Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PADA TAHAP KELUARGA

DENGAN ANAK DEWASA DI DESA GETAS KRADENAN


BLORA

DISUSUN OLEH:
FEBRIANA EFSI INDRASWURI
SN191051

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


DAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat
dibawah satuatap dalam keadaan saling ketergantungan (Sugeng, 2010).
Keluarga memiliki beberapa fungsi yang perlu dipenuhi, yaitu fungsi afektif,
fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomis, dan fungsi perawatan
kesehatan (Friedman, 2010). Selain itu juga terdapat tugas perkembangan
keluarga yang harus dipenuhi pada setiap siklus perkembangan keluarga. Hal
ini dibutuhkan agar keluarga dapat memenuhi kebutuhan pada setiap anggota
keluarga dan mencapai tahap keluarga yang sejahtera. Menurut Setiadi (2013)
pada keluarga terdapat tahap-tahap perkembangan, yaitu keluarga baru
(Bergainning Family), keluarga dengan anak pertama < 30bulan (Child
Bearing), keluarga dengan anak pra sekolah (3-5 tahun), keluargadengan anak
usia sekolah (6-13 tahun), keluarga dengan anak remaja (13-20tahun), keluarga
dengan anak dewasa (anak pertama meninggalkan rumah),keluarga usia
pertengahan (Midle Age Family), keluarga lanjut usia.
Dalam keluarga terdapat beberapa tahap dan tugas perkembangan,
salahsatunya adalah tahap perkembangan anak dewasa (Andarmoyo, 2012).
Perkembangan keluarga anak dewasa merupakan masa yang sering disebut
adult. Pada tahap perkembangan ini semua anak akan pergi atau keluar
meninggalkan rumah atau orang tuanya (Sugeng, 2010). Masa dewasa
merupakan masa dimana usia sudah berkisar ke angka diatas 21 tahun. Masa
dewasa merupakan periode yang penuh tantangan, penghargaan, dan krisis
(Friedman,2010). Selain itu masa dimana mempersiapkan masa depan, penentu
karier dan masa usia memasuki dunia perkarieran, masa mempersiapkan
memiliki keturunan dan prestasi kerja di masyarakat. Didalam kehidupan
keluarga dewasa dimana orang tuanya akan merasa banyak kehilangan karena
perginya anak-anak dari rumah (Andarmoyo, 2012).
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan keluarga pada
keluarga
2. Tujuan khusus
a. Menerapkan proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kasus asuhan
keperawatan keluarga.
b. Mendokumentasikan asuhan keperawatan keluarga pada keluarga Ny.
S di Desa Getas

C. RUMUSAH MASALAH
1. Bagaimanakan proses asuhan keperawatan keluarga pada keluarga
2. Bagaimanakah pendokumentasian asuhan keperawatan keluarga

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Menurut Departemen Kesehatan RI, 2015 keluarga adalah unit terkecil
dari suatu masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang
yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan.Keluarga adalah sekumpulan dua atau lebih individu
yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap
anggota keluarga selalu berinteraksi satu sama lain (Harmoko, 2012).
Menurut Sutanto (2012) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih
yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam
satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan
menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.Keluarga merupakan anggota
rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau
perkawinan (Setiadi, 2013).
B. TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA
Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Duval 2018 dan
Friedman 2018, ada 8 tahap tumbuh kembang keluarga, salah satu tahap
perkembangan keluarga pada kasus yang tertera di askep merupakan tahap ke
VI. Definisi dari Tahap VI merupakan Keluarga yang melepas anak usia
dewasa muda (mencakup anak pertama sampai anak terakhir yang
meninggalkan rumah). Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa
muda dengan tugas perkembangan keluarga antara lain :
a) memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru
yang didapat dari hasil pernikahan anak-anaknya
b) melanjutkan untuk memperbaharui dan menyelesaikan kembali hubungan
perkawinan
c) membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami dan istri.

C. POLA DAN PROSES KOMUNIKASI KELUARGA


Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua
orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat,
sehingga pesanyang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2014). Dimensi
pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola yang berorientasi pada
konsep dan pola yang berorientasi pada sosial yang mempunyai arah
hubungan yang berlainan (Soenarto, 2016).
Menurut Rae Sedwig (2010) dalam situs all about teory, Komunikasi
Keluarga adalah suatu pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap
tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image,
ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian (Dikutip dari Achdiat,
1997: 30) dalam situs all about teory blokspot.com.Dilihat dari pengertian di
atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan tindakan, mengandung
maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan pnengertian.
Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memprakarsai dan
memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga
tercipta komunikasi yang efektif.
Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (2010)
mengungkapkan empat pola komunikasi keluarga pada umumnya, yaitu:
1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)
Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi
secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam
keluarga adalah sama. Tiap orang dianggap sederajat dan setara
kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide, opini, dan kepercayaan.
Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan
bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan inerpersona
lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan pengikut, pemberi
pendapat dan pencari pendapat, tiap orang memainkan peran yang sama.
Komunikasi memperdalam pengenalan satu sama lain, melalui intensitas,
kedalaman dan frekuensi pengenalan diri masing-masing, serta tingkah laku
nonverbal seperti sentuhan dan kontak mata yang seimbang jumlahnya.
Tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan, baik
yang sederhana seperti film yang akan ditonton maupun yang penting
seperti sekolah mana yang akan dimasuki anak-anak, membeli rumah, dan
sebagainya. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman. Masalah
diamati dan dianalisa. Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu
kurang dari yang lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari
ide-ide atau perbedaan nilai dan persepsi yang merupakan bagian dari
hubungan jangka panjang. Bila model komunikasi dari pola ini
digambarkan, anak panah yang menandakan pesan individual akan sama
jumlahnya, yang berarti komunikasi berjalan secara timbal balik dan
seimbang.ngurus anak dan memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua
anggotanya memiliki pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan,
seni, dan satu pihak tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang
terjadi tidak dianggap sebagai ancaman karena tiap orang memiliki wilayah
sendiri-sendiri. Sehingga sebelum konflik terjadi, sudah ditentukan siapa
yang menang atau kalah. Sebagai contoh, bila konflik terjadi dalam hal
bisnis, suami lah yang menang, dan bila konflik terjadi dalam hal urusan
anak, istri lah yang menang. Namun tidak ada pihak yang dirugikan oleh
konflik tersebut karena masing-masing memiliki wilayahnya sendiri-
sendiri.
2. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)
Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai
ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang
mendominasi ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang
yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, namun
dalam kasus lain orang itu secara fisik lebih menarik atau berpenghasilan
lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau berpenghasilan lebih rendah
berkompensasi dengan cara membiarkan pihak yang lebih itu
memenangkan tiap perdebatan dan mengambil keputusan sendiri. Pihak
yang mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas, memberi tahu pihak
lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas, memainkan
kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain
kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar
meyakinkan pihak lain akan kehebatan argumennya. Sebaliknya, pihak
yang lain bertanya, meminta pendapat dan berpegang pada pihak yang
mendominasi dalam mengambil keputusan.
3. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)
Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat
memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada
mendengarkan umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah
meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka jarang terjadi
perdebatan karena semua sudah mengetahui siapa yang akan menang.
Dengan jarang terjadi perdebatan itulah maka bila ada konflik masing-
masing tidak tahu bagaimana mencari solusi bersama secara baik-baik.
Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan pendapat atau mengugkapkan
ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan menyakiti pihak yang
dimonopoli. Pihak yang dimonopoli meminta ijin dan pendapat dari
pemegang kuasa untuk mengambil keputusan, seperti halnya hubungan
orang tua ke anak. Pemegang kekuasaan mendapat kepuasan dengan
perannya tersebut dengan cara menyuruh, membimbing, dan menjaga pihak
lain, sedangkan pihak lain itu mendapatkan kepuasan lewat pemenuhan
kebutuhannya dan dengan tidak membuat keputusan sendiri sehingga ia
tidak akan menanggung konsekuensi dari keputusan itu sama sekali.

Di atas telah disinggung bahwa komunikasi pada hakikatnya adalah


proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Menurut
Effendy (2010: 31) proses komunikasi dapat ditinjau dari dua perspektif.
1. Proses Komunikasi dalam Perspektif Psiokologi
Proses komunikasi perspektif ini terjadi pada diri komunikator dan
komunikan. Ketika seorang komunikator berniat akan menyampaikan pesan
kepada komunikan, maka, dalam dirinya terjadi proses. Proses ini yakni
mengenai isi pesan dan lambang. Isi pesan umumnya adalah pikiran,
sedangkan lambang umumnya adalah bahasa. Proses “mengemas” pesan
atau “membungkus” pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator itu
dinamakan encoding. Hasil encodeng berupa pesan kemudian ia
transmisikan atau operkan kepada komunikan.
Kini giliran komunikan terlibat dalam proses komunikasi
intrapersonal. Proses dalam diri komunikan disebut decoding. Seolah-olah
membuka kemasan atau bungkus pesan yang ia terima dari komunikator
tadi. Mengerti isi pesan atau pikiran komunikator, maka komunikasi terjadi.
Sebaliknya bilamana tidak mengerti, maka komunikasi tidak terjadi.
2. Proses Komunikasi dalam Perspektif Mekanistis
Proses ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau
“melemparkan” dengan bibir kalau lisan atau tangan jika tulisan pesannya
sampai ditangkap oleh komunikan. Penangkapan pesan oleh komunikan itu
dapat dilakukan dengan indera telinga atau indera mata, atau indera-indera
lainnya.Proses komunikasi dalam perspektif ini kompleks atau rumit, sebab
bersifat situasional, bergantung pada situasi ketika komunikasi itu
berlangsung. Adakalanya komunikan seorang, maka komunikasi dalam
situasi seperti itu dinamakan komuniksi interpersonal atau komunikasi
antarpribadi, kadang-kadang komunikannya sekelompok orang; komunikasi
dalam situasi seperti itu disebut komunikasi kelompok; acapkali pula
komunikannya tersebar dalam jumlah yang relatif amat banyak sehingga
untuk menjangkaunya diperlukan suatu media atau sarana, maka
komunikasi dalam situasi seperti itu dinamakan ko munikasi massa.Dari
kutipan diatas dapat disimpulan bahwa proses komunikasi terdiri dari
proses psikologis dan mekanistis. Kedua proses tersebut adalah proses
penyampaian pesan tetapi ada perbedaan diantara keduanya, dimana proses
komunikasi dalam perspektif psikologis menitik beratkan pada proses
pengemasan pesan baik itu komunikator maupun komunikan sedangkan
proses komunikasi dalam perspektif mekanistis lebih menekankan proses
komuniaksi pada penggunaan alat indera dan anggota tubuh lainnya dalam
berkomunikasi.

D. STRUKTUR PERAN KELUARGA


Menurut Setiadi (2013), Struktur keluarga menggambarkan bagaimana
keluarga melaksanakan fungsinya di masyarakat. Struktur keluarga terdiri dari
bermacam-macam, diantaranya adalah :
1. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
2. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
3. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
4. Patrilokal
Adalah sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami
5. Keluarga kawin
Adalah hubungan sepasang suami istri sebagai dasar bagi pembinaan
keluarga dan beberapa sanak saudara menjadi bagian keluaga karena
adanya hubungan dengan suami atau istri.

Harmoko (2012) membagi struktur keluarga menjadi empat elemen, yaitu


komunikasi, peran keluarga, nilai dan norma keluarga, dan kekuatan keluarga.
1. Struktur komunikasi keluarga.
Komunikasi dalam keluarga dapat berupa komunikasi secara emosional,
komunikasi verbal dan non verbal, komunikasi sirkular.Komunikasi
emosional memungkinkan setiap individu dalam keluarga dapat
mengekspresikan perasaan seperti bahagia, sedih, atau marah diantara para
anggota keluarga. Pada komunikasi verbal anggota keluarga dapat
mengungkapkan apa yang diinginkan melalui kata-kata yang diikuti dengan
bahasa non verbal seperti gerakan tubuh. Komunikasi sirkular mencakup
sesuatu yang melingkar dua arah dalam keluarga, misalnya pada saat istri
marah pada suami, maka suami akan mengklarifikasi kepada istri apa yang
membuat istri marah.
2. Struktur peran keluarga.
Peran masing – masing anggaota keluarga baik secara formal maupun
informal, model peran keluarga, konflik dalam pengaturan keluarga.
3. Struktur nilai dan norma keluarga.
Nilai merupakan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal apakah baik atau
bermanfaat bagi dirinya.Norma adalah peran-peran yang dilakukan
manusia, berasal dari nilai budaya terkait.Norma mengarah kepada nilai
yang dianut masyarakat, dimana norma-norma dipelajari sejak kecil.Nilai
merupakan prilaku motivasi diekspresikan melalui perasaan, tindakan dan
pengetahuan.Nilai memberikan makna kehidupan dan meningkatkan harga
diri (Susanto, 2012).Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan
yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu
budaya. Nilai keluarga merupakan suatu pedoman perilaku dan pedoman
bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah pola prilaku yang
baik menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.
4. Struktur kekuatan keluarga
Kekuatan keluarga merupakan kemampuan baik aktual maupun potensial
dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi perilaku orang lain
berubah kearah positif. Tipe struktur kekuatan dalam keluarga antara lain:
hak untuk mengontrol seperti orang tua terhadap anak (legitimate
power/outhority), seseorang yang ditiru (referent power), pendapat, ahli
dan lain-lain (resource or expert power), pengaruh kekuatan karena adanya
harapan yang akan diterima (reward power), pengaruh yang dipaksakan
sesuai keinginannya (coercive power), pengaruh yang dilalui dengan
persuasi (informational power), pengaruh yang diberikan melalui
manipulasi dengan cinta kasih misalnya hubungan seksual (affective
power).

E. FUNGSI KELUARGA
Menurut Suprajitno (2012) fungsi keluarga dibagi menjadi :
1. Fungsi biologis
Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskan
kelangsungan keturunan, tetapi juga memelihara dan membesarkan
anak dengan gizi yang seimbang, memelihara dan merawat anggota
keluarga juga bagian dari fungsi biologis keluarga.
2. Fungsi psikologis
Keluarga menjalankan fungsi psikologisnya antara lain untuk
memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian
diantara anggota keluarga membina pendewasaan kepribadian anggota
keluarga memberikan identitas keluarga.
3. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi tercermin untuk membina sosialisasi pada anak
membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan
perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak. Meneruskan nilai-nilai
budaya
4. Fungsi ekonomi
Keluarga menjalankan fungsi ekonomisnya untuk mencari sumber-
sumber penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan
yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak dan jaminan hari
tua .
5. Fungsi pendidikan
Keluarga menjalankan fungsi pendidikan untuk menyekolahkan anak
dalam rangka untuk memberikan pengetahuan, keterampilan,
membentuk prilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan
dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya

F. STRESS DAN KOPING KELUARGA

STIMULUS KOPING ADAPTASI

Gambar : Stimulus – adaptasi

1. Sumber stressor keluarga (Stimulus)


Friedman (2018) mengidentifikasi tiga strategi untuk adaptasi individu
yang juga dapat digunakan pada keluarga yaitu mekanisme pertahanan,
merupakan cara-cara yang dipelajari, kebiasaan dan otomatis untuk
berespon, taktik untuk menghindari masalah dan biasanya merupakan
perilaku menghindari sehingga cenderung disfungsi, strategi koping yaitu
upaya-upaya pemecahan masalah, biasanya merupakan strategi adaptasi
positif dan penguasaan yaitu merupakan mode adaptasi yang paling positif
sebagai hasil dari penggunaan strategi koping yang efektif dan sangat
berhubungan kompetensi keluarga
2. Koping Keluarga
Koping keluarga menunjuk pada analisa kelompok keluarga (analisa
interaksi). Koping keluarga didefinisikan sebagai respon positif yang
digunakan keluarga dalam menyelesaikan masalah (mengendalikan stress).
Berkembang dan berubah sesuai tuntutan/stressor yang dialami. Sumber
koping keluarga bisa internal yaitu dari anggota keluarga sendiri dan
eksternal yaitu dari luar keluarga.
3. Strategi adaptasi disfungsional
Dapat berupa penyangkalan dan ekploitasi terhadap anggota keluarga
seperti kekerasan terhadap keluarga, kekerasan terhadap pasangan,
penyiksaan anak, penyiksaan usia lanjut, penyiksaan orang tua, proses
pengkambinghitaman dan penggunaan ancaman. Penyangkalan masalah
keluarga dengan menggunakan mitos keluarga, triangling (pihak ketiga)
dan pseudomutualitas, pisah/hilangnya anggota keluarga dan
otoritariansme.
G. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
1. Pengkajian
a. Pengkajian Umum
Pengkajian asuhan keperawatan pada keluarga meliputi data umum
(nama KK, umur, alamat, pekerjaan KK, pendidikan dan anggota KK,
serta terdapat pengkaian genogram keluarga, tipe keluarga, suku bangsa,
agama, status sosial ekonomi. Dan kegiatan aktivitas rekreasi).
b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
Meliputi pengkaian tahap perkembangan keluarga saat ini, tahap
perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, riwayat keluarga inti,
riwayat keluarga sebelumnya (istri maupun suami).
c. Lingkungan
Meliputi pengkajian karakteristik rumah, karakteristik tetangga dan
komunitas, mobilitas geografi keluarga, perkumpulan keluarga dan
interaksi dengan masyarakat, serta sistem pendukung keluarga.
d. Struktur komunikasi keluarga
Meliputi pola komunikasi keluarga, struktur kekuatan keluarga, struktur
peran, serta nilai dan norma budaya.
e. Fungsi Keluarga
Meliputi fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi perawatan kesehatan
(bagaimana keluarga dalam mengenal masalah, mengambil keputusan,
merawat anggota keluarga yang sakit, memelihara atau memodifikasi
lingkungan, serta menggunakan fasititas kesehatan yang ada).
f. Stress dan koping keluarga
Melipusi stressor jangka pendek dan jangka panjang yang dialami
keluarga, kemampuan keluarga berespon terhadap stressor dan situasi,
serta strategi koping yang di gunakan.
g. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
Meliputi pengkajian nutrisi, cairan, istirahat dan tidur, aktivitas latihan,
serta eliminasi.

h. Pengkajian Tumbuh Kembang Keluarga


Meliputi pemeriksaan tanda-tanda vitas keluarga (TD, nadi, suhu, RR),
pemeriksaan head to too dari ujung kepala hingga ujung kaki
(pemeriksaan kepala, leher, dada, rambut, konjungtiva, sklera, hidung,
telinga, ulut, dada, abdomen, ekteremitas, kulit, turgor, dan keluhan).
2. Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan
menggambarkan respons manuasia. Dimana keadaan sehat atau perubahan
pola interaksi potensial/actual dari individu atau kelompok dimana
perawat dapat menyusun intervensi-intervensi definitive untuk
mempertahankan status kesehatan atau untuk mencegah perubahan. Untuk
menegakkan diagnosa dilakukan 2 hal, yaitu:
a. Analisa data
Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian
dibandingkan dengan standar normal sehingga didapatkan masalah
keperawatan.
b. Perumusan diagnosa keperawatan
Komponen rumusan diagnosa keperawatan meliputi:
1) Masalah (problem) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya
kebutuhan dasarmanusia yang dialami oleh keluarga atau
anggota keluarga.
2) Penyebab (etiologi) adalah kumpulan data subjektif dan objektif.
3) Tanda (sign) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang
diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak
langsung atau tidak yang emndukung masalah dan penyebab.
Dalam penyusunan masalah kesehatan dalam perawatan keluarga
mengacu pada tipologi diagnosis keperawatan keluarga yang dibedakan
menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Diagnosa sehat/Wellness/potensial yaitu keadaan sejahtera dari
keluarga ketika telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya dan
mempunyai sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat
digunakan. Perumusan diagnosa potensial ini hanya terdiri dari
komponen Problem (P) saja dan sign /symptom (S) tanpa etiologi
(E).
b. Diagnosa ancaman/risiko yaitu masalah keperawatan yang belum
terjadi. Diagnosa ini dapat menjadi masalah actual bila tidak segera
ditanggulangi. Perumusan diagnosa risiko ini terdiri dari komponen
problem (P), etiologi (E), sign/symptom (S).
c. Diagnosa nyata/actual/gangguan yaitu masalah keperawatan yang
sedang dijalani oleh keluarga dan memerlukn bantuan dengan cepat.
Perumusan diagnosa actual terdiri dari problem (P), etiologi (E), dan
sign/symptom (S).
Perumusan problem (P) merupakan respons terhadap gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar.Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas
keluarga. Dalam SDKI (2016) diagnosa-diagnosa keperawatan pilihan
yang cocok untuk praktek keperawatan keluarga anak dewas aadalah
sebagai berikut:
- Manajemen Kesehatan Keluarga tidak efektif (D.0115)
- Perilaku Kesehatan Cenderung Beresiko (D0099)

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan
perawat untuk dilaporkan dalam memecahkan masalah kesehatan dan
keperawatan yang telah diidentifikasi. Penyusunan rencana perawatan
dilakukan dalam 2 tahap yaitu pemenuhan skala prioritas dan rencana
perawatan (Suprajitmo, 2018).
a. Skala prioritas
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang
mempunyai skor tinggi dan disusun berurutan sampai yang
mempunyai skor terendah. Dalam menyusun prioritas masalah
kesehatan dan keperawatan keluarga harus didasarkan beberapa
criteria sebagai berikut:
1) Sifat masalah (actual, risiko, potensial)
2) Kemungkinan masalah dapat diubah
3) Potensi masalah untuk dicegah
4) Menonjolnya masalah
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa
keperawatan telah dari satu proses skoring menggunakan skala yang
telah dirumuskan oleh Bailon dan Maglay (1978) dalam Effendy
(1998).
Kriteria Bobot Skor
Sifat masalah 1 Aktual =3
Risiko =2
Potensial =1
Kemungkinan 2 Mudah =2
masalah untuk Sebagian =1
dipecahkan Tidak dapat = 0
Potensi masalah 1 Tinggi =3
untuk dicegah Cukup =2
Rendah =1
Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi = 2
Tidak segera diatasi = 1
Tidak dirasakan adanya
masalah = 0

Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan :


1. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat
2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikaitkan dengan bobot
3. Jumlahkan skor untuk semua criteria
4. Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5)
b. Rencana
Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tujuan
keperawatan.Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau mengatasi
serta meminimalkan stressor dan intervensi dirancang berdasarkan
tiga tingkat pencegahan.Pencegahan primer untuk memperkuat garis
pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis
pertahanan sekunder, dan pencegahan tersier untuk memperkuat
garis pertahanan tersier (Anderson & Fallune, 2010).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka
pendek.Tujuan jangka panjang mengacu pada bagaimana mengatasi
problem/masalah (P) di keluarga. Sedangkan penetapan tujuan
jangka pendek mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi yang
berorientasi pada lima tugas keluarga.
Adapun bentuk tindakan yang akan dilakukan dalam
intervensi nantinya adalah sebagai berikut :
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Manajeme Setelah dilakukan Edukasi


asuhan keperawatan Kesehatan(I.12383)
n
selama 4x kunjungan - Identifikasi kesiapan
Kesehatan diharapkan dan kemampuan
manajeman menerima informasi.
Keluarga
Kesehatan meningkat - Sediakan materi dan
tidak dengan kriteria hasil : media Pendidikan
Manajemen Kesehatan
efektif
Kesehatan (L.12106) - Jelaskan factor resiko
(D.0115) - Melakukan yang dapat
tindakan untuk mempengruhi
menggurangi Kesehatan
faktor resiko - Ajarkan perilaku hidup
meningkat bersih dan sehat
- Menerepkan Promosi perilaku upaya
program kesehtan (I.12472)
perawatan - Orientasi pelayanan
meningkat Kesehatan yang dapat
- Aktivitas sehari- dimanfaatkan
hari efektif untuk Promosi dukungan
memenehi tujuan keluarga (I.13488)
kesehatan - Diskusikan kemampuan
meningkat dan perencanaan
- Verbalisasi keluarga dalam
kesulitan dalam perawatan
menjalani - Anjurkan keluarga
program untuk memutuskan
perawatan tentang program
menurun perawatan anggota
keluarga

Perilaku Setelah dilakukan Promosi Perilaku Upaya


asuhan keperawatan Kesehatan (I.12472)
Kesehatan
selama 4x kunjungan - Identifikasi perilaku
Cenderung diharapkan perilaku upaya kesehatan yang
Kesehatan membaik dapat ditingkatkan
Beresiko
dengan kriteria hasil : - Berikan lingkungan yang
(D0099) Perilaku kesehatan mendukung kesehatan
(L.12107) - Fasilitasi saat pasien
menanyakan program
- Penerimaan perawatan
terhadap Modifikasi perilaku
perubahan status (I.13483)
kesehatan - Anjurkan untuk
meningkat mencegah hipertensi
- Kemampuan dengan pola makan
melakukan yang baik
tindakan
pencegahan
masalah
kesehatan
meningkat
- Kemampuan
peningkatan
kesehatan
meningkat
- Pencapaian
pengendalian
kesehatan
meningkat

DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2012). Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses dan Praktik


Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Friedman, Marlyn. (2018). Keperawatan Keluarga, Teori dan Praktik.Jakarta :


EGC

Harmoko. (2012 ). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Setiadi, T. (2013). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Aplikasi Teori Pada


Praktik asuhan keperawatan Keluarga. Jakarta: Trans Info Media.
SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta.

SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta.

SLKI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan. Jakarta.

Suprajitno, (2014). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC

Suharto, (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan


Keperawatan Transkurtural. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai