Anda di halaman 1dari 21

A.

Konsep Dasar Keperawatan Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh

hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga

selalu berinteraksi satu sama lain (Harmoko, 2012). Menurut Departemen

Kesehatan RI, 1998 keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat

yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan

tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling

ketergantungan.

Menurut Sutanto (2012) yang dikutip dari Bailon dan Maglaya (1997)

keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bergabung karena

hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga,

saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan

dan mempertahankan suatu budaya.

Menurut WHO (1969) keluarga merupakan anggota rumah tangga yang

saling berhubungan melalui pertalian darah , adopsi atau perkawinan

(Setiadi, 2008). Sedangkan menurut Depkes RI ( 1988) keluarga adalah

inti terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa

orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap

dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2008).

2. Struktur keluarga

1
Menurut Setiadi (2008), Struktur keluarga menggambarkan bagaimana

keluarga melaksanakan fungsinya di masyarakat. Struktur keluarga terdiri

dari bermacam-macam, diantaranya adalah :

a. Patrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam

beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

b. Matrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam beberapa

generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

c. Matrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

d. Patrilokal

Adalah sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

suami

e. Keluarga kawin

Adalah hubungan sepasang suami istri sebagai dasar bagi pembinaan

keluarga dan beberapa sanak saudara menjadi bagian keluaga karena

adanya hubungan dengan suami atau istri.

2
Friedman, Bowden, & Jones (2003) dalam Harmoko (2012) membagi

struktur keluarga menjadi empat elemen, yaitu komunikasi, peran keluarga,

nilai dan norma keluarga, dan kekuatan keluarga.

1. Struktur komunikasi keluarga.

Komunikasi dalam keluarga dapat berupa komunikasi secara emosional,

komunikasi verbal dan non verbal, komunikasi sirkular. Komunikasi

emosional memungkinkan setiap individu dalam keluarga dapat

mengekspresikan perasaan seperti bahagia, sedih, atau marah diantara para

anggota keluarga. Pada komunikasi verbal anggota keluarga dapat

mengungkapkan apa yang diinginkan melalui kata-kata yang diikuti dengan

bahasa non verbal seperti gerakan tubuh. Komunikasi sirkular mencakup

sesuatu yang melingkar dua arah dalam keluarga, misalnya pada saat istri

marah pada suami, maka suami akan mengklarifikasi kepada istri apa yang

membuat istri marah.

2. Struktur peran keluarga.

Peran masing – masing anggaota keluarga baik secara formal maupun

informal, model peran keluarga, konflik dalam pengaturan keluarga.

3. Struktur nilai dan norma keluarga.

Nilai merupakan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal apakah baik atau

bermanfaat bagi dirinya. Norma adalah peran-peran yang dilakukan

manusia, berasal dari nilai budaya terkait. Norma mengarah kepada nilai

yang dianut masyarakat, dimana norma-norma dipelajari sejak kecil. Nilai

merupakan prilaku motivasi diekspresikan melalui perasaan, tindakan dan

3
pengetahuan. Nilai memberikan makna kehidupan dan meningkatkan harga

diri (Susanto, 2012, dikutip dari Delaune, 2002). Nilai merupakan suatu

sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak, mempersatukan

anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga merupakan suatu

pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan.

Norma adalah pola prilaku yang baik menurut masyarakat berdasarkan

sistem nilai dalam keluarga.

4. Struktur kekuatan keluarga

Kekuatan keluarga merupakan kemampuan baik aktual maupun potensial

dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi perilaku orang lain

berubah kearah positif. Tipe struktur kekuatan dalam keluarga antara lain:

hak untuk mengontrol seperti orang tua terhadap anak (legitimate

power/outhority), seseorang yang ditiru (referent power), pendapat, ahli dan

lain-lain (resource or expert power), pengaruh kekuatan karena adanya

harapan yang akan diterima (reward power), pengaruh yang dipaksakan

sesuai keinginannya (coercive power), pengaruh yang dilalui dengan

persuasi (informational power), pengaruh yang diberikan melalui manipulasi

dengan cinta kasih misalnya hubungan seksual (affective power).

3. Fungsi Keluarga

a. Fungsi biologis

Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskan

kelangsungan keturunan, tetapi juga memelihara dan membesarkan

4
anak dengan gizi yang seimbang, memelihara dan merawat

anggota keluarga juga bagian dari fungsi biologis keluarga.

b. Fungsi psikologis

Keluarga menjalankan fungsi psikologisnya antara lain untuk

memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian

diantara anggota keluarga membina pendewasaan kepribadian anggota

keluarga memberikan identitas keluarga.

c. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi tercermin untuk membina sosialisasi pada anak

membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan

perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak. Meneruskan nilai-nilai

budaya

d. Fungsi ekonomi

Keluarga menjalankan fungsi ekonomisnya untuk mencari sumber-

sumber penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan

yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak dan jaminan

hari tua .

e. Fungsi pendidikan

Keluarga menjalankan fungsi pendidikan untuk menyekolahkan anak

dalam rangka untuk memberikan pengetahuan, keterampilan,

membentuk prilaku anak,, mempersiapkan anak untuk kehidupan

dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya

5
4. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan

Menurut Setiadi (2008), Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan

yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi :

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga. Orang tua perlu mengenal

keadaan kesehatan dan perubahan -perubahan yang dialami anggota

keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga

secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua atau keluarga.

b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas

ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan

yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan

siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan

untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang

dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan

dapat dikurangi atau bahkan teratasi.

c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Seringkali

keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi

keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui keluarga

sendiri. Anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

perlu mendapatkan tindak lanjut atau perawatan agar masalah yang

lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi

pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki

kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.

6
Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan

keluarga.

d. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi

keluarga.

e. Mempertahankan hubungan timbal-balik antara keluarga dan lembaga

kesehatan (pemanfaatan kesehatan yang ada).

5. Peran Keluarga

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain

terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem (Kozier,

1995). Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun

dari luar dan bersifat stabil. Kemampuan keluarga dalam memberikan

asuhan kesehatan akan mempengaruhi status kesehatan keluarga.

Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat

dari tugas kesehatan keluarga. Berikut ini tugas keluarga menurut

Friedman (1998), adalah sebagai berikut: mengenal masalah kesehatan;

keluarga mampu mengidentifikasi masalah-masalah dalam keluarga.

Fungsi keluarga membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat,

yaitu keluarga mampu membuat keputusan dan merencanakan

tindakan keperawatan keluarga, dalam melakukan perawatan keluarga

yakni keluarga mampu merawat anggota keluarga sebelum anggota

keluarga membawa anggota keluarga ke tempat pelayanan kesehatan.

Keluarga juga mampu mempertahankan atau menciptakan suasana rumah

7
yang sehat, untuk kelangsungan hidup anggota keluarga, serta tetap

mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas kesehatan

masyarakat. Keluarga akan menggunakan fasilitas kesehatan sesuai

dengan kemampuan keluarga.

6. Kemampuan Keluarga

Perilaku manusia sangat kompleks yang terdiri dari 3 domain yaitu

kognitif, afektif dan psikomotor (Bloom, 1956 dalam Potter dan

Perry, 2005). Ketiga domain tersebut lebih dikenal pengetahuan, sikap

dan praktik. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting karena digunakan untuk menerima informasi baru dan

mengingat informasi tersebut.

Saat keluarga diberikan informasi baru, maka keluarga tersebut akan

membentuk tindakan keluarga yang merujuk pada pikiran rasional,

mempelajari fakta, mengambil keputusan dan mengembangkan pikiran

(Craven, 2006)

7. Stress Dan Koping Keluarga

STIMULUS KOPING ADAPTASI

Gambar : Stimulus – adaptasi ( Roy, 1991 )

8
a. Sumber stressor keluarga (Stimulus)

White (1974, dalam Friedman, 1989) mengidentifikasi tiga strategi untuk

adaptasi individu yang juga dapat digunakan pada keluarga yaitu

mekanisme pertahanan, merupakan cara-cara yang dipelajari, kebiasaan

dan otomatis untuk berespon, taktik untuk menghindari masalah dan

biasanya merupakan perilaku menghindari sehingga cenderung disfungsi,

strategi koping yaitu upaya-upaya pemecahan masalah, biasanya

merupakan strategi adaptasi positif dan penguasaan yaitu merupakan

mode adaptasi yang paling positif sebagai hasil dari penggunaan strategi

koping yang efektif dan sangat berhubungan kompetensi keluarga

b. Koping Keluarga

Koping keluarga menunjuk pada analisa kelompok keluarga (analisa

interaksi). Koping keluarga didefinisikan sebagai respon positif yang

digunakan keluarga dalam menyelesaikan masalah (mengendalikan stress).

Berkembang dan berubah sesuai tuntutan/stressor yang dialami. Sumber

koping keluarga bisa internal yaitu dari anggota keluarga sendiri dan

eksternal yaitu dari luar keluarga.

c. Strategi adaptasi disfungsional

Dapat berupa penyangkalan dan ekploitasi terhadap anggota keluarga

seperti kekerasan terhadap keluarga, kekerasan terhadap pasangan,

penyiksaan anak, penyiksaan usia lanjut, penyiksaan orang tua, proses

9
pengkambinghitaman dan penggunaan ancaman. Penyangkalan masalah

keluarga dengan menggunakan mitos keluarga, triangling (pihak ketiga)

dan pseudomutualitas, pisah/hilangnya anggota keluarga dan

otoritariansme.

8. Tahap-Tahap Kehidupan / Perkembangan Keluarga

Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik,

namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama

(Rodgers cit Friedman, 1999) :

a. Pasangan baru (keluarga baru)

Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan

perempuan membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan

meninggalkan (psikologis) keluarga masing-masing :

1) Membina hubungan intim yang memuaskan

2) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok

sosial

3) Mendiskusikan rencana memiliki anak

b. Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama)

Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan samapi

kelahiran anak pertama dan berlanjut damapi anak pertama berusia

30 bulan :

1) Persiapan menjadi orang tua

10
2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi,

hubungan sexual dan kegiatan keluarga

3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan

c. Keluarga dengan anak pra-sekolah

Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan

berakhir saat anak berusia 5 tahun :

1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan

tempat tinggal, privasi dan rasa aman

2) Membantu anak untuk bersosialisasi

3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan

anak yang lain juga harus terpenuhi

4) Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun

di luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar)

5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap

yang paling repot)

6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga

7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak

d. Keluarga dengan anak sekolah

Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun

dan berakhir pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah

mencapai jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga

sangat sibuk :

11
1) Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah dan lingkungan

2) Mempertahankan keintiman pasangan

3) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin

meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan

anggota keluarga

e. Keluarga dengan anak remaja

Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya

berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak

meninggalkan rumah orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah

melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan

yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa :

1) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab,

mengingat remaja sudah bertambah dewasa dan meningkat

otonominya

2) Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga

3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua.

Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan

4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang

keluarga

f. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)

Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan

berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya

12
tahap ini tergantung dari jumlah anak dalam keluarga, atau jika ada

anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua :

1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar

2) Mempertahankan keintiman pasangan

3) Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki

masa tua

4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat

5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga

g. Keluarga usia pertengahan

Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah

dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal :

1) Mempertahankan kesehatan

2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman

sebaya dan anak-anak

3) Meningkatkan keakraban pasangan

h. Keluarga usia lanjut

Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah

satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal

damapi keduanya meninggal :

1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan

13
2) Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman,

kekuatan fisik dan pendapatan

3) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat

4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat

5) Melakukan life review (merenungkan hidupnya).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


HIPERTENSI

Pengertian
Asuhan keperawatan keluarga menurut Salvicion G. Bail.on dan Aracelis
Maglaya1978.
Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat
yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau kesatuan yang di
rawat dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan sebagai sarana atau
penyalur.
A. Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal.
Seseoarang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih
tinggi dari 140/90 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastol. (Elisabet Corwin, hal
356).
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg
atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman
Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau
lebih. (Barbara Hearrison 1997)

14
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan tekanan sistolik lebih tinggi
dari 140 mmHg menetap atau telkanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg.
Diagnosa dipastikan dengan mengukur rata-rata dua atau lebih pengukuran
tekanan darah pada dua waktu yang terpisah. Patologi utama pada hipertensi
adalah peningkatan tahanan vaskuler perifer pada tingkat arteriol.
B. Etiologi
Hipertensi adalah asimtomatik. Gejala-gejala menandakan kerusakan pada
organ targeet seperti otak, ginjal, mata, dan jantung. Bila tak teratasi,
hipertensi dapat menimbulkan stroke, gagal ginjal, dan kebutaan, dan gagal
jantung kongestif. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2
bagian yaitu :
(Mansjoer Arif,dkk,1999 hal 518)
1. Esensial (primer/idiopatik) etiologi tak diketahui, dapat dipercepat atau
maligna, namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika,
lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin
angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress Sekunder
atau hipertensi renal disebabkan oleh proses penyakit dasar. Dapat
diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal.
2. Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll. Pada
umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan
tekanan perifer.
Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan
d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta
pelabaran pembuluh darah.

15
Faktor-faktor yang mempertinggi resiko terjadinya hipertensi antara lain:
a. Keturunan
b. Usia
c. Berat badan
d. Perokok Pola makan
e. dan gaya hidup Aktivitaas olah raga

C. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor
ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganlia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinephrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai factor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokontriksi.
Individu dengan hipertensi sangat meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.
Medulla adrenal mensekresi epinephrine, yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian di ubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan rtensi Natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

16
peningkatan volume intra vascular. Semua factor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology, perubahan sruktural dan fungsional pada
sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan
daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (Volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah
jantung dan peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).

D. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Hipertensi (JNL, 1997) : The sixt Report of Join National
Committee on Prevention 1997 dikutip oleh Mansjoer Arif, dkk, 1999 hal 519,
dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Sistolik mmHg Diastolik mmHg
a. Normal 130 – 139 85 – 89
b. Perbatasan 140 – 159 90 – 99
c. Hipertensi tingkat I 160 – 179 100 – 109
d. Hipertensi tingkat 2 > 180 < 85
e. Hipertensi tingkat 3 < 130 > 110

D. Manifestasi Klinik
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala
bila demikian, gejala baru ada setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata,
otak atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala,
epistaksis, marah, telinga berdenging, mata berkunang-kunang dan pusing .
(Mansjoer Arif, dkk, 1999).

17
Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya
tidak).Pada tingkat awal sesungguhnya, Hipertensi asimtomatis, mempunyai
gejala :
1. Sakit kepala : pada occipital,, seringkali timbul pada pagi hari.
2. Vertigo dan muka merah.
3. Epistaksis sppontan.
4. Kelelahan
5. Mual dan muntah
6. Sesak nafas
7. Gelisah
8. Penglihatan kabur atau scotomas dengan perubahan retina.
9. Kekerapan nocturnal akibat peningkatan tekanan dan bukan oleh
gangguan ginjal.

F. Penatalaksanaan
Deteksi dan tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko
penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan.
Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik di bawah
140 mmHg dan tekanan diastolic di bawah 90 mmHg dan mengntrol factor
risiko. Hal ini dapat di capai melalui modifikasi gaya hidup saja atau dengan
obat antihipertensi.
1. Terapi tanpa Obat Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a. Penurunan konsumsi garam dari 10 gr/hari menjadi 5 gr/hari

18
b. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c. Penurunan berat badan
d. Penurunan asupan etanol

2. Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah.

a. Olahraga yang dianjurkan seperti lari, jogging, bersepeda, berenang,


dan lain-lain.
b. Lamanya latihan berkisar antara 20-25 menit berada dalam zona
latihan.
c. Intensitas olahraga yang baik antara 60-80% dari kapasitas aerobic
atau 72-80% dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
d. Frekuensi latihan sebaiknya 3 kali/minggu dan lebih baik lagi 5
kali/minggu.

3. Pendidikan kesehatan (penyuluhan)

Tujuan pendidikan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien


tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplkasi lebih lanjut.

4. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan


darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat
hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pilihan obat untuk
penderita hipertensi adalah sebagai berikut :

a. Hipertensi tanpa komplikasi : diuretic, beta blocker.

b. Hipertensi dengan indikasi penyakit tertentu : inhibitor ACE,


penghambat reseptor angiotensin II, alfa blocker, alfa-beta-blocker,
beta blocker, antagonis Ca dan diuretic

c. Indikasi yang sesuai Diabetes Mellitus tipe I dengan proteinuria


diberikan inhibitor ACE.

19
d. Pada penderita dengan gagal jantung diberikan inhibitor ACE dan
diuretic.

e. Hipertensi sistolik terisolasi : diuretic, antagonis Ca dihidropiridin


kerja sama.

f. Penderita dengan infark miokard : beta blocker (non ISA), inhibitor


ACE (dengan disfungsi sistolik).

20
DAFTAR PUSTAKA

Harmoko. (2012 ). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Susanto, T. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Aplikasi Teori Pada Praktik
asuhan keperawatan Keluarga. Jakarta: Trans Info Media.

Suharto, (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan


Transkurtural. Jakarta : EGC

Suprajitno, (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC

Friedman, M. M. (1988). Keperawatan Keluarga:Teori dan Praktek Edisi 3.


Jakarta : EGC.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika.

Setiadi. (2008). Konsep & Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha


Ilmu.

21

Anda mungkin juga menyukai