Anda di halaman 1dari 13

PANDANGAN DAN NILAI MASYARAKAT TERHADAP INDIVIDU, KELUARGA DAN

MASYARAKAT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia pada dasarnya adalah mahluk yang hidup dalam kelompok dan mempunyai organisme yang
terbatas di bandingkan dengan mahluk lain ciptaan Tuhan. Dalam kehidupannya sejak lahir manusia
itu telah mengenal dan berhubungan dengan Naluri manusia untuk selalu hidup dan berhubungan
dengan orang lain disebut “Gregariousness” dan oleh karena itu manusia disebut mahluk sosial.
Dengan adanya naluri ini, manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kehidupannya
dan memberi makna kepada kehidupannya, sehingga timbul apa yang kita kenal sebagai kebudayaan
yaitu sistem terintegrasi dari perilaku manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Dengan demikian manusia dikenal sebagai mahluk yang berbudaya karena berfungsi sebagai
pembentuk kebudayaan, sekaligus dapat berperan karena didorong oleh hasrat atau keinginan yang
ada dalam diri manusia. Manusia itu merupakan mahluk yang hidup bergaul, berinteraksi.
Perkembangan dari kondisi ini menimbulkan kesatuan-kesatuan manusia, kelompok-kelompok sosial
yang berupa keluarga, dan masyarakat. Maka terjadilah suatu sistem yang dikenal sebagai sistem
kemasyarakatan atau organisasi sosial yang mengatur kehidupan mereka, dan adanya pandangan
beserta norma yang ada di lingkungannya, misalnya di Indonesia yang menjunjung tinggi prilaku
sopan santun, dan beretika dalam bersosialisasi dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep individu dan keluarga?
2. Bagaimana Konsep Masyarakat dan Kebudayaan?
3. Bagaimana konsep keluaraga dalam masyarakat?
4. Apa saja Tugas kesehatan keluarga?
5. Apa saja bentuk-bentuk keluaraga?
6. Bagaimana peran keluarga yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai
kedudukannya dalam suatu sistem?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep individu dan keluarga.
2. Untuk mengetahui konsep masyarakat dan kebudayaan.
3. Untuk mengetahui konsep keluaraga dalam masyarakat.
4. Untuk mengetahui apa saja tugas kesehatan keluarga.
5. Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk keluaraga.
6. Untuk mengetahui peran keluarga yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai
kedudukannya dalam suatu sistem.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Individu dan Keluarga
Dalam ilmu sosial, individu merupakan bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat
dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Keluarga sebagai kelompok sosial yang terkecil yang
terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Ayah merupakan individu yang sudah tidak dapat dibagi lagi,
demikian pula ibu. Anak masih dapat dibagi, sebab dalam suatu keluarga jumlah anak dapat lebih dari
satu. Individu sebagai manusia perseorangan pada dasarnya dibentuk oleh tiga aspek, yaitu aspek
organ jasmaniah, psikis rohaniah, dan sosial.
Dalam perkembangannya menjadi manusia sebagaimana kita ketahui bersama, individu tersebut
menjalani sejumlah bentuk sosialisasi. Sosialisasi tersebut membantu individu mengembangkan
ketiga aspek tersebut. Salah satu bentuk sosialisasi adalah pola pengasuhan anak di dalam keluarga,
sebab salah satu fungsi keluarga adalah sebagai media transmisi nilai, norma, dan simbol yang di anut
masyarakat kepada anggotanya yang baru. Di masyarakat terdapat berbagai bentuk keluarga yang
dalam proses pengorganisasiannya mempunyai latar belakang, maksud, dan tujuannya sendiri. Pranata
keluarga ini bukan merupakan fenomena yang tetap, melainkan sebuah fenomena yang berubah,
karena di dalam pranata keluarga terjadi sejumlah krisis. Krisis tersebut oleh sebagian kalangan
dikhawatirkan akan meruntuhkan pranata keluarga. Akan tetapi, bagi kalangan yang lain, apa pun
krisis yang terjadi, pranata keluarga ini akan tetap survive.

B. Konsep Masyarakat dan Kebudayaan


Masyarakat adalah sekumpulan individu yang mengadakan kesepakatan bersama untuk secara
bersama-sama mengelola kehidupan. Terdapat berbagai alasan mengapa individu-individu tersebut
mengadakan kesepakatan untuk membentuk kehidupan bersama. Alasan tersebut meliputi alasan
biologis, psikologis, dan sosial. Pembentuk kehidupan bersama itu sendiri terjadi melalui beberapa
tahapan, yaitu interaksi, adaptasi, pengorganisasian tingkah laku, dan terbentuknya perasaan
kelompok. Setelah melewati tahapan tersebut, terbentuk apa yang dinamakan masyarakat yang
bentuknya, antara lain masyarakat pemburu dan peramu, peternak, holtikultura, petani, industri, dan
lain sebagainya. Di dalam tubuh masyarakat itu sendiri terdapat unsur-unsur persekutuan sosial,
pengendalian sosial, media sosial, dan ukuran sosial. Pengendalian sosial di dalam masyarakat
dilakukan melalui beberapa cara yang pada dasarnya bertujuan mengontrol tingkah laku warga
masyarakat agar tidak menyeleweng dari apa yang telah disepakati bersama. Walaupun demikian,
tidak berarti bahwa apa yang telah disepakati bersama tersebut tidak pernah berubah. Elemen-elemen
di dalam tubuh masyarakat selalu berubah yang cakupannya dapat bersifat mikro maupun makro. Apa
yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah kebudayaan, yang antara lain diartikan
sebagai pola-pola kehidupan di dalam komunitas. Kebudayaan disini dimengerti sebagai fenomena
yang dapat diamati yang wujud kebudayaannya adalah sebagai suatu sistem sosial yang terdiri atas
serangkaian tindakan yang berpola yang bertujuan memenuhi keperluan hidup. Serangkaian tindakan
berpola atau kebudayaan dimiliki individu melalui proses belajar yang terdiri atas proses internalisasi,
sosialisasi, dan enkulturasi.

C. Konsep Keluarga sebagai Masyarakat


Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga sesuai dengan perkembangan sosial
masyarakat, berikut ini pengertian keluarga menurut beberapa ahli :
1. Bergess (1962), yang dimaksud keluarga adalah kelompok orang yang mempunyai ikatan
perkawinan, keturunan/ hubungan sedarah atau hasil adopsi ; anggotanya tinggal bersama dalam satu
rumah, anggota berinteraksi dan berkomunikasi dalam peran sosial, dan mempunyai kebiasaan/
kebudayaan yang berasal dari masyarakat, tetapi mempunyai keunikan tersendiri.
2. WHO (1969), keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui
pertalian darah, adopsi, dan perkawinan.
3. Helvie (1981), keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam satu rumah tangga
dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat.
4. Duvall dan Logan (1986), keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,
kelahiran, dan adopsi yang bertujuan menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.
5. Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya (1989), keluarga adalah dua atau lebih dari dua
individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, dan
mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-
masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
6. Departemen Kesehatan R.I. (1998), keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga, sebagai berikut:
1. Fungsi Biologis
Fungsi biologis, yaitu ntuk meneruskan keturuanan, memelihara dan membesarkan anak, memenuhi
kebutuhan gizi keluarga, memelihara dan merawat anggota keluarga.
2. Fungsi Psikologis
Fungsi psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi keluarga, memberi perhatian di
antara keluarga, memberi kedewasaan kepribadian anggota keluarga, dan memberi identitas keluarga.
3. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi, yaitu membina sosialisasi pada anak, membentuk norma tingkah laku sesuai
dengan tingkat perkembangan masing-masing, dan meneruskan nilai-nilai budaya.
4. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi, yaitu mencari sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung
untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan datang (pendidikan, jaminan hari tua).
5. Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan, yaitu menyekolahkan anak untuk memberi pengetahuan, keterampilan, dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak
untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa, dan
mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Dalam sebuah keluarga ada beberapa tugas dasar yang mencakup delapan tugas pokok sebagai berikut
:
1. Bertanggung jawab dalam pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2. Memelihara sumber daya yang ada dalam keluarga.
3. Melaksanakan pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya
masing-masing.
4. Melakukan sosialisasi antar-anggota keluarga.
5. Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7. Penempatan anggota keluarga dalam masyarakat anggota keluarga.yang lebih luas.
8. Membangkitkan dorongan dan semangat para

Friedman (1988) mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga, yaitu fungsi afektif, fungsi
sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi perawatan keluarga.

1. Fungsi Afektif (the affective function).


Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis kekuatan dari
keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif
tampak melalui keluarga yang gembira dan bahagia. Anggota keluarga mengembangkan gambara diri
yang positif, perasaan dimiliki, perasaan yang berarti dan merupakan sumber kasih
sayang, reinforcement dukungan yang semuanya dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan
hubungan dalam keluarga. Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan kebahagian
keluarga. Sering perceraian, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul karena fungsi afektif tidak
terpenuhi.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk fungsi afektif adalah:

a. Memelihara Saling Asuh (mutual nurturance).


Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar anggota. Setiap
anggota yang mendapat kasih sayang dan dukungan dari anggota yang lain maka kemampuannya
untuk memberi akan meningkat sehingga tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung
(Friedman, 1986). Hubungan intim dalam keluarga merupakan modal dasar dalam membina
hubungan dengan orang lain di luar keluarga. Sebuah prasyarat untuk mencapai saling asuh adalah
komitmen dasar dari masing-masing pasangan dan hubungan perkawinan yang secara emosional
memuaskan dan terpelihara.
Brown (1989) memandang mutual nurturance sebagai suatu fenomena spiral. Karena setiap anggota
menerima kasih sayang dan perhatian dari anggota lain dalam keluarga, kapastitasnya untuk memberi
kepada anggota lain meningkat, dengan hasil adanya saling mendukung dan kehangatan emosional.
Konsep kunci disini adalah mutualitas dan reproksitas.

b. Keseimbangan Saling Menghargai.


Pendekatan yang cukup baik untuk menjadi orang tua di istilahkan dengan keseimbangan saling
menghargai (Colley, 1978). Saling menghargai dengan mempertahankan iklim yang positif yang tiap
anggota diakui dan dihargai keberadaan dan haknya baik orang tua maupun anak, sehingga fungsi
afektif akan dicapai. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah keluarga harus memelihara suasana
ketika harga diri dan hak-hak dari kedua orang tua dan anak sangat dijunjung tinggi. Keseimbangan
saling menghormati dapat dicapai apabila setiap anggota keluarga menghormati hak, kebutuhan dan
tanggung jawab anggota keluarga yang lain (Colley, 1978).
Memelihara keseimbangan antara hak-hak individu dalam keluarga berarti menciptakan suasana yang
orang tua maupun anak-anak tidak diharapkan memenuhi tingkah laku dari yang lain. Orang tua perlu
menyediakan struktur yang memadai dan panduan yang konsisten sehingga batas-batas dapat dibuat
dan dipahami. Namun, perlu dibentuk fleksibilitas dalam sistem keluarga agar memberi ruang gerak
bagi kebebasan untuk berkembang menjadi individu (Tunner, 1970).

c. Pertalian dan Identifikasi.


Kekuatan yang besar dibalik persepsi dan kepuasan dari kebutuhan individu dalam keluarga adalah
pertalian (bonding) atau kasih sayang (attachment) digunakan secara bergantian. Kasih sayang adalah
ikatan emosional yang relatif unik dan abadi antara dua orang tertentu (Wright dan Leahey, 1984).
Ikatan dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru dan kemudian dikembangkan dengan
kesesuaian pada berbagai aspek kehidupan, keinginan yang tidak dapat dicapai sendiri, misalnya
mempunyai anak. Kasih sayang antara ibu dan bayi yang baru lahir sangat penting, karena interaksi
orang tua bayi yang baru lahir sangat penting, karena interaksi orang tua bayi yang dini
mempengaruhi sifat dan kualitas hubungan kasih sayang selanjutnya, dan hubungan ini memengaruhi
perkembangan psikososial dan kognitif anak (Ainsworth, 1966). Hubungan dikembangkan dengan
hubungan orang tua dan anak, antara anak-anak melalui proses identifikasi. Identifikasi merupakan
unsur penting dalam pertalian, dan juga inti dari hubungan keluarga. Turner (1970) menjelaskan
bahwa dalam definisi yang sangat sederhana, identifikasi adalah suatu sikap ketika seseorang
mengalami apa yang terjadi dengan orang lain seolah-olah hal ini terjadi pada dirinya. Proses
identifikasi adalah inti ikatan kasih sayang. Oleh karena itu, perlu diciptakan proses identifikasi yang
positif karena anak meniru perilaku orang tua melalui hubungan interaksi mereka.

d. Keterpisahan dan Kepaduan.


Salah satu masalah pokok psikologis yang sentral dan menonjol yang meliputi kehidupan keluarga
adalah cara keluarga memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga, dan bagaimana hal ini
memengaruhi identitas dan harga diri individu. Selama tahun-tahun awal sosialisasi, keluarga
membentuk dan memprogramkan tingkah laku seseorang anak, dengan demikian membentuk rasa
memiliki identitas. Jadi, untuk merasakan dan memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga
harus mencapai pola keterpisahan (separatness) dan keterpaduan (connectedness) yang memuaskan.
Anggota keluarga berpadu dan berpisah satu sama lain. Setiap keluarga menghadapi isu-isu
keterpisahan dan kepaduan dengan cara yang unik, beberapa keluarga memberikan penekanan pada
satu sisi daripada sisi lain .

2. Fungsi Sosialisasi (the socialization function)


Sosialisasi di mulai pada saat lahir dan hanya di akhiri dengan kematian. Sosialisasi merupakan suatu
proses yang berlangsung seumur hidup ketika individu secara kontinyu mengubah perilaku mereka
sebagai respon terhadap situasi yang terpola secara sosial, yang mereka alami. Ini termasuk
internalisasi satu set norma dan nilai yang cocok bagi remaja berusia 14 tahun. Pergantian berusia 20
tahun, orang tua berusia 24 tahun, kakek atau nenek yang berusia 50 tahun, orang yang telah pensiun
dalam usia 65 tahun. Sosialisasi mencakup semua proses dalam sebuah komunitas tertentu atau
kelompok manusia, yang berdasarkan sifat kelenturannya, melalui pengalaman yang di peroleh
selama hidup, mereka memperoleh karakteristik yang di peroleh secara sosial (Honigman,
1967). Sosialisasi merujuk pada proses perkembangan atau perubahan yang di alami oleh seorang
individu sebagai hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran peran sosial (Gegas , 1979). Keluarga
merupakan tempat individu melakukan sosialisasi. Setiap tahap perkembangan keluarga dan individu
(anggota keluarga) dicapai melalui interaksi atau hubungan yang di wujudkan dalam sosialisasi.
Anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, perilaku melalui hubungan-hubungan dan interaksi
dalam keluarga, Sehingga mampu berperan di masyarakat.
3. Fungsi Reproduksi (the reproductive function).
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keberlangsungan keturunan dan menambah sumber daya
manusia. Dan dengan adanya program KB, maka fungsi ini sedikit terkontrol. Di sisi lain, banyak
kelahiran yang tidak di harapkan atau di luar ikatan perkawinan sehingga lahir keluarga baru dengan
satu orang tua.
4. Fungsi Ekonomi (the economic function)
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti makanan, pakaian, dan rumah keluarga memerlukan
sumber keuangan. Fungsi ini sukar di penuhi oleh keluarga di bawah garis kemiskinan. Perawat /
bidan mencari sumber-sumber di masyarakat yang dapat di gunakan keluarga meningkatkan status
kesehatan.
5. Fungsi Perawatan Keluarga atau Pemeliharaan Kesehatan (the healthcare function)
Bagi profesional kesehatan keluarga, fungsi keperawatan kesehatan merupakan pertimbangan vital
dalam pengkajian keluarga. Untuk menempatkannya dalam persfektif, fungsi ini adalah salah satu
fungsi keluarga dan memerlukan penyediaan kebutuhan fisik, makanan, pakaian, tempatr tinggal, dan
perawatan kesehatan.

D. Tugas Kesehatan Keluarga


Tugas kesehatan keluarga menurut Friedman di kutip oleh Balion dan Maglaya (1978) itu mengenal
masalah kesehatan keluarga, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan
pada anggota yang sakit, mempertahankan suasana rumah yang sehat, dan menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada di masyarakat.

1. Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga.


Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan kadang
seluruh kekuatan sumber dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan
perubahan yang di alami anggota keluarga.
2. Membuat Keputusan Tindakan Kesehatan yang Tepat.
Tugas ini merupakan tugas upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai
dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara keluarga yang mempunyai
kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Jika keluarga mempunyai
keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan tempat tinggal keluarga agar
memperoleh bantuan.
3. Memberi Perawatan kepada Anggota Keluarga yang Sakit.
Seringkali, keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki
keterbatasan yang telah di ketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah
yang lebih parah tidak terjadi.
4. Mempertahankan Suasana Rumah yang Sehat
Rumah adalah tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi bagi anggota keluarga, sehingga
anggota keluarga waktu lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal .
5. Menggunakan Fasilitas Kesehatan yang Ada di Masyarakat.
Keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan sumber fasilitas kesehatan yang ada di
sekitar, apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan penyakit .

E. Bentuk Keluarga
1. Keluarga Tradisional
a. The Nuclear Family (Keluarga Inti)
Keluarga yang terdiri atas suami, istri, dan anak.
b. The Dyad Family.
Keluarga yang terdiri atas suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.
c. Keluarga Lansia.
Keluarga yang terdiri atas suami, istri yang sudah tua dengan anak sudah memisahkan diri.
d. The Childless Family.
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya,
disebabkan mengejar karier atau pendidikan yang terjadi pada wanita.
e. The Extended Family (Keluarga luas atau besar).
Keluarga yang terdiri atas tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah, seperti Nuclear Family
disertai : paman, tante, orang tua (kakek-nenek), keponakan, dan lain-lain.
f. The Single-Parent Family (Keluarga Duda atau Janda).
Keluarga yang terdiri atas satu orang tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini terjadi
biasanya penceraian, kematian, dan ditinggalkan (menyalahi hokum pernikahan).
g. Commuter Family.
Kedua orang tua bekerja dikota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal
dan orang tua yang bekerja diluar kota dapat berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir pekan.
h. Multigenerational Family.
Keluarga dengan beberapa generasi, atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
i. Kin-Network Family.
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan
barang-barang dan pelayanan yang sama. Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi, telepon, dan lain-
lain.
j. Blended Family.
Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali dan mebesarkan anak dari
perkawinan sebelumnya.
k. The Single Adult Living Alone or Single-Adult Family.
Keluarga yang terdiri atas orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan
(separasi), seperti penceraian, atau ditinggal mati.
2. Keluarga Non-Tradisional
a. The Unmarried Teenage Mother.
Keluarga yang terdiri atas orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.

b. The Stepparent Family.


Keluargaa dengan orang tua tiri.

c. Commune Family.
Beberapa pasangan keluaraga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara, yang hidup
bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak
melalui aktifitas kelompok atau membesarkan anak bersama.
d. The Nonmarital Heterosexual Cohabiting Family.
Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
e. Gay and Lesbian Family.
Seseorang yang mempunyai persamaan jenis kelamin dan hidup bersama sebagaimana suami-istri
(marital partner).
f. Cohabitating Couple.
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
g. Group-Mariage Family.
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang merasa telah saling
berbagi sesuatu, termasuk seksual dan membesarkan anaknya.
h. Group Network Family.
Keluarga inti yang dibatasi oleh seperangkat aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan
saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab
membesarkan anaknya.
i. Foster Family.
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada
saat orang tua anak tersebut perlu mendap[atkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang
asli.
j. Homeless Family.
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen kerena krisis personal
yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

k. Gang.
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan
keluarga yang mempunyai perhatian, tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam
kehidupannya.

F. Peran Keluarga
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai
kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalm maupun dari
luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi
sosial tertentu. Peran bidan yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktivitas bidan dalam
praktik yang telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberikan kewenangan oleh
pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab kebidanan secara professional sesuai
dengan kode etik profesional. Setiap peran dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan. Nye
(1976) bependapat terdapat dua perspektif dasar menyangkut peran orientasi strukturalis yang
menekankan pengaruh normatif (cultural) yaitu pengaruh yang berkaitan dengan status tertentu dan
peran terkaitnya (Linton, 1945), dan orientasi interaksi Turner (1970) yang menekankan timbulnya
kualitas peran yang lahir dari interaksi sosial.

Peran didefinisikan dalam pemahaman yang lebih struktural, karena praskripsi normatif dalam
keluarga, meskipun berbeda-beda, secara relatif masih didefinisikan secara lebih baik (Nye, 1976).
Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogeny, yang didefinisikan
dan diharapkan secara normatif dari seseorang okupan peran (role occupan) dalam situasi sosial
tertentu. Peran didasarkan pada preskripsi dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu
harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan mereka sendiri atau harapan
orang lain. Yang menyangkut peran tersebut.

Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan, yang berhubungan
dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh
harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat. Berbagai peran yang terdapat di
dalam keluarga adalah sebagai berikut.

1. Peran ayah.
Ayah sebagai suami dari istri, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa
aman, sebagaai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya, serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya.
2. Peran ibu.
Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peran untuk mengurus rumah tangga, sebagai
pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung, dan sebagai salah satu kelompok dari peranan
sosial, serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga dapat berperan
sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
3. Peran anak.
Anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik fisik,
mental, sosial, dan spiritual.

Peran Keluarga terbagi menjadi Dua, diantaranya yaitu :


1. Peran Formal Keluarga
Berkaitan dengan setiap posisi formal keluarga adalah peran terkait, yaitu sejumlah perilaku yang
kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara merata kepada para anggota keluarga
seperti cara masyarakat membagi peran menurut bagaimana pentingnya pelaksanaan peran bagi
berfungsinya suatu sistem. Ada peran yang membutuhkan keterampilan dan kemampuan tertentu, ada
peran lain yang tidak terlalu kompleks dapat didelegasikan kepada mereka yang kurang terampil atau
kepada mereka yang kurang memiliki kekuasaan.
Peran formal yang standar terdapat dalam keluarga (pencari nafkah, ibu rumah tangga, tukang
perbaiki rumah, sopir, pengasuh anak, manajer keuangan dan tukang masak). Jika dalam keluarga
hanya terdapat sedikit orang yang memenuhi peran ini, lebih banyak tuntutan dan kesempatanbagi
anggota keluarga untuk memerankan beberapa peran pada waktu yang berbeda. Jika seorang anggota
keluarga meninggalkan rumah dan karenanya ia tidak memenuhi suatu peran, anggota lain mengambil
alih kekosongan ini dengan memerankan perannya agar tetap berfungsi.peran dasar yang membentuk
posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu :
1) Peran sebagai provider atau penyedia.
2) Sebagai pengatur rumah tangga.
3) Perawatan anak.
4) Sosialisasi anak.
5) Rekreasi.
6) Persaudaraan (kinship) (memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal).
7) Peran terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan).
8) Peran seksual.
2. Peran Informal Keluarga

Peran informal bersifat implicit, biasanya tidak tampak ke permukaan dan dimainkan hanya untuk
memenuhi kebutuhan emosional individu atau untuk menjaga keseimbangan keluarga (satir, 1967).
Kievit (1968) menerangkan bahwa peran informal mempunyai tuntunan yang berbeda, tidak terlalu
didasarkan pada usia, jenis kelamin, dan lebih didasarkan pada atribut-atribut personalitas atau
kepribadian anggota keluarga individual.

Beberapa contoh peran informal yang brsifat adaptif dan yang merusak kesejahteraan keluarga, antara
lain :
1) Pendorong.
Pendorong, memuji, setuju dengan, dan menerima kontribusi dari orang lain. Akibatnya, ia dapat
merangkul orang lain dan membuat orang lain mereka merasa bahwa pemikiran mereka penting dan
mernilai untuk didengar.
2) Pengharmonis.
Berperan menengahi perbedaan yang terdapat diantara para anggota penghibur menyatukan kembali
perbedaan pendapat.
3) Inisiator-kontributor.
Mengemukakan dan mengajukan ide baru atau cara mengingat masalah atau tujuan kelompok.
4) Pendamai dan penghalang.
5) Dominator.
Cenderung memaksakan kekuasaan atau superioritas dengan memanipulasi anggota kelompok
tertentu dan mengembangkan kekuasaannya dan bertindak seakan-akan ia mengetahui segala-galanya
dan tampil sempurna.

6) Pencari nafkah.
Pencari nafkah, yaitu tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam hal ini adalah
makanan yang dibutuhkan anggota keluarga.
7) Martir.
Tidak menginginkan apa saja untuk dirinya ia hanya berkorban untuk anggota keluarga.
8) Kambing hitam keluarga.
Masalah anggota keluarga yang telah diidentifikasi dalam keluarga. Sebagai korban atau tempat
pelampiasan ketegangan dan rasa bermusuhan, baik secara jelas maupun tidak. Kambing hitam
berfungsi sebagai tempat penyaluran.
9) Penghibur dan perawat keluarga.
10) Pioneer keluarga.
Pioneer keluarga, yaitu membawa keluarga pindah kesuatu wilayah asing, dan dalam pengalaman
baru.
11) Koordinator keluarga.
Mengorganisasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga, yang berfungsi mengangkat
keakraban dan memerangi kepedihan.
12) Distraktor dan orang yang tidak relevan.
Distraktor bersifat tidak relefan, dengan menunjukkan prilaku yang menarik perhatian, ia membantu
keluarga menghindari atau melupakan persoalan yang menyedihkan dan sulit.
13) Penghubung keluarga.
Perantara keluarga adalah penghubung, biasanya ibu mengirim dan memonitor komunikasi dalam
keluarga.
14) Saksi.
Saksi, yaitu sama dengan pengikut, kecuali dalam beberapa hsl, saksi lebih pasif. Saksi hanya
mengamati, tidak melibatkan dirinya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Individu sebagai manusia perseorangan pada dasarnya dibentuk oleh tiga aspek, yaitu aspek organ
jasmaniah, psikis rohaniah, dan social. Dalam perkembangannya menjadi manusa sebagaimana kita
ketahui bersama, individu tersebut menjalani sejumlah bentuk sosialisasi.Sedangkan masyarakat
adalah sekumpulan individu yang mengadakan kesepakatan bersama untuk secara bersama-sama
mengelola kehidupan.
Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga, sebagai berikut meliputi
funsi biologis, psikologis, sosialis, pendidikan, ekonomi. Dan untuk mengidentifikasikan lima fungsi
dasar keluarga, yaitu fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi
perawatan keluarga. Tugas kesehatan keluarga menurut friedman di kutip oleh balion dan maglaya
(1978) itu mengenal masalah kesehatan keluarga , membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat,
memberi perawatan pada anggota yang sakit, mempertahankan suasana rumah yang sehat, dan
menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang diharapkan, karena masih
terbatasnya pengetahuan penulis. Olehnya itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun. Makalah ini perlu dikaji ulang agar dapat sempurna dan makalah ini harus digunakan
sebagaimana mestinya.

Anda mungkin juga menyukai