Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA


DENGAN PASIEN HIPERTENSI
DOSEN PEMBIBING: Dr Florentianus Tat,SKp.,M.Kes

OLEH
Nama :Maria Yasinta Wonga
Nim :PO 5303211231351
Kelas :Profesi Ners

POLTEKKES KEMENKES KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2024
BAB 1

TINJAUAN TEORI

KONSEP DASAR KELUARGA DAN KONSEP HIPERTENSI

I. KONSEP DASAR KELUARGA


A. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan orang yang mempunyai hubungan resmi, seperti ikatan darah,
adopsi, perkawinan atau perwalian, hubungan sosial (hidup bersama) dan adanya
hubungan psikologi (ikatan emosional) (Hanson 2001, dalam Doane & Varcoe, 2005,
dalam Widagdo, 2016).
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan
adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota
keluarga (Duvall dan Logan, 1986 dalam Friedman, 1998 dalam Widagdo, 2016).
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap
dan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI,1988 dalam Widagdo, 2016).
Menurut Sudiharto (2012), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu
atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah unit
terkecil yang berupa dua atau lebih individu yang terdiri dari kepala keluarga serta
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap yang tergabung karena
adanya ikatan berupa hubungan darah, perkawinan atau adopsi untuk saling berbagi
pengalaman dan melakukan pendekatan emosional serta mengidentifikasikan diri
sebagai bagian dari anggota keluarga yang selalu berinteraksi satu sama lain.
B. Tipe keluarga
Berbagai tipe keluarga yang perlu Anda ketahui adalah sebagai berikut (Widagdo,
2016).
1. Tipe keluarga tradisional, terdiri atas beberapa tipe di bawah ini.
a. The Nuclear family (keluarga inti), yaitu keluarga yang terdiri atas suami, istri,
dan anak, baik anak kandung maupun anak angkat.
b. The dyad family (keluarga dyad), suatu rumah tangga yang terdiri atas suami
dan istri tanpa anak. Hal yang perlu Anda ketahui, keluarga ini mungkin belum
mempunyai anak atau tidak mempunyai anak, jadi ketika nanti Anda
melakukan pengkajian data dan ditemukan tipe keluarga ini perlu Anda
klarifikasi lagi datanya.
c. Single parent, yaitu keluarga yang terdiri atas satu orang tua dengan anak
(kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau
kematian.
d. Single adult, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri atas satu orang dewasa.
Tipe ini dapat terjadi pada seorang dewasa yang tidak menikah atau tidak
mempunyai suami.
e. Extended family, keluarga yang terdiri atas keluarga inti ditambah keluarga
lain, seperti paman, bibi, kakek, nenek, dan sebagainya. Tipe keluarga ini
banyak dianut oleh keluarga Indonesia terutama di daerah pedesaan.
f. Middle-aged or elderly couple, orang tua yang tinggal sendiri di rumah (baik
suami/istri atau keduanya), karena anak-anaknya sudah membangun karir
sendiri atau sudah menikah.
g. Kin-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersama atau saling
berdekatan dan menggunakan barang-barang pelayanan, seperti dapur dan
kamar mandi yang sama.
2. Tipe keluarga yang kedua adalah tipe keluarga nontradisional, tipe keluarga ini
tidak lazim ada di Indonesia, terdiri atas beberapa tipe sebagai berikut.
a. Unmarried parent and child family, yaitu keluarga yang terdiri atas orang tua
dan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. Cohabitating couple, orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan
perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
c. Gay and lesbian family, seorang yang mempunyai persamaan jenis kelamin
tinggal dalam satu rumah sebagaimana pasangan suami istri.
d. The nonmarital heterosexual cohabiting family, keluarga yang hidup bersama
berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
e. Foster family, keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut
perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
C. Fungsi keluarga
Menurut Friedman fungsi keluarga ada lima antara lain berikut ini (Widagdo,
2016).
1. Fungsi afektif
Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan psikososial
anggota keluarga. Melalui pemenuhan fungsi ini, maka keluarga akan dapat
mencapai tujuan psikososial yang utama, membentuk sifat kemanusiaan dalam diri
anggota keluarga,stabilisasi kepribadian dan tingkah laku, kemampuan menjalin
secara lebih akrab, dan harga diri.
2. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi dimulai saat lahir dan hanya diakhiri dengan kematian. Sosialisasi
merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, karena individu secara
kontinyu mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap situasi yang terpola
secara sosial yang mereka alami. Sosialisasi merupakan proses perkembangan atau
perubahan yang dialami oleh seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial
dan pembelajaran peran-peran sosial.
3. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya
manusia.
4. Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan
tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan. Perawatan kesehatan dan
praktik-praktik sehat (yang memengaruhi status kesehatan anggota keluarga secara
individual) merupakan bagian yang paling relevan dari fungsi perawatan
kesehatan.
a. Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga.
Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang
dialami anggota keluarga.Keluarga perlu mengetahui dan mengenal fakta-fakta
dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, factor
penyebab yang mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap masalah.
b. Kemampuan keluarga membuat keputusan yang tepat bagi keluarga.
Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai masalah
kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji keadaan keluarga
tersebut agar dapat menfasilitasi keluarga dalam membuat keputusan.
c. Kemampuan keluarga dalam merawat keluarga yang mengalami gangguan
kesehatan.
Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, keluarga
harus mengetahui keadaan penyakitnya; sifat dan perkembangan perawatan
yang dibutuhkan; keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan;
sumber-sumber yang ada dalam keluarga (keuangan atau financial, fasilitas
fisik, psikososial) dan bagaimana sikap keluarga terhadap yang sakit.
d. Kemampuan keluarga dalam mempertahankan atau menciptakan suasana
rumah yang sehat.
Keluarga mampu memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah
yang sehat dan keluarga mengetahui sumber dan manfaat pemeliharaan
lingkungan serta bagaimana upaya pencegahan terhadap penyakit.
e. Kemampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas kesehatan.
Ketika merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga harus
mengetahui keuntungan dan keberadaan fasilitas kesehatan yang dapat
terjangkau oleh keluarga.
D. Tahap perkembangan keluarga
Terdapat delapan tahap perkembangan keluarga (Widagdo, 2016).
1. Keluarga baru menikah atau pemula
Tugas perkembangannya adalah:
a. membangun perkawinan yang saling memuaskan;
b. membina hubungan persaudaraan, teman, dan kelompok sosial;
c. mendiskusikan rencana memiliki anak.
2. Tahap perkembangan keluarga yang kedua adalah keluarga dengan anak baru lahir.
Tugas perkembangannya adalah:
a. membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap mengintegrasikan
bayi yang baru lahir ke dalam keluarga;
b. rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan
anggota keluarga;
c. mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan;
d. memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan
peranperan orang tua dan kakek nenek.
3. Keluarga dengan anak usia pra sekolah
Tugas perkembangannya adalah:
a. memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti rumah, ruang bermain, privasi,
dan keamanan;
b. mensosialisasikan anak;
c. mengintegrasikan anak yang baru, sementara tetap memenuhi kebutuhan anak
yang lain;
d. mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga dan di luar keluarga.
4. Keluarga dengan anak usia sekolah
Tugas perkembangannya adalah:
a. mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan
hubungan dengan teman sebaya yang sehat;
b. mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan;
c. memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.
5. Keluarga dengan anak remaja
Tugas perkembangannya adalah:
a. menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi
dewasa dan semakin mandiri;
b. memfokuskan kembali hubungan perkawinan;
c. berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak-anak.
6. Keluarga melepas anak usia dewasa muda
Tugas perkembangannya adalah:
a. memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang
didapatkan melalui perkawinan anak-anak;
b. melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan
perkawinan;
c. membantu orangtua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami atau istri.
7. Keluarga dengan usia pertengahan
Tugas perkembangannya adalah:
a. menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan;
b. mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arti dengan para orang
tua lansia dan anak-anak;
c. memperkokoh hubungan perkawinan.
8. Keluarga dengan usia lanjut
Tugas perkembangannya adalah:
a. mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan;
b. menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun;
c. mempertahankan hubungan perkawinan;
d. menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan;
e. mempertahankan ikatan keluarga antargenerasi;
f. meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (penelaahan hidup).
1.2 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan
angka kematian (mortalitas). (Triyanto E, 2014)
Tekanan darah tinggi atau Hipertensi berarti tekanan tinggi di dalam arteri-arteri.
Arteri-arteri adalah pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah dari jantung yang
memompa ke seluruh jaringan dan organ-organ tubuh. (Pudiastuti, 2016)
Penyakit darah tinggi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah dan jantung
yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke
jaringan tubuh yang membutuhkannya (Pudiastuti R D, 2016).
1.3. Etiologi
Penyebab hipertensi dibagi 3 yaitu (Pudiastuti R D, 2016):
1. Secara genetis menyebabkan kelainan berupa:
a. Gangguan fungsi barostat renal
b. Sensitifitas terhadap konsumsi garam
c. Abnormalitas transportasi natrium kalium
d. Respon SSP (Sistem Saraf Pusat) terhadap stimulasi psiko-sosial
e. Gangguan metabolisme (glukosa, lipid, dan resistensi insulin)
2. Faktor lingkungan
a. Faktor psikososial: kebiasaan hidup, pekerjaan, stress mental, aktivitas fisik, status sosial
ekonomi, keturunan, kegemukan, dan konsumsi minuman keras
b. Faktor konsumsi garam
c. Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cartison) dan beberapa obat
hormon, termasuk beberapa obat anti radang (anti-inflamasi) secara terus-menerus (sering)
dapat meningkatkan tekanan darah seseorang, merokok dan minum minuman beralkohol
juga termasuk salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi.
3. Adaptasi struktural jantung serta pembuluh darah
a. Pada jantung: terjadi hypertropi dan hyperplasia miosit
b. Pada pembuluh darah: terjadi vaskuler hypertropi
1.4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pumbuluh darah terletak di pusat
vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jelas saraf simpatis, yang
berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergetar ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini neuron pre-ganglion ke pumbuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pumbuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pumbuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor.
Pasien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi. Pada saat bersamaan dimana
sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsangan emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal
mensekresikan epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pumbuluh darah.
Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin (Aspiani, 2014).
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan volume intravaskular. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan
terjadinya hipertensi (Aspiani, 2014). Digital Repository Universitas Jember 19 Peningkatan
tekanan darah biasanya tidak teratur serta terjadi peningkatan secara terus menerus.
Hipertensi biasanya dimulai sebagai penyakit yang ringan lalu perlahan berkembang ke
kondisi yang parah atau berbahaya (Williams & Wilkins, 2011) dalam (Mulyadi, 2016).
Gejala yang sering muncul pada hipertensi salah satunya adalah nyeri kepala. Pada nyeri
kepala yang diderita oleh pasien hipertensi disebabkan karena suplai darah ke otak
mengalami penurunan dan peningkatan spasme pembuluh darah (Setyawan & Kusuma,
2014).
Perubahan struktur dalam arteri-arteri kecil dan arteriola menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah. Bila pembuluh darah menyempit maka aliran arteri akan terganggu Price
dan Wilson, 2006 dalam (Setyawan & Kusuma, 2014). Hal tersebut mengakibatkan spasme
pada pembuluh darah (arteri) dan penurunan O2 (oksigen) yang akan berujung pada nyeri
kepala atau distensi dari struktur di kepala atau leher Kowalak, Welsh, dan Mayer, 2012
1.5. Manifestasi klinis
1. Penglihatan kabur karena kerusakan retina
2. Nyeri pada kepala
3. Mual dan muntah akibat meningkatnya tekanan intrakranial
4. Edema dependent
5. Adanya pembengkakan karena meningkatnya tekanan kapiler.
1.6.Penatalaksaanan
Pengobatan untuk Hipertensi bertujuan mengurangi morbiditas dan mortalitas dan
mengontrol tekanan darah. Dalam pengobatan Hipertensi ada 2 cara yaitu:
1. Pengobatan nonfarmakologik
Pengobatan ini dilakukan dengan cara:
a) Pengurangan berat badan: penderita Hipertensi yang obesitas dianjurkan untuk
menurunkan berat badan, membatasi asupan kalori dan peningkatan pemakaian
kalori dengan latihan fisik yang teratur
b) Menghentikan merokok: merokok tidak berhubungan langsung dengan Hipertensi
tetapi merupakan faktor utama penyakit kardiovaskuler.
c) Menghindari alkohol: alkohol dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan
resistensi terhadap obat anti Hipertensi.
d) Melakukan aktivitas fisik: penderita Hipertensi tanpa komplikasi dapat
meningkatkan aktivitas fisik secara aman.
e) Membatasi asupan garam: kurangi asupan garam sampai kurang dari 100 mmol
perhari atau kurang dari 2,3 gram natrium atau kurang dari 6 gram NaCl.
2. Pengobatan Farmakologi
Pengobatan farmakologi pada setiap penderita Hipertensi memerlukan
pertimbangan berbagai faktor seperti beratnya Hipertensi, kelainan organ dan faktor
resiko lain. Berdasarkan cara kerjanya, obat Hipertensi terjadi beberapa golongan, yaitu
diuretik yang dapat mengurangi curah jantung, beta bloker, penghambat ACE, antagonis
kalsium yang dapat mencegah vasokonstriksi. Pada beberapa kasus, dua atau tiga obat
Hipertensi dapat diberikan. Pengobatan Hipertensi biasanya dikombinasikan dengan
beberapa obat:
a. Diuretic (Tabel Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)). Merupakan
golongan obat Hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh via urine. Tetapi
karena potassium berkemungkinan terbuang dalam cairan urine, maka pengontrolan
konsumsi potasium harus dilakukan.
b. Beta-blockers (Atenolol (Tenorim), Capoten (Captropil)). Merupakan obat yang
dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui proses memperlambat
kerja jantung dan memperlebar (Vasodilatasi) pembuluh darah.
c. Calcium Channel blockers (Norvasc (amlopidine), Angiotensin Converting Enzyme
(ACE)). Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam pengontrolan darah
tinggi atau Hipertensi melalui proses relaksasi pembuluh darah yang juga
memperlebar pembuluh darah. (Pudiastuti R D, 2016).
1.7 Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi juga banyak dungkapkan oleh para ahli, diantaranya WHO
menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I tekanan darah
meningkat tanpa gela-gejala dari gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler. Tingkat II
tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya gejala-gejala
kerusakan atau gangguan dari alat atau organ lain. Tingkat III tekanan darah meningkat
dengan gejala-gejala yang jelas dari kerusakan dan ganggguan faal dari target organ.
Sedangkan JVC VII, klasifikasi hipertensi adalah :
Kategori Tekanan sistolik Tekanan diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi :
Stage I (ringan) 140-159 90-99
Stage II (sedang) 160-179 100-109
Stage III (berat) 180-209 110-120
Berdasarkan penyebab Hipertensi dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
a. Hipertensi Esensial/Hipertensi Primer
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur (jika umur
bertambah maka tekanan darah meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari
pada perempuan), ras (ras kulit hitam lebih banyak dari ras kulit putih).
3. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi
garam yang tinggi (melebihi dari 30 gram), kegemukan atau makan berlebihan,
stress, merokok, minum alkohol, minum obat-obatan (Ephedrine, Prednison,
Epineprin).
b. Hipertensi Sekunder
Jenis hipertensi ini penyebabnya dapat diketahui sebagai berikut:
1. Penyakit ginjal: glomerulonefritis, piyelonefritis, nekrosis tubular akut, tumor
2. Penyakit vaskuler: atreosklerosis, hyperplasia, thrombosis, aneurisma, emboli
kolestrol dan Vaskulitis
3. Kelainan endokrin: diabetes mellitus, hipertiroidisme, hipotiroidisme
4. Penyakit syaraf: stroke, encephalitis, sindrom gulian barre
5. Obat-obatan: kontrasepsi oral, kortikosteroid.(Aspiani, 2014)
1.8 Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan diagnostik pada klien dengan hipertensi meliputi:
b. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
c. Pemeriksaan retina
d. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung.
e. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri.
f. Urinalisasi untuk mengetahui protein dalam urin darah, glukosa
g. Pemeriksaan: renogram, pielogram dan penentuan kadar urin.
h. Foto dada dan CT scan.
PATHWAY
Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin,
merokok, stress, kurang olahraga,
genetik, alkohol, konsentrasi garam, Aliran darah makin cepat
obesitas Beban kerja jantung keseluruh tubuh sedangkan
nutrisi dalam sel sudah
Kerusakan vaskuler mencukupi kebutuhan
pembuluh darah HIPERTENSI Tekanan sistemik darah

Perubahan struktur Perubahan situasi Krisis situasional Metode koping tidak efektif

Penyumbatan Defisit pengetahuan Ketidak efektifan


Informasi yang minim & ansietas
pembuluh darah koping individu
Nyeri kepala Nyeri
Resistensi pembuluh
vasokonstriksi darah otak
Gangguan pola tidur
Gangguan sirkulasi Otak Suplai O2 ke otak menurun
Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak

Ginjal Retina Pembuluh darah

Vasokonstriksi Spesme arteriole Koroner


Sistemik
pembuluh darah Diplopia
ginjal vasokonstriksi Iskemia miokard
Resti injuri
Blood flow menurun Nyeri dada
Afterload
Respon RAA
meningkat
Rangsangan aldosteron
Penurunan curah Fatique
jantung
Retensi Na Intoleransi aktivitas

Edema

Kelebihan Volume cairan


BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN HIPERTENSI
2.1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Nugroho (2016), pengkajian keperawatan yang dapat dilakukan
pada pasien dengan hipertensi sebagai berikut
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
b. Sirkulasi :
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, pennyakit jantung koroner /
katup dan penyakit serebravaskuler
Tanda :
1) Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah
diperlukan untuk diagnosis )
2) Nadi : denyutan jelas dari kerotis, jugularis, radialis
3) Ekstermitas : perubahan warna kulit, suhu dingin
(vasokonstriksi perifer), pengisian kapiler mungkin lambat /
tertunda (vasokostriksi)
4) Kulit pucat, sianosis dan diaforesis (kongesti, hipoksemia),
kemerahan.
c. Integritas ego
Gejala :
1) Riwayar perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
atau marah kronik (dapat mengidentifikasikan kerusakan
serebral)
2) Faktor-faktor stres multiple (hubungan keuangan yang
berkaitan dengan pekerjaan)
Tanda:
1) Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian
tangisan yang meledak
d. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti infeksi/ obstrusk
atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu)
e. Makanan / cairan
Gejala:
1) Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tiggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolestrol (seperti makanan yang
digoreng, keeju telur), gula-gula yang berwarna hitam, kandugan
tinggi kalori.
2) Mual, munntah
3) Peruubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/ manurun)
4) Riwayat penggunan diuretik
Tanda :
1) Berat badan normal atau obesitas
2) Adanya oedema
f. Neurosensori
Gejala :
1) Keluhan pening / pusing
2) Sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan meghilang
secara spontan setelah beberapa jam)
3) Episode kebas, dan atau kelemahan pada satu sisi tubuh
4) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur)
5) Episode epistaksis
g. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala :
1) Angina (penyakit arteri koroner / keterlibatan janttug)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi
arteriosklerosis pada arteri ekstermitas bawah)
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumya
4) Nyeri abdomen atau massa (feokromositoma)
h. Pernafasan
Gejala :
1) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja
2) Takipnea. Ortopnea, dispnea nocturnal paroksimal
3) Batuk dengan atau tanpa spurum
4) Riwayat merokok
Tanda :
1) Distres respirasi / penggunaan otot aksesori pernafasan
2) Bunyi nafas tambahan (krekles/mengi)
3) Sianosis
i. Keamanan
Gejala :
1) Gangguan koordinasi atau cara berjalan
2) Episode parestasia unilateral transio
3) Hipotensi postural
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut :
1. Penurunan curah jantung b.d kesadaran menurun
2. Nyeri akut b.d nyeri kepala akut
3. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan fisik
4. Defisiensi pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
5. Kesiapan peningkatan menejemen kesehatan
2.3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan tahap ketiga dalam proses keperawatan . Intervensi


disusun berdasarkan SLKI dan SIKI (2017).
N Dx Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
O (SLKI) (SIKI)
1. Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
b.d kesadaran menurun keperawatan selama 1x24 Tindakan :
jam, kebutuhan metabolik Observasi
tubuh terpenuhi dengan 1. Monitor frekuensi,
kriteria hasil: irama, kedalaman dan
1. TTV dalam rentang upaya napas
normal 2. Monitor adanya
2. Dapat mentoleransi sumbatan jalan napas
aktivitas, tidak ada
kelelahan Terapeutik
3. Tidak ada edema paru, 3. Auskultasi suara napas
perifer, dan tidak ada
asites Edukasi
4. Tidak ada penurunan 4. Berikan lingkungan
kesadaran tenang dan nyaman

Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian
analgetik

2. Nyeri akut b.d nyeri kepala Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
akut keperawatan selama 1x24 jam Tindakan
pasien dapat mengontrol rasa Observasi
sakit dan tingkat kenyamanan 1. Identifikasi skala,
dengan kriteria hasil: lokasi, karakteristik,
1. Mampu mengontrol durasi, frekuensi,
nyeri kualitas, intensitas nyeri
2. Melaporkan bahwa
nyeri berkurang Terapeutik
3. Mampu mengenali nyeri 2. Berikan teknik non
(skala, intensitas, farmakologis untuk
frekuensi dan tanda mengurangi rasa nyeri
4. nyeri) (terapi musik, terapi
5. Menyatakan rasa pijat, aromaterapi)
nyaman setelah nyeri menghilangkan sakit
berkurang kepala
3. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
Edukasi
4. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri

5. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat25
Kolaborasi
6. Kolaborasi
pemberian analgetik

3 Intoleransi Aktivitas b.d Dalam jangka waktu 1x 24 Terapi Aktivitas


kelemahan fisik jam jam pasien dapat Tindakan
melakukan aktivitas dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi
1. TTV dalam batas kemampuan dalam
normal beraktivitas
2. Berpartisipasi dalam Terapeutik
aktivitas fisik tanpa 2. Sepakati komitmen
disertai peningkatan dan anjurkan teknik
tekanan darah, nadi, dan menyimpan tenaga
RR
3. Mampu melakukan 3. Jadwalkan aktivitas
aktivitas sehari-hari dalam rutinitas
secara mandiri sehari-hari
4. Keseimbangan aktivitas 4. Berikan penguatan
dan istirahat positif atas
partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi
1. Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
2. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan
3. kognitif dalam
menjaga fungsi dan
kesehatan

4 Defisiensi pengetahuan b.d Dalam jangka waktu 1 jam Promosi Kesiapan


kurang terpapar informasi pasien dapat mengetahui Penerimaan Informasi
proses penyakit dan perilaku Tindakan
kesehatan dengan kriteria Observasi
hasil: 1. Identifikasi
1. Pasien dan keluarga pemahaman tentang
menyatakan pemahaman kondisi kesehatan
tentang penyakit, saat ini
kondisi, prognosis, dan Terapeutik
program pengobatan 2. Lakukan penguatan
2. Pasien dan keluarga potensi pasien dan
mampu melaksanakan keluarga untuk
prosedur yang menerima informasi
dijelaskan secara benar Edukasi
3. Pasien dan keluarga 3. Berikan informasi
mampu menjelaskan berupa alur, leaflet
kembli apa yang atau gambar
dijelaskan oleh perawat 4. Anjurkan keluarga
mendampingi pasien
selama fase akut,
progresif atau
terminal jika
memungkinkan

5 Kesiapan peningkatanSetelah dilakukan tindakan Observasi


menejemen kesehatan keperawatan, keluarga Ny A.N 1.Identifikasi masalah
mampu merawat anggota kesehatan individu
keluarga yang sakit dengan 2.Identifikasi inisiatif
hipertensi. individu
Dengan Kriteria: Teraupetik:
1.Melakukan tindakan untuk 1.Faslitasi pemenuhan
megurangi faktor resiko Kebutuhan Kesehatan
Meningkat (5) 2.Fasilitasi kebutuhan
2.Menerapkan program kesehatan mandiri
perawatan (5) 3.Libatkan kolega/teman
3.Aktifitas hidup sehari-hari untuk membimbing
efektif memenuhi tujuan pemenuhan kebutuhan
kesehatan kesehatan
4.Verbalisasi kesulitan dalam
menjalani program perawatan
atau pengobatan menurun (5)

2.4.Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat
yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk
membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria
hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

2.5 Evaluasi Keperawatan

Menurut Surasmi (2013) Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yg menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan,
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Mengakhiri rencana tindakan (klien telah
mencapai tujuan yg ditetapkan
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 2016, Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana


Penyakit Hipertensi, Jakarta: Direktorat pengendalian penyakit tidak menular.
Nurarif, A & Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Edisi Revisi jilid 1.
Jogjakarta: Midiaction
Nugroho, W. (2018). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Riskesdas. (2018). Hasil Riset Keesehatan Dasar. Jakarta : Badan Litbangkes
Tarwoto dan Wartonah. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai