Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam masyarakat, akan tetapi Mempunyai
pengaruh yang besar bagi bangsa dan negara. Dari keluargalah Akan terlahir generasi penerus
yang akan menentukan nasib bangsa. Apabila Keluarga dapat menjalankan fungsi dengan
baik, maka dimungkinkan tumbuh Generasi yang berkualitas dan dapat diandalkan yang akan
menjadi pilar-pilar Kemajuan bangsa. Diberbagai belahan dunia dengan beragam budaya dan
Sistem sosial, keluarga merupakan unit sosial terpenting dalam bangunan Masyarakat.
Keluarga merupakan warisan umat manusia yang terus Dipertahankan keberadaannya dan
tidak lekang oleh perubahan zaman.Berbagai perubahan oleh faktor perkembangan zaman
tentu saja Memengaruhi corak dan karakteristik keluarga, namun substansi keluarga Tidak
terhapuskan.1

Pernikahan merupakan ikatan dari dua orang yang berbeda jenis Kelamin. Pernikahan
mempunyai upaya untuk menyatukan diri antara laki-laki Dan perempuan dalam sebuah
ikatan dengan membawa sistem keyakinan Masing-masing, berdasarkan latar belakang
budaya serta pengalamannya. Sedangkan dalam agama Kristen pernikahan itu ialah ikatan
lahir batin antara Seorang laki-laki dan perempuan, sebagai suami istri yang didasari akan
Pengiringan kepada Kristus, pernikahan yang berpusat pada Yesus Kristus Adalah Tuhan atas
pernikahan itu.2

Setiap manusia pasti berkeinginan untuk melakukan suatu upacara Pernikahan. Hal
tersebut dikarenakan dengan melakukan upacara pernikahan, Maka bisa membuat manusia
melakukan hubungan seksual didalam kehidupan Sehari-hari menjadi tidak berdosa. Namun,
apabila ada seseorang yang Membina rumah tangga tanpa melaksanakan upacara pernikahan
maka akan Menjadi ejekan masyarakat. Pernikahan disebut juga sebagai lembaga sosial, yang
artinya Pernikahan antara sepasang pria dan wanita mempunyai dampak tertentu dalam
Kehidupan bermasyarakat.

1
Sri Lestari, Psikologi Keluarga, (Jakarta: Kencana,2012) hal. 1
2
Abigael Wohing Ati, Menguji Cinta (Yogyakarta:Tarawang, 1999), 15.
Banyak faktor yang menjadi pendorong adanya pernikahan. Salah satunya adalah faktor
agama. Setiap agama memiliki doktrin dilakukannya pernikahan. Begitu pula dalam agama
Kristen. Dengan melaksanakan pernikahan maka salah satu segi yang digariskan dalam
agama dapat dipenuhi. Sebagai makhluk yang dititahkan di dunia secara berpasang-pasangan,
maka atas dasar kenyataan tersebut, sudah dikodratkan bahwa antara wanita dan pria itu perlu
melaksanakan pernikahan.3

3
Bimo Walgito, Bimbingan dan konseling perkawinan (Yogyakarta: Andi Offset, 2010), 22.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fungsi-fungsi Psikologi Keluarga

1. Fungsi Edukatif

Fungsi edukatif dalam psikologi keluarga yang satu ini mencakup pendidikan anggota
keluarga dan pembinaan oleh anggota keluarga yang lain. Sebab, keluarga merupakan
lingkungan pendidikan sebagai bagian dari pembelajaran pertama dari individu yang ada di
dalamnya. Pendidikan di keluarga ini dimulai sejak dini hingga dewasa.

2. Fungsi Sosialisasi

Selain itu, keluarga juga memiliki fungsi sosialisasi yang maksudnya adalah ruang
memperkenalkan anak pada lingkungan sosial yang lebih besar. Keluarga harus mengajarkan
bagaimana menjadi masyarakat yang baik dan proses interaksi sosial dengan orang di sekitar
dengan cara menyapa, menghormati orang yang lebih tua, sopan santun dan lainnya.

3. Fungsi Perlindungan

Ada juga fungsi perlindungan. Fungsi ini menempatkan keluarga sebagai pelindung anggota
keluarga dari tindakan tak baik dan norma yang menyimpang. Keluarga memiliki peran
melindungi anggotanya dari segala ancaman bahaya maupun kemungkinan buruk lain.

4. Fungsi Afeksi

Fungsi lainnya adalah afeksi. Anda harus ingat bahwa anak sangat peka. Mereka akan
mengamati ekspresi, gaya interaksi, perilaku dan emosi orang tua dalam berkomunikasi
dengan mereka. Rasa cinta, kehangatan, dan lainnya akan mencerminkan bagaimana
pertumbuhan keluarga.

5. Fungsi Religius
Selain itu, ada juga fungsi religius. Fungsi ini menempatkan keluarga sebagai tempat pertama
yang memperkenalkan budaya agama pada anak. Keluarga akan mengajarkan budaya
beragama dan kaidah ajaran yang baik pada anak sebagai umat beragama yang baik.

6. Fungsi Ekonomi

Lalu ada fungsi ekonomi. Sistem ekonomi ini dibutuhkan keluarga untuk memenuhi setiap
kebutuhan anggota keluarganya. Fungsi ini jugalah yang berperan dalam menambah rasa
tanggung jawab, saling mengerti dan solidaritas serta keterkaitan antar keluarga.

7. Fungsi Rekreasi

Selanjutnya ada fungsi rekreasi yang mana ia adalah tempat melepaskan penat anggota
keluarga dari hiruk pikuk aktivitas di luar rumah. Keluarga juga merupakan tempat terbaik
untuk menghilangkan stres dan kebahagiaan bisa diciptakan dengan kondisi rumah yang
penuh dengan kasih sayang.

8. Fungsi Biologis

Keluarga juga memiliki fungsi biologis yang mana ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis setiap anggotanya. Kebutuhan yang dimaksud adalah makan, kelelahan,
kesehatan dan lainnya.

B. Manfaat Psikologi Keluarga

Apa manfaat mempelajari dan mendalami ilmu psikologi keluarga? Cukup banyak manfaat
yang bisa didapatkan dengan ilmu keluarga ini yang diantaranya ialah sebagai berikut:

1. Bekal untuk mengendalikan.


2. Memprediksi dan memahami perilaku anggota keluarga.
3. Mempermudah interaksi dengan anggota keluarga agar lebih memahami.
4. Memahami keinginan atau karakteristik masing-masing anggota keluarga dengan
baik.
5. Memahami pendapat dan perbedaan yang ada sebagai proses memberikan dukungan.
6. Mempengaruhi perilaku atau pola pikir anggota keluarga dengan memberikan sudut
pandang yang lebih positif.

C. Makna dan Fungsi Pernikahan

Pernikahan salah satu bagian dari siklus kehidupan yang dilalui manusia untuk
melanjutkan keturunan. Karena siklus ini diharapkan hanya akan dilalui satu kali dalam satu
masa kehidupan. Sehingga pernikahan menjadi hal yang urgent bagi kita semua untuk
mempelajarinya dan mengatahui makna dan nilainilai yang terkandung di dalamnya. Herning
mengatakan bahwa pernikahan adalah suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan yang
kurang lebih permanen, ditentukan oleh kebudayaan dengan tujuan mendapatkan
kebahagiaan. Keterikatan ini bersifat persahabatan, ditandai oleh perasaan bersatu dan saling
memiliki. Masing-masing individu perlu menyesuaikan diri pada pasangannya dan mengubah
diri agar sesuai. Pernyataan dari Duval dan Miller menyebutkan bahwa pernikahan adalah
suatu hubungan yang diakui secara sosial antara laki-laki dan perempuan yang mengesahkan
hubungan seksual dan adanya kesempatan mendapatkan keturunan terakhir.4 Dalam
perspektif sosiologis pernikahan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan dalam suatu hubungan suami istri yang diberikan kekuatan sanksi
sosial.

Konflik mencerminkan adanya ketidakcocokan (incompatibility), baik ketidakcocokan karena


berlawanan atau karena perbedaan. Sumber konflik dapat berasal dari:

a. adanya ketimpangan alokasi sumber daya ekonomi dan kekuasaan;


b. perbedaan nilai dan identitas;
c. kesalahan persepsi dan komunikasi juga turut berperan dalam proses evolusi
ketidakcocokan hubungan. Oleh karena itu konflik dapat berjalan ke arah yang
positif atau negative bergantung pada ada atau tidaknya proses yang mengarah
pada saling pengertian.

PENGELOLAAN KONFLIK DALAM KELUARGA

4
Wahyu Trihartono, “Makna Pernikahan Pada Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga”, (Malang:
Universitas Brawijaya,tt), 3.
Oleh karena konflik merupakan aspek normative dalam suatu hubungan, maka
keberadaan konflik tidak otomatis berdampak negative terhadap hubungan maupun individu
yang terlibat dalam hubungan. Konflik baru akan berdampak negative bila tidak dikelola
dengan efektif dan akan menjadi gejala atau factor yang menyumbang akibat begatif pada
individu maupun keluarga secara keseluruhan. Menurut Rubin (1994) pengelolaan konflik
sosial dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:

o penguasaan atau domination, ketika salah satu pihak berusaha memaksakan


kehendaknya baik dilakukan secara fisik maupun psikologis;
o penyerahan atau capitulation, ketika salah satu pihak secara sepihak
menyerahkan kemenangan pada pihak lain;
o pengacuhan atau inaction, ketika salah satu pihak tidak melakukan apa-apa
sehingga cenderung membiarkan terjadinya konflik;
o penarikan diri atau withdrawal, ketika salah satu pihak menarik diri dari
keterlibatan dengan konflik;
o tawar-menawar atau negotiation, ketika pihak-pihak yang berkonflik saling
bertukar gagasan, dan melakukan tawar- menawar untuk menghasilkan
kesepakatan yang menguntungkan masing-masing; dan
o campur tangan pihak ketiga atau thirdparty intervention, ketika ada pihak yang
tidak terlibat dalam konflik, menjadi penengah untuk menghasilkan
persetujuan pada pihak-pihak yang berkonflik.

Konflik orang tua-anak, selain berupa konflik dalam meregulasi (memunculkan) perilaku
dapat pula terjadi dalam ranah yang lebih subtil (dalam dan tersembunyi), yaitu terjadinya
konflik nilai. Dalam menghadapi situasi konflik nilai antara orang tua-anak, Natrajan (2005)
mengajukan ada empat tahapan dalam penyelesaian, yaitu:

 Menentukan nilai yan ber-konflik, misalnya apa yang dianggap penting bagi orang tua
dan apa yang dianggap penting bagi anak.
 Mencoba melakukan kompromi, misalnya masing-masing nilai dipertahankan tetapi
dikurangi kadarnya.
 Mempertimbangkan lagi nilai apa yang paling penting.
 Mencari alternative lain untuk tetap terpenuhinya masing-masing nilai.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Keluarga merupakan lingkungan yang paling awal ditemui oleh seorang anak remaja,
sebelum remaja memasuki lingkungan sekolah dan masyarakat. Di dalam lingkungan
keluarga pula pertama kali terjadinya interaksi dan sosialisasi dengan orang tua dan anggota
keluarga. Dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja, orang tua sangat menentukan
dalam pembentukan akhlak remaja. Baik buruk akhlak remaja salah satunya disebabkan oleh
kepemimpinan keluarga dalam membina dan mendidik di rumah sehingga terbentuknya
akhlak yang diharapkan, baik di sekolah maupun di masyarakat nantinya.
DAFTAR PUSTAKA

Lestari Sri. Psikologi Keluarga. (Jakarta: Kencana,2012)


Ati Abigael Wohing. Menguji Cinta. (Yogyakarta:Tarawang, 1999)
Walgito Bimo. Bimbingan dan konseling perkawinan (Yogyakarta: Andi Offset, 2010)
Trihartono Wahyu. “Makna Pernikahan Pada Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah
Tangga”, (Malang: Universitas Brawijaya,tt)

Anda mungkin juga menyukai