OLEH
NAMA : ERNA EN SYNTIA DIMA LADO
NIM : PO.530321118916
KELAS : TK 3 PPN
TINJAUAN TEORI
1.3. Etiologi
2. Faktor lingkungan
a. Faktor psikososial: kebiasaan hidup, pekerjaan, stress mental, aktivitas fisik, status sosial
ekonomi, keturunan, kegemukan, dan konsumsi minuman keras
b. Faktor konsumsi garam
c. Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cartison) dan beberapa obat
hormon, termasuk beberapa obat anti radang (anti-inflamasi) secara terus-menerus (sering)
dapat meningkatkan tekanan darah seseorang, merokok dan minum minuman beralkohol
juga termasuk salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi
1.4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pumbuluh darah terletak di pusat
vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jelas saraf simpatis, yang
berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergetar ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini neuron pre-ganglion ke pumbuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pumbuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pumbuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor.
Pasien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi. Pada saat bersamaan dimana
sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsangan emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal
mensekresikan efinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pumbuluh darah.
Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin (Aspiani, 2014).
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan volume intravaskular. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan
terjadinya hipertensi (Aspiani, 2014). Digital Repository Universitas Jember 19 Peningkatan
tekanan darah biasanya tidak teratur serta terjadi peningkatan secara terus menerus.
Hipertensi biasanya dimulai sebagai penyakit yang ringan lalu perlahan berkembang ke
kondisi yang parah atau berbahaya (Williams & Wilkins, 2011) dalam (Mulyadi, 2016).
Gejala yang sering muncul pada hipertensi salah satunya adalah nyeri kepala. Pada nyeri
kepala yang diderita oleh pasien hipertensi disebabkan karena suplai darah ke otak
mengalami penurunan dan peningkatan spasme pembuluh darah (Setyawan & Kusuma,
2014).
Perubahan struktur dalam arteri-arteri kecil dan arteriola menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah. Bila pembuluh darah menyempit maka aliran arteri akan terganggu Price
dan Wilson, 2006 dalam (Setyawan & Kusuma, 2014). Hal tersebut mengakibatkan spasme
pada pembuluh darah (arteri) dan penurunan O2 (oksigen) yang akan berujung pada nyeri
kepala atau distensi dari struktur di kepala atau leher Kowalak, Welsh, dan Mayer, 2012
1.5. Manifestasi klinik
1. Penglihatan kabur karena kerusakan retina
2. Nyeri pada kepala
3. Mual dan muntah akibat meningkatnya tekanan intrakranial
4. Edema dependent
5. Adanya pembengkakan karena meningkatnya tekanan kapiler
(Pudiastuti R D, 2016).
1.6.Penatalaksaanan
2. Pengobatan Farmakologi
Pengobatan farmakologi pada setiap penderita Hipertensi memerlukan
pertimbangan berbagai faktor seperti beratnya Hipertensi, kelainan organ dan faktor
resiko lain. Berdasarkan cara kerjanya, obat Hipertensi terjadi beberapa golongan, yaitu
diuretik yang dapat mengurangi curah jantung, beta bloker, penghambat ACE, antagonis
kalsium yang dapat mencegah vasokonstriksi. Pada beberapa kasus, dua atau tiga obat
Hipertensi dapat diberikan. Pengobatan Hipertensi biasanya dikombinasikan dengan
beberapa obat:
a. Diuretic (Tabel Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)). Merupakan
golongan obat Hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh via urine. Tetapi
karena potassium berkemungkinan terbuang dalam cairan urine, maka pengontrolan
konsumsi potasium harus dilakukan.
b. Beta-blockers (Atenolol (Tenorim), Capoten (Captropil)). Merupakan obat yang
dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui proses memperlambat
kerja jantung dan memperlebar (Vasodilatasi) pembuluh darah.
c. Calcium Channel blockers (Norvasc (amlopidine), Angiotensin Converting Enzyme
(ACE)). Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam pengontrolan darah
tinggi atau Hipertensi melalui proses relaksasi pembuluh darah yang juga
memperlebar pembuluh darah. (Pudiastuti R D, 2016).
Kerusakan vaskuler
pembuluh darah HIPERTENSI Tekanan sistemik darah
Perubahan struktur Perubahan situasi Krisis situasional Metode koping tidak efektif
Spesme arteriole
Vasokonstriksi Sistemik Koroner
pembuluh darah
Diplopia
ginjal
Iskemia miokard
vasokonstriksi
Resti injuri
Blood flow menurun
Nyeri dada
Afterload
Respon RAA meningkat
Rangsangan aldosteron
Fatique
Penurunan curah
jantung
Retensi Na Intoleransi aktivitas
Edema
Tanda :
1) Distres respirasi / penggunaan otot aksesori pernafasan
2) Bunyi nafas tambahan (krekles/mengi)
3) Sianosis
i. Keamanan
Gejala :
1) Gangguan koordinasi atau cara berjalan
2) Episode parestasia unilateral transio
3) Hipotensi postural
2.2 Diangnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut :
1. Penurunan curah jantung b.d kesadaran menurun
2. Nyeri akut b.d nyeri kepala akut
3. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan fisik
4. Defisiensi pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
5. Kesiapan peningkatan menejemen kesehatan
5. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat25
Kolaborasi
6. Kolaborasi
pemberian analgetik
2.4.Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat
yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk
membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria
hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Menurut Surasmi (2013) Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yg menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan,
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Mengakhiri rencana tindakan (klien telah
mencapai tujuan yg ditetapkan
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, A & Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Edisi Revisi jilid 1.
Jogjakarta: Midiaction
Tarwoto dan Wartonah. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.