidikan biasa ataupun pendidikan luar biasa.

Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar.

b. Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan

peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan

mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial budaya,

dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut

dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah terdiri

dari pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.

Pendidikan menengah umum diselenggarakan selain untuk

mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan tinggi, juga untuk

memasuki lapangan kerja. Pendidikan menengah kejuruan

diselenggarakan untuk memasuki lapangan kerja atau mengikuti

pendidikan keprofesian pada tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan


28

menengah dapat merupakan pendidikan biasa atau pendidikan luar

biasa. Tingkat pendidikan menengah adalah SMP, SMA dan SMK.

c. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta

didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki tingkat

kemampuan tinggi yang bersifat akademik dan atau profesional

sehingga dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan

ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka pembangunan

nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia.

Manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh dari

tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah dan

masyarakat. Pendidikan Tinggi terdiri dari Strata 1, Strata 1, Strata 3.

2.3.8 Hubungan Pendidikan dan Keluarga

Kelurga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah

kecil orang karena hubungan sedarah. Keluarga dapat membentuk

keluarga inti ataupun keluarga yang diperluas. Pada umumnya jenis

kedualah yang banyak ditemui dalam masyarakat Indonesia. Meskipun ibu

merupakan anggota keluarga yang mula-mula paling berpengaruh terhadap

tumbuh kembang anak, namun akhirnya seluruh anggota keluarga itu ikut

berinteraksi dengan anak. Di samping faktor iklim sosial itu, faktor-faktor

lain dalam keluarga itu ikut pula mempengaruhi tumbiuh kembang anak,

seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran, keadaan perumahan dsb.

Dengan kata lain, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh keseluruhan

situasi dan kondisi keluarganya (Tirtarahardja, 2010). Fungsi dan peranan


29

keluarga, disamping pemerintah dan masyarakat, dalam Sisdiknas

Indonesia tidak terbatas hanya pendidikan keluarga saja, akan tetapi

keluarga ikut serta bertanggung jawab terhadap pendidikan lainnya.

Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah

yang diselenggarakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan agama,

nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan. Pendidikan keluarga itu

merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui

pengalaman seumur hidup (Tirtarahardja, 2010).

Lingkungan keluarga sungguh-sungguh merupakan pusat pendidikan

yang penting dan menentukan, karena itu tugas pendidikan adalah mencari

cara, membantu para ibu dalam tiap keluarga agar dapat mendidik anak-

anaknya dengan optimal.. Keluarga juga membina dan mengembangkan

perasaan sosial anak seperti hidup hemat, hidup sehat, menghargai

kebenaran, tenggang rasa, menolong, hidup damai. Jelaslah bahwa

lingkungan keluarga bukannya pusat menanam dasar pendidikan watak

pribadi saja, tetapi pendidikan sosial. Di dalam keluargalah tempat

menanam dasar pendidikan watak anak-anak (Tirtarahardja, 2010).

2.4 Konsep Dasar Lanjut Usia (Maryam S, 2008)

2.4.1 Definisi Lanjut Usia.

Menurut Maryam S (2008) Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir

perkembangan pada daur kehidupan manusia sedangkan menurut pasal 1

ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan

bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60

tahun (Maryam, dkk, 2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan


30

fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang

pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.

2.4.2 Kalsifikasi Lansia.

Klasifikasi pada lansia menurut Maryam, dkk (2008) antara lain lansia

yaitu sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi yaitu

seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih, atau seseorang yang berusia

60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia potensial yaitu lansia

yang masih mampu melaksanakan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat

menghasilkan barang atau jasa serta lansia tidak potensial yaitu lansia

yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada

bantuan orang lain

2.4.3 Karakteritik Lansia.

Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008) lansia memiliki

karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan

Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang Kesehatan), kebutuhan dan masalah

yang bervariasi dan rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan

biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi

maladaptif, lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.4.4 Tugas Perkembangan Lansia.

Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau

menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan lansia dipengaruhi oleh

proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Apabila seseorang pada

tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari

dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan
31

orang-orang di sekitarnya, makapada usia lanjut ia akan tetap melakukan

kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya

seperti olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam, dan lain-lain.

Tugas perkembangan lansia menurut Maryam, dkk (2008) antara lain:

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.

b. Mempersiapkan diri untuk pension.

c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.

d. Mempersiapkan kehidupan baru.

e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial atau masyarakat

secara santai.

f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

2.4.5 Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia (Maryam, dkk, 2008).

Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi :

a. Perubahan Fisik, yang meliputi :

1) Perubahan sel (jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh

menurun, dan cairan intraseluler menurun),

2) Perubahan kardiovaskular (katub jantung menebal dan kaku,

kemampuan memompa darah menurun, menurunnya kontraksi dan

volume, elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya

resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat),

3) Perubahan Respirasi (otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan

kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga

menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun,


32

kemampuan batuk menurun, serta terjadinya penyempitan pada

bronkus).

4) Perubahan Persarafan (saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya

menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khusunya

yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau hilangnya lapisan

mielin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik

dan refleks).

5) Perubahan Muskuloskeletal (cairan tulang menurun sehingga mudah

rapuh, bungkuk, persendian membesar dan menjadi kaku, kram,

tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis).

6) Perubahan Gastrointestinal (esofagus melebar, asam lambung

menurun, dan peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut

menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori

menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan

enzim pencernaan).

7) Perubahan Genitouinaria (ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal

menurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus

menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urin juga ikut

menurun), vesika urinaria (otot-otot melemah, kapasitasnya menurun,

dan retensi urin. Prostat akan mengalami hipertrofi pada 75% lansia),

vagina (selaput lendir mengering dan sekresi menurun),

8) Perubahan Pendengaran (membran tympani atrofi sehingga terjadi

gangguan pendengaran tulang-tulang pendengaran mengalami

kekauan (respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap


33

menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan

katarak).

9) Perubahan Endokrin (produksi hormon menurun), kulit (keriput serta

kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga

menebal. Elastisitas menurun, vasikularisasi menurun, rambut

memutih, kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh serta kuku

kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk), belajar dan memori

(kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori atau

daya ingat menurun karena proses incoding menurun), intelegensi

(secara umum tidak banyak berubah), personality dan adjusment

(pengaturan) (tidak banyak berubah, hampir seperti saat muda),

pencapaian (sains, filosofi, seeni, dan musik sangat mempengaruhi).

b. Perubahan Sosial.

Perubahan sosial meliputi yaitu :

1) Perubahan Peran,

2) Perubahan Keluarga,

3) Perubahan Teman,

4) Masalah hukum,

5) Pensiun,

6) Ekonomi, rekreasi,

7) Keamanan,

8) Transportasi.

9) Politik.

10) Pendidikan,
34

11) Agama dan panti jompo.

c. Perubahan psikososial

Perubahan psikososial meliputi :

1) Frustasi.

2) Kesepian.

3) Takut kehilangan kebebasan.

4) Takut menghadapi kematian.

5) Perubahan keinginan.

6) Depresi, dan kecemasan.

Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul

perasaan tidk berguna dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua masih

mampu mengaktualisasikan potensinnya secara optimal. Jika lansia dapat

mempertahankan pola hidup dan cara dia memandang suatu makna

kehidupan maka sampai ajal menjeemput mereka masih dapat berbuat

banyak bagi kepentingan semua orang (Maryam, dkk, 2008)

10 kebutuhan lansia menurut Darmojo (2001) dalam Maryam, dkk,

(2008) adalah sebagai berikut :

a. Makan cukup dan sehat.

b. Pakaian dan kelengkapannya.

c. Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh.

d. Perawatan dan pengawasan kesehatan.

e. Bantuan teknis praktik sehari-hari/bantuan hukum.

f. Transportasi umum.

g. Kunjungan/teman bicara/informasi.
35

h. Rekreasi dan hiburan sehat lainnya.

i. Rasa aman dan tentram.

j. Bantuan alat-alat pancaindra. Kesinambungan bantuan dana dan

fasilitas.

2.5 Konsep Dasar Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

2.5.1 Pengertian.

Sekumpulan Perilaku yang dilakukan atas dasar kesadaran sebagai

dasar pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat

menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam

mewujudkan kesehatan masyarakatnya (Kemenkes RI, 2011).

2.5.2 PHBS di Rumah Tangga.

Upaya untuk memberdayakan anggota Rumah Tangga agar tahu, mau

dan mampu melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta berperan

aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.

2.5.3 Tujuan PHBS.

Memberdayakan keluarga untuk tahu, mau dan mampu melaksanakan

PHBS dan berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.

2.5.4 Sasaran PHBS.

Sasaran pembinaan PHBS tatanan Rumah Tangga adalah seluruh

Rumah Tangga yaitu :

a. Pasangan Usia Subur.

b. Ibu Hamil dan Ibu Menyusui.

c. Anak, remaja dan dewasa.

d. Usia Lanjut.
36

e. Pengasuh anak.

2.5.5 Manfaat PHBS

Dengan melaksanakan PHBS di Rumah Tangga akan diperoleh

beberapa manfaat secara langsung maupun tidak langsung sebagai berikut:

a. Bagi keluarga.

1) Setiap anggota keluarga meningkat kesehatannya dan tidak mudah

sakit.

2) Pertumbuhan dan perkembangan anak lebih baik.

3) Produktifitas kerja anggota keluarga meningkat.

4) Pengeluaran biaya rumah tangga yang semula untuk biaya lain yang

tidak bermanfaat bagi kesehatan, dapat dialihkan untuk pemenuhan

gizi keluarga, biaya pendidikan, dan modal usaha untuk peningkatan

pendapatan keluarga.

5) Mengurangi dan meniadakan biaya pengobatan dalam keluarga.

b. Bagi Masyarakat.

1) Masyarakat mampu mengupayakan terciptanya lingkungan yang

tertata rapi dan sehat.

2) Masyarakat mampu mencegah dan mengatasi masalah-masalah

kesehatan yang dihadapinya.

3) Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehata yang ada untuk

penyembuhkan penyakit dan peningkatan kesehatannya.

4) Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber

Daya Masyarakat (UKBM) untuk pencapaian PHBS di Rumah

Tangga seperti penyelenggaraan Posyandu, Jaminan Pemeliharaan


37

Kesehatan, Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), Dana Sosial Ibu Bersalin

(Dasolin), Ambulance Desa, Kelompok Pemakai Air (Pomair), dan

arisan jamban.

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di bidang kesehatan adalah

pelaksanaan PHBS. PHBS juga bermanfaat untuk meningkatkan citra

pemerintah daerah dalam bidang kesehatan, sehingga dapat menjadi

percontohan rumah tangga sehat bagi daerah lain.

2.5.6 Rumah Tangga ber-PHBS

Adalah anggota Rumah tangga termasuk lansia didalamnya yang

memenuhi 7 indikator PHBS di rumah tangga yaitu :

a. Menggunakan air bersih.

Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan

lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan

makanan. Di dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari

air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan

manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak,

mandi, mencuci (bermacam-macam cucian). Air yang kita pergunakan

sehari-hari untuk minum, memasak, mandi, berkumur, membersihkan

lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci pakaian, membersihkan bahan

makanan haruslah bersih agar tidak terkena penyakit atau terhindar dari

penyakit. Air bersih secara fisik dapat dibedakan melalui indra kita,

antara lain (dapat dilihat, dirasa, dicium dan diraba). Meski terlihat

bersih, air belum tentu bebas kuman penyakit. Kuman penyakit dalam air

mati pada suhu 1000 (saat mendidih). Syarat-syarat air minum yang sehat
38

agar air inum itu tidak menyebabkan penyakit, maka air itu hendaknya

memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut:

1) Syarat fisik.

Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tidak

berwarna), tidak berasa, suhu di bawah suhu udara di luarnya, cara

mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.

2) Syarat bakteriologis.

Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala

bakteri. Terutama bakteri pathogen. Cara ini untuk mengetahui apakah

air minum terkontaminasi oleh bakteri pathogen, adalah dengan

memeriksa sampel air tersebut. Dan bila dari pemeriksaan 100 cc air

terdapat kurang dari 4 bakteri E. Coli maka air tersebut sudahmemenuhi

kesehatan.

3) Syarat kimia.

Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam

jumlah yang tertentu pula.

b. Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan menggunakan

sabun.

Mencuci tangan adalah tindakan membersihkan tangan dengan air

bersih yang mengalir dan memakai sabun untuk membersihkan kotoran

atau membunuh kuman serta mencegah penularan penyakit misalnya

mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan minuman, mencuci

tangan sesudah buang air besar (BAB) dengan sabun, karena sabun dapat

membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena tanpa sabun


39

kotoran dan kuman akan masih tertinggal. Waktu yang tepat untuk

mencuci tangan :

1) Setiap kali tangan kita kotor (setelah memegang uang, binatang dan

berkebun ).

2) Setelah buang air besar (BAB).

3) Setelah membersihkan kotoran bayi.

4) Sebelum memegang makanan.

5) Sebelum makan dan menyuapi makanan.

6) Sebelum menyusui bayi.

7) Sebelum menyuapi anak.

8) Setelah bersin, batuk dan membuang ingus.

Cara mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut:

1) Cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun khusus anti

bakteri.

2) Gosok tangan setidaknya selama 15-20 detik.

3) Bersihkan bagian pergelangan tangan, punggung tangan, sela – sela jari

dan kuku.

4) Basuh tangan sampai bersih dengan air mengalir.

5) Keringkan dengan handuk bersih dan alat pengering.

6) Gunakan tisu atau handuk sebagai penghalang ketika mematikan kran air.

Manfaat cuci tangan adalah :

1) Membunuh kuman penyakit yang ada di tangan.


40

2) Mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera, disentri, thypus,

cacingan, penyakit kulit, infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), flu

burung atau Severe Respiratory Syndrome (SARS)

3) Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.

c. Menggunakan jamban sehat.

Adalah rumah tangga atau anggota keluarga lansia yang

menggunakan jamban atau WC dengan tangki septic atau lubang

penampung kotoran sebagai pembuangan akhir. Misalnya buang air besar

di jamban dan membuang tinja bayi secara benar.

Jenis jamban yang digunakan seperti 1) jamban cemplung yakni

jamban yang penampungannya berupa lubang yang berfungsi

menyimpan dan meresapkan cairan kotoran atau tinja ke dalam tanah dan

mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk jamban cemplung

diharuskan ada penutup agar tidak berbau. 2) Jamban tangki septic atau

leher angsa adalah jamban berbetuk leher angsa yang penampungannya

berupa tangki septic kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses

penguraian atau dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi dengan

resapan airnya.

Penggunaan jamban akan bermanfaat untuk menjaga lingkungan

bersih, sehat dan tidak berbau. Jamban mencegah pencemaran sumber air

yang ada disekitarnya. Jamban yang sehat juga memiliki syarat seperti

tidak mencemari sumber air, tidak berbau, mudah dibersihkan dan

penerangan dan ventilasi yang cukup.


41

d. Memberantas jentik dirumah sekali seminggu.

Adalah melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk dirumah yang

dilakukan secara teratur sekali dalam seminggu agar tidak terdapat jentik

nyamuk pada tempat-tempat penampungan air, vas bunga, pot bunga

atau alas pot bunga, wadah penampungan air dispenser, wadah

pembuangan air kulkas dan barang-barang bekas atau tempat-tempat

yang bisa menampung air. Pemberantasan sarang nyamuk dengan cara 3

M plus :

1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air seperti : bak

mandi, tatakan kulkas, tatakan pot kembang, tempat minum burung.

2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti : lubang bak

control, lubang pohon, lekukan-lekukan yang dapat menampung air

hujan.

3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menampung air seperti : ban bekas, kaleng bekas, plestik-plastik yang

dibuang sembarangan

4) Plus menghindari gigitan nyamuk seperti :

a) Menggunakan kelambu ketika tidur.

b) Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk misalnya obat

nyamuk, semprot, oles atau diusapkan kulit.

c) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar.

d) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai.

e) Memperbaiki saluran dan talang air yang rusak.


42

f) Menaburkan larvasidasi (bubuk pembunuh jentik) di tempat-tempat yang

sulit dikurang misalnya di talang air atau di daerah sulit air.

g) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam atau bak penampungan air

misalnya ikan cupang, ikan nila.

h) Menanam tumbuhna pengusir nyamuk misalnya lavender dll.

Dengan tujuan rumah tersebut bebas jentik, dimana rumah tangga

setelah dilakukan pemeriksaan jentik secara berkala tidak terdapat jentik

nyamuk dan populasi nyamuk menjadi terkendali sehingga penularan

penyakit dengan perantara nyamuk dapat dicegah atau dikurangi serta

lingkungan rumah menjadi bersih dan sehat.

e. Makan sayur dan buah setiap hari.

Pilihan buah dan sayur yang bebas peptisida dan zat berbahaya

lainnya. Biasanya ciri-ciri sayur dan buah yang baik ada sedikit lubang

bekas dimakan ulat dan tetap segar. Adalah anggota keluarga umur 10

tahun keatas yang mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi

sayuran atau sebaliknya setiap hari.

Manfaat kita makan sayur dan buah adalah karena buah dan sayur

mengandung vitamin dan mineral yang mengatur pertumbuhan dan

pemeliharaan tubuh serta mengandung serat yang tinggi.

f. Melakukan aktifitas fisik setiap hari.

Adalah melakukan pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan

pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan

fisik, mental dan memperjuangakan kualitas hidup agar tetap sehat dan

bugar sepanjang hari


43

Yang melakukan aktifitas fisik adalah anggota rumah tangga umur

10 tahun keatas termasuk lansia melakukan aktivitas fisik 30 menit setiap

hari misalnya bisa berupa kegiatan sehari-hari yaitu berjalan kaki,

berkebun, kerja ditaman, mencuci pakaian, mengepel lantai dan bisa

berupa olah raga seperti senam lansia. Aktifitas fisik dilakukan secara

teratur paling sedikit 30 menit dalam sehari, sehingga dapat menyehatkan

jantung, paru-paru dan alat tubuh lainnya. Lakukan aktifitas fisik

sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.

g. Tidak merokok di dalam rumah.

Adalah anggota rumah tangga tidak merokok di dalam rumah. Tidak

boleh merokok di dalam rumah dimaksudkan agar tidak menjadikan

anggota keluarga lainnya sebagai perokok pasif yang berbahaya bagi

kesehatan. Karena dalam satu batang rokok yang dihisap akan

dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya seperti nikotin, tar dan

carbon monoksida (CO) yang dijabarkan sebagai berikut :

1) Nikotin menyebabkan ketagihan dan merusak jantung dan aliran darah.

2) Tar menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan menyebabkan kanker.

3) Carbon monoksida menyebabkan berkurangnya kemampuan darah

membawa oksigen sehingga sel-sel tubuh akan mati.


44

2.6 Konsep Dasar Perilaku

2.6.1 Pengertian Perilaku

Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak

luar (Notoatmodjo, 2010). Menurut Skiner (1938) yang dikutip oleh

Notoatmodjo, (2010) perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang

terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini

terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian

organisme itu merespon. Respon tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu:

yang pertama respondent respons atau reflexive yakni respon yang

ditimbulkan oleh rangsangan tertentu, rangsangan semacam ini disebut

eleciting Stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif

tetap dan yang kedua Operant Respons atau Istrumental Respons yakni

respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti stimulus atau

perangsang tertentu. Perangsang ini disebut (reinforcing stimulation atau

reinforcer).

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu: Pertama perilaku tertutup (covert

berhaviour) yakni respons seseorang dalam bentuk terselubung atau

tertutup, respons ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan

atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus.

Kedua, perilaku terbuka (overt behaviour) yakni respons seseorang

terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka dapat dengan

mudah diamati atau dilihat orang lain (Notoatmodjo, 2010).


45

2.6.2 Jenis Perilaku

Menurut Skiner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo, (2010)

membedakan perilaku menjadi dua, yaitu 1) Perilaku yang alami (innate

behaviour) yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan, yang

berupa refleks-refleks dan insting-insting dan 2) Perilaku operan (operant

behaviour) yaitu perilaku yang dibentuk melalui prose belajar. Perilaku

yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi sebagai reaksi secara

spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme yang bersangkutan,

yang pada dasarnya tidak dapat dikendalikan karena perilaku refleksif

adalah perilaku yang alami, bukan perilaku yang dibentuk. Perilaku non

reflektif atau operan merupakan perilaku yang dibentuk, dipelajari dan

dapat dikendalikan, karena itu dapat berubah melalui proses belajar.

Disamping perilaku manusia ini dapat dikendalikan, perilaku manusia juga

merupakan perilaku yang integrated yang berarti bahwa keseluruhan

individu atau organisme itu terlibat dalam perilaku yang bersangkutan,

bukan bagian demi bagian.

2.6.3 Prosedur pembentukan Perilaku (Notoatmodjo, 2010).

Cara membentuk perilaku manusia dalam operant conditioning

sebagai berikut, yaitu:

a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal penguat atau reinforce berupa

hadiah-hadiah atau rewards bagi perliaku yang akan dibentuk

b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil

yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen


46

tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada

terbentuknya perilaku yang dimaksud

c. Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan-

tujuan sementara, mengidentifikasi reinforce atau hadiah untuk masing-

masing komponen tersebut.

d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan

komponen yang telah tersusun, apabila komponen pertama telah

dilakukan maka hadiah akan diberikan, maka hail ini mengakibatakan

komponen atau perilaku tersebut akan sering dilakukan. Kalau ini sudah

dibentuk maka dilakukan komponen atau perilaku kedua yang

kemudian akan diberikan hadiah. Demikian berulang-ulang sampai

komponen kedua terbentuk dan selanjutnya.

2.6.4 Teori-teori Perilaku (Widiatin, 2009)

Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu, sehingga manusia itu

berperilaku. Dalam hal ini ada beberapa teori, diantara teori-teori tersebut

dapat dikemukakan:

a. Teori Insting

Menurut Mc Dougall (1980) perilaku itu disebabkan karena insting,

Insting merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan, dan

insting akan mengalami perubahan karena pengalaman.

b. Teori Dorongan (Drive Theory)

Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu

mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-

dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang


47

mendorong organisme berperilaku. Bila organisme itu mempunyai

kebutuhan, dan organisme ingin memenuhi kebutuhannya maka akan

terjadi ketegangan dalam diri organisme itu. Bila organisme berperilaku

dan dapat memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi pengurangan

atau reduksi dari dorongan-dorongan tersebut. Karena itu teori ini

menurut Hull, juga disebut drive reduction.

c. Teori Insentif (Insentive Theory)

Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu

disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong

organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga disebut

reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif. Reinforcement

yang positif adalah berkaitan dengan hadiah, akan mendorong

organisme dalam berbuat, sedangkan reinforcement negatif berkaitan

dengan hukuman akan dapat menghambat dalam organisme

berperilaku. Ini berarti bahwa perilaku timbul karena adanya insentif

atau reinforcement.

d. Teori Atribusi

Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku seseorang.

Apakah perilaku itu disebabkan oleh disposisi internal (misal: motif,

sikap, dan sebagainya) apakah oleh keadaan eksternal. Teori ini

dikemukakan oleh Fritz Heider dan teori ini menyangkut lapangan

psikologi sosial. Pada dasarnya perilaku manusia itu dapat atribusi

internal, tetapi juga dapat atribusi eksternal.


48

e. Teori Kognitif

Apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti

dilakukan, maka yang bersangkutan akan memilih alternatif perilaku

yang akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang

bersangkutan. Ini yang disebut sebagai model subjective expected utility

(SEU). Dengan kemampuan memilih ini berarti faktor berfikir berperan

dalam menentukan pemilihannya. Dengan kemampuan berfikir

seseorang akan dapat melihat apa yang telah terjadi sebagai bahan

pertimbangannya disamping melihat apa yang dihadapi pada waktu

sekarang dan juga dapat melihat ke depan apa yang akan terjadi dalam

seseorang bertindak. Dalam model subjective expected utility (SEU)

kepentingan pribadi yang menonjol, tetapi dalam seseorang berperilaku

kadang-kadang kepentingan pribadi dapat disingkirkan.

2.6.5 Bentuk-bentuk Perilaku (Widiatin, 2009)

Secara operasional dapat diartikan suatu proses organisme atau

seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subyek tersebut.

Respon ini berbentuk dua macam yaitu:

a. Bentuk pasif adalah respon internal yang terjadi dalam diri manusia

dan tidak dapat diamati secara umum langsung oleh orang lain, seperti

pikiran, tanggapan, sikap batin dan pengetahuan. Perilaku semacam

ini masih terselubung (covert behavior).

b. Bentuk aktif adalah respon yang secara langsung dapat diobservasi

seperti menjadi akseptor keluarga berencana. Perilaku ini sudah

merupakan tindakan nyata (oviert behavior).


49

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia secara

operasional dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu perilaku

dalam bentuk pengetahuan, bentuk sikap dan bentuk tindakan nyata atau

perbuatan. Ketiga bentuk perilaku ini dikembangkan berdasarkan tahapan

tertentu yang dimulai dari pembentukan pengetahuan (ranah kognitif) yang

dalam proses pendidikan kesehatan menjadi pola perilaku baru.

2.6.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Lawrence Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010)

perilaku dipengaruhi tiga faktor utama, yaitu:

a. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factor).

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi, dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat,

tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

b. Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat, termasuk juga fasilitas pelayanan

kesehatan.

c. Faktor-faktor Penguat (Reinforcing Factor).

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh

masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas

termasuk petugas kesehatan, termasuk juga di sini Undang-undang,

peraturan-peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah

yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat


50

kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan, sikap positif, dan

dukungan fasilitas saja, namun diperlukan perilaku contoh (acuan)

daripada tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para

petugas kesehatan. Disamping itu Undang-undang juga diperlukan

untuk memperkuat perilaku masyarakat.

2.6.7 Domain perilaku

Benyamin Bloom (1908) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010),

membagi perilaku seseorang menjadi 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan

yaitu : kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor),

Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran

hasil pendidikan kesehatan, yakni :

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup

dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

1) Tahu (know)

Yaitu mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa

orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,


51

menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (comprehension).

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan,dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (aplication)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4) Analisis (analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi,

dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini

dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

5) Sintesis (syntesis).

Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. M is alnya, dapat menyus un, dapat

merencanak an, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan

sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.


52

6) Evaluasi (evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan untuk melaklukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2010).

b. Sikap (attitude)

Menurut Notoatmodjo, (2010), sikap merupakan reaksi atau

respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus

atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan

reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku

terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Komponen pokok sikap meliputi : a) kepercayaan (keyakinan), ide,

dan konsep terhadap suatu objek, b) kehidupan emosional atau

evaluasi terhadap suatu objek, c) kecenderungan untuk bertindak (tend

to behave). Sikap memiliki berbagai tingkatan, meliputi :


53

1) Menerima (receiving), orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah.

4) Bertanggung jawab (responsible), merupakan suatu pilihan dengan

segala resiko, merupakan sikap yang paling tinggi.

c. Tindakan (practice).

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan tetapi

masih diperlukan faktor pendukung yaitu fasilitas dan faktor

dukungan yaitu keluarga. Tindakan memiliki beberapa tingkatan,

yaitu :

1) Persepsi, mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan

dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat

pertama.

2) Respon terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan

yang benar dan sesuai dengan contoh.

3) Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu

dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan

kebiasaan.

4) Adopsi, suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan

baik artinya tindakan yang dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut.
54

2.6.8 Proses Adopsi Perilaku

Menurut Rogers (1974) yang dikutip Notoatmodjo S (2010)

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam

seseorang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evalution (menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya.

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian dari

penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku

tidak selalu melewati tahap-rahap diatas.


55

2.7 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian pada dasarnya adalah kerangka

hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui

penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo S, 2012). Hubungan

Tingkat Spiritual Lansia Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Desa

Sepulu wilayah kerja UPT Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi PHBS


Lansia:
a. Pengetahuan.
b. Sikap
c. Sosial Ekonomi
d. Tingkat Spiritual.
e. Dukungan
e. Dukungan Keluarga.
Keluarga.
f.
f. Tingkat
Tingkat pendidikan
pendidikan

Dukungan Keluarga :
a. Dukungan informasional
b. Dukungan penilaian
c. Dukungan instrumental
d. Dukungan emosional.

Menimbulkan kepercayaan diri pasien

Lansia akan mengikuti saran dari


keluarga
Melakukan PHBS

Untuk memberdayakan Perilaku HIdup


Bersih dan Sehat Tidak Melakukan PHBS.

Gambar 2.1 : Kerangka Konsep Penelitian


Sumber : Kemenkes RI, 2011

Keterangan :
= Diteliti

= Tidak diteliti

= Arah hubungan
56

Berdasarkan kerangka konseptual diatas dapat dijelaskan bahwa

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) lansia adalah pengetahuan, sikap, sosial ekonomi, dukungan

keluarga dan tingkat pendidikan, dimana dukungan keluarga dalam

membantu memberdayakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) bagi

lansia dipengaruhi oleh 1) Bentuk keluarga, Usia, sosial ekonom dan tingkat

pendidikan. Dukungan keluarga tersebut berupa dukungan informasional,

penilaian, instrumental dan emosional dengan dukungan keluarga tersebut

maka akan menimbulkan kepercayaan diri bagi lansia untuk selalu

mengikuti semua saran dari keluarga sehingga diharapkan lansia dapat

memberdayakan dan melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) dengan baik demi tercapainya derajat kesehatan bagi lansia.

2.8 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini hipotesis yang dirumuskan adalah :

H1 : “Ada Hubungan Dukungan keluarga dan tingkat pendidikan lansia

dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat lansia di wilayah kerja UPT

Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan”.

Anda mungkin juga menyukai