Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KELUARGA PADA TN.O DENGAN GASTRITIS DI


KP.PAMEUNGPEUK DESA KERSAMENAK TAROGONG KIDUL GARUT

Disusun Oleh

HOSI NASHIHAH BADRI

KHG.D 20022

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes KARSA HUSADA GARUT

2020-2021
LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KELUARGA PADA TN.O DENGAN GASTRITIS DI


KP.PAMEUNGPEUK DESA KERSAMENAK TAROGONG KIDUL GARUT

A. Tinjauan Teori
1. Konsep Keluarga
Keluarga adalah sistem sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
dihubungkan karena hubungan darah, hubungab perkawinan, hubungan adopsi dan
tinggal bersama untuk menciptakan budaya tertentu (Kemenkes RI, 2010).
Menurut Duvall dalam (Harmoko, 2012) konsep keluarga merupakan
sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang
bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum : meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap anggota. Keluarga
merupakan aspek terpenting dalam unit terkecil dalam masyarakat, penerima asuhan,
kesehatan anggota keluarga dan kualitas kehidupan keluarga saling berhubungan,
dan menempati posisi antara individu dan masyarakat (Harmoko.2012).
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui
pertalian darah, adopsi atau perkawinan. (WHO, dalam Harmoko 2012).
Keluarga adalah sekelompok manuasia yang tinggal dalam satu rumah tangga
dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat. (Helvie, dalam Harmoko
2012).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa definisi dari keluarga merupakan sekumpulan
orang yang terikat oleh ikatan perkawinan, darah serta adopsi dan tinggal dalam satu
rumah.

2. Struktur Keluarga
Struktur keluarga oleh Friedman di gambarkan sebagai berikut :
a. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara
jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan hierarki kekuatan. Komunikasi
keluarga bagi pengirim yakin mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta
meminta dan menerima umpan balik. Penerima pesan mendengarkan pesan,
memberikan umpan balik, danvalid.
Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup, adanya
isu atau berita negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu mengulang isu dan
pendapat sendiri. Komunikasi keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi
perasaan tidak jelas, judgemental ekspresi, dan komunikasi tidak sesuai. Penerima
pesan gagal mendengar, diskualifikasi, ofensif (bersifat negatif), terjadi
miskomunikasi, dan kurang atau tidak valid.
1. Karakteristik pemberi pesan :
 Yakin dalam mengemukakan suatupendapat.
 Apa yang disampaikan jelas danberkualitas.
 Selalu menerima dan meminta timbalbalik.
2. Karakteristikpendengar
 Siapmendengarkan
 Memberikan umpan balik
 Melakukan validasi
b. Struktur Peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi
sosial yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal.
Posisi/status adalah posisi individu dalam masyarakat misal status sebagai
istri/suami.
c. Struktur kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol,
memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak (legimate power), ditiru
(referent power), keahlian (exper power), hadiah (reward power), paksa (coercive
power), dan efektif power.
d. Struktur nilai dan norma
1. Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga
dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima
pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan lingkungan
masyarakat sekitar keluarga.
2. Nilai, suatu sistem, sikap, kepercayaan yang secara sadar atau tidak dapat
mempersatukan anggotakeluarga.
3. Norma, pola perilaku yang baik menurut masyarakat
berdasarkan sistem nilai dalamkeluarga.
4. Budaya, kumpulan daripada perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan
ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah. (Friedman, dalam
Harmoko hal 19;2012)
3. Fungsi Keluarga
Menurut Marilyn M. Friedman (2010) fungsi keluarga dibagi menjadi 5 yaitu:
a. Fungsi Afektif
Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan
psikologis anggota keluarga.
b. Fungsi Sosialisasi
Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak sebagai
anggota masyarakat yang produktif serta memberikan status pada anggota
keluarga.
c. Fungsi Reproduksi
Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan untuk
keberlangsungan hidup masyarakat,.
d. Fungsi ekonomi
Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.
e. Fungsi perawatan kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan,pakaian, tempat tinggal,
perawatan kesehatan. (Marilyn M. Friedman, hal 86;2010).

4. Tugas Kesehatan Keluarga


Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat prefentif dan secara
bersama-sama merawat anggota keluarga yang sakit dan keluarga juga melakukan
praktek asuhan keperawatan untuk mencegah terjadinya gangguan, sehingga peran
keluarga sangat penting dalam merawat anggota keluarga yang sakit. Keluarga
merupakan bagian dari manusia yang setiap hari selalu berhubungan dengan kita.
Menurut Friedman dalam Suprapto (2004), mendefinisikan bahwa keluarga
adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan
atau emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan
bagian dari keluarga. Pakar konseling dari Yogyakarta, Sayekti dalam Suprapto
(2004), menulis bahwa keluarga adalah suatu ikatan atas dasar perkawinan antara
orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau
seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya
sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan akan
mempengaruhi tingkat kesehatan keluarga dan individu. Tingkat pengetahuan
keluarga terkait konsep sehat sakit akan mempengaruhi perilaku keluarga dalam
menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Keluarga juga harus mampu melakukan
tugas kesehatan keluarga.
Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut pertama mengenal masalah
kesehatan keluarga yaitu mengetahui sejauh mana keluarga mengetahui fakta-fakta
dari masalah kesehatan, meliputi kurang pengetahuan atau ketidaktahuan fakta
(pengertian), rasa takut akibat masalah yang diketahui. Kedua membuat keputusan
tindakan kesehatan yang tepat yaitu upaya uatama keluarga untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa
diantara anggota keluarga yang mempunyai kemapmuan memutuskan sebuah
tindakan. Ketiga memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit yaitu
sejauhmana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya dan mengetahui tentang sifat
dan perkembangan keperawatan yang dibutuhkan, serta bagaimana sikap keluarga
terhadap yang sakit, sehingga anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah
tidak terjadi.
Tugas kesehatan keluarga keempat memepertahankan suasana rumah yang
sehat yaitu mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga memelihara lingkungan
rumah yang sehat. Oleh karena itu, kondisi rumah haruslah dapat menjadikan
lambang ketenangan, keindahan, dan dapat menunjang derajat kesehatan bagi
anggota. Kelima menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat, apabikla
mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan kesehatan keluarga atau
anggota keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
disekitarnya, keluarganya dapat berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga
keperawatan untuk memecahkan masalah yang dialami anggota keluarganya,
sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit (Harmoko, 2012).
5. Tipe Keluarga

Menurut Frieman (1998) tipe keluarga dari dua tipe yaitu keluarga tradisional dan
keluarga non tradisional.

1. Tipe keluarga tradisional terdiri dari :


a.Nuclear family atau keluarga inti adalah suatu rumah tangga yang terdiri dari
suami, istri dan anak kandung atau anak adopsi.
b. Extended family atau keluarga besar adalah keluarga inti ditambah dengan
keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek, bibi
dan paman.
c.Dyad family adalah keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang tinggal dalam
satu rumah tanpa anak.
d. Single parent family adalah suatu keluarga yang terdiri dari satu orang tua dan
anak (kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau
kematian.
e.Single adult adalah satu rumah tangga yang terdiri dari satu orang dewasa.
f. Keluarga usia lanjut adalah keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah
lanjut usia.

2. Tipe keluarga non tradisional terdiri dari :

a. Keluarga communy yang terdiri dari satu keluarga tanpa pertalian darah, hidup
dalam satu rumah.
b. Orang tua (ayah, ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup
bersama dalam satu rumah tangga.
c. Homo seksual dan lesbian adalah dua individu sejenis yang hidup bersama
dalam satu rumah dan berprilaku layaknya suami istri.

Dari uraian di atas Tn.O termasuk kedalam tipe keluarga tradisional yaitu
Nuclear family atau keluarga inti adalah suatu rumah tangga yang terdiri dari suami,
istri dan anak kandung atau anak adopsi.

2. Pengertian Gastritis

Gastritis merupakan (inflamasi mukosa lambung) sering akibat diet yang

tidak sesuai. Individu ini makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan makan

yang terlalu berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab lain dari

gastritis akut mencakup alkohol, aspirin, refluks empedu, atau terapi radiasi. Bentuk

terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam terlalu alkali kuat, yang

dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi. Pembentukan jaringan


parut dapat terjadi, yang mengakibatkan obstruksi pilorus. Gastritis juga merupakan

tanda pertama dari infeksi sistemik (Burnner dan Suddarth, 2002)

. Anatomi Fisiologi Anatomi

(Sumber : Syaifuddin, 2006)

Gaster merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang

paling banyak terutama didaerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus

uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisum pilorik, terletak dibawah

diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.

Bagian lambung terdiri dari (Syaifuddin, 2006)

a. Fundus ventrikuli

Adalah bagian yang menonjol ke atas terletak di sebelah kiri osteum kardium

dan biasanya penuh berisi gas.

b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium


Adalah suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura minor.

c. Antrum pilorus

Adalah bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal membentuk

spinter pilorus.

d. Kurvatura minor

Terdapat di sebelah kanan lambung terbentang dari osteum kardiak sampai ke

pilorus.

e. Kurvatura mayor

Lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardiokum

melalui fundus ventrikuli menuju kekanan sampai ke pilours inferior.

f. Osteum kardiak

Merupakan tempat dimana esofagus bagian kanan abdomen masuk kelambung.

Susunan lapisan dari dalam keluar, terdiri dari lapisan selaput lendir, apabila

lambung ini dikosongkan, lapisan ini akan berlipat-lipat yang disebut rugae, lapisan

otot melingkar (muskulus aurikularis), lapisan otot miring (muskulus obiliqus),

lapisan otot panjang (muskulus longitudinal) dan lapisan jaringan ikat/serosa

(peritonium).

Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat orang

makan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan terangsang. Rasa

makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan rangsangan

kimiawi yang menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang disebut

sekresi getah lambung. Getah lambung dihalangi oleh sistem saraf simpatis yang

dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut.

Fisiologi

Fungsi lambung menurut Syaifuddin (2006), terdiri dari :


1) Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan olih peristaltik

lambung dan getah lambung.

2) Getah cerna lambung yang dihasilkan :

a) Pepsin

Fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino

(albumin dan pepton).

b) Asam garam (HCL)

Fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptik dan desinfektan dan

membuat suasana asam pada pepsinogen menjadi pepsin.

c) Renin

Fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein

dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).

d) Lapisan lambung

Memecah lemak yang merangsang sekresi getah lambung

2. Etiologi Gastritis

Menurut Brunner & Suddart (2002), gastritis akut merupakan iritasi mukosa

lambung yang sering diakibatkan karena diet yang tidak teratur. Dimana individu

makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu

atau mengandung mikroorganisme penyebab. Adapun penyebab lain yang dijumpai,

yaitu : obat-obatan karena terutama merokok, alkohol, kafein, dan stres baik stres

fisik maupun psikologis.

Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut:

1.  Gastritis Akut


Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut seperti:

a.  Obat-obatan seperti obat anti inflamasi nonsteroid, silfonamide merupakan obat

yang bersifat mengiritasi mukosa lambung.

b.  Minuman beralkohol

c.  Infeksi bakteri seperti H. pylori, H. heilmanii, streptococci

d.  Infeksi virus oleh sitomegalovirus

e.  Infeksi jamur seperti candidiasis, histoplosmosis, phycomycosis

f.  Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, trauma, pembedahan.

g.  Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu dan minuman

dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan salah satu penyebab iritasi mukosa

lambung.

2.  Gastritis Kronik

Penyebab pasti dari gastritis kronik belum diketahui, tapi ada dua predisposisi

penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu infeksi dan non-

infeksi (Wehbi, 2008).

a.  Gastritis infeksi

Beberapa agen infeksi bisa masuk ke mukosa lambung dan memberikan manifestasi

peradangan kronik. Beberapa agen yang diidentifikasi meliputi hal-hal berikut.


1)  H. Pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri itu merupakan penyebab utama

dari gastritis kronik (Anderson, 2007).

2)  Helicobacter heilmanii, Mycobacteriosis, dan Syphilis (Quentin, 2006)

3)  Infeksi parasit (Wehbi, 2008).

4)  Infeksi virus (Wehbi, 2008).

b.  Gastritis non-infeksi

1)  Gastropai akbiat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluks garam empedu kronis

dan kontak dengan OAINS atau aspirin (Mukherjee, 2009).

2)  Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronik yang menyebabkan ureum

terlalu banyak beredar pada mukosa lambung (Wehbi, 2008).

3. Patofisiologi Gastritis

Obat-obatan, alkohol, garam empedu, enzim-enzim pncreas dapat merusak

mukosa lambung (gastritis erosif), menganggu pertahanan mukosa lambung dan

memungkinkan difusi kembali asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini

menimbulkan peradangan. Respon mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab

iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan-gangguan

tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang terus-menerus,

jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan.

Gastritis kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A atau tipe B. Tipe A

(sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal,

yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit

autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung.
Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. Pylori) mempengaruhi antrum dan pilorus

(ujung bawah lambung dekat duodenum). Ini dihubungkan dengan bakteri H. Pylori ;

faktor diet seperti minum panas atau pedas; penggunaan obat- obatan dan alkohol;

merokok; atau refluks isi usus kedalam lambung (Burnner dan Suddarth, 2002).

4. Tanda dan Gejala Gastritis

Pasien dengan gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk gejala

defisiensi vitamin B12. Pasien gastritis tipe B; pasien mengeluh anoreksia (napsu

makan buruk), nyeri ulu hati setelah makan, kembung, rasa asam di mulut, atau mual

dan muntah (Burnner dan Suddarth, 2002).

a. Manifestasi klinis
Gartritis Akut:
a. Nyeri lambung
b. Mual muntah
c. Terjadi perdarahan pada saluran pencernaan
Gastritis Kronik:
a. Nyeri ulu hati
b. Mual muntah
c. Rasa asam di mulut
d. Tidak ada nafsu makan
e. Pusing
f. Lemah

b. Komplikasi

a. Terjadi perdarahan saluran pencernaan bagian atas berupa muntah darah dan
berak darah
b. Syok karena perdarahan
c. Anemia/ kurang darah
5. Pemeriksaan Penunjang

Apabila pasien terdiagnosis terkena Gastritis, biasanya dilanjutkan dengan

pemeriksaan penunjang untuk mengetahui secara jelas penyebabnya.

a. Pemeriksaan Darah

b. Pemeriksaan serum vitamin B 12

c. Pemeriksaan Feses

d. Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas

e. Ronsen Saluran Cerna Bagian Atas

f. Biopsi

6. Penatalaksanaan

Pada gastritis akut dapat diatasi dengan menghindari makanan dan minuman

yang meningkatkan sekresi asam lambung seperti alkohol. Bila pasien mampu makan

melalui mulut, diit mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu

diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaannya adalah

serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran gastrointestinal atas.

bila gastritis yang diakibatkan oleh makanan yang sangat asam, pengobatannya terdiri

dari pencernaan dan penetralisasian agen penyebab seperti antasida. Obat-obatan anti

muntah dapat membantu menghilangkan mual- muntah. Sedangkan pada gastritis

kronik dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat, mengurangi stres

dan memulai farmakologi terapi. Helicobacter pylori diatas dengan antibiotik (seperti

amoksilin), menghindari alkohol dan obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung

Vitamin B 12 dan terapi yang sesuai lainnya diberikan pada anemia pernisiosa

(Brunner and Suddarth, 2002).


Obat-obatan yang biasanya digunakan:

1.  Antasida (Menetralisir asam lambung dan menghilangkan rasa nyeri)

2.  Proton pump inhibitor (Menghentikan produksi asam lambung dan menghambat

infeksi bakteri helicobacter pylori)

3.  Cytoprotective Agent (Melindungi jaringan mukosa lambung dan usus halus)

4.  Obat anti sekretorik (Mampu menekan sekresi asam)

5.  Pankreatin (Membantu pencernaan lemak, karbohidrat, protein dan mengatasi

gangguan sakit pencernaan seperti perut kembung, mual, dan sering mengeluarkan

gas)

6.  Ranitidin (Mengobati tukak lambung)

7.  Simetidin (Mengobati dispepsia)

Selain itu penyakit ini dipercaya memiliki beberapa jenis minuman dan makanan yang

kurang baik untuk dikonsumsi yaitu:

1.  Minuman yang merangsang pengeluaran asam lambung antara lain : kopi, anggur

putih, sari buah sitrus, dan susu, yang mengandung ragi seperti tape roti dan lain lain.

2.  Makanan yang sangat asam atau pedas seperti cuka, cabai, dan merica (makanan

yang merangsang perut dan dapat merusak dinding lambung).

3.  Makanan yang sulit dicerna dan dapat memperlambat pengosongan lambung.

Karena hal ini dapat menyebabkan peningkatan peregangan di lambung yang akhirnya

dapat meningkatkan asam lambung antara lain makanan berlemak, kue tar, coklat, dan

keju.
4.  Makanan yang melemahkan klep kerongkongan bawah sehingga menyebabkan

cairan lambung dapat naik ke kerongkongan seperti alkohol, coklat, makanan tinggi

lemak, dan gorengan.

5.  Makanan dan minuman yang banyak mengandung gas dan juga yang terlalu

banyak serat, antara lain:

a.  Sayur-sayuran tertentu seperti sawi dan kol

b.  Buah-buahan tertentu seperti nangka dan pisang ambon

c.  Makanan berserat tinggi tertentu seperti kedondong dan buah yang dikeringkan
7. Pathofisiologi
B. Tahapan Perkembangan Keluarga TN.O

Menurut friedman (1998), tahap perkembangan keluarga berdasarkan siklus kehidupan


keluarga terbagi atas 8 tahap :

a. Keluarga baru (beginning family), yaitu perkawinan dari sepasang insan yang menandakan
bermulanya keluarga baru. Keluarga pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan, yaitu
membina hubungan dan kepuasan bersama, menetapkan tujuan bersam, membina hubungan
dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial dan merencanakan anak atau KB.
b. Keluarga sedang mengasuh anak (child bearing family), yaitu dimulai dengan kelahiran
anak pertama hingga bayi berusia 30 bulan. Mempunyai tugas perkembangan seperti
persiapan bayi, membagi peran dan tanggungjawab, adaptasi pola hubungan seksual,
pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua.
c. Keluarga dengan usia anak pra sekolah, yaitu kelurga dengan anak pertama yang berumur 30
bulan sampai dengan 6 tahun. Mempunyai tugas perkembangan, yaitu membagi waktu,
pengaturan keuangan, merencanakan kelahiran yang berikutnya dan membagi
tanggungjawab dengan anggota keluarga yang lain.
d. Keluarga dengan anak usia sekolah, yaitu dengan anak pertama berusia 13 tahun. Adapun
tugas perkembangan keluarga ini, yaitu menyediakan aktivitas untuk anak, pengaturan
keuangan, kerjasama dalkam memnyelesaikan masalah, memperhatikan kepuasan anggota
keluarga dan sistem komunikasi keluarga.
e. Keluarga dengan anak remaja, yaitu dengan usia anak pertam 13 tahun sampai dengan 20
tahun. Tugas pekembangan keluarga ini adalah menyediakan fasilitas kebutuhan keluarga
yang berbeda, menyertakan keluarga dalam bertanggungjawab dan mempertahankan filosofi
hidup.
f. Keluarga dengan anak dewasa, yaitu keluarga dengan anak pertama, meninggalkan rumah
dengan tugas perkembangan keluarga, yaitu menata kembali sumber dan fasilitas, penataan
yanggungjawab antar anak, mempertahankan komunikasi terbuka, melepaskan anak dan
mendapatkan menantu.
g. Keluarga usia pertengahan, yaitu dimulai ketika anak terakhir meninggalakan rumah dan
berakhir pada saat pensiun. Adapaun tugas perkembangan, yaitu mempertahankan suasana
yang menyenangkan, bertanggungjawab pada semua tugas rumah tangga, membina
keakraban dengan pasangan, mempertahankan kontak dengan anak dan berpartisipasi dalam
aktivitas sosial.
h. Keluarga usia lanjut, tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dari salah satu
pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal
dunia. Adapun tugas perkembangan keluarga ini, yaitu menghadapi pensiun, saling rawat,
memberi arti hidup, mempertahankan kontak dengan anak, cucu dan masyarakat.

Dari pengkajian Tn.O tahap perkembangan keluarga termasuk kedalam Keluarga dengan
anak remaja, yaitu dengan usia anak pertam 13 tahun sampai dengan 20 tahun. Tugas
pekembangan keluarga ini adalah menyediakan fasilitas kebutuhan keluarga yang berbeda,
menyertakan keluarga dalam bertanggungjawab dan mempertahankan filosofi hidup.

C. Stres dan Koping Keluarga


1. Pengertian Koping Stres

Koping melibatkan upaya untuk mengelola situasi yang membebani, memperluas usaha

untuk memecahkan masalah-masalah hidup, dan berusaha untuk mengatasi dan menguragi stres.

Keberhasilan dalam koping berkaitan dengan sejumlah karakteristik, termasuk penghayatan

mengenai kendali pribadi, emosi positif, dan sumber daya personal (Folkman & Moskowitz,

2004). Meskipun demikian keberhasilan dalam koping juga tergantung pada strategi-strategi

yang digunakan dan konteksnya (John W Santrock, 2007: 299).

Relevan dengan perbedaan individual dalam merespons situasi penuh stres merupakan

konsep koping, yaitu bagaimana orang berupaya mengatasi masalah atau menangani emosi yang

umumnya negatif yang ditimbulkannya. Bahkan di antara mereka yang menilai suatu situasi

sebagai penuh stres, efek stres dapat bervariasi tergantung pada bagaimana individu menghadapi

situasi tersebut (Gerald C.Davison, 2010: 275).

Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Smet, 1994: 143) mengatakan bahwa perilaku
koping merupakan suatu proses dimana individu mencoba mengelola jarak yang ada antara

tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari

lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi yang

penuh dengan stress.

2. Bentuk-bentuk Strategi Koping

Lazarus dan Folkman (Gerald C.Davison, 2010: 276) mengidentifikasikan

dua bentuk strategi koping, yaitu:

a. Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping) mencakup bertindak

secara langsung untuk mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan dengan solusi.

Contohnya adalah menyusun jadwal untuk menyelesaikan berbagai tugas dalam satu semester

sehingga megurangi tekanan pada akhir semester.

b. Koping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping) merujuk pada berbagai

upaya untuk mengurangi berbagai reaksi emosional negatif terhadap stres, contohnya dengan

mengalihkan perhatian dari masalah, melakukan relaksasi, atau mencari rasa nyaman dan orang

lain.

Mengatasi stres yang diarahkan pada masalah yang mendatangkan stres (problem focused

coping) bertujuan untuk mengurangi tuntutan hal, peristiwa, orang, keadaan yang mendatangkan

stres atau memperbesar sumber daya untuk menghadapinya. Metode yang dipergunakan adalah

metode tindakan langsung. Sedangkan pengatasan stres yang diarahkan pada pengendalian

emosi (emotion focused coping) bertujuan untuk menguasai, mengatur, dan mengarahkan

tanggapan emosional terhadap situasi stres. Pengendalian emosi ini dapat dilakukan lewat

perilaku negatif seperti menenggak minuman keras atau obat penenang, atau dengan perilaku

positif seperti olahraga, berpaling pada orang lain untuk meminta bantuan pertolongan. Cara
lain yang dipergunakan dalam penanganan stres lewat pengendalian emosi adalah dengan

mengubah pemahaman terhadap masalah stres yang di hadapi (Bart Smet, 1994: 143- 145).

Dari bentuk-bentuk tingkah laku dalam menghadapi stres tersebut, Taylor

mengembagkan teori koping dari Folkman dan Lazarus (Bart Smet, 1994; 145) menjadi 8

macam indikator srtategi koping yang tergabung dalam kedua strategi diatas, yaitu :

a. Problem focused coping, yang terdiri dari 3 macam yaitu :

1. Konfrontasi: individu berpegang teguh pada pendiriannya dan mempertahankan apa yang

diinginkannya. Mengubah situasi secara agresif dan adanya keberanian mengambil resiko.

2. Mencari dukungan sosial: individu berusaha untuk mendapatkan bantuan dari orang lain.

3. Merencanakan pemecahan permasalahan: individu memikirkan, membuat dan menyusun

rencana pemecahan masalah agar dapat terselesaikan.

b. Emotional focused coping, yang terdiri dari 5 macam yaitu:

1. Kontrol diri: menjaga keseimbangan dan menahan emosi dalam dirinya.

2. Membuat jarak: menjauhkan diri dari teman-teman dan lingkungan sekitar.

3. Penilaian kembali secara positif: dapat menerima masalah yang sedang terjadi dengan

berfikir secara positif dalam mengatasi masalah.

4. Menerima tanggung jawab: menerima tugas dalam keadaan apapun saat menghadapi

masalah dan bisa menanggung segala sesuatunya.

5. Lari atau penghindaran: menjauh dan menghindar dari permasalahan yang dialaminya.

Pembagian koping stres yang dikemukakan oleh Aldwin dan Revenson, dengan

menguraikan dalam dua bagian utama, yaitu koping stres yang berpusat pada pemecahan

masalah dan berpusat pada emosi. koping stres yang berpusat pada masalah (problem focused

coping), yaitu:

1. Kehati-hatian: merencanakan dengan baik sebelum bertindak atau melakukan sesuatu.


2. Tindakan instrumental atau tindakan secara langsung: usaha yang secara langsung

dilakukan untuk memecahkan suatu masalah.

3. Negosiasi: usaha yang memusatkan perhatian pada taktik untuk memecahkan masalah

secara langsung dengan orang lain dengan harapan masalah dapat terselesaikan.

Koping stres yang berpusat pada emosi (emosional focused coping),yaitu:

1. Pelarian diri dari masalah: suatu usaha dari individu untuk meninggalkan masalah dengan

membayangkan hal-hal yang baik.

2. Meringankan beban masalah: usaha untuk mengurangi, merenungkan suatu masalah dan

bertindak seolah tidak terjadi apa-apa.

3. Menyalahkan diri sendiri: suatu tindakan pasif yang berlangsung dalam batin, kemudian baru

pada masalah dihadapinya dengan jalan menganggap bahwa masalah itu terjadi karena

kesalahannya.

4. Mencari arti: usaha untuk menemukan kepercayaan baru atau sesuatu yang penting dari

kehidupan.

3. Macam-macam Koping

a. Koping Psikologis

Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stres psikologis tergantung pada dua

faktor, yaitu:

1. Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor, artinya seberapa berat

ancaman yang dirasakan oleh individu tersebut terhadap stressor yang diterima

2. Keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu, artinya dalam menghadapi

stressor, jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan

menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.

b. Koping psiko-sosial

Adalah reaksi psiko-sosial terhadap adanya stimulus stres yang diterima atau

dihadapi oleh klien. Menurut Struat dan Sundeen mengemukakan bahwa terdapat 2 kategori

koping yang bisa dilakukan untuk mengatasi stres dan kecemasan:

1. Reaksi yang berorientasi pada tugas (task-oriented reaction)

Cara ini digunakan untuk menyelesaikan masalah, konflik dan memenuhi kebutuhan

dasar. Terdapat 3 macam reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu:

a. Perilaku menyerang (fight)

Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka

mempertahankan integritas pribadinya.

b. Perilaku menaraik diri (with drawl)

Merupakan perilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain.

c. Kompromi

Merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan individu untuk menyelesaikan masalah

melalui musyawarah atau negoisasi.

2. Reaksi yang berorientasi pada Ego

Reaksi ini sering digunakan oleh individu dalam menghadapi stres, atau ancaman, dan jika

dilakukan dalam waktu sesaat maka akan dapat mengurangi kecemasan, tetapi jika digunakan

dalam waktu yang lama akan dapat mengakibatkan gangguan orientasi realita, memburuknya

hubungan interpersonal dalam menurunkan produktifitas kerja (Rasmun, 2004: 30-34).

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Koping

Menurut Smet (dalam smet, 1994: 130) perilaku koping dipengaruhi beberapa faktor, antara
lain :

a. Kondisi individu: umur, tahap kehidupan, jenis kelamin, temperamen, pendidikan,

intelegensi, suku, kebudayaan, status ekonomi dan kondisi fisik.

b. Karakteristik kepribadian: introvert-ekstrovert, stabilitas emosi secara umum, kekebalan

dan ketahanan.

c. Sosial-kognitif: dukungan sosial, dukungan yang diterima, integrasi dalam jaringan sosial.

d. Strategi dalam melakukan koping.

3. Bentuk Stres
a. Pengertian Stres

Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Sarafino mendefinisikan stres

sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang

menimbulkan jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari berbagai situasi dengan sumber-

sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang (Smet. 1994: 112). Menurut Ardani

dalam bukunya psikologi klinis bahwa stres adalah keadaan dimana seseorang yang mengalami

ketegangan karena adanya kondisi-kondisi yang mempengaruhi dirinya (Ardani, 2007: 37).

Maramis menyatakan bahwa stres adalah segala masalah atau tuntutan menyesuaikan

diri, yang karena tuntutan itulah individu merasa terganggu keseimbangan hidupnya (Maramis,

1994: 134).

4. Gejala-gejala Stres

Stres yang tidak teratasi menimbulkan gejala badaniah, jiwa dan gejala sosial. Gejala-gejala

tersebut antara lain:

a. Gejala badan: sakit kepala, sakit maag, mudah kaget (berdebar-debar), banyak keluar

keringat dingin, gangguan pola tidur, lesu, letih, kaku leher belakang sampai punggung,

dada rasa panas/nyeri, rasa tersumbat di kerongkongan, gangguan psikoseksual, nafsu


makan menurun, mual muntah, gejala kulit, bermacam-macam gangguan menstruasi,

keputihan, kejang-kejang, pingsan dan sejumlah gejala lain.

b. Gejala Emosional: pelupa, sukar konsentrasi, sukar mengambil keputusan, cemas, was-

was, kuatir, mimpi-mimpi buruk, murung, mudah marah/jengkel, mudah menangis,

pikiran bunuh diri, gelisah, pandangan putus asa, dan sebagainya.

c. Gejala sosial: makin banyak merokok/minuman/makan, sering mengontrol pintu, jendela,

menarik diri dari pergaulan sosial, mudah bertengkar, membunuh dan lainnya (Anaroga,

2005: 110).

Indikator stres dapat dilihat dari dua gejala, yaitu gejala fisik dan gejala mental. Adapun

yang termasuk gejala fisik antara lain: tidak peduli dengan penampilan fisik, menggigit kuku,

berkeringat, mulut kering, mengetukkan atau menggerakkan kaki dengan snewen, wajah tampak

lelah, gangguan pola tidur yang normal, memiliki kecenderungan yang berlebihan pada makanan

dan terlalu sering ke toilet. Sedangkan untuk gejala mentalnya antara lain: kemarahan yang tak

terkendali atau lekas marah/agresivitas, mencemaskan hal-hal kecil, ketidakmampuan dalam

memprioritaskan, berkonsentrasi dan memutuskan apa yang harus dilakukan, suasana hati yang

sulit ditebak atau tingkah laku yang tak wajar, ketakutan atau fobia yang berlebihan, hilangnya

kepercayaan pada diri sendiri, cenderung menjaga jarak, terlalu banyak berbicara atau menjadi

benar-benar tidak komunikatif, ingatan terganggu dan dalam kasus-kasus yang ekstrem benar-

benar kacau (Walia, 2005: 5).

5. Sumber-sumber Stres atau Stresor

Stresor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya

respon stres. Stresosr dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis,

maupun sosial, dan juga muncul pada situasi kerja, di rumah, dalam kehidupan sosial, dan
lingkungan luar lainnya (Wulandari, 2008: 10).

Secara garis besar stresor dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Stresor Mayor

Berupa major life events yang meliputi peristiwa kematian orang yang di sayangi, masuk sekolah

untuk pertama kali, dan perpisahan.

2. Stresor Minor

Biasanya berawal dari stimulus tentang masalah hidup sehari-hari, misalnya ketidaksenangan

emosional terhadap hal-hal tertentu sehingga menyebabkan munculnya stres (Wulandari, 2008:

11).

Ada beberapa sumber stres yang berasal dari lingkungan, diantaranya adalah lingkungan

fisik seperti polusi udara, kebisingan, kesesakan, dan lingkungan kontak sosial yang bervariasi,

serta kompetisi hidup yang tinggi. Seperti yang dikutip oleh Patel bahwa pada Holmes and Rahe

schedule of Recent Life Events telah diteliti berbagai peristiwa kehidupan yang membutuhkan

penyesuaian sosial kembali dan memberinya rating berdasarkan muatan nilai stresnya. Stresor

yang berupa peristiwa- peristiwa perubahan di sekolah (change in school) berada pada peringkat

33 yang dapat menimbulkan stres (Wulandari. 2008: 10).

Holmen dan Rahe merumuskan adanya sumber stres berasal dari:

1. Dalam diri individu

Hal ini berkaitan dengan adanya konflik. Pendorong atau penarik konflik

menghasilkan dua kecenderungan yang berkebalikan, yaitu approach dan avoidance.

Kecenderungan ini menghasilkan tipe dasar konflik, yaitu:

a. Approach-approach Conflict: muncul ketika tertarik terhadap dua tujuan yang sama-sama

baik.
b. Avoidance-avoidance Conflict: muncul ketika dihadapkan pada satu pilihan antara dua

situasi yang tidak menyenangkan.

c. Approach-avoidance Conflict: muncul ketika kita melihat kondisi yang menarik dalam satu

tujuan atau situasi.

2. Dalam keluarga

Dari keluarga ini yang cenderung memungkinkan munculnya stres adalah hadirnya

anggota baru, sakit, dan kematian dalam keluarga.

3. Dalam komunitas dan masyarakat

Kontak dengan orang di luar keluarga menyediakan banyak sumber stres. Misalnya,

pengalaman anak di sekolah dan persaingan (Wulandari, 2008: 13).

Sedangkan menurut Mulyadi beberapa masalah yang bisa menjadi stresor bagi mahasiswa

adalah:

1. Masalah yang berhubungan dengan pendidikan

a. Masalah konsentrasi: banyak mahasiswa mengeluh karena tidak bisa konsentrasi, sehingga

hasil belajar tidak maksimal. Sebab- sebabnya bermacam-macam, dapat dari diri mahasiswa

sendiri atau luar dirinya, seperti perasaan sepi, dorongan ingin pulang, konflik dan

lingkungannya.

b. Masalah yang berhubungan dengan sistem pengajarannya, yaitu kesulitan mengikuti kuliah,

membaca buku sumber berbahasa asing dan lain-lain.

c.Masalah tidak menyukai mata kuliah atau dosen tertentu. Jika mahasiswa tidak menyukai

dosen tertentu atau mata kuliah tertentu, ia cenderung tidak mau mengikuti mata kuliah.

d. Masalah daya tahan dan kelangsungan studi. Ada mahasiswa yang mudah kecewa karena

nilai yang rendah kemudian putus asa dan ingin berhenti kuliah, tidak tahan jauh dari orang
tua, konflik-konflik pribadi dan karena ketegangan sosial.

2. Masalah penyesuaian diri dan hubungan sosial

a.Masalah mencari teman. Ada mahasiswa yang canggung dalam pergaulan dan tidak tahu yang

harus dilakukan, rasa rendah diri dan malu.

b. Penyesuaian diri terhadap kehidupan kampus. Mahasiswa baru biasanya tidak

tahu banyak soal tata cara kehidupan kampus dan mereka memerlukan berbagai informasi dan

bimbingan.

c.Kesulitan menyesuaiakan diri. Baik adat istiadat atau norma-norma lingkungan dimana

mahasiswa tinggal.

d. Konflik dengan teman sekamar, seasrama atau sejurusan. Ini terjadi biasanya

karena berselisih paham atau karena kekecewaan kawan.

3. Masalah yang sifatnya pribadi

a. Masalah konflik dengan pacar atau pacar yang tidak disetujui orang tua.

b. Masalah pertentangan dengan anggota keluarga.

4. Masalah ekonomi
Banyak mahasiswa mengalami kesulitan ekonomi karena kiriman uang terlambat, uang

tidak cukup atau tidak dapat mengatur keuangan.

5. Masalah memilih jurusan, jabatan, dan masa depan

Ada mahasiswa yang salah pilih jurusan dan ingin pindah, ada yang masuk jurusan

tertentu karena keinginan orang tua, ada yang merasa masa depannya tak menentu dan tidak tahu

apa yang diperbuat. Masalah-masalah ini dapat mengakibatkan rasa gelisah, cemas, ketegangan,

konflik dan frustasi, dan jika tidak secepatnya diatasi akan mengganggu kelancaran studi

mahasiswa. Ada mahasiswa yang cepat mengatasi persoalan-persoalan tetapi ada yang berlarut-

larut. Hal yang terakhir ini mengakibatkan energi mahasiswa banyak terbuang dan proses
belajarnya tidak efektif (Mulyadi, 2004: 233-235).

4. Bentuk Stres

Menurut Sarafino stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara

individu dengan lingkungan yang menimbulkan jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari

berbagai situasi dengan sumber- sumber daya system biologis, psikologis dan social seseorang.

Weiten menjelaskan ada empat jenis tingkat stress, yaitu:

1. Perubahan: kondisi yang dijumpai ternyata merupakan kondisi yang tidak semestinya serta

membutuhkan adanya suatu penyesuaian.

2. Tekanan: kondisi dimana terdapat suatu harapan atau tuntutan yang sangat besar terhadap

seseorang untuk melakukan perilaku tertentu.

3. Konflik: kondisi ini muncul ketika dua atau lebih perilaku saling berbenturan, dimana

masing-masing perilaku tersebut butuh untuk diekspresikan atau malah saling

smemberatkan.

4. Frustasi: kondisi dimana seseorang merasa jalan yang akan ditempuh untuk meraih tujuan

dihambat (Wulandari, 2008: 08).

Sedangkan Patel menjelaskan adanya berbagai jenis tingkat stress yang umumnya dialami

manusia meliputi:

1. Too Little stres

Dalam kondisi ini, sesorang belum mengalami tantangan yang berat dalam memenuhi

kebutuhan pribadinya. Seluruh kemampuan belum sampai dimanfaatkan, serta kurangnya

stimulasi mengakibatkan munculnya kebosanan dan kurangnya makna dalam tujuan hidup.

2. Optimum Stres

Seseorang mengalami kehidupan yang seimbang pada situasi “atas” maupun “bawah”
akibat proses menajemen yang baik oleh dirinya. Kepuasan dan perasaan mampu individu

dalam meraih prestasi menyebabkan seseorang mampu menjalani kehidupan dan pekerjaan

sehari-hari tanpa menghadapi masalah yang terlalu banyak atau rasa lelah yang berlebihan.

3. Too Much Stres

Dalam kondisi ini, seseorang merasa telah melakukan pekerjaan yang terlalu banyak

setiap hari. Dia mengalami kelelahan fisik maupun emosional, serta tidak mampu

menyediakan waktu untuk beristirahat atau bermain. Kondisi ini dialami secara terus-

menerus tanpa memperoleh hasil yang diharapkan.

4. Breakdown Stres

Ketika pada tahap too much stress, individu tetap meneruskan usahanya pada kondisi

yang statis. Kondisi akan berkembang menjadi adanya kecenderungan neurotis yang kronis

atau munculnya rasa sakit psikosomatis. Misalnya pada individu yang memiliki perilaku

merokok atau kecanduan minuman keras, konsumsi obat tidur, dan terjadinya kecelakaan kerja.

Ketika individu tetap meneruskan usahanya ketika mengalami kelelahan, ia akan cenderung

mengalami breakdown baik secara fisik maupun psikis (Wulandari, 2008: 09).

Stress dan Koping Keluarga Tn.O


a. Stressor jangka pendek

Perubahan dalam kesehatan TN.O sering merasakan mual dan lambung perih.

b. Stressor jangka panjang

TN.O bingung sakit gastritis muncul klien tidak bias bekerja seperti biasa
dikarnakan TN.O merupakan kepala keluarga yang mencari nafkah buat kehidupan sehari-
hari.

c. Kemampuan Keluarga Berespons terhadap stressor


Terhadap stressor jangka pendek keluarga membeli obat di warung untuk
mengurangi sakit yang di rasa.

d. Strategi Koping yang Digunakan.


Strategi koping yang dilakukan keluarga Tn.O dengan banyak berdoa dan
berkumpul dengan keluarga

e. Strategi Adaptasi Disfungsional


Keluarga menyelesaikan masalahnya dengan baik dan mengatasinya agar tidak

menjadi berlanjut, keluarga selalu terbuka satu sama lain.

D. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul Pada Kasus


Pengertian Asuhan Keperawatan Keluarga Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat
kesehatan masyarakat yang ditujukan pada keluarga sebagai unit atau salah satu kesatuan yang
dirawat dengan sehat sebagai tujuan dan melalui perawatan sebagai sasaran (Friedman, 2010).
Diagnose yang muncul nyaitu yeri berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat

anggota keluarga dengan masalah gastritis.

Fokus Intervensi

a. Nyeri kronik TN. O Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah

gastritis.

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan, akibat kerusakan

jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dengan istilah kerusakan (International

Asociation for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan

sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya lebih

dari enam bulan (NANDA, 2012).

Menurut (NANDA, 2012) Batasan karakteristik Mengungkapkan secara verbal atau


dengan isyarat atau menunjukkan bukti sebagai berikut.
Subjektif : depresi, keletihan, takut kembali cidera

Objektif :perubahan kemampuan untuk meneruskan aktivitas sebelumnya, perubahan pola

tidur, wajah topeng.

Tujuan Umum : setelah dilakukan tindakan 2 x pertemuan, masalah nyeri akut dapat berkurang.

Tujuan Khusus :

Setelah terjadi pertemuan selama 1x30 menit keluarga mampu mengenal penyakit gastritis,

antara lain :

1. Menyebutkan pengertian penyakit gastritis intervensi :

 Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian gastritis dengan menggunakan power

point

 Motivasi keluarga untuk mengulang kembali pengertian gastritis.

 Beri pujian atas jawaban keluarga yang benar

2. Menyebutkan penyebab gastritis

intervensi :

 Diskusikan dengan keluarga tentang penyebab dari gastritis dengan menggunakan

power point dan leaflet.

 Motivasi keluarga untuk mengulang kembali penyebab gastritis

 Beri pujian atas jawaban keluarga yang benar

3. menyebutkan tanda dan gejala

intervensi :

 Diskusikan dengan keluarga tentang gejala dari gastritis dengan menggunakan

lembarbalik dan leaflet.


 Motivasi keluarga untuk mengulang kembali gejala gastritis

 Beri pujian atas jawaban keluarga yang benar

4. Keluarga mampu memutuskan untuk merawat anggota keluarga dengan gastritis, antara lain :

Menyebutkan akibat bila gastritis tidak ditangani intervensi :

 Diskusikan dengan keluarga tentang akibat dari gastritis dengan menggunakan

lembarbalik dan leaflet.

 Motivasi keluarga untuk mengulang kembali akibat gastritis

 Beri pujian atas jawaban keluarga yang benar.

5. Mampu mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga dengan gastritis

Intervensi :

 Memotivasi keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan gastritis.

 Beri pujian atas jawaban keluarga yang benar.

6. Keluarga mampu merawat anggota keluarga dengan gastritis, antara lain :

 Menyebutkan cara merawat anggota keluarga dengan gastritis

 Diskusikan dengan keluarga tentang cara merawat anggota keluarga dengan gastritis

dengan menggunakan leaflet dan power point

 Motivasi keluarga untuk mengulang kembali cara merawat anggota keluarga dengan

gatritis.

 Beri pujian atas jawaban keluarga yang benar

7. Menyebutkan cara mencegah anggota keluarga dengan gastritis

intervensi :

 Diskusikan dengan keluarga tentang cara mencegah anggota keluarga dengan


gastritis dengan menggunakan leaflet dan power point

 Motivasi keluarga untuk mengulang kembali cara mencegah anggota keluarga

dengan gatritis.

 Beri pujian atas jawaban keluarga yang benar

8. Keluarga mampu memodifikasi lingkungan untuk mengatasi masalah gastritis

Intervensi :

 Diskusikan dengan keluarga tentang memodifikasi lingkungan untuk menangani

penyakit gastritis dengan menggunakan leaflet dan power point.

 Motivasi keluarga untuk mengulang kembali cara memodifikasi lingkungan untuk

menangani penyakit gastritis

 Beri pujian atas jawaban keluarga yang benar

9. Keluarga mampu memanfaaatkan fasilitas kesehatan

Menjelaskan masalah kesehatan yang dapat digunakan intervensi :

 Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat

digunakan dengan menggunakan leaflet dan power point

 Evaluasi keluarga untuk mengulangi kembali fasilitas kesehatan yang

dapat dikunjungi.

 Beri pujian atas jawaban keluarga yang benar

10. Menjelaskan manfaat pelayanan kesehatan

intervensi :

 Diskusikan dengan keluarga tentang manfaat mengunjungi fasilitas kesehatan dengan


menggunakan leaflet dan power point

 Evaluasi keluarga untuk mengulangi kembali manfaat mengunjungi fasilitas kesehatan

 Beri pujian dan jawaban keluargayang benar.

DAFTAR PUSTAKA
- Dermawan, 2013. Keterampilan dasar keperawatan (konsep dan prosedur).Gosyen
Publishing. Jogja.
- Friedman, M. (2010). Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktek. Jakarta:EGC
- Friedman, M.M. (1998). Family Nursing : Research, Theory and Practice. (4th Ed.).
Norwalk CT : Alpleton & Lange.
- Harmoko, 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta:EGC
- Heryati., Rumdasih, Y., dan Paath, E. F. (2005). Gizi dalam kesehatan reproduksi.
Jakarta: EGC.
- Khasanah, N. (2012). Waspadai beragam penyakit degeneratif akibat pola makan.
Yogyakarta:
- Laksamana. Maulidiyah U. 2011. Hubungan Antara Stress dan Kebiasaan Makan dengan
Terjadinya Kekambuhan Penyakit Gastritis.
- Muttaqin, A., dan Sari, K. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Selemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai