Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

SYNDROME NEFROTIK

OLEH :
VICTOR HATTA MAULANA
NIM.2030029

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
MALANG
2021
KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria,
hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Kadang- kadang
disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya ecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti
belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Sindrom nefrotik paling
banyak terjadi pada anak umur  3-4 tahun dengan perbandingan pasien wanita dan
pria 1:2. (Sundoyo dalam Nurarif dan Kusuma, 2015, p. 17). Pada proses awal SN
ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan
proteinuria masih merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN berat yang disertai kadar
albumin serum rendah eskresi protein dalam urine juga berkembang. Proteinuria juga
berkontribusi terhadap berbagai kaomplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia,
hiperlipidemia dan lipiduria gangguan keseimbangn hidrogen, hiperkoagulitas,
gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta hormon tiroid sering dijumpai pada
SN. Umunya pada SN fungsi ginjal normal kecuali sebagai khusus yang berkembang
menjadi tahap akhir(PGTA) pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan
menunjukkan respon yang baik terhadap terapi stroid, tetapi sebagian lain dapat
berkembang menjadi kronik. (Sudoyo, 2010, hal. 999) Sindrom nefrotik adalah
merupakan manifestasi klinik dari glomerulusnefritis ditandai dengan gejala edema,
proteinurea pasif  >35g/hari, hipoalbuminemia <3,5/dl, lipidolia dan hiper
kolesterolimia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi
ginjal (Nurarif dan Kusuma, 2015,:17) Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan
gejala edema, proteinuria, hipoalbuminea dan hiperkolesterolemia. (Ngastiyah,
2014:306). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpul bahwa sindrom nefrotik
adalah penyakit dengan gejala edema, proteinurea, hipoalbuminurea dan
hiperkolesterolemia. Sindrom nefrotik sering dijumpai pada anak umur 3 bulan
sampai 14 tahun.

B. ETIOLOGI
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh gromelunefritis (GN) primer dan sekunder
akibat infeksi keganansan penyakit jaringan penghubung obat atau toksin dan akibat
penyakit sistemik (GN) primer atau idopatik merupakan penyebab sidrom nefrotik
yang paling sering  dalam kelompok GN primer GN lesi minimal glomerulosklerosis
fokal segmental, GN membranosa dan GN membraproliveratif merupakan kelainan
sistopalogi yang sering ditemukan (Sudoyo dkk, 2010,: 999). Penyebab sekunder
akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada GN pasca infeksi streptokokus atau
infeksi virus hepatitis B, akibat obat misalnya obat antiinflamasi non-steroid atau
preparat emas organik, dan akibat penyakit siskemik misalnya pada lupus erimatosus
sistemik dan diabtes militus. (Sudoyo dkk, 2010,: 999)

C. PATOFISIOLOGI

Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan
oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum
diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding
kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan
protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat
dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Latas, 2002 :
383). Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin, tekanan
osmotic plasma menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke dalam intertisial.
Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravascular berkurang,
sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi. Menurunya
aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi
renin angiotensin dan peningkatan sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi
aldosteron yang kemudian menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium
dan air, akan menyebabkan edema (Wati, 2012). Terjadi peningkatan cholesterol dan
Triglicerida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena
penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia
juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh
karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria).
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi seng. (Suriadi dan yuliani,
2001 : 217).

D. MANIFESTASI KLINIS

Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2001),
manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya lunak dan cekung
bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan di sekitar mata (periorbital), pada area
ekstremitas (sekrum, tumit, dan tangan), dan pada abdomen (asites). Gejala lain
seperti malese, sakit kepala, iritabilitas dan keletihan umumnya terjadi.
E. PATHWAYS

Virus, bakteri, protozoa inflamasi Perubahan


glomerulus permeabilitas
DM peningkatan viskositas darah membrane
Sistemik lupus eritematous regulasi glomerlurus
kekebalan terganggu proliferasi
abnormal leukosit Mekanisme
penghalang
Kerusakan
protein
glomerlurus

Protein & Kegagalan Kebocoran


albumin lolos dalam proses molekul besar
dalam filtrasi & filtrasi (immunoglobuli
masuk ke urine n)

Gangguan Protein dalam Protein dalam Pengeluaran


citra tubuh urine meningkat darah menurun IgG dan IgA

Pembengka Proteinuria Hipoalbuminemia Sel T dalam


kan pada sirkulasi
periorbita menurun

Ekstravaksi SINDROM Gangg


cairan NEFROTIK uan
Mata
imunit

Penumpukan Volume Resiko infeksi


Oedema cairan ke ruang intravaskuler
intestinum
Reabsorbsi
ADH air

Penekanan Paru-paru Asites Kelebihan


pada tubuh volume cairan
terlalu
dalam Efusi pleura Tekanan
abdomen Menekan
meningkat diafragma

Nutrisi & O2 Ketidakefektifan


bersihan jalan
Mendesak Otot pernafasan
nafas
rongga lambung tidak optimal

Anoreksia,
Hipoksia Metabolism nausea, vomitus Nafas tidak
jaringan anaerob adekuat
Gangguan
Iskemia Produksi asam pemenuhan Ketidakefektif
laktat nutrisi an pola nafas

Nekrosis
Menumpuk di Ketidakseimba Volume urin
otot ngan nutrisi yang diekskresi
Ketidakefek kurang dari
tifan kebutuhan
perfusi Kelemahan, tubuh Oliguri
jaringan keletihan,
perifer mudah capek

Intoleransi
aktivitas

Absorbsi air oleh usus Hipovolemia Tekanan arteri

Feses mengeras Sekresi renin Granulasi sel-


sel glomerulus

konstipasi Mengubah
angiotensin Aldosterone
menjadi
angiotensin I &
II
Merangsang
reabsorbsi Na+
dan air
Efek
vasokontriksi
arterioral Volume plasma
perifer

Tekanan darah

Beban kerja
jantung

Penurunan
curah jantung
(Sumber: Nurarif dan Kusuma, 2015)
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal. Menjaga
pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk
meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Masukan protein ditingkatkan untuk
menggantikan protein yang hilang dalam urin dan untuk membentuk cadangan protein
di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium. Diuretik diresepkan
untuk pasien dengan edema berat, dan adrenokortikosteroid (prednison) digunakan
untuk mengurangi proteinuria (Brunner & Suddarth, 2001). Medikasi lain yang
digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik mencakup agens antineoplastik
(Cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran, Leukeran, atau siklosporin), jika terjadi
kambuh, penanganan kortikosteroid ulang diperlukan (Brunner & Suddarth, 2001).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan


klinis. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan
penunjang berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein
urin, albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis,
USG renal, biopsi ginjal, dan darah, dimana :
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam 24-
48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit
ginjal. Protein urin meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes awal
diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik,
atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan
kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih
yang masuk dalam nephrotic range.
2. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak
hialin dan torak eritrosit.
3. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot
collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari
jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total
protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis. Single
spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini
mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
5. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6. USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8
tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat
manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy
mungkin diperlukan untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan
karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting
untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan
glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih
baik terhadap steroid. Prosedur ini digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada
ginjal yang kemudian akan diperiksa di laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal
sebagai berikut :
a. Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh petugas
radiologi untuk mengetahui letak ginjal.
b. Anestesi (lokal).
c. Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat menggunakan
jarum model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
d. Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).
e. Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu untuk
pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
f. Setelah biopsi.
1) Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi tengurap pasien
mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan pada posisi duduk
2) Anjurkan untuk minum banyak
3) Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan pemeriksaan lab
urin lengkap.
g. Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien dipulangkan.
Biasanya untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi biopsi sore pulang (one day
care ).

8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium meningkat
tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah nerah).
Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin
melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis
karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14
tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah
dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8
gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N:
0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal (N:
0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah
(N: 80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal. (Sumber:
Siburian, 2013)
H. KOMPLIKASI
Infeksi : infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas humoral, selular, dan gangguan
sistem komplemen. Metabolisme kalsium dan tulang : vitamin D merupakan unsur
penting dalam metabolisme kalsium dan tulang pada manusia. Vitamin D yang terikat
protein akan diekskresikan melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar
plasma. Hiperkoagulasi : komplikasi tromboeboli sering ditemukan padea SN akibat
peningkatan kogulasi intravaskular. Emboli paru dan trombosis vena dalam sering
dijumpai pada SN. Kelainan tersebut disebabkan oleh perubahan tingkat dan aktivitas
berbagai faktor. Mekanisme hiperkoagulasi pada SN cukup komplek meliputi
peningkatan fibrinogen, hiperagregasi trombosit dan penurunan fibrinolisis. Gangguan
yang terjadi disebabkan peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan protein
melalui urine. Gangguan fungsi ginjal: pasien SN mempunyai potensi untuk
mengalami gagal ginjal akut melalui berbgai mekanisme. Penurunan volume plasma
dan atau sepsis sering menyebabkan timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain
yang diperkirakan menjadi penyebab gagal ginjal akut adalah terjadinya edema intra
renal yang menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal. Sindrom nefrotik dapat
progresif dan berkembang menjadi PGTA. Proteinuria merupakan faktor resiko
penentu terhad progresifitas SN. Progresifitas kerusakan glomerulus, perkembangan
glomerulusklosis, dan kerusakan tubuloin tertisum dikatakan dengan proteinuria.
Hiperlipidemia juga dihubungkan dengan mekanisme terjadinya glomeulosklerosis
dan fibrosis tubuloinstisium pada SN, walaupun peran terhdap progresivitas
penyakitnya belum diketahui dengan pasti. (Sudoyo dkk, 2010,:1001)
 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Hipertensi Dengan Defisit Pengetahuan

1. Pengkajian
 Identitas
Sindrom nefrotik lebih banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan
perbandingan pasien wanita dan pria 1:2 (Nurarif dan Kusuma, 2015, 17)
 Status kesehatan saat ini
 Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh gejala edema (Nurarif dan Kusuma, 2015,:17)
 Alasan masuk rumah sakit
Biasanya klien dengan sindrom nefrotik dibawa ke rumah sakit karena terjadi
edema anrsaka yang kadang-kadang mencapai 40% daripada berat badan.
(Ngastiyah, 2014:307)
 Riwayat penyakit sekarang
Klien mengalami kenaikan berat badan, wajah tampak sembab, pembengkakan
abdomen, efusi pleura, pembengkakan labia dan skrotum, perubahan urin,dan
rentan terhadap infeksi. (Ekmawati, 2012).
 Riwayat kesehatan terdahulu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.
 Riwayat penyakit sebelumnya
Klien menderita glomerulonephritis primer atau idiopatik merupakan penyebab
Sindrom Nefrotik yang paling sering. (Sudoyo dkk, 2010,:999)
 Riwayat penyakit keluarga
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi matemofetal. Resisten
terhadap semua pengobatan. (Ngastiyah,, 2014:306)
 Riwayat pengobatan
Biasanya klien Sindrom Nefrotik disebabkan karena mengonsumsi obat
antiinflamasi non-steroid atau preparat emas organic. (Sudoyo, 2010,:999)
 
 
 Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
Kesadaran
Tingkat kesadaran biasanya  Composmentis terlihat adanya edema. (Nurarif
dan Kusuma 2015:17)
 Tanda-tanda vital
Tekanan darah normal 120/80 mmHg ,(Nurarif dan Kusuma 2015:17)
Body system
 Sistem pernafasan
Terdapat penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi
pleura. (Suharyanto dan Majid, 2013: 140)
 Sistem perkemihan
Penurunan jumlah urine, urin tampak berbusa, akibat penumpukan tekanan
permukaan akibat proteinuria, hematuria. (Suharyanto dan Majid, 2013: 141).
 Sistem pencernaan
Biasanya terjadi diare akibat edema intestinal (Marcdante etall, 2014:659)
 Sistem endokrin
Sistem endokrin dalam batas normal (Marcdante etall, 2014, hal. 659)
 Sistem kardiovaskuler
Jarang terjadi hipertensi (Suharyanto dan Majid, 2013: 141)
 Sistem integument
Ditemukan pitting edema serta esites. (Marcdante etall, 2014,659)
 Sistem muskuloskletal
Kehilangan massa otot sebesar 10-20% dari massa tubuh (lean body
mass) tidak jarang dijumpai pada SN. (Sudoyo dkk, 2010,:1000)
 Sistem reproduksi
Biasanya terjadi pembengkakan labia dan skrotum (Wati, 2012)
 Sistem persyarafan
Sistem saraf dalam batasan normal. (Suharyanto dan Majid, 2013:141)
 Sistem imunitas
Kekebalan tubuh (C3) normal (Nurarif, 2015:18)
 Sistem pengindraan
Komplikasi pada kulit sering terjadi karena infeksi Streptococcus dan terjadi
sianosis sekitar hidung dan mulut. (Ngastiyah, 2014:310)

2. Diagnosis Keperawatan

Menurut SDKI (2017) diagnose keperawatan sindrom nefrotik yang muncul


antara lain :

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Definisi: Ketidak mampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan nafas


untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten
Batasan Karakteristik :
Mayor:
Batuk tidak efektif, Tidak mampu batuk, Sputum berlebih,
Mengi, wheezing dan/ronchi kering, Mekonium di jalan nafas.
Minor :
Gelisah, Sianosis,unyi nafas menurun, Frekuensi nafas berubah, Pola nafas
berubah.
Kondisi Klinis terkait :
Gulinan Barre Syndrome, sklerosis multiple, myasthenia grafis, prosedur
diagnostic (Mis. Bronkoskopi, Transesophageal Echocardiography
(TEE), Depresi system saraf pusat, Cedera kepala, Stroke, kuadriplegia,
sindrome Aspirasi Mekonium, infeksi saluran nafas.
(SDKI, 2017:18)

Pola napas tidak efektif

Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidal memberikan ventilasi adekuat.
Batasan karakteristik :
Mayor :
Penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekresi memanjang, pola nafas
abnormal(mis, takipnea,bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-strokes).
Minor:
Pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-
posterior meningkat, ventilasi semenit menurun,kapasitas vital menurun,
tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada berubah
Kondisi klinik terkait
Depresi sistem saraf pusat, cedera kepala, trauma toraks, gullian barre
syndrome, multiple scierosis, myasthenia gravis, stroke, kuadriplegia,
intoksikasi alcohol.
(SDKI, 2017:26).

Kelebihan volume cairan

Definisi : peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial dan/atau


intraseluler.
Batasan karakteristik:
Edema anasarka dan edema perifer, berat badan meningkat dalam waktu
singkat, Jubular, fenous tesure, refleks heppatojubular positif, dispense vena
junggularis, terdengar suaara nafas tambahan, hepatomegaly, kadar Hb/Ht turun,
oliguria , intek lebih banyakdari output, kongesti paru
Kondisi klinis terkait
Penyakit ginjal(gagal ginjal akut/kronis, sindrom nefrotik), hipoalbuminemia,
gagal jantung kongestif, kelainan hormone, penyakit hati (sirosis asites kanker
hati), penyakit vena perifer.
(SDKI, 2017:62).
3. Intervensi Keperawatan
 Bersihan Jalan Napas Tidak Efeketif
Tujuan : Membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas
Kriteria Hasil (SLKI) :
Produksi sputum menurun, Mengi menurun, wheezing menurun
Intervensi (SIKI)
Manajemen Jalan Napas
Observasi : Monitor pola napas, monitor sputum
Terapeutik : Lakukan fisioterapi dada, jika perlu, Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi : Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi,
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi : Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
 Pola napas tidak efektif
Tujuan : Meningkatkan inspirasi atau ekspirasi yang memberikan ventilasi
adekuat.
Kriteria Hasil (SLKI) :
Dispnea menurun, kedalaman nafas membaik, ekskusi dada membaik
Intervensi (SIKI)
Manajemen Jalan Napas
Observasi : Monitor pola napas, monitor sputum
Terapeutik : Lakukan fisioterapi dada, jika perlu, Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi : Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi,
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi : Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
 Hipervolemia
Tujuan : Menyeimbangkan volume cairan di ruang intraseluler dan ekstraselular
tubuh
Kriteria hasil (SLKI) :
Edema menurun, tekanan darah membaik, berat badan membaik
Intervensi (SIKI)
Manajemen Hipervolemia
Observasi : Identifikasi penyebab hipervolemia, monitor intake dan output
cairan,
Terapeutik : Batasi asupan cairan dan garam, timbang berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
Edukasi : Ajarkan cara membatasi cairan, ajarkan cara mengukur dan mencatat
asupan dan keluaran cairan
Kolaborasi : Kolaborasi pemberian diuretik, kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretik
Referensi

Kharisma, Y. (2017). Tinjauan Umum Penyakit Sindrom Nefrotik . Tinjauan Umum Penyakit
Sindrom Nefrotik .
Marcdante, & dkk. (2014). ilmu kesehatan anak esensial. singapura: saunders.
Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit. jakarta: EGC.
SDKI. (2017). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. jakarta selatan: Dewan Pengurus
Pusat.
Sudoyo, A. w. (2010). buku ajar ilmu penyakit dalam. jakarta: internapublishing.
Suharyanto, T. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan sistem
Perkemihan. Jakarta: CV. Trans info medika.
Wati, N. E. (2012). Asuhan Keperawatan Pada An.A dengan Gangguan Sistem Nefrologi :
Sindrom Nefrotik di Ruang Mina RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Asuhan Keperawatan
Pada An.A dengan Gangguan Sistem Nefrologi : Sindrom Nefrotik di Ruang Mina RS PKU
Muhammadiyah Surakarta.
Wilkinson, J. (2013:317-322). Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai