Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN AFP

( ACUTE FLACID PARALYSIS )

Oleh :

Rizky Trio Prasdika

(1620017)

PROGRAM STUDI PEDIDIKAN KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

STIKES KEPANJEN KABUPATEN MALANG

2018/2019
A. KONSEP DASAR KELUARGA
1. Pengertian
Keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup secara bersamaan yang
di ikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang beriteraksi satu sama
lain dan semua mempunyai peran masing-masing dalam keluarga tersebut
(Mubarak, 2006).
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan
melalui pertalian darah (WHO, 2002).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami
istri atau suami istri dan anaknya (UU No. 10 Tahun 1992 Tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan). (Stiawati, 2008)
2. Struktur Keluarga
Struktur keluarga adalah mengenal berbagai karakteristik (jenis kelamin,
usia, jumlah) dari masing-masing anggota yang membentuk unit keluarga yang
lebih spesifik, struktur keluarga menentukan posisi yang diduduki oleh individu
yang sibuk dalam interaksi yang teratur dan berulang kali serta berhubungan
didalam unit keluarga (Yourburg, 2007).

3. Ciri-ciri struktur keluarga, antara lain:


a) Terorganisasi: saling berhubungan, saling ketergantungan antara
anggota keluarga.
b) Ada keterbatasan: setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga
mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya
masing-masing
c) Ada perbedaan dan kekhususan: setiap anggota keluarga mempunyai
peranan dan fungsinya masing-masing.
4. Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam, diantaranya:
a) Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui garis ayah.
b) Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur
garis ibu.
c) Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
d) Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah suami.
e) Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Effendy,
2007).

5. Tahap Keluarga
Di Indonesia keluarga dikelompokkan menjadi 5 tahap, yaitu:
a. Keluarga Prasejahtera
Keluarga Prasejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasar secara minimum, yaitu kebutuhan pengajaran agama,
pangan, sandang, papan dan kesehatan, atau keluarga yang belum dapat
memenuhi salah satu atau lebih indikator keluarga sejahtera tahap 1.

b. Keluarga Sejahtera Tahap 1 (KS 1)


Adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar
secara minimal, tapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial
psikologisnya, yaitu kebutuhan pendidikan, keluarga berencana (KB),
interaksi di dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan
transportasi.

c. Keluarga Sejahtera Tahap 11 (KS 11)


Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara
minimal serta telah memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologinya, tetapi
belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, yaitu kebutuhan
untuk menabung dan memperoleh informasi.

d. Keluarga Sejahtera Tahap 111 (KS 111)


Adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan
dasar,kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangan tetapi
belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap
masyarakat secara teratur (dalam waktu tertentu) dalam bentuk material dan
keuangan untuk sosial kemasyarakatan, juga berperan serta secara aktif
dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial,
keagamaan, kesenian, olah raga, pendidikan dsb.

e. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus (KS III Plus)


Adalah keluarga yang memenuhi seluruh kebutuhan keluarganya,
baik yang bersifat dasar, sosial psikologis maupun pengembangan serta telah
mampu memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi
masyarakat ( Murwani 2007).

6. Tipe Keluarga
Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Keluarga inti (nuclear family)
Keluargayang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh
dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.

b. Keluarga Besar (extended family)


Keluargainti ditambah keluarga lain yang masih mempunyai
hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi).

Namun dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa


individualisme. Pengelompokkan tipe keluarga selain kedua diatas berkembang
menjadi :

a. Keluarga Bentukan Kembali (dyadic jamily)


Keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atas
kehilangan pasangannya

b. Orang Tua Tunggal (single parent jamily)


Keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak anak
akibat perceraian atau ditinggal pasangan.Ibu dengan anak tanpa
perkawinan (the unmaried teenage mother).

Tipe keluarga Tradisional adalah sebagai berikut:

a. Keluarga Binuclear
Keluarga baru terbentuk setelah perceraian dimana anak menjadi
anggota dari suatu sistem keluarga yang terdiri dari dua rumah tangga inti,
ibu danayah dengan berbagai macam kerja sama antar keduanya serta waktu
yang digunakan dalam setiap rumah tangga (Carter, 2003).
b. Keluarga usila
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan
anak yang sudah memisahkan diri.
c. The childless family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk
mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar
karier/pendidikan yang terjadi pada wanita.
d. The extended family
Keluarga yang terdiri dari dari tiga generasi yang hidup bersama
dalam satu rumah, seperti nuclear family disertai: paman, tante, orang tua
(kakek-nenek), keponakan
e. Commuter family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota
tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota bisa
berkumpul pada anggota keluarga pada saat ”weekend”.
f. Multigenerational famil
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang
tinggal bersama dalam satu rumah.
g. Kin-network famil
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling
berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang
sama (contoh: dapur, kamar mandi, televisi, telepon, dll)
h. Blended famil
Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan
membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
i. The single adult living alone/single adult family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena
pilihannya atau perpisahan (perceraian atau ditinggal mati)
j. Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara
di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu
mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya

Adapun tipe keluarga non tradisional adalah :

a. Orang dewasa (laki- laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah
menikah (me single adult living alone).
b. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non marital
heterosexual eohibiting family).
c. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gai and
lesbian family)
d. Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi
berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya

7. Tahap Perkembangan
Tugas perkembangan keluarga sesuai tahap perkembangannya.

No Tahap perkembangan Tugas Perkembangan Utana


1 Keluarga baru menikah a. Membina hubungan intim yang
memuaskan.
b. Membina hubungan dengan keluarga
lain, teman dan kelompok sosial
c. Mendiskusikan rencana mempunyai
anak
2 Keluarga dengan anak a. Mempersiapkan menjadi orang
baru lahir tua.
b. Adaptasi dengan adanya perubahan
anggota keluarga,interaksi keluarga, hubungan
seksual dengan kegiatan
c. Mempertahankan hubungan dalam
rangka memuaskan pasanganya
3 Keluarga dan anak pra a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga,
sekolah misalnya kebutuhan tempat tinggal, privasi
dan rasa aman
b. Membantu anak untuk bersosialisasi
c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir,
sementara kebutuhan anak yang lain (tua) juga
harus terpenuhi
d. Mempertahankan hubungan yang sehat,
baik di didalam maupun di luar keluarga
(keluarga lain maupun lingkungan sekitar)
e. Pembagian waktu untuk individu,
pasangan dan anak (biasanya keluarga
mempunyai tingkat kerepotan yang tinggi).
f. Pembagian tanggung jawab anggota
keluarga
g. Merencanakan kegiatan dan waktu untuk
menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak.
4 Keluarga dengan anak a. Membantu sosialisasi anak terhadap
usia sekolah sekolah lingkungan luar rumah, sekolah
dan lingkungan lebih luas (yang tidak atau
kurang di peroleh dari sekolah atau
masyarakat.
b. Mempertahankan keintiman pasangan.
c. Memenuhi kebutuhan kebutuhan yang
meningkat, termasuk biaya kehidupan dan
kesehatan anggota keluarga.
5 Keluarga dengan anak a. Memberikan kebebasan yang seimbang
remaja dan bertanggung jawab mengingat remaja
adalah seorang dewasa muda dan mulai
memiliki
otonomi.
b. Mempertahankan hubunganintim dalam
keluarga.
c. Mempertahankan komunikasi terbuka
antara anak dengan orang tua. Hindarkan
terjadinya perdebatan, kecurigaan, dan
permusuhan.
d. Persiapakan perubahan sistem
peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk
memenuhi kebutuhan tumbuh kembang
anggota keluarga.
6 Keluarga mulai melepas a. Memperluas jaringan keluarga dari
anak sebagai dewasa keluarga inti menjadi keluarga besar.
b. Mempertahankan keintiman pasangan.
c. Membantu anak untuk mandiri sebsagai
keluarga baru di masyarakat.
d. Penataan kembali peran orang tua dan
kegiatan di rumah.
7 Keluarga usia a. Mempertahankan kesehatan individu dan
pertengahan pasangan usia pertengahan.
b. Mempertahankan hubungan yang serasi
dan memuaskan dengan anak-anaknya dan
sebaya.
c. Meningkatkan keakraban pasangan.

Tabel 2.1. Tugas Perkermbangan Keluarga (Suprajitno, 2004)

8. Fungsi Keluarga
Menurut Suprajitno (2004) secara umum fungsi keluarga adalah sebagai berikut
:
a. Fungsi afektif (the affective f'unection)
Adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala
sesuatu untuk mempersiapkan. anggota keluarga berhuhungan dengan orang
lain. Fungsi ini untuk perkembangan individu dan psikososial anggota
keluarga.
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialication and social
placement funetion)
Adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk
kehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan
orang lain di luar rumah.
c. Fungsi reproduksi ( the reproduksi funetion )
Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi (the economic function)
Adalah keluarga berfungsi untuk memenuhikebutuhan keluarga
secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu,
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the health care function)
Adalah fungsiuntuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluargaagar tetap memiliki produktivitas tinggi.
9. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan
Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu pahami dan
dilakukan, meliputi :
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh
diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan
karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana
keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan
perubahan-perubaban yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil
apapun yang dialami anggota keluarga, secara tidak langsung menjadi
perhatian orang tua/keluarga. Apabila menyadari perubahan keluarga, perlu
dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan beberapa besar
perubahannya.
b. Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga
Merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa
diantara keluarga yang mempunyaikemampuan memutuskan untuk
menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh
keluarga, diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau
bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta
bantuan kepada orang di lingkungan tinggal keluarga.
c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar,
tetapi keluarga, memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga
sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan
kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah
yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilanjutkan di institusi
pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki
kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjaminkesehatan keluarga.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga
(Mubarak, 2006).
B. KONSEP DASAR AFP
1. DEFINISI
Acute Flaccid Paralysis atau lumpuh layu adalah suatu kelumpuhan
yang sifatnya mendadak dan layu, biasanya menyarang suatu tungkai, lemas
sampai tidak ada gerakan, otot bisa mengecil, reflek fisiologis dan reflek
patologis negative ( Widoyono,2008). AFP/lumpuh layu bisa terjadi pada
semua anak yang berusia kurang dari 15 tahun dengan kelumpuhan yang
sifatnya flaccid (layuh) terjadi secara aku atau mendadak dan bukan
disebabkan oleh Ruda Paksa.Ruda paksa adalah segala hal yang disebabkan
oleh trauma. Lumpuh layu atau AFP merupakan gejala lu,puh yang ada dan
terjadi dengan cepat mendadak atau akut.dengan karakteristik atau sifat yang
terjadi ialah lemas dan bukan disebabkan oleh ruda paksa.
Lumpuh layu akut atau acute flaccid paralysis (AFP) didefinisikan
sebagai kelumpuhan yang terjadi secara akut bersifat lemas (flaccid). Istilah
flaccid menunjukan kelumpuhan Lower Motor Neuron (LMN), mengenai
pada final common path, motor end plate dan otot yaitu pada otot, syaraf,
neuromuscular junction, medulla spinalis dan kornu anterior. Kelumpuhan ini
tidak menunjukan adanya tanda gangguan spastisitas seperti pada gangguan
susunan syaraf pusat yang lain misalnya hiperreflek, klonus, atau respon
ekstensor pada plantar. Pada gejala klinis menunjukan kelumpuhan yang
timbul dengan cepat termasuk kelemahan otot-otot pernafasan dan otot
menelan.Berkembang lebih cepat dalam beberapa hari sampai minggu.Acute
flaccid paralysis (AFP) kelumpuhan yang terjadi fokal, biasanya mengenai
usia dibawah 15 tahun, terjadi mendadak dalam waktu 1-14 hari,bukan
disebabkan karena rudapaksa atau trauma. Penemuan kasus lumpuh layu
mendadak pada anak usia<15 tahun ditujukan untuk membuktikan ada
tidaknya virus polio liar di Indonesia dalam rangka eradikasi polio (ERAPO).
2. KLASIFIKASI
Beberapa macam kelumpuhan yaitu:
1. Kelumpuhan 2 tungkai : jika kelumpuhanya sudah berat maka anak tidak
bisa berjalan, namun jika masih ringan anak bisa berjalan sedikit tapi
sangat terbatas dan harus dibantu/dipapah oleh orang lain.
2. Kelumpuhan 1 tungkai : jika kelumpuhan sudah berat bisa berjalan tapi
pincang. Namun jika masih ringan maka anak hanya dapat berjalan
dengan satu kaki dengan cara melompat.

3. DERAJAT KELUMPUHAN
Kelumpuhan itu ada sifatnya patsial dan ada juga yang total
(paralysis). Kelumpuhan yang terjadi pada AFP ini ada bebrapa tingkatan hal
ini sebanding dengan tingkat keparahan AFP nya. Tingkatanya adalah :
0 : sama sekali tidak bisa menggerakkan ekstremitasnya.
1: hanya menggerakkan jari sedikit tapi tidak bisa menggeser
2 :hanya dapat menggeser kakinya dari tempat tidur sedang untuk
mengangkatnya tidak bisa
3 ; bisa mengangkat kaki dari tempat tidur
4 : bisa berjalan namun terbatas (berpincang-pincang)
5 : normal

4. KARAKTERISTIK
Pada anak yang sudah besar, ada karateristik yang khas untuk
penderita AFP yaitu:
1. Pincang atau tidak dapat berjalan
2. Tidak dapat meloncat 1 kaki
3. Tidak dapat berjongkok lalu berdiri lagi
4. Tidak dapat berjalan dengan jari jari kaki atau tumit
5. Tidak dapat mengkat kakinya dari tempat tidur
6. Tidak ada tahanan pada kaki

5. ETIOLOGI
Penyebab AFP/lumpuh layu adalah virus polio termasuk genus
enterovirus terdapat 3 tipe yaitu tipe 1,2 dan 3 ketiga virus ini menyebabkan
kelumpuhan. Tipe 1 adalah tipe yang paling mudah di isolasi dan di ikuti tipe
3 sedangkan tipe 2 paling jarang di isolasi. Tapi yang paling sering
menyebabkan bawah adalah tipe 1 (Widoyono,2008).
Penyebab tersering adalah virus polio dan GBS (Guillane Bare
Syndrom). Penyebab lain terjadinya lumpuh layu akut atau AFP adalah
mumps virus (gondongan), epstein-Barr virus, Humam Immunodeficiency
virus (HIV), dan West Neilevirus.

6. PATHWAY

Infeksi Virus Polio


Liar ( Enterovirus Mulut ( Makanan
) )

Kontak ( Luka ) 24 Jam

Pharinx
Usus

Demam
GE

Otak

Medulla
Paralitik Spinalis

Non Paralitik
7. TANDA GEJALA
Gejala klinis pada AFP atau lumpuh layu akut adalah munculnya
kelumpuhan yang mendadak, gangguan gaya berjalan, kelemahan atau
gangguan koordinasi dari satu atau beberapa anggota gerak tubuh,demam,
pilek sampai lumpuh yang terjadi berkisar antar 1-14 hari, lesi yang timbul
berkaitan dengn LMN (Lower Motor Neuron). Lesi pada LMN dapat
mengenai kornu anterior (Poliomeilitis, atrofi otot), radiks, akson, mielin
(Sindrom Guillain Bare), neuromuscular junction atau pada otot dan syaraf
(Miastenia Gravis), ataupun mengenai otot itu sendiri.Lesi tersebut merusak
motor neuron, akson, motor end plate, dan otot skeletal sehingga tidak
terdapat gerakan atau rangsangan motorik yang disampaikan ke motor
neuron. Kelumpuhan tersebut sesuai dengan gejala lower motor neuron yaitu
:
1. Hilangnya gerakan voluntar dan reflektorik, sehingga reflek tendon hilang
dan reflek patologik tidak muncul.
2. Tonus otot hilang.
3. Musnahnya motor neuron beserta akson sehingga satuan motorik hilang
dan terjadi atrofi otot.
Tanda-tanda AFP atau lumpuh layu akut harus dievaluasi klinis secara
lengkap dengan pemeriksaan neurologis, pemeriksaan kekuatan motorik,
reflek tendon, fungsi syaraf cranial, dan fungsi sensoris.Pemeriksaan
laboratorium perlu dilakukan untuk melihat laju sedimen sel darah merah dan
pemeriksaan elektrofisiologi diperlukan untuk kepentingan diagnosis dan
prognosis dari penyakit motor neuron.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan kelumpuhan, harus ditentukan derajat (grading)
kelumpuhan. Kekuatan motorik dinilai dengan skala 0-5:
0. Skala 5: kekuatan motorik normal, dapat berjalan, berlari, dan sebagainya,
serta dapat menahan tahanan maksimal yang diberikan pemeriksa.
1. Skala 4: dapat melawan tahanan namun tidak maksimal, anak dapat
berjalan dan berlari namun tidak cepat dan mudah jatuh.
2. Skala 3: anak dapat mengangkat tungkai namun tidak dapat melawan
tahanan.
3. Skala 2: ekstremitas tidak dapat diangkat namun masih dapat digeser.
4. Skala 1: hanya terdapat kontraksi otot namun ektremitas tidak dapat
digerakan.
5. Skala 0: tidak dapat digerakan sama sekali dan tidak terdapat kontraksi
otot.
Pada bayi atau balita, derajat kekuatan motorik lebih sulit ditentukan
karena belum kooperatif.Observasi dan pemeriksaan perlu dilakukan lebih
teliti dengan mengangkat ektremitas, melawan gravitasi, menilai tonus,
melihat simetrisitas gerakan.Untuk menilai kelemahan otot, anak dapat
diminta duduk dilantai dan kemudian berdiri.Anak yang tidak mampu
langsung berdiri, atau berdiri sambil merambat pada kakinya umumnya
menandakan kelemahan otot. Ini merupakan gower sign merupakan tanda
distrofi muskular (gambar 2).

Gambar.2

Cara anak berjalan atau berdiri harus diperhatikan.Anak dapat diminta


untuk berjalan jinjit atau jalan bertumpu pada tumit.Anak yang mengalami
lesi LMN atau masalah neuromuskular umumnya tidak dapat jalan jinjit atau
jalan dengan tumit.
Dalam posisi terlentang ditempat tidur, posisi seorang bayu yang
mengalami lumpuh layu akut terlihat seperti katak (frog leg posisition),
dengan sedikit gerakan, lutut menyentuh tempat tidur, hipotoni, dan tidak
dapat melawan gravitasi (Gambar 3).

Gambar. 3

9. PENATALKSANAAN
Penanganan Acute Flaccid Paralysis minum banyak 1,5-2 liter/24 jam
dengan air teh, gula, atau susu, antipiretik jika terdapat demam, antikonvulsan
jika terdapat kejang, pemberian cairan melalui infuse, dilakukan jika pasien
mengalami kesulitan minum dandan nilai hematokrit cenderung meningkat
(suriadi,2001).
1. Penatalaksanaan Akut
Tata laksana akut berupa tirah baring total untuk mencegah
perluasan kelumpuhan, serta pemberian terapi simtomatik seperti
antipiretik, analgetik, atau antiemetik.Antispasmodik juga dapat
diberikan untuk merelaksasi otot-otot yang spasme.Pasien juga harus
menjalani fisioterapi pada otot yang mengalami lumpuh layu untuk
mencegah/meminimalisir kontraktur otot dan ankilosis sendi, serta
supaya fungsi otot dapat dipertahankan senormal mungkin.
2. Terapi Suportif
Intubasi dan ventilasi mekanik diperlukan pada pasien dengan
kegagalan respirasi akut akibat terjadinya kelumpuhan daerah
leher.Lakukan trakeostomi jika pasien memerlukan ventilasi dalam
jangka waktu panjang untuk melindungi jalan nafas pasien.Pasien
dengan gangguan pernapasan hendaknya diobservasi ketat, kenali
tanda dini adanya infeksi paru.Jika terjadi infeksi paru, antibiotika
yang sesuai dapat diberikan.
Dokter juga perlu memasang alat penopang pada ekstremitas
yang terkena paralisis, dengan tujuan untuk mengkompensasi
kekuatan fungsi otot, memudahkan pergerakan, dan mencegah proses
kerusakan lebih lanjut (wear and tear).Pada nyeri yang meluas,
diperlukan pemberian obat analgesik.Tata laksana ortopedik perlu
dilakukan bilamana terdapat deformitas skeletal, sendi, kelemahan
otot, tulang, misalnya seperti servikal spondilosis yang direposisi,
agar tidak menggangu aktifitas harian, sehingga pekerjaan rutin tetap
dapat dilakukan. Konsultasikan kepada spesialis ortopedik, atau ahli
lain dibidangnya dalam upaya rehabilitasi pasien dengan sekuele dan
komplikasi postpolio

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a) Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Riwayat pengobatan penyakit-penyakit dan riwayat imunitas
2. pemeriksaan fisik
a. Nyeri kepala
b. Paralisis
c. Refleks tendon berkurang
d. Kaku kuduk
e. Brudzinky
MENDETEKSI LUMPUH LAYUH
* Bayi
- Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai menekuk
pada lutut dan pinggul. Bayi yang lumpuh akan menunjukkan tungkai lemas
dan lutut menyentuh tempat tidur.
- Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan ujung pensil
pada telapak kaki bayi. Bila kaki ditarik berarti tidak terjadi kelumpuhan.
- Pegang bayi pada ketiak dan ayunkan. Bayi normal akan menunjukkan
gerakan kaki menekuk, pada bayi lumpuh tungkai tergantung lemas.
* Anak besar
- Mintalah anak berjalan dan perhatikan apakah pincang atau tidak.
- Mintalah anak berjalan pada ujung jari atau tumit. Anak yang mengalami
kelumpuhan tidak bisa melakukannya.
- Mintalah anak meloncat pada satu kaki. Anak yang lumpuh tak bisa
melakukannya.
- Mintalah anak berjongkok atau duduk di lantai kemudian bangun kembali.
Anak yang mengalami kelumpuhan akan mencoba berdiri dengan
berpegangan merambat pada tungkainya.
- Tungkai yang mengalami lumpuh pasti lebih kecil.

b) Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah
2. Hipertermi b/d proses infeksi
3. resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d
paralysis otot
4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf
5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis
6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.

c) Intervensi

Dx 1 :
1.1. Kaji pola makan anak
Mengetahui intake dan output anak
1.2. Berikan makanan secara adekuat
Untuk mencakupi masukan sehingga output dan intake seimbang
1.3. Berikan nutrisi kalori, protein, vitamin dan mineral.
1.4. Timbang berat badan
Mengetahui perkembangan anak
1.5. Berikan makanan kesukaan anak
Menambah masukan dan merangsang anak untuk makan lebih banyak
1.6. Berikan makanan tapi sering
Mempermudah proses pencernaan

Dx 2 :
2.1. Pantau suhu tubuh
Untuk mencegah kedinginan tubuh yang berlebih
2.2.jangan pernah menggunakan usapan alcohol saat mandi/kompres
Dapat menyebabkan efek neurotoksi
2.3. hindari mengigil
2.4. Kompres mandi hangat durasi 20-30 menit
Dapat membantu mengurangi demam
Dx 3 :
3.1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman
Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi dapat mencegah komplikasi.
3.2. Auskultasi bunyi nafas
Mengetahui adanya bunyi tambahan
3.3. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau
semi fowler
Merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru
3.4. Berikan tambahan oksigen
Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru

Dx 4 :
4.1. Lakukan strategi non farmakologis untuk membantu anak mengatasi
nyeri
Theknik-theknik seperti relaksasi, pernafasan berirama, dan distraksi dapat
membuat nyeri dan dapat lebih di toleransi
4.2.Libatka orang tua dalam memilih strategi
Karena orang tua adalah yang lebih mengetahui anak
4.3.Ajarkan anak untuk menggunakan strategi non farmakologis khusus
sebelum nyeri.
Pendekatan ini tampak paling efektif pada nyeri ringan
4.4.Minta orang tua membantu anak dengan menggunakan srtategi selama
nyeri
Latihan ini mungkin diperlukan untuk membantu anak berfokus pada
tindakan yang diperlukan
4.5. Berikan analgesic sesuai indikasi.

Dx 5 :
5.1. Tentukan aktivitas atau keadaan fisik anak
Memberikan informasi untuk mengembangkan rencana perawatan bagi
program rehabilitasi.
5.2. Catat dan terima keadaan kelemahan (kelelahan yang ada)
Kelelahan yang dialami dapat mengindikasikan keadaan anak
5.3. Indetifikasi factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk aktif
seperti
pemasukan makanan yang tidak adekuat.
Memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah untuk
mempertahankan atau meningkatkan mobilitas
5.4. Evaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara aman
Latihan berjalan dapat meningkatkan keamanan dan efektifan anak untuk
berjalan.

Dx 6 :
6.1 Kaji tingkat realita bahaya bagi anak dan keluarga tingkat
ansietas(mis.renda,sedang,
parah).
Respon keluarga bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari.
6.2 Nyatakan retalita dan situasi seperti apa yang dilihat keluarga tanpa
menayakan apa
yang dipercaya.
Pasien mugkin perlu menolak realita sampai siap menghadapinya.
6.3. Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan jika diminta oleh
keluarga.
Informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah yang
dapat
dibatasi setelah periode yang diperpanjang.
6.4. Hidari harapan –harapan kosong mis ; pertanyaan seperti “ semua akan
berjalan
lancar”.
Harapan –harapan palsu akan diintervesikan sebagai kurangnya pemahaman
atau
kejujuran.
DAFTAR PUSTAKA

Andi Basuki (Ed). Kegawatdaruratan Neurologi Edisi 2. Bandung: UPF Ilmu


Penyakit Saraf UNDIP/RS Hasan Sadikin; 2012. p. 143-147.
Alberta Health and Wellness. Acute Flaccid Paralysis (AFP). Public Health
Notifiable Disease Management Guidelines; 2011.
Behman RE, Kliegman RM, Jensen HB, Nelson Text book of pediatrics, 17th edition.
Philadelphia: WB Sauders company. 2004, page 833-40
Draft Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Agustus
2007. Hal: 299-302.
DSS Harsono.2007. Kapita selekta neurologi. Jakarta : Gajah Mada University Press;
2007. p. 119-26; 137-43.
Handryastuti S, Menuju Tumbuh Kembang Anak Yang Optimal. IDAI. 2013
Marx A, Glass JD, dkk. Differential Diagnosis of Acute Flaccid Paralysis and Its
Role in Poliomyelitis Sueveillance. The Johns Hopkins University School of
Hygiene and Public Health, 22 (2), 2000; p.298-316.
Soetomenggolo Taslim S. Ismael Sofyan. Buku Ajar Neurologi Anak. Cetakan ke-2.
Jakarta, 1999: 190-241.

Anda mungkin juga menyukai