Anda di halaman 1dari 11

PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL

DEWASA DAN LANSIA

Kelompok 4

Disusun oleh :

Aisyah (20170303019)

Devia riyana Maharini (20170303003)

Dita lestari (20170303001)

Indah Sri Juliyanti (20170303004)

Novi Melpriana Veronika (20170303020)

Novi Widhiyanti (20170303008)

PROGRAM PERAWAT

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

JAKARTA

2019
PEMBAHASAN

A. Konsep Usia Dewasa


1. Pengertian Usia Dewasa
Istilah deawsa berasal dari bahasa Latin, yaitu adultus yang berrati tumbuh menjadi
kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi deawsa. Seseorang dikatakan
dewasa adalah apabila dia mampu menyelsaikan pertumbuhan dan menerima kedudukan
yang sama dalam masyarakat atau orang dewasa lainnya (Peiter & Lubis, 2010).
Seseorang dikatakan dewasa apabila telah sempurna pertumbuhan fisiknya dan mencapai
kematangan psikologis sehingga mampu hidup dan berperan bersama-sama orang
dewasa lainnya (Mubin & Cahyadi, 2006).

2. Pembagian Usia Dewasa


Menurut Erikson dalam Upton (2012), usia dewasa dibagi menjadi tiga tahap antara
lain:
1) Masa dewasa awal (18 - 25 tahun dan 40 tahun)
2) Masa dewasa menengah (40 - 65 tahun)
3) Masa dewasa akhir (usia lanjut 65 tahun)

3. Ciri-ciri Usia Dewasa


Menurut Anderson dalam Mubin & Cahyadi (2006), seseorang yang sudah dewasa
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego
2) Mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efisien
3) Dapat mengendalikan perasaan pribadinya
4) Mempunyai sikap yang objektif
5) Menerima kritik dan saran
6) Bertanggung jawab
7) Dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan yang realistis dan yang baru

4. Perkembangan Psikososial
Selama masa dewasa, perkembangan dunia sosial dan personal drai indivindu menjadi
lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya karena pada masa
ini indivindu memasuki peran kehidupan yang lebih luas.
Perkembangan psikososial ini meliputi :

a) Perkembangan keintiman vs isolasi (intimacy versus isolation)


Keintiman vs isolasi (intimacy versus isolation) adalah tantangan pada usia dewasa
muda, hal terpenting pada tahap ini adalah adanya suatu hubungan (Erikson 1902-1994
dalam Wade & Tavris, 2008). Masa dewasa awal (young adulthood) ditandai adanya
kecenderungan intimacy dan isolation. Pada tahap ini individu sudah mulai selektif
membina hubungan yang intim, hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi
pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-
orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan orang lainnya.
Pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya kerjasama
yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang
berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin
relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi.
Adanya kecenderungan maladaptif yang muncul dalam periode ini ialah rasa cuek,
dimana seseorang sudah merasa terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati
tanpa memedulikan dan merasa tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam
hubungan dengan sahabat, tetangga, bahkan dengan orang kekasih kita. Sementara dari
segi lain (malignansi) akan terjadi keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk
mengisolasi atau menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan, dan masyarakat, selain itu
dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian
yang dirasakan.
Orang dewasa muda perlu membentuk hubungan dekat dan cinta dengan orang lain.
Cinta yang dimakdsud tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga
hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain. Ritualisasi yang terjadi
pada tahap ini yaitu adanya afilisiasi dan elitism. Afilisiasi menunjukkan suatu sikap
yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta yang dibangun
dengan sahabat, dan kekasih. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang kurang
terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain. Keberhasilan memunculkan
hubungan kuat, sedangkan kegagalan menghasilkan kesepian dan kesendirian (Erikson
dalam Sumanto, 2014).

b) Perkembangan generativitas vs stagnasi (generativity versus stagnation)


Generativitas vs stagnasi (generativity versus stagnation) adalah tantangan pada masa
paruh baya. Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan (Erikson 1902-1994
dalam Wade & Tavris, 2008). Pada tahap ini salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat
mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas)
dengan tidak berbuat apa-apa (stagnansi). Orang dewasa perlu menciptakan atau
memelihara hal-hal yang akan menjadi penerus hidup mereka, kerap dengan memiliki
anak atau menciptakan suatu perubahan positif yang memberi manfaat bagi orang lain.
Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memerdulikan orang lain, sedangkan
stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri atau digambarkan dengan tidak perduli
dengan siapapun. Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu perduli,
sehingga mereka tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi
yang ada adalah penolakan, dimana seseorang tidak dapat berperan secara baik dalam
lingkungan kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya di tengah-tengah area
kehidupannya kurang mendapat sambutan yang baik.
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara
generativitas dan stagnasi guna mendapatkan nilai positif. Ritualisasi dalam tahap ini
meliputi generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi/hubungan yang
terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada usia dewasa
dan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa merasa memiliki
kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka alami serta memberikan
segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa, sehingga hubungan di
antara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung dengan baik dan
menyenangkan (Erikson dalam Sumanto, 2014). Keberhasilan mendorong perasaan
kebergunaan dan pencapaian, sedangkan kegagalan menghasilkan keterlibatan yang
rendah di dunia (Upton, 2012).

c) Integritas ego vs keputusasaan (ego integrity versus despair)


Integritas ego vs keputusasaan (ego integrity versus despair) adalah tantangan akhir
dari masa lanjut usia (Erikson 1902-1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Hal terpenting
pada masa ini ialah adanya refleksi atas kehidupan. Saat beranjak tua, orang berusaha
mencapai tujuan akhir yaitu kebijaksanaan, ketenangan spiritual, dan penerimaan dalam
hidup. Orang dewasa akhir perlu melihat ke belakang dalam kehidupan mereka dan
merasakan suatu rasa pemenuhan. Keberhasilan tahap ini mendorong perasaan arif,
sedangkan kegagalan menghasilkan penyesalan, kepahitan, dan keputusasaan (Upton,
2012).

5. Perubahan Psikososial
1. Perubahan pada masa dewasa awal
Kesehatan emosi pada masa dewasa awal berhubungan dengan kemampuan individu
untuk menempatkan dan memisahkan antara tugas pribadi dan tugas sosial. Dewasa awal
biasanya terperangkap antara keinginan untuk memperpanjang rasa tidak tanggung
jawabnya sewaktu remaja, tetapi juga ingin dianggap sebagai orang dewasa. Di antara usia
23-28 tahun, individu mulai memperbaiki persepsi diri dan kemampuannya untuk akrab
dengan orang lain. Di usia 29-34 tahun, individu mengarahkan banyak energi pada
pencapaian dan penguasaan dunia sekitar. Sedangkan usia 35-43 tahun merupakan waktu
ujian terkuat dalam mencapai tujuan dan hubungan hidup. Individu membuat perubahan
dalam diri sosial, dan tempat kerjanya. Biasanya stres akibat ujian yang berulang bisa
menyebabkan krisis paruh baya atau midlife crisis, dimana terjadi perubahan pada
pasangan pernikahan, gaya hidup, dan pekerjaan. Perubahan psikososial yang terjadi pada
usia dewasa awal dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:
a) Karier
Keberhasilan dalam pekerjaan merupakan hal penting bagi kehidupan pria dan wanita.
Keberhasilan kerja tidak hanya berupa keamanan segi ekonomi, tapi juga hubungan
pertemanan, kehidupan sosial , dan penghargaan terhadap rekan kerja. Jumlah keluarga
dengan dua karir (two-career families) saat ini mengalami peningkatan. Jenis keluarga
seperti ini memiliki keuntungan sekaligus tanggung jawab. Selain adanya peningkatan
keuangan keluarga, individu yang bekerja di luar rumah juga dapat mengembangkan
hubungan pertemanan, kegiatan, dan keinginan. Namun, kondisi tersebut juga dapat
menimbulkan stress yang disebabkan oleh perpindahan ke kota yang baru, peningkatan
biaya, mental, atau emosional, kebutuhan perawatan anak atau kebutuhan rumah
tangga. Untuk menghindari stres ini pasangan harus berbagi tanggung jawab. Bagi
beberapa keluarga, penyelesaiaannya adalah membatasi biaya rekreasi dan
menggantinya dengan membayar seorang pembantu untuk melakukan pekerjaan rumah.
b) Seksualitas
Perkembangan karakteristik seksual sekunder terjadi selama usia remaja.
Perkembangan fisik biasanya disertai dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas
seksual. Pada individu dewasa awal, kemampuan fisik biasanya juga dilengkapi dengan
kematangan emosional, sehingga lebih dapat membangun keakraban dan kematangan
hubungan seksual. Individu dewasa awal yang gagal mencapai tugas perkembangan
integrasi personal biasanya hanya dapat membangun hubungan yang tidak mendalam
dan sementara (Fortinash dan Holoday Worrer, 2004 dalam Potter & Perry, 2009).
c) Masa Lajang
Tekanan sosial untuk menikah tidak sebesar zaman dulu. Banyak individu dewasa awal
yang tidak menikah sampai akhir usia 20-an, awal usia 30-an, bahkan ada yang tidak
sama sekali. Bagi individu yang memutuskan untuk hidup melajang, maka yang
menjadi bagian penting dalam hidupnya adalah orang tua dan saudara kandungnya.
Beberapa individu menjadikan teman dekat dan kerabatnya sebagai keluarga. Salah satu
penyebab meningkatnya populasi individu yang hidup melajang adalah karena semakin
luasnya kesempatan berkarier bagi wanita. Sebagian besar individu lajang memilih
untuk hidup bersama di luar pernikahan, menjadi orang tua biologis, atau melakukan
adopsi.
d) Masa Menjadi Orang Tua
Ketersediaan alat kontrasepsi saat ini memudahkan pasangan untuk memutuskan kapan
akan memulai membentuk sebuah keluarga. Salah satu faktor yang mempengaruhi
keputusan ini adalah alasan untuk memiliki anak. Tekanan sosial dapat mendorong
pasangan untuk membatasi jumlah anak yang mereka miliki. Pertimbangan ekonomi
seringkali mempengaruhi proses pengambilan keputusan karena memiliki dan
membesarkan anak-anak membutuhkan biaya mahal. Status kesehatan umum dan lansia
juga mempengaruhi keputusan untuk menjadi orang tua, karena pasangan menunda
pernikahan dan kehamilan.

2. Perubahan pada masa dewasa menengah


Perubahan psikososial pada individu dewasa menengah melibatkan peristiwa yang
diharapkan, seperti anak-anak yang keluar dari rumah, sampai peristiwa yang tidak
diharapkan, seperti perceraian atau kematian seorang teman dekat. Perubahan psikososial
yang terjadi pada usia dewasa menengah dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:
a) Transisi Karier
Perubahan kaier terjadi karena pilihan atau perubahan di tempat kerja atau masyarakat.
Pada dekade terakhir, individu dewasa menengah cenderung berganti pekerjaan karena
berbagai alasan, antara lain keterbatasan pergerakan, penurunan peluang kerja, atau
mencari pekerjaan yang lebih menantang. Pada beberapa kasus pengurangan tenaga
kerja, kemajuan teknologi atau perubahan lainnya mendorong individu dewasa
menengah untuk mencari pekerjaan baru. Bila tidak diantisipasi, perubahan tersebut
dapat menyebabkan stres yang mempengaruhi kesehatan, hubungan dengan keluarga,
konsep diri, dan dimensi lainnya.
b) Seksualitas
Setelah kepergian anak terakhir dari rumah, pasangan akan membangun kembali
hubungan mereka, mencari cara untuk meningkatkan kehidupan pernikahan dan
kepuasan seksual selama usia pertengahan.
c) Psikososial Keluarga
Beberapa faktor psikososial keluarga yang terkait pada dewasa menengah antara lain:
 Masa lajang
Beberapa individu dewasa menengah memilih untuktetap lajang, tetapi ada juga
yang memilih untuk menjadi orang tua baik secara biologis ataupun adopsi. Banyak
individu dewasa menengah lajang yang memiliki sanak keluarga tapi untuk
membentuk sebuah keluarga dengan teman dekat atau teman sekerja.
 Perubahan Status Pernikahan
Terjadinya perubahan status pernikahan selama usia pertengahan adalah karena
kematian istri/suami, perpisahan, perceraian, dan pilihan untuk menikah atau tidak
menikah lagi. Klien yang berstatus janda, akibat perpisahan atau perceraian,
mengalami periode berduka dan kehilangan yang diperlukan untuk beradaptasi
terhadap perubahan status pernikahan. Kesedihan yang normal berlansung melalui
serangkaian fase, dan resolusi kesedihan bisanya menghabiskan waktu hingga
setahun atau lebih.
 Transisi Keluarga
Kepergian anak terakhir dari rumah merupakan suatu stresor. Beberapa orang tua
merasa senang karena bebas dari tanggung jawab mengasuh anak, sedangkan
sebagian lain merasa kesepian atau kehilangan arah karena perubahan ini.
 Merawat Orang Tua yang Berusia Lanjut
Banyak individu dewasa menengah terjepit antara tanggung jawab merawat anak-
anak dan merawat orang tua yang berusia lanjut dan sakit-sakitan. Selanjutnya
individu dewasa menengah menemukan diri mereka berada dalam generasi
campuran, di mana tantangan untuk memberikan perawatan menjadi penuh tekanan.
Kebutuhan keluarga akan pemberi layanan kini terus meningkat. Individu dewasa
menengah dan orang tua berusia lanjut sering mengalami konflik prioritas berkaitan
dengan hubungan mereka, sedangkan individu lanjut usia berusaha untuk tetap tidak
bergantung. Sebagian besar orang dewasa paruh baya dan orang tua mereka
memiliki hubungan yang dekat dan saling mengasihi didasarkan kepada kontak yang
sering terjadi dan bantuan yang bersifat mutual (Antonucci & Akiyama, 1997;
Bengtson, 2001 dalam Papalia, et al., 2013).

6. Kesehatan Psiksosial
1) Pada Dewasa Usia Awal
Masalah kesehatan psikososial pada individu dewasa awal biasanya berhubungan
dengan pekerjaan dan stressor dari keluarga. Stres dapat berguna karena dapat memotivasi
klien untuk berubah. Namun, jika stres berkepanjangan dan klien tidak mampu beradaptasi
dengan stresor, maka akan menimbulkan masalah kesehatan. Stres Pekerjaan.
Stres pekerjaan dapat terjadi tiap hari atau dari waktu ke waktu. Sebagian besar
individu dewasa awal dapat mengatasi krisis tersebut. Stres pekerjaan dapat terjadi saat
datangnya seorang bos baru, batas waktu (deadline) sudah dekat, mendapatkan tanggung
jawab menjadi lebih besar. Stres individu juga dapat terjadi saat individu merasa tidak
puas dengan pekerjaan atau tanggung jawab yang diberikan. Karena individu menerima
pekerjaan yang berbeda, maka tipe stresor pekerjaan yang dihadapi tiap klien juga
berbeda.
Stres Keluarga. Karena perubahan hubungan dan struktur dalam keluarga individu
muda yang beragam, maka frekuensi terjadinya stres juga meningkat. Stresor situasional
terjadi pada peristiwa seperti kelahiran, kematian, sakit, pernikahan, dan kehilangan
pekerjaan. Stres biasanya terkait dengan beberapa variabel, termasuk pilihan karier suami/
istri dan penyebab disfungsi dalam keluarga individu dewasa awal.
Setiap keluarga memiliki peran atau tugas tertentu bagi anggotanya. Peran tersebut
membuat keluarga dapat berfungsi dan menjadi bagian yang efektif dalam masyarakat.
Saat peran tersebut berubah akibat penyakit, maka krisis situasional dapat terjadi (Potter &
Perry, 2009).

2) Pada deawsa Usia Menengah


Ansietas. Ansietas adalah fenomena krisis kematangan yang berhubungan dengan
perubahan, konflik, dan kontrol terhadap lingkungan. Individu dewasa sering mengalami
ansietas dalam merespon perubahan fisiologis dan psikososial yang terjadi pada usia
pertengahan. Ansietas memotivasi individu dewasa untuk meninjau ulang tujuan hidup
dalam menstimulasi produktivitas. Namun, bagi beberapa individu dewasa, ansietas dapat
memicu penyakit psikosomatik dan kematian. Pada kasus ini, individu dewasa menengah
memandang kehidupan sebagai waktu hidup yang tersisa. Secara jelas, penyakit yang
mengancam kehidupan, transisi pernikahan, atau stresor pekerjaan dapat meningkatkan
ansietas klien dan keluarganya.
Depresi. Depresi adalah gangguan suasana hati yang dimanifestasikan dalam berbagai
cara. Meskipun lebih sering ditemukan pada usia antara 22-44 tahun, tetapi dapat
ditemukan juga pada individu dewasa pada usia pertengahan dan ditimbulkan oleh banyak
faktor. Faktor resiko depresi adalah menjadi wanita, kegagalan atau kehilangan di
pekerjaan, sekolah, atau dalam hubungan keluarga, kepergian anak terakhir dari rumah,
dan riwayat keluarga.
Individu yang mengalami depresi ringan menunjukkannya dengan perasaan sedih,
murung, putus asa, jatuh dalam kesedihan, dan penuh dengan air mata. Gejala lainnya
adalah gangguan pola tidur seperti sulit tidur (insomnia) atau tidur yang berlebihan
(hipersomnia), iritabilitas, perasaan tidak berguna, dan penurunan kewaspadaan.
Perubahan fisik seperti penurunan atau penambahan berat badan, sakit kepala, atau selalu
merasa lelah walaupun telah beristirahat juga merupakan gejala depresi. Individu yang
mengalami depresi pada usia pertengahan biasanya mengalami ansietas dengan intensitas
sedang sampai berat dan mengalami keluhan fisik. Perubahan suasana hati dan depresi
biasanya terjadi saat menopause. Penyalagunaan alkohol atau obat dapat membuat depresi
semakin berat.
B. Konsep Usia Lansia
1. Pengertian Usia Lansia
Lansia menurut Masdani (1990 dalam Nugroho, 2000) mengemukakan bahwa lansia
merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian
pertama fase iufentus usia antara 25-40 tahun, kedua fase verilitas usia antara 40-50 tahun,
ketiga fase prasenium usia antara 55-65 tahun, ke empat fase senium usia antara 65-tutup
usia.
Lanjut usia menurut Surini dan Utomo (2003) bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua individu,
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress
lingkungan.
Lansia menurut Reimer (1999 dalam Stanley dan Beare, 2007) berdasarkan
karateristik sosial masyarakat yang menganggap bahwa orang telah tua jika menunjukkan
ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi. Dalam peran
masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang
tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi produktif, dan untuk wanita tidak dapat
memenuhi tugas rumah tangga. Kriteria simbolik seseorang dianggap tua ketika cucu
pertamanya lahir. Dalam masyarakat kepulauan Pasifik, seseorang dianggap tua ketika ia
berfungsi sebagai kepala dari garis keluarganya.
Usia tua menurut Hurlock (2006) adalah periode penutup dalam rentang hidup
seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode
terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat. Usia
lanjut menurut Widiyatun (2003) adalah masa merasa sudah sangat tua, ada rasa takut
menghadapinya dan ditandai dengan kemunduran fungsi organ.

2. Batasan Usia Lanjut Usia


Lanjut usia berdasarkan usia kronologis/biologis (WHO dalam maryam, 2008)
digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45
sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old)
usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Lanjut usia menurut Setyonegoro (2002 dalam Azizah, 2011) dikelompokkan menjadi
usia dewasa muda (elderly adulhood) yaitu 18 atau 25-29 tahun, usia dewasa penuh
(middle years) atau maturitas yaitu 30-60 tahun atau 65 tahun, lanjut usia (geriatric age)
lebih dari 65 tahun atau 75 tahun yang dibagi lagi dengan 70-75 tahun (young old), 75-80
tahun (old), lebih dari 80 (very old).
Dewasa akhir (late adulthood) atau lanjut usia biasanya merujuk pada tahap siklus
kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun. Ahli gerontologi membagi lanjut usia menjadi
dua kelompok: young-old, berusia 65-74 tahun; dan old-old, berusia 75 tahun ke atas.
Kadang-kadang digunakan istilah oldest old untukmerujuk pada orang-orang yang berusia
85 tahun ke atas (Sadock dan Sadock, 2007).
Lanjut usia menurut organisaasi kesehatan dunia di bagi menjadi 4 bagian, yaitu: Usia
pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia antara 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (
elderly) yaitu usia antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu usia antara 75
sampai 90 tahun dan lanjut usia yang sangat tua (very old) yaitu usia di atas 90 tahun
(hanum, 2008).
Lanjut usia menurut Masdani (2005 dalam Azizah, 2011) merupakan kelanjutan dari
usia dewasa. Kedewasaan dapat di bagi menjadi empat bagian, yaitu: Fase iuventus yaitu
usia antara 25 sampai 40 tahun, fase vertilitas yaitu usia antara 40 sampai 50 tahun, fase
praesenium yaitu usia antara 55 sampai 65 tahun dan fase senium yaitu usia 65 tahun
sampai tutup usia.
Lansia menurut Departemen kesehatan RI terbagi menjadi sebagai berikut:
- Kelompok menjelang usia lanjut (45-54th) sebagai masa vibrilitas
- Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
- Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai senium (mayam, 2008).

3. Ciri-ciri Pada Lansia


Ciri-ciri lansia menurut Sabri (2003) adalah sebagai berikut :
a. Ada perubahan individu yang menonjol sebagai akibat dari usia lanjut, yaitu ketuaan
yang bersifat fisik mendahului ketuaan psikologis yang merupakan kejadian yang
bersifat umum.
b. Ada beberapa masalah dari penyesuaian diri dan sosial yang khas bagi usia lanjut,
misalnya meningkatnya ketergantungan fisik dan ekonomi pada orang lain,
membentuk kontak sosial baru, mengembangkan keinginan dan minat baru serta
kegiatan untuk memanfaatkan waktu luang yang jumlahnya meningkat.
c. Perubahan yang umum terjadi pada masa ini adalah perubahan yang menyangkut
kemampuan motorik, perubahan kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis,
perubahan pada sistem saraf, perubahan penampilan dan kemampuan seksual, serta
kecenderungan sikap yang canggung dan kikuk.
d. Keterkaitan terhadap agama bertambah dan sering dipusatkan pada masalah tentang
kematian pada usia tersebut yang bersifat pribadi tidak abstrak seperti masa-masa
sebelumnya.
e. Di antara sekian banyak bahaya fisik yang bersifat umum yang merupakan ciri usia
lanjut, ialah penyakitan, hambatan yang bersifat jasmaniah, kurang gizi, gigi banyak
yang tanggal dan hilangnya kemampuan seksual.
f. Bahaya yang bersifat psikologis meliputi kepercayaan terhadap pendapat klise tentang
lanjut usia, perasaan rendah diri, perasaan tidak berguna, perubahan tidak enak akibat
perubahan fisik, perubahan pola hidup, perasaan bersalah karena menganggur.

4. Perubahan-perubahan Pada Lansia


Perubahan psikososial menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu
mengancam, sering bingung, panik, dan depresi. Hal itu disebabkan antara lain karena
ketergantungan fisik dan sosial ekonomi. Ketergantungan sosial finansial pada waktu
pensiun menyebabkan kehilangan rasa bangga, hubungan sosial, kewibawaan, dan
sebagainya. Masalah–masalah ini serta reaksi individu terhadapnya akan sangat beragam,
tergantung kepada kepribadian invidu yang bersangkutan. Pada saat ini orang yang telah
menjalani kehidupannya dengan bekerja mendadak diharapkan untuk menyesuaikan
dirinya dengan masa pensiun.
Tetapi bagi banyak pekerja pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman–teman
yang akrab dan disingkirkan untuk duduk–duduk dirumah dengan begitu dapat
menimbulkan perasaan kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial, kehilangan
hubungan teman dan keluarga, perubahan mendadak dalam kehidupan rutin yang
membuat mereka merasa kurang melakukan kegiatan yang berguna, antara lain:

1) Minat
Pada umumnya minat seseorang akan berubah kuantitas dan kualitasnya pada masa
lanjut usia. Lazimnya minat dalam aktifitas fisik cenderung menurun dengan
bertambahnya usia. Kendati perubahan minat pada usia lanjut jelas berhubungan dengan
menurunnya kemampuan fisik, tidak dapat diragukan bahwa hal–hal tersebut dipengaruhi
oleh faktor– faktor sosial.

2) Isolasi dan kesepian


Banyak faktor bergabung sehingga membuat orang lanjut usia terisolasi dari yang lain.
Secara fisik, mereka kurang mampu mengikuti aktivitas yang melibatkan usaha.Makin
menurunnya kualitas indera yang mengakibatkan ketulian, penglihatan yang makin kabur,
dan sebagainya. Selanjutnya membuat orang lanjut usia merasa terputus dari hubungan
dengan orang-orang lain. Faktor lain yang membuat isolasi makin manjadi lebih parah
adalah perubahan sosial, terutama mengendornya ikatan kekeluargaan. Bila orang lanjut
usia tinggal bersama saudaranya, lansia bisa bersikap toleran terhadap mereka, sayangnya
mereka jarang menghormatinya sehingga lansia tersebut terisolasi dan merasa hidup
sendiri.

3) Peranan iman
Menurut proses fisik dan mental pada usia lanjut memungkinkan orang yang sudah tua
tidak begitu membenci dan merasa kuatir dalam memandang akhir dari kehidupan
dibanding orang yang lebih muda. Namun demikian, hampir tidak disangkal lagi bahwa
iman yang teguh adalah senjata yang paling ampuh melawan rasa takut terhadap kematian.
Usia lanjut memang merupakan masa dimana kesadaran religius dibangkitkan dan
diperkuat.
DAFTAR PUSTAKA

Erikson 1902-1994 dalam Wade & Tavris, 2008. Perkembangan Psikososial. Jakarta

Mubin & Cahyadi, 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: IKAPI

Peiter & Lubis, 2010. Pengantar Psikologi Dalam Keperawatan. Jakarta: Kencana

Sabri, 2003. Psikologi Usia Lansia Dalam Keperawatan. Surabaya: Rajawali

WHO dalam maryam, 2008. Psikologi Perkembangan

Anda mungkin juga menyukai