Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA TAHAP


PERKEMBANGAN USIA PERTENGAHAN

Oleh :

Dwi Noviana

SN221040

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


A. PENGERTIAN
Keluarga merupakan bagian dari manusia yang setiap hari selalu
berhubungan dengan individu manusia. Keadaan yang harus disadari adalah
setiap individu merupakan bagian dari keluarga dan dikeluarga juga semua
dapat diekspresikan. Asuhan keperawatan keluarga yaitu suatu rangkaian
kegiatan yang diberikan melalui praktek keperawatan pada keluarga.
Keluarga usia pertengahan merupakan salah satu tahap usia pertengahan
bagi orang tua, dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan
berakhri pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini
biasanya dimulai ketika orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir
pada saat seorang pasangan pensiun, biasanya 16-18 tahun kemudian.
Biasanya pasangan suami istri dalam usia pertengahan merupakan sebuah
keluarga inti meskipun masih berinteraksi dengan orang tua mereka yang
lanjut usia dan anggota keluarga lain dari keluarga asal mereka dan juga
anggota keluarga dari hasil perkawinan keturunannya keluarga Duval dan
Logan (1986 dalam Zakaria, 2017).
Dari definisi tentang keluarga usia pertengahan diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa keluarga usia pertengahan adalah keluarga yang usianya
40-60 tahun, dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir
pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan didalam.
B. TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA
1. Pertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan
Dalam masa ini upaya untuk melaksanakan gaya hidup sehat
menjadi lebih menonjol bagi pasangan, meskipun kenyataannya bahwa
mungkin mereka telah melakukan kebiasaan-kebiasaan yang sifatnya
merusak diri dalam 45-64 tahun. Meskipun dapat dianjurkan sekarang,
karena “lebih baik sekarang dari pada tidak pernah” adalah selalu benar,
agaknya terlalu terlambat untuk mengembalikan begitu banyak
perubahan-perubahan fisiologis yang telah terjadi, seperti tekanan darah
tinggi akibat kurang olahraga, diabetes melitus akibat sering
mengkonsumsi yang manis-manis, stress yang berkepanjangan,
menurunnya kapaitas vital akibat merokok.
Motivasi utama orang usia pertengahan untuk memperbaiki gaya
hidup mereka adalah karena adanya perasaan rentan terhadap penyakit
yang dibangkitkan bila seorang teman atau anggota keluarga mengalami
serangan jantung, stroke, atau kanker. Selain takut, keyakinan bahwa
pemeriksaan yang teratur dan kebiasaan hidup yang sehat merupakan
cara-cara yang efektif untuk mengurangi kerentanan terhadap berbagai
penyakit juga merupakan kekuatan pendorong yang ampuh. Penyakit
jantung, kanker dan stroke merupakan dua pertiga dari semua penyebab
kematian antara usia 46-64 tahun dan sebagai penyebab kematian urutan
ke empat.
2. Hubungan serasi dan memuaskan dengan anak-anaknya dan sebayanya
Tugas perkembangan ini memungkinkan pasangan usia
pertengahan terus merasa seperti sebuah keluarga dan mendatangkan
kebahagiaan yang berasal dari posisi sebagai kakek-nenek tanpa
tanggungjawab sebagai orang tua selama 24 jam. Karena umur harapan
hidup meningkat, menjadi seorang kakek-nenek secara khusus terjadi
pada tahap siklus kehidupan (Sprey dan Matthews, 2013 dalam
Friedman, 2017). Kakek-nenek memberikan dukungan besar kepada anak
dan cucu mereka pada saat krisis dan membantu anak-anak mereka
melalui pemberian dorongan dan dukungan (Bengston dan Robertson,
2011 dalam Friedman, 2017).
Peran yang lebih problematik adalah yang berhubungan dengan
dan membatu orang tua lansia dan kadang-kadang anggota keluarga besar
lain yang lebih tua. Delapan puluh persen pasangan usia pertengahan
minimal memiliki satu orang tua masih hidup. Jadi, tanggung jawab
memberi perawatan bagi orang tua lansia yang lemah dan sakit-sakitan
merupakan pengalaman yang tidak asing. Banyak wanita yang merasa
berada dalam “himpitan generasi” dalam upaya mereka mengimbangi
kebutuhan-kebutuhan orang tua mereka yang berusia lanjut, anak-anak,
dan cucu mereka. Berbagai peran antar generasi kelihatannya lebih
bersifat ekslusif dikalangan minoritas seperti keluarga-keluarga
(Hagestad, 2013 dalam Friedman, 2017).
3. Meningkatkan keakraban pasangan atau hubungan perkawinan
Sekarang perkembangan tersebut benar-benar sendirian setelah
bertahu-tahun dikelilingi oleh anggota keluarga dan hubungan-hubungan.
Meskipun muncul sebagai sambutan kelegahan, bagi banyak pasangan
merupakan pengalaman yang menyulitkan untuk berhubungan satu sama
lain sebagai pasangan menikah dari pada sebagai orang tua.
Tugas-tugas perkembangan ini tadi pada dasarnya merupakan
tuntutan atau harapan sosio-kultural dimana manusia itu hidup dalam
masyarakat kita sejak dulu hingga kini tetap memiliki harapan sesuai
diatas bagian penentu sebagai orang dewasa pertengahan. Khusus
mengenai hidup berkeluarga dalam masa usia pertengahan terdapat dua
hal pokok yang mendorong terciptanya hubungan hidup berkeluarga.
Kebutuhan individu pada suatu pihak dan tugas perkembangan pada lain
pihak. Pemanduan antara keduanya menimbulkan energi yang
membangkitkan gerak bagi individu orang dewasa untuk bersatu dalam
satu jalinan hubungan berkeluarga (Wright dan Leahey, 2016).
C. POLA DAN PROSES KOMUNIKASI KELUARGA
Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (2015)
mengungkapkan empat pola komunikasi keluarga pada umumnya, yaitu:
1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)
Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi
secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam
keluarga adalah sama. Tiap orang dianggap sederajat dan setara
kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide, opini, dan kepercayaan.
Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan
bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan inerpersona
lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan pengikut, pemberi
pendapat dan pencari pendapat, tiap orang memainkan peran yang sama.
Komunikasi memperdalam pengenalan satu sama lain, melalui intensitas,
kedalaman dan frekuensi pengenalan diri masing-masing, serta tingkah
laku nonverbal seperti sentuhan dan kontak mata yang seimbang
jumlahnya. Tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan
keputusan, baik yang sederhana seperti film yang akan ditonton maupun
yang penting seperti sekolah mana yang akan dimasuki anak-anak,
membeli rumah, dan sebagainya. Konflik yang terjadi tidak dianggap
sebagai ancaman. Masalah diamati dan dianalisa. Perbedaan pendapat
tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari yang lain tetapi sebagai
benturan yang tak terhindarkan dari ide-ide atau perbedaan nilai dan
persepsi yang merupakan bagian dari hubungan jangka panjang. Bila
model komunikasi dari pola ini digambarkan, anak panah yang
menandakan pesan individual akan sama jumlahnya, yang berarti
komunikasi berjalan secara timbal balik dan seimbang.
2. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern)
Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun dalam
pola ini tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya
masingmasing. Tiap orang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang
berbeda. Sebagai contoh, dalam keluarga biasa, suami dipercaya untuk
bekerja/mencari nafkah untuk keluarga dan istri mengurus anak dan
memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua anggotanya memiliki
pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni, dan satu pihak
tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi tidak dianggap
sebagai ancaman karena tiap orang memiliki wilayah sendiri-sendiri.
Sehingga sebelum konflik terjadi, sudah ditentukan siapa yang menang
atau kalah. Sebagai contoh, bila konflik terjadi dalam hal bisnis, suami
lah yang menang, dan bila konflik terjadi dalam hal urusan anak, istri lah
yang menang. Namun tidak ada pihak yang dirugikan oleh konflik
tersebut karena masing-masing memiliki wilayahnya sendiri-sendiri.
3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)
Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap
sebagai ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu
orang yang mendominasi ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa
kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan
lebih, namun dalam kasus lain orang itu secara fisik lebih menarik atau
berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau
berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara membiarkan
pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil
keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan
tegas, memberi tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini
dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang
meminta pendapat yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi
egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak lain akan kehebatan
argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta pendapat
dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam mengambil
keputusan.
4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)
Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat
memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada
mendengarkan umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak
pernah meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka
jarang terjadi perdebatan karena semua sudah mengetahui siapa yang
akan menang. Dengan jarang terjadi perdebatan itulah maka bila ada
konflik masingmasing tidak tahu bagaimana mencari solusi bersama
secara baik-baik. Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan pendapat
atau mengugkapkan ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan
menyakiti pihak yang dimonopoli. Pihak yang dimonopoli meminta ijin
dan pendapat dari pemegang kuasa untuk mengambil keputusan, seperti
halnya hubungan orang tua ke anak. Pemegang kekuasaan mendapat
kepuasan dengan perannya tersebut dengan cara menyuruh,
membimbing, dan menjaga pihak lain, sedangkan pihak lain itu
mendapatkan kepuasan lewat pemenuhan kebutuhannya dan dengan tidak
membuat keputusan sendiri sehingga ia tidak akan menanggung
konsekuensi dari keputusan itu sama sekali.
Di atas telah disinggung bahwa komunikasi pada hakikatnya
adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan.
Menurut Effendy (2017: 31) proses komunikasi dapat ditinjau dari dua
perspektif.
a. Proses komunikasi dalam perspektif psiokologi

Proses komunikasi perspektif ini terjadi pada diri komunikator


dan komunikan. Ketika seorang komunikator berniat akan
menyampaikan pesan kepada komunikan, maka, dalam dirinya
terjadi proses. Proses ini yakni mengenai isi pesan dan lambang. Isi
pesan umumnya adalah pikiran, sedangkan lambang umumnya
adalah bahasa. Proses “mengemas” pesan atau “membungkus”
pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator itu dinamakan
encoding. Hasil encoding berupa pesan kemudian ia transmisikan
atau operkan kepada komunikan.

Kini giliran komunikan terlibat dalam proses komunikasi


intrapersonal. Proses dalam diri komunikan disebut decoding.
Seolaholah membuka kemasan atau bungkus pesan yang ia terima
dari komunikator tadi. Mengerti isi pesan atau pikiran komunikator,
maka komunikasi terjadi. Sebaliknya bilamana tidak mengerti, maka
komunikasi tidak terjadi.

b. Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis

Proses ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau


“melemparkan” dengan bibir kalau lisan atau tangan jika tulisan
pesannya sampai ditangkap oleh komunikan. Penangkapan pesan
oleh komunikan itu dapat dilakukan dengan indera telinga atau
indera mata, atau indera-indera lainnya.Proses komunikasi dalam
perspektif ini kompleks atau rumit, sebab bersifat situasional,
bergantung pada situasi ketika komunikasi itu berlangsung.
Adakalanya komunikan seorang, maka komunikasi dalam situasi
seperti itu dinamakan komuniksi interpersonal atau komunikasi
antarpribadi, kadang-kadang komunikannya sekelompok orang;
komunikasi dalam situasi seperti itu disebut komunikasi kelompok;
acapkali pula komunikannya tersebar dalam jumlah yang relatif amat
banyak sehingga untuk menjangkaunya diperlukan suatu media atau
sarana, maka komunikasi dalam situasi seperti itu dinamakan ko
munikasi massa.Dari kutipan diatas dapat disimpulan bahwa proses
komunikasi terdiri dari proses psikologis dan mekanistis. Kedua
proses tersebut adalah proses penyampaian pesan tetapi ada
perbedaan diantara keduanya, dimana proses komunikasi dalam
perspektif psikologis menitik beratkan pada proses pengemasan
pesan baik itu komunikator maupun komunikan sedangkan proses
komunikasi dalam perspektif mekanistis lebih menekankan proses
komuniaksi pada penggunaan alat indera dan anggota tubuh lainnya
dalam berkomunikasi.

D. STRUKTUR PERAN KELUARGA


Menurut Setiadi (2013), struktur keluarga menggambarkan bagaimana
keluarga melaksanakan fungsinya di masyarakat. Struktur keluarga terdiri
dari bermacam-macam, diantaranya adalah :

1. Patrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

2. Matrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

3. Matrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

4. Patrilokal

Adalah sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah


suami.
5. Keluarga kawin

Adalah hubungan sepasang suami istri sebagai dasar bagi pembinaan


keluarga dan beberapa sanak saudara menjadi bagian keluaga karena
adanya hubungan dengan suami atau istri.

E. FUNGSI KELUARGA
Keluarga mempunyai 5 fungsi yaitu :
1. Fungsi Afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang
merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak
pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi
afektif adalah (Friedman, M.M et al., 2017) :

a. Saling mengasuh yaitu memberikan cinta kasih, kehangatan, saling


menerima, saling mendukung antar anggota keluarga.
b. Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan
mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu
mempertahankan iklim positif maka fungsi afektif akan tercapai.
c. Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga di mulai sejak pasangan
sepakat memulai hidup baru.
2. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi di mulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat
individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia
akan menatap ayah, ibu dan orang-orang yang ada disekitarnya. Dalam
hal ini keluarga dapat Membina hubungan sosial pada anak, Membentuk
norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan
menaruh nilai-nilai budaya keluarga.
3. Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber
daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain
untuk memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk
membentuk keluarga adalah meneruskan keturunan.
4. Fungsi Ekonomi
Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota
keluarga seperti memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan tempat
tinggal.
5. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berperan untuk melaksanakan praktik asuhan keperawatan,
yaitu untuk mencegah gangguan kesehatan atau merawat anggota
keluarga yang sakit. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan
berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.
F. STRESS DAN KOPING KELUARGA
1. Stressor jaangka pendek dan panjang
a. Stressor jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari 5 bulan.
b. Stressor jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.
2. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/ stressor
3. Strategi koping yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan
4. Strategi adaptasi fungsional yang divunakan bila menghadapi permasalah
5. Pemeriksaan Fisik
G. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan,
agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan
keluarga. Sumber informasi dari tahapan pengkaajian dapat
menggunakan metode wawancara keluarga, observasi fasilitas rumah,
pemeriksaan fisik pada anggota keluarga dan data sekunder. Hal-hal yang
perlu dikaji dalam keluarga adalah :
1. Data Umum
Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi :
1) Nama kepala keluarga
2) Alamat dan telepon
3) Pekerjaan kepala keluarga
4) Pendidikan kepala keluarga
5) Komposisi keluarga dan genogram
6) Tipe keluarga
7) Suku bangsa
8) Agama
9) Status sosial ekonomi keluarga
10) Aktivitas rekreasi keluarga
2. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga meliputi:
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini ditentukan dengan anak
tertua dari keluarga inti
2) Tahap keluarga yang belum terpenuhi yaitu menjelaskan
mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh
keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut
belum terpenuhi.
3) Riwayat keluarga inti yaitu menjelaskan riwayat kesehatan pada
keluarga inti yang meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat
kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian terhadap
pencegahan penyakit, sumber pelayanan kesehatan yang biasa
digunakan keluarga serta pengalaman terhadap pelayanan
kesehatan.
4) Riwayat keluarga sebelumnya yaitu dijelaskan mengenai riwayat
kesehatan pada keluarga dari pihak suami dan istri.
3. Pengkajian Lingkungan
1) Karakteristik rumah
2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW
3) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
4) Sistem pendukung keluarga
4. Struktur Keluarga
1) Pola komunikasi keluarga yaitu menjelaskan mengenai cara
berkomunikasi antar anggota keluarga.
2) Struktur kekuatan keluarga yaitu kemampuan anggota keluarga
mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk merubah
perilaku.
3) Struktur peran yaitu menjelaskan peran dari masing-masing
anggota keluarga baik secara formal maupun informal.
4) Nilai atau norma keluarga yaitu menjelaskan mengenai nilai dan
norma yang dianut oleh keluarga yang berhubungan dengaan
kesehatan.
5) Fungsi keluarga
6) Stres dan koping keluarga
2. Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul
a. Kesiapan peningkatan proses keluarga dibuktikan dengan
menunjukkan aktivitas untuk mendukung keselamatan dan
pertumbuhan keluarga (D.0123)
b. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan gangguan
toleransi glukosa darah (D.0027)
3. Tujuan dan kriteria hasil
Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan gangguan
toleransi glukosa darah (D.0027)
a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
maka Kestabilan kadar glukosa darah (L.05022) meningkat dengan
b. Kriteria hasil :
1. Lelah/lesu cukup menurun
2. Keluhan lapar cukup menurun
3. Rasa haus cukup menurun
4. Kadar gukosa dalam darah cukup membaik
Kesiapan peningkatan proses keluarga dibuktikan dengan menunjukkan
aktivitas untuk mendukung keselamatan dan pertumbuhan keluarga
(D.0123)
a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
maka dukungan keluarga (L.13112) meningkat dengan
b. Kriteria hasil
1. Anggota keluarga verbalisasi keinginan untuk mendukung
anggota keluarga yang sakit meningkat
2. Menanyakan kondisi pasien meningkat
3. Bekerjasama dengan penyedia layanan kesehatan dalam
menentukan perawatan meningkat
4. Intervensi keperawatan
1) Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan gangguan
toleransi glukosa darah (D.0027)
Intervensi:
Manajemen hiperglikemi (I.03115)
Observasi
1. Identifikasi kebiasaan pola makan saat ini dan masa lalu
2. Monitor kadar glukosa darah
Terapeutik

1. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia


tetap ada atau memburuk
Edukasi

1. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga


2. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. obat oral, senam kaki
diabetes)
2) Kesiapan peningkatan proses keluarga dibuktikan dengan
menunjukkan aktivitas untuk mendukung keselamatan dan
pertumbuhan keluarga (D.0123)
Intervensi:
Dukungan keluarga merencanakan perawatan (I.13477)
Observasi
1. Identifikasi kebutuhan dan harapan keluarga tentang kesehatan
2. Identifikasi tindakan yang dapat dilakukan keluarga
Terapeutik

1. Gunakan sarana dan fasilitas yang ada dalam keluarga


2. Ciptakan perubahan lingkungan rumah secara optimal
Edukasi

1. Informasikan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga


2. Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
3. Ajarkan cara perawatan yang bisa dilakukan keluarga
5. Evaluasi
Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan
terarah ketika klien dan professional kesehatan menentukan kemajuan
klien menuju pencapaian tujuan atau hasil, dan keefektifan rencana
asuhan keperawatan. (Mansjoer, 2014)
Tujuan evaluasi adalah untuk menilai pencapaian tujuan pada
rencana keperawatan yang telah ditetapkan, mengidentifikasi variable
variable yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan, dan mengambil
keputusan apakah rencana keperawatan diteruskan, modifikasi atau
dihentikan (Linda, 2014)
DAFTAR PUSTAKA

Achjar, K.A.2016. Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta:


Sagung Seto.

Carpenitto, L.J.2018. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Effendy, N. 2018. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:


EGC

Friedman, Marilyn M, Bowden, Vicky R, Hidayat. 2017. Buku Ajar Keperawatan


Keluarga: Riset, Teori dan praktik edisi 5 Ahli Bahasa Achir Yani S,
Hamid. Jakarta: EGC

https://www.sehatq.com/artikel/tahap-perkembangan-keluarga-yang-patut-anda-
ketahui

https://id.scribd.com/doc/315576425/ASUHAN-KEPERAWATAN-
KELUARGA-DENGAN-ANAK-USIA-PERTENGAHAN-0001

https://id.scribd.com/doc/304956768/Tahap-Perkembangan-Keluarga-Usia-
Pertengahan

Paramitha, Sonia Aisyah, dkk, 2019. Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Tahap
Perkembangan Keluarga Usia Pertengahan. Surakarta.

PPNI. (2018). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2018). Standart intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai