Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PSIKOLOGI

SKIZOFRENIA

DISUSUN OLEH :

M. WAHID ICSANNUDIN CHANIAGO ADLAO


20186513021

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN PONTIANAK


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PONTIANAK
2020/2021
VISI DAN MISI

VISI
DIPLOMA IV KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
“Menjadi Institusi Pendidikan Diploma IV Keperawatan Dalam Bidang Keperawatan
Gawat Darurat yang Bermutu dan Mampu Bersaing di Tingkat Regional Tahun 2020”

MISI
DIPLOMA IV KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

1. Meningkatkan program pendidikan Diploma IV Keperawatan yang berbasis


kompetensi dibidang keperawatan gawat darurat
2. Meningkatkan program pendidikan Diploma IV Keperawatan yang berbasis penelitian
di bidang keperawatan gawat darurat
3. Mengembangkan upaya pengabdian masyarakat yang berbasis IPTEK dan teknologi
tepat guna di bidang keperawatan gawat darurat
4. Mengembangkan program pendidikan Diploma IV Keperawatan yang mandiri,
transparan dan akuntabel di bidang keperawatan gawat darurat
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional di bidang gawat darurat
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Psikologi yang berjudul “Skizofrenia” telah disetujui dan disahkan pada :

Hari :
Tanggal :

Disetujui oleh
Dosen Pengampu

Viva Darma Putri, S. Psi, M. Psi, Psikolog


KATA PENGATAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah psikologi yang
berjudul “ Skizofrenia ”.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Pontianak, 19 October 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di seluruh dunia, skizofrenia dikaitkan dengan kecacatan yang cukup besar dan
dapat mempengaruhi kinerja pendidikan dan pekerjaan. Skizofrenia adalah gangguan
mental kronis dan parah yang menyerang 20 juta orang di seluruh dunia (WHO,2019).
WHO (2016), terdapat 21 juta orang terkena skizofrenia. Data Riset Kesehatan Dasar
2018 menunjukan, prevalensi skizofrenia/psikosis di Indonesia sebanyak 6,7 per 1.000
rumah tangga. Artinya dari 1.000 rumah tangga terdapat 6,7 rumah tangga yang
mempunyai anggota rumah tangga (ART) pengidap skizofrenia/psikosis. Penyebaran
prevalensi tertinggi terdapat di Bali dan D.I. Yogyakarta dengan masing-masing 11,1
dan 10,4 per 1.000 rumah tangga yang mempunyai ART mengidap skizofrenia/psikosis
(Depkes RI,2019). Kota Pontianak sendiri menempati urutan ke-8 tertinggi di
kaliamantan barat dengan jumlah penderita skizofrenia sebanyak 6,69 %. Penderita
skizofrenia di Indonesia sebagian besar berada di masyarakat dibandingkan di rumah
sakit (Riskesdas Kalbar,2018).
Dari angka tersebut, dapat dilihat jumlah penderita skizofrenia cukup tinggi.
Khususnya di Bali dan D.I Yogyakarta dengan jumlah skizofrenia yang tertinggi di
Indonesia perlu mempertimbangkan edukasi mengenai peranan dukungan sosial untuk
membantu menekan angka penderita skizofrenia. Begitu pula untuk wilayah
Kalimantan Barat khususnya pontianak untuk mempertimbangkan peranan dukungan
sosial untuk menekan angka penderita skizofrenia.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan skizofrenia


2. Apa penyebab terjadinya skizofrenia
3. Apa tanda dan gejala skizofrenia
4. Bagaimana cara menurunkan tanda dan gejala skizofrenia
C. TUJUAN PENULISAN

1. Menjelaskan tentang skizofrenia


2. Menjelaskan penyebab terjadinya skizofrenia
3. Mengetahui tanda dan gejala skizofrenia
4. Mengetahui cara menurunkan tanda dan gejala skizofrenia
BAB II
LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN SKIZOFRENIA

Skizofrenia adalah penyakit mental serius yang ditandai dengan pikiran yang
tidak koheren atau tidak logis, perilaku dan ucapan aneh, dan delusi atau halusinasi,
seperti mendengar suara. Skizofrenia biasanya dimulai pada masa awal masa dewasa
(APA,2020b).
Secara umum skizofrenia adalah gangguan yang mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk berpikir , merasakan dan berperilaku dengan baik.
Skizofrenia terdapat beberapa tipe menurut Varcarolis and Helter (2010) :

1. Skizofrenia Paranoid : Ditemukan tanda berupa pikiran dipenuhi dengan waham


sistemik, halusinasi pendengaran, ansietas, marah, argumentatif, berpotensi
melakukan perilaku kekerasan.
2. Skizofrenia tak terorganisir : Ditemukan tanda berupa prilaku kaca, kurang
memiliki hubungan, kehilangan asosiasi, bicara tidak teratur, perilaku kacau,
bingung, gangguan kognitif.
3. Skizofrenia Katatonia : Ditemukan tanda berupa gangguan psikomotor, mutisme,
ekolalia, eksporaksia.
4. Skizofrenia tak terinci : Ditemukan tanda berupa waham, halusinasi, tidak koheren,
perilaku tidak terorganisir.
5. Skizofrenia Residual : Ditemukan tanda berupa minimal mengalami satu episode
skizoprenik, emosi tumpul, menarik diri dari realita, keyakinan aneh, pemikiran
tidak logis, kehilangan asosiasi, perilaku esentrik.

D. PENYEBAB SKIZOFRENIA

Penyebab utama dari skizofrenia masih belum dapat dipastikan namun,


berdasarkan beberapa literatur, skizofrenia disebabkan oleh factor genetik dan dapat
diperparah dengan kondisi lingkungan. Menurut Guyton dan Hall pada tahun 2011
sebagai hipotesis dopaminergik, skizofrenia dapat disebabkan oleh hiperaktivitas atau
hipoaktivitas dopaminergik pada area tertentu di otak serta ketidaknormalan reseptor
dopamin (DA). Hiperaktivitas resptor dopamin (DA) pada area mesocaudate berkaitan
dengan munculnya gejala-gejala positif. Sementara hipoaktivitas reseptor dopamin
(DA) pada area korteks prefrontal berkaitan dengan munculnya gejala-gejala negatif
(Guyton and Hall,2011). Kondisi lingkungan yang dapat memperparah skizofrenia
biasanya kondisi psikososial individu. Sebagai seorang individu, kita seharusnya dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang didalamnya terkandung norma dan etika.
Akan tetapi, tidak semua orang dapat menyesuaikannya, sehingga muncul keluhan-
keluhan kejiwaan yang salah satunya adalah skizofrenia. Situasi atau kondisi yang tidak
kondusif dan sifatnya menekan mental bagi individu inilah yang akhirnya menjadi
stressor psikososial (Ariananda,2015).

E. TANDA DAN GEJALA SKIZOFRENIA

Gejala dari skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar (Samsara,
2018). yaitu:
Pertama gejala positif Merupakan perilaku yang tidak dapat terlihat pada orang
yang sehat. Kadar keparahan dari gejala positif biasanya tergantung pada apakah orang
yang mengalami mendapatkan pengobatan. Gejala positif ini termasuk halusinasi,
waham atau delusi, gangguan pikir, dan gangguan gerak. Halusinasi adalah pengalaman
pada panca indra tanpa adanya stimulus dari luar diri. Tipe lain dari halusinasi termasuk
melihat orang atau objek yang sebenarnya tidak ada, mencium aroma yang orang lain
tidak bisa mendeteksi keberadaannya, dan merasakan sesuatu yang tidak dapat
dijelaskan siapa. Waham atau delusi adalah keyakinan yang kuat oleh ODS yang
berbeda dengan nilai-nilai orang lainnya. ODS dapat memiliki waham yang aneh,
seperti yakin bahwa para tetangga dapat mengendalikan perilaku mereka lewat
gelombang magnetik dan semacamnya yang disebut dengan “waham refrensi”.
Terkadang mereka yakin bahwa mereka adalah tokoh yang terkenal dalam sejarah.
Atau mereka juga mungkin memiliki waham paranoid dan yakin bahwa orang lain
mencoba membahayakan mereka. Keyakinan ini disebut dengan “waham kejar”.
Gangguan pikir adalah cara berpikir yang tidak biasa atau tidak berfungsi. Salah satu
bentuknya disebut “pikiran yang tidak beraturan” yang terjadi ketika seseorang
memiliki maslaah dalam mengelola atau menghubungkan secara logis pikirannya.
Bentuk lainnya disebut dengan “hambatan pikiran”, yaitu ketika orang tersebut
berbicara tiba-tiba berhenti di tengah-tengah sebuah pikiran. Gangguan gerak terlihat
sebagai gerakan-gerakan tubuh yang tergugah.
Kedua gejala negatif Gejala ini berkaitan dengan kurangnya kadar emosi dan
perilaku jika dibandingkan dengan orang yang sehat. Gejala ini lebih susah dikenali
sebagai bagian dari gangguan jiwa skizofrenia. Gejala-gejalanya meliputi: gejala yang
datar, berkurangnya merasakan kesenangan pada kehidupan sehari-hari, kesulitan
dalam memulai dan mempertahankan aktivitas, dan wicara yang kurang.
Ketiga gejala daya pikir Pada sejumlah ODS, gejala daya pikirnya sangatlah
sukar untuk dikenali. Seringkali, mereka terdeteksi hanya ketika uji spesifik berkenaan
dengan hal tersebut dilakukan. Gejala daya pikir tersebut termasuk hal-hal berikut:
fungsi eksekutif yang kurang (yaitu kurangnya kemampuan untuk memahami informasi
dan menggunakannya untuk membuat keputusan), masalah dalam konsentrasi, dan
masalah dengan memori kerja (kemampuan dalam menggunakan informasi segera
setelah dipelajari).

F. CARA MENURUNKAN TANDA DAN GEJALA SKIZOFRENIA

Dukungan sosial dapat menjadi sumber pendampingan yang diberikan oleh


orang lain untuk ODS. Dukungan sosial merupakan dukungan yang dapat diterima oleh
individu sehingga membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya
diri dan kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan membuat individu merasa
dicintai, dihargai dan menjadi bagian dari kelompok. Pernyataan tersebut sejalan
dengan pengertian dukungan sosial oleh Cobb (1976) dalam Brugha (1995) bahwa
dukungan sosial didefinisikan sebagai informasi kepada seseorang bahwa dirinya
termasuk dalam komunitas yang koheren secara sosial dan seseorang tersebut dicintai
dan dihargai. Menurut Cohen, Gottlieb, dan Underwood (dalam Tola, 2015) dukungan
sosial merupakan hasil dari interaksi sosial antara individu dengan orang lain atau
lingkungannya yang dapat meningkatkkan kesejahteraan dan meningkatkan ketahanan
individu terhadap masalah kesehatan. Lingkungan yang menerima dan memberi
dukungan yang baik bagi penderita skizofrenia membuatnya merasa aman dan menjadi
bagian dari lingkungan tersebut. Sehingga penderita skizofrenia dapat menikmati hidup
dan merasa sejahtera, sehat, dan dapat hidup mandiri. Perasaan inilah yang kemudian
dapat meningkatkan kualitas hidup penderita skizofrenia (Fiona, 2013).
BAB III
PEMABAHASAN

Gangguan jiwa
skizofrenia/psikosis N Tertimbang
Kabupaten/Kota
95‰ CI
‰ Lower Upper
Sambas 5,45 2,09 14,12 810
Bengkayang 18,68 8,81 39,16 375
Landak 9,89 3,27 29,51 521
Mempawah 16,35 7,83 33,85 364
Sanggau 12,33 5,57 27,08 742
Ketapang 7,29 2,56 20,55 779
Sintang 0,00 0,00 0,00 653
Kapuas Hulu 5,37 2,09 13,75 389
Sekadau 7,64 1.76 32,65 318
Melawi 5,22 1,27 21,20 333
Kayong Utara 6,36 2,01 19,95 154
Kubu Raya 8,06 2,74 23,52 844
Kota Pontianak 6,69 2,53 17,56 970
Kota Singkawang 5,58 1,64 18,76 328
Tabel Prevalensi (permil) Rumah Tangga dengan ART Gangguan Jiwa
skizofrenia/ Psikosis menurut Kabupaten/Kota, Provinsi Kalimantan Barat,
Riskesdas 2018.
Dari data diatas diketahui bahwa Kota Pontianak menduduki peringkat ke-8
tertinggi untuk wilayah Kalimantan Barat barat dengan jumlah penderita skizofrenia
sebanyak 6,69 %. Dari angka tersebut dapat terjadi peningkatan di Kota Pontianak itu
sendiri. Maka dari itu, perlu untuk mempertimbangkan edukasi mengenai peranan
dukungan sosial maupun dukungan keluarga untuk membantu menekan angka
penderita skizofrenia tersebut.
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang dikategorikan sebagai
gangguan jiwa berat. Gangguan skizofrenia biasanya menunjukan simtom-simtom
seperti halusinasi, delusi yang parah, serta pemikiran yang kurang rasional dari manusia
pada umumnya. Skizofrenia menurut setiawan (2018) adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya
perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku sesorang.
Penyebab skizofrenia memang belum dapat dipastikan namun ada beberapa
sumber yang mengatakan penyebab skizofrenia adalah faktor genetik, faktor
lingkungan, dan struktur kimia dalam otak.
Seseorang dapat didiagnosa sebagai skizofrenia apabila seseorang tersebut
menunjukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Dua atau lebih dari gejala berikut; Setiap gejala muncul dengan waktu yang cukup
signifikan dalam kurun waktu periode 1 bulan (atau kurang, jika berhasil
ditangani). Setidaknya salah satu gejala merupakan:
a. Delusi
b. Halusinasi
c. Kemampuan berbicara tidak terorganisir
d. Simpton negatif
2. Untuk periode waktu yang signifikan sejak munculnya onset dari gangguan, level
keberfungsian dari kebanyakan area seperti pekerjaan, relasi interpersonal, self-
care, tercatat lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelum onset.
3. Munculnya gejala yang berkelanjutan dari gangguan, setidaknya selama 6 bulan.
Dalam 6 bulan ini, setidaknya terdapat 1 bulan dimana muncul gejala yang
memenuhi kriteria A, dan dimungkinkan juga munculnya gejala prodromal
maupun residual.
4. Gangguan schizoaffective dan depressive maupun bipolar dengan fitur psychotic
telah dikesampinkan.
5. Gangguan tidak disebabkan karena efek psikologis dari penggunaan obat-obatan
maupun terkait kondisi medis lainnya.
6. Jika ada riwayat onset dari gangguan autism maupun gangguan bicara saat kecil,
maka diagnosa tambahan dari schizophrenia hanya dibuat jika delusi dan halusinasi
menonjol.

Dukungan sosial untuk ODS dapat diperoleh dari lingkungan informal, seperti
keluarga, teman, rekan kerja, atasan dan beberapa lagi dari lingkungan bantuan formal,
seperti pekerja kesehatan, pekerja jasa kemanusiaan (Nurhidayanti, 2014). Keluarga
adalah aspek penting dalam pemulihan ODS. Keluarga sebagai sumber dukungan
dibutuhkan oleh pasien setiap hari untuk menyelesaikan proses penyembuhan mereka.
Keluarga dalam pemulihan ODS (Purba, Simamora, Karota, & Siregar, 2020), yaitu:

1. Pengawasan minum obat


2. Memberikan perawatan yang berkesinambungan dan optimal
3. Memberdayakan orang dengan skizofrenia
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang dikategorikan sebagai


gangguan jiwa berat. Penyebab utama dari skizofrenia masih belum dapat dipastikan
namun berdasarkan beberapa literatur, skizofrenia disebabkan oleh faktor genetik dan
dapat diperparah dengan kondisi lingkungan. Gejala yang ditunjukkan oleh
penderitanya simtom-simtom seperti halusinasi, delusi yang parah, serta pemikiran
yang kurang rasional dari manusia pada umumnya Berdasarkan hal tersebut, penting
untuk mengedukasi masyarakat tentang faktor yang dapat membantu mempengaruhi
kesembuhan dari skizofrenia. Faktor tersebut merupakan peranan dukungan sosial
untuk Orang Dengan Skizofrenia (ODS). Beberapa penelitian dan kegiatan seminar
telah mendukung peranan dukungan sosial dapat membantu meningkatkan taraf
kesembuhan ODS. Dukungan sosial merupakan dukungan yang dapat diterima oleh
individu sehingga membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya
diri dan kompeten. Perasaan inilah yang kemudian dapat meningkatkan kualitas hidup
penderita skizofrenia. Khususnya dukunagn keluarga sebagai sumber dukungan yang
dibutuhkan oleh pasien setiap hari untuk menyelesaikan proses penyembuhan mereka.
DAFTAR PUSTAKA

APA. (2020b). Anxiety. American Psychological Association. Retrieved from


https://www.apa.org/topics/schiz/. Diakses pada 20 Oktober 2020.
Ariananda, R. E. (2015). Stigma Masyarakat terhadap Penderita Skizofrenia
(Doctoral dissertation). Universitas Negeri Semarang.
Brugha, T.S. (1995). Social Support and Psychiatric Disorder: Research
findings and guidelines for clinical practice. New York: Cambridge University Press
from https://psycnet.apa.org/record/2010-10944-035. Diakses pada 20 Oktober 2020.
Depkes RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Republik.
Fiona, K. (2013). Pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup penderita
skizofrenia. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Universitas Airlangga, 2(3), 106-
13.
Guyton and Hall. (2011). Medical Physiology 12th Edition. Philadephi.
Elesevier.ISBN: 9781437726749 from https://www.elsevier.com/books/guyton-and-
hall-textbook-of-medical-physiology/hall/978-0-8089-2400-5. Diakses pada 20 Oktober
2020.
Nurhidayati, N., & Nurdibyanandaru, D. (2014). Hubungan antara Dukungan
Sosial Keluarga dengan Self Esteem pada Penyalahguna Narkoba yang Direhabilitasi.
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 3(03), 52-59.
Purba, J. M., Simamora, R. H., Karota, E., & Siregar, C. T. (2020). Family
support for persons with schizophrenia after physical restraint and confinement from
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1130862120300309?via%3Dihub.
Diakses pada 20 Oktober 2020.
Rikesdas (2018) dalam angka Kalimantan Barat. Jakarta. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Republik.
Samsara, Anta. (2018). Mengenal Skizofrenia: National Institute of Mental
Health (NIMH), Amerika Serikat, Terjemahan oleh Anta Samsara. Jagat Jiwa Publisher
from
https://www.academia.edu/43660217/Versi_Lengkap_PDF_Tunggal_Mengenal_Keseh
atan_Jiwa. Diakses pada 20 Oktober 2020.
Setiawan, Heri. (2018). Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Penyembuhan
Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
(Undergraduate Thesis). Universitas Muhammadiyah Semarang.
Tola, B., & Immanuel, N. L. (2015). Dukungan Sosial dan Kepatuhan Minum
Obat pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan. JPPP-Jurnal Penelitian dan Pengukuran
Psikologi, 4(1), 7-11.
Varcarolis, E. M., & Helter, M. J. (2010). Foundation of Psychiatric Mental
Health Nursing a Clinical Approach (6th ed.). United States of America: Sauders
Elsiver.

Anda mungkin juga menyukai