Anda di halaman 1dari 20

JURNAL PSIKOLOGI MASA DEWASA AWAL

Ari Setiya Safitri, Jamil Kurniawan, Kiki Nofa Sari

Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Universitas Institut Agama Islam Negeri Metro,
Lampung, Indonesia

Abstrak

Rentang usia dewasa awal adalah 18-40 tahun. Dewasa awal merupakan masa
peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa. Orang dewasa awal diharapkan memainkan
peran baru, seperti suami atau istri, orang tua, pencari nafkah, keinginan-keinginan baru,
mengembangkan sikap-sikap baru, dan nilai-nilai baru sesuai tugas barunya. Individu pada
masa ini akan selalu mencari kesibukan dan seolah-olah takut akan keadaan pasif, sehingga
mereka kelihatan tidak pernah istirahat. Kondisi ini sering membuat konflik dalam
kehidupannya sehar-hari, misalnya konflik dalam pernikahan atau pekerjaan. Berakhirnya
masa remaja (dewasa awal) dan terjunnya seseorang ke dalam pola pendidikan orang dewasa,
karier, dan kehidupan perkawinan, menyebabkan hubungan dalam teman-teman sebayanya
semakin renggang. tugas perkembangan dewasa awal adalah dimulainya masa menikah dan
membina keluarga. Untuk membentuk keluarga dewasa awal akan menempuh berbagai tahap
antara lain: pendekatan dengan seseorang yang kemudian di teruskan menuju ke tahap yang
lebih jauh yaitu menikah. Pada masa dewasa ini, individu merasa tidak terikat lagi oleh
ketentuan dan aturan orang tua maupun guru-gurunya sehingga terbebas dari belenggu dan
bebas untuk berbuat apa yang mereka inginkan.
Kunci: Dewasa awal, Kemandirian, Pernikahan
Abstract
The range of early adulthood is 18-40 years. Early adulthood is a transition from
adolescence to adulthood. Early adults are expected to play new roles, such as husband or
wife, parents, breadwinners, new desires, develop new attitudes, and new values according to
their new duties. Individuals at this time will always look for a flurry and as if afraid of a
passive state, so they seem to never rest. This condition often creates conflicts in their daily
lives, for example conflicts in marriage or work. The end of adolescence (early adulthood)
and one's plunge into adult education patterns, careers, and marital life, causes relationships
in peers to become more tenuous. the task of early adult development is to begin the period of
marriage and fostering family. To form an early adult family will take various stages, among
others: an approach with someone who then continues to go to a further stage, namely
marriage. In this adult age, individuals feel no longer bound by the rules and regulations of
their parents and teachers so that they are free from shackles and free to do what they want.

Keywords: Early adulthood, Independence, Marriage


A. PENDAHULUAN
Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang
berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi
dewasa. Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dalam hubungan personal
dimana mereka mencari keintiman emosinal dan fisik dalam hubungan dengan teman
sebayanya atau pasangan. Sebagai individu yang sudah tergolong dewasa peran dan
tanggung jawabnya tentu makin bertambah besar, tak lagi harus bergantung secara
ekonomis, sosiologis, ataupun psikologis pada orang tuanya. Mereka harus merasa
tertantang untuk membuktikan dirinya sebagai seorang pribadi dewasa yang mandiri.
berbagai pengalaman baik yang berhasil maupun yang gagal dalam menghadapi suatu
masalah akan dapat dijadikan pelajaran berharga guna membentuk seorang pribadi
yang matang, tangguh, bertanggung jawab terhadap masa depannya, secara
fisik,seorang dewasa muda menampilkan profil yang sempurna dalam arti bahwa
pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak.
mereka memiliki daya tahan dan taraf kesehatan yang prima sehingga dalam
melakukan berbagai kegiatan tanpa inisiatif,kreatif,energik,cepat,dan proaktif.
Dewasa muda termasuk masa transisi,baik secara fisik (psysically trantition) ,
transisi secara intelektual (cognitive trantition) serta transisi peran sosial (social role
trantition) Sikap keberagamaan pada orang dewasa memiliki perspektif yang luas
didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu, sikap keberagamaan ini
umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengartian dan perluasan pemahaman
tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama, bagi orang dewasa sudah
merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan. Kebudayaan Indonesia,
seseorang dianggap resmi mencapai status dewasa apabila sudah menikah, meskipun
usianya belum mencapai 21 tahun. psikolog menetapkan sekitar usia 20 tahun sebagai
awal masa dewasa dan berlangsung sampai sekitar usia 40-45 tahun. Dilihat dari
pandangan psikologis, maka orang yang dewasa memiliki ciri-ciri kematangan yang
mengacu kepada sikap bertanggung jawab.
Ciri-ciri pada orang yang dewasa dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Dewasa secara fisik Dimana organ-organ reproduksi telah berfungsi secara
optimal yang ditandai dengan reproduksi sperma yang baik pada pria dan
reproduksi sel telur yang menandai pada wanita. Selain perkembangan sel-sel otot
tubuh yang menandakan sekaligus yang membedakan pria dan wanita.
2. Dewasa secara psikologis Ini ditandai dengan kemampuan untuk menyelesaikan
masalah dan konflik-konflik yang terjadi dalam kehidupan.
3. Dewasa secara sosial ekonomi Ditampakkan dalam kemampuan seseorang untuk
mandiri, membiayai kebutuhan hidup sendiri dan menangani berbagai hal dengan
kemampuan sendiri. Selain 3 point diatas kedewasaan juga dapat dilihat dari
beberapa kemampuan seperti:
a) Kemampuan mengenali dan menerima diri sendiri
b) Kemampuan menerima keberadaan orang lain
c) Kemampuan mengarahkan kehidupan dengan orang lain
d) Kemampuan berpikir dan bertindak mandiri, menyuruh dan melarang
diri sendiri mengetahui tugas dan tanggung jawabnya, serta mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang benar.
Pada umumnya mereka yang memasuki usia dewasa awal adalah orang-orang
yang baru menyelesaikan pendidikan di tingkat SMA dan memilih untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang perguruan tinggi atau bekerja. Mereka yang memilih untuk
melanjutkan pendidikannya, akan melakukan berbagai usaha untuk dapat diterima di
perguruan tinggi dan dapat memenuhi biaya pendidikan mereka, sendiri atau kota
sendiri

B. PEMBAHASAN

1. Kematangan Pada Masa Dewasa Awal


Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola
kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa awal diharapkan
memainkan peran baru, seperti suami atau istri, orang tua, dan pencari nafkah,
keinginan-keinginan baru, mengembangkan sikap-sikap baru, dan nilai-nilai baru
sesuai tugas barunya. Penyesuaian diri masa dewasa merupakan periode khusus dan
yang paling sulit dari rentang kehidupan manusia.1 Dewasa awal, Ding (2015)
menyebutkan Erikson adalah orang pertama yang menggunakan istilah "dewasa awal"
dalam bukunya Childhood and Society pada tahun 1963. Pada saat itu juga pertama
kalinya masa dewasa awal digariskan sebagai tahap transisi penting antara masa
remaja dan masa dewasa. Pada tahap ini, orang menjadi mampu berpikir lebih
kompleks, menghargai beragam pandangan dari berbagai perspektif, membangun
identitas pribadi dan membentuk hubungan yang berkomitmen, mengatur emosi
mereka, dan bersikap independen terhadap pengambilan keputusan. Teori psikososial
Erikson memandang rentang usia dewasa awal adalah 18-40 tahun.2 Istilah adult atau
dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh
menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.
Dalam konteks perkembangan individu, kematangan psikologi adalah
berkembangnya individu berdasarkan prinsip Life-Span Perspective. Life-Span
Perspective merupakan prinsip dimana perkembangan adalah suatu proses yang terus
menerus, tahap demi tahap seperti mata rantai yang salaing mengait. Havighurst
mengatakan bahwa dunia modern saat ini, membutuhkan individu-individu yang

1
Encep Sudirjo & Muhammad Nur Alif, Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik, (Sumedang Jawa
Bara: UPI Sumedang Press, 2018), 91.
2
Dessy Sumanty, Deden Sudirman & Diah Puspasari,” Hubungan Religiusitas dengan Citra Tubuh
pada Wanita Dewasa Awal”, Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, Vol.1, No.1, (April 2018), 14.
matang dan kompleks. Artinya, individu harus memiliki kemandirian intelektual,
toleran terhadap ambiguitas dan tidak dikendalikan oleh rasa takut dan tidak kaku.
Individu yang matang adalah pribadi yang memiliki kemampuan problem solving.
Kedewasaan atau kematangan adalah suatu keadaan bergerak maju kearah
kesempurnaan. Oleh karena itu, seseorang yang disebut dewasa adalah individu yang
telah siap menerima kedudukan dalam masyarakat.3

2. Perkembangan Kognitif, Sosial, Moral, Agama, Karier dan Perencanaan


Pembentukan Keluarga
Berikut aspek-aspek perkembangan yang sedang dihadapi usia mahasiswa
sebagai fase usia dewasa awal.
a. Perkembangan Kognitif

Pada umumnya orang percaya bahwa proses kognitif belajar, memori, dan
teligensi mengalami kemerosostan bersamaan dengan terus bertambahnya manusia.
Bahkan kesimpulan bahwa usia terkait dengan penurunan proses kognitif ini juga
tercermin dalam masyarakat ilmiah. Akan tetapi, belakangan sejumlah hasil
penelitian menunjukan bahwa kepercayaan tentang terjadinya kemerosotan proses
kognitif bersamaan dengan penurunan kemampuan fisik, sebenarnya hanyalah
salah satu seteorotip budaya yang meresap dalam diri kita. 4Perkembangan kognitif
berhubungan dengan meningkatnya kemampuan berfikir (thingking), memecahkan
masalah (problem solving), mengambil kepututusan (decision making), kecerdasan
(intelligence),bakat (aptitude). Perkembangan kognitif pada fase usia dewasa awal,
dikemukakan oleh Schaie (1977) bahwa tahap-tahap kognitif Piaget
menggambarkan peningkatan efesiensi dalam perolehan informasi yang baru.
Contoh, pada dewasa awal terdapat perubahan dari mencari pengetahuan
menunjukan menerabkan pengetahuan, menerapkan apa yang diketahui, khusunya
dalam menentukan karier.5 Schaie membagi tahap perkembangan kognitif dewasa
awal menjadi beberapa tahap, yaitu:

1) Tahap menguasai pengetahuan dan ketrampilan (acquisitive, 6-25 tahun)

3
Sarlito Wawan Sarwono, Pengantar Psikologi Umum (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2013), 77.
4
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2019), 238.
5
Stella Olivia, Deteksi Dini Psikologi Balita Hingga Manula (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
2015), 99-100
Yang dimaksud dengan tahap acquisitive adalah tahap yang terjadi
pada masa anak-anak dan masa remaja (bahkan dewasa awal) dan mereka
berusaha mengetahui pengetahuan dan ketrampilan melalui jalur pendidikan
(formal dan nonformal) guna mempersiapkan masa depannya, terutama ketika
mereka bekerja dalam lembaga-lembaga sosial masyarakat.
2) Tahap pencapaian prestasi (achieving stage, 24-34 tahun)
Masa pencapaian prestasi dianggap sebagai kemampuan untuk
mempraktikkan seluruh potensi intelektual, bakat, minat, pengetahuan, dan
ketrampilan yang diperoleh selama masa akuisitif ke dalam dunia karier.
Individu telah menempuh pendidikan formal jenjang akademi, atau
universitas, kemudian ia mulai memasuki jenis pekerjaan praktis. Ia mencoba
menerapkan ilmu dan ketrampilannya, apakah cocok atau tidak, dengan jenis
pekerjaan yang dihadapinya.
3) Tahap tanggung jawab (responsibility stage)
Sebagai makhluk sosial, mau tak mau seseorang harus mampu
mempertanggung jawabkan segala tindakannya secara etika, moral kepada
masyarakat. Demikian pula orang yang memasuki masa dewasa awal, akan
dituntut rasa tanggung jawabnya sebagai individu yang bekerja di lembaga
sosial tempat ia bekerja, serta dituntut tanggung jawabnya sebagai individu
yang telah membina kehidupan rumah tangga.6
b. Perkembangan Karier
Memasuki sebuah pekerjaan menandakan dimulainya peran dan tanggung
jawab baru bagi individu. Tuntunan peran karier terhadap kopetensi menunjukan
sangat tinggi pada fase usia dewasa awal. Individu pada masa ini akan selalu
mencari kesibukan dan seolah-olah takut akan keadaan pasif, sehingga mereka
kelihatan tidak pernah istirahat. Kondisi ini sering membuat konflik dalam
kehidupannya sehar-hari, misalnya konflik dalam perkawinan atau pekerjaan. 7
Mahasiswa dalam tahap perkembangan karier menurut Super termasuk dalam fase
spesifikasi (usia18-22 tahun) dimana individu menspefesikan pilihan karier dan
mulai mengarahkan tingkah laku diri agar dapat bekerja pada bidang karier
tertentu, sedangkan dalam tahap perkembangan, karier menurut Ginzberg
6
Siti Aisyah, Perkembangan Peserta Didik & Bimbingan Belajar (Yogyakarta: CV Budi Utama,
2015), 137.
7
Herri Zan Pieter dan Namora Lumongga Lubis, Pengantar Psikologi untuk Kebidanan, (Jakarta:
Kencana, 2010), 179-180.
mahasiswa termasuk dalam fase realistis (usia17an hingga awal 20 an) dimana
pada masa ini tiap orang secara ektensif mencoba karier yang mungkin lalu
memfokuskan diri pada satu bidang, dan akhirnya memilih pekerjaan tertentu
dalam karier tersebut ( seperti menjadi dokter umum, atau ahli bedah ortopedik
dalam karier kedokteran), maka dapat disimpulkan tugas perkembangan karier
yang harus diselesaikan oleh mahasiswa pada masa dewasa awal adalah
mengkhususkan pilihan karier, dan memilih pekerjaan tertentu dalam karier
tersebut.8
Rendahnya kematangan karier dapat menyebabkan kesalahan dalam
mengambilkeputusan karier, termasuk kesalahan dalam menentukan pendidikan
lanjutan ( pinasti, 2011: 18), yang akhirnya pemilihan pekerjaan yang tidak sesuai
dengan kemampuan dan minatnya dapat menciptakan ketidak puasan seseorang
akan hasil kerjanya, tidak mencintai tugasnya dan menurunya prestasi kerja
( Rachmawati, 2012: 2), dan menjadi suatu hambatan dalam melewati tahap
perkembangan selanjutnya ( Havigurst, dalam Hurlock, 2002: 10). Super (dalam
Aci, dkk, 2009) mendefinisikan kematangan karier sebagai keberhasilan individu
untuk menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karier yang khas bagi tahap
perkembangan tertentu, kematangan karier memiliki beberapa karakteristik,
menurut Super ( dalam Sharf, 2006) pribadi yang matang karier memiliki
kemampuan dalam aspek merencanakan karier, mengeksplorasi karier dengan
sumber daya yang di miliki, kemampuan menggunakan pengetahuan dan
pemikiran dalam membuat keputusan karier, memiliki pengetahuan tentang dunia
kerja, pengetahuan mengenai pekerjaan yang diminati dan pengetahuan tentang
kemampuan (Value) diri.
c. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial dapat diartikan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi masyarakat
agar dapat meleburkan diri menjadi diri satu kesatuan yang saling komunikasi dan
bekerja sama. Sebagai proses belajar perkembangan sosial akan berlangsung
sepanjang hayat seseorang sesuai dengan usia perkembanganya. Proses sosialisasi
dapat menumbuhkan kemampuan seseorang dalam membina berbagai hubungan
dengan sesamanya, baik dalam keluarga, teman sebayanya, maupun dengan
masyarakat. Perkembangan hubungan sosial seseorang berubah sejalan dengan
8
Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2018), 110.
perkembangan usia dan kemampuanya.9 Perubahan hubungan sosial di tandai
dengan pencapaian tahapan-tahapan kempuan yang di peroleh melalui proses
belajar dan bergaul. Kemampuan hubungan social ini menujukkan tingkat
keterampilan seseorang dalam berinteraksi dengan lingkunganya. Perkembangan
sosial dimulai dari tahap ketergantungan menuju kemandirian dan suasana
kedewasaan yang bertanggung jawab.
Perilaku maladjustment di jumpai dalam diri orang usia dewasa awal,
sesamanya baru saja menamakan pendidikan formalnya. Berakhirnya masa remaja
dan terjunnya seseorang ke dalam pola pendidikan orang dewasa, karier, dan
kehidupan perkawinan, menyebabkan hubungan dalam teman-teman sebayanya
semakin renggang. Bersamaan dengan itu, keterlibatan dalam kegiatan kelompok
di luar rumah semakin berkurang seiring kesibukan meniti karier. Akibatnya untuk
pertama kalinya orang dewasa awal akan mengalami keterpencilan sosial, yang di
sebut oleh Erickson sebagai krisis ketersaingan (isolasion crisis). Betapa berat
tantangan yang harus di hadapi dewasa awal, karena menurut John P. Dworetzki
menyebut usia dewasa awal sebagai masa timbulnya banyak masalah dalam
kehidupan sosial. Mereka harus menghadapi beberapa keputusan penting yang
berhubungan dengan kehidupan sosial, seperti hubungan dengan lawan jenis, anak-
anak, teman seprofesi, persahabatan baru dan tugas lainya. Maka dewasa awal di
sebut sebagai sosial yang belum matang dalam hubungan sosial sehingga
pertumbuhan jiwa sosialnya masih tetap berkembang sejalan usia kedewasaanya.
Dari segi sosial, semua usia dewasa mempunyai minat atau keinginan untuk
lebih berarti dan berdaya guna bagi lingkungan masyarakatnya. Mereka
menginginkan posisi dan kedudukan tertentu dalam lingkungan sosial, baik dalam
keluarga, karier, maupun masyarakat. Mereka menolak adanya keterkecualian atas
penolakan orang lain, atas dasar inilah banyak usia dewasa awal yang
mengarahkan minat sosialnya dalam aktivitas-aktivitas sosial dalam masyarakat.
Menurut Andi Mappiare, memasuki usia 30 tahun, pada umumnya dewasa awal
laki-laki maupun perempuan, telah mencapai penyesuaian dan pemantapan diri
terhadap berbagai perubahan dalam aktivitas sosialnya yang baru. Selanjutnya,
pada akhir usia 30 an atau menejelang usia empat puluh mereka telah mempunyai
banyak teman, sebab di usia tersebut mereka telah mendapatkan bentuk hubungan

9
Nora Agustina, Perkembangan Peserta Didik ,(Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018), 127-128
yang erat dan cocok dalam kelompok sosialnya. Minat-minat sosial di usia empat
puluhan juga sudah mulai stabil.
d. Perkembangan Moral
Moralitas secara umum dikaitkan dengan nilai-nilai umum kemanusiaan dan
berhubungan dengan perilaku yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Moralitas
tidak semata-mata berhubungan dengan perilaku yang terlihat ataupun yang dapat
diketahui dari berita (misalnya berita-berita criminal), akan tetapi lebih dalam dari
sekedar perilaku yang tampak tersebut. Dalam menilai suatu perilaku boleh atau
tidak dilakukan, pertimbangan atau pemikiran yang mendasari terjadinya penilaian
moral itu merupakan hal yang patut untuk di perhatikan. 10 Santrock (2003)
perkembangan moral berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai mengenai
apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. John
Locke dan J.B Watson mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan moral manusia, yaitu:
1) Pengalaman, sebagai proses belajar
2) Keluarga, meliputi:
a. Sikap atau keadaan social ekonomi keluarga
b. Posisi dalam keluarga
c. Sifat anggota kelurga lain
3) Kebudayaan, meliputi:
a. Bila anak hidup di suasana yang memalukan, dia belajar untuk selalu
merasa bersalah.
b. Bila orang berada di lingkungan orang-orang yang kritis, dia akan
memiliki argument yang relevan saat bicara.
c. Bila orang hidup dalam suasana kejujuran, maka ia akan memahami
mengenai keadilan.11
e. Perkembangan Keagamaan
Masa dewasa dari usia 21 tahun ke atas. Masa ini umumnya ditandai dengan
adanya kedewasaan maupun kemantapan, baik secara psikologis, sosial, maupun
ekonomis. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan kehidupan beragama. Clark
mensinyalir bahwa masih banyak orang dewasa yang belum matang kehidupan
beragamanya. Hal ini terlihat masih Selain mengalami pembentukkan fisik,
10
Nilam Wijayanti, Seri Psikologi Populer: Kunci Pengembangan Diri, (Jakarta: PT Granmedia,
2009), 88-90.
11
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), 52-53.
intelektual, emosi (psikis) dan sosial, usia dewasa awal juga mengalami
perkembangan dalam kematangan beragama. Kematangan dari berbagai segi ini
merupakan unsur pembentuk kepribadian usia dewasa awal. Tugas utama bagi
orang tua adalah membawa anak-anak mereka menuju kedewasaan penuh dalam
berbagai segi perkembangan. Dengan begitu, mereka akan menjadi pribadi yang
matang dan bertanggung jawab terhadap kehidupanya di dunia dan di akhirat.
Menurut Charles Glock, terdapat lima dimensi yang dapat di gunakan untuk
mengukur kematangan beragama seseorang, yakni:
1) Ideology, yaitu dimensi yang berorientasi pada aktivitas mental untuk
memperlihatkan keterkaitan dan komimetnya terhadap agama.
2) Ritual, merupakan dimensi yang berkenaan dengan intensitas dan frekuensi
seseorang di tempat-tempat ibadah dalam berbagai situasi.
3) Intelektual, untuk mengukur pengetahuan mengenai dogma-dogma dan praktek-
praktek keagamaan.
4) Konsekuensional, di gunakan untuk mengetahui realistas tingkah laku orang
yang beragama dalam kehidupanya sehari-hari. Terutama dalam hubungan
dengan sesamanya.
Berdasarkan penelitian Elizabeth B. Hurlock, keterkaitan usia dewasa awal
terhadap agama di identifikasi melalui 8 faktor, yaitu:
a) Jenis kelamin
b) Status social
c) Tempat tinggal
d) Latar belakang keluarga
e) Lingkungan
f) Perbedaan agama dalam rumah tangga
g) Kecemasan terhadap kematian
h) Kepribadian seseorang

Melalui 8 faktor tersebut dapat di identifikasi sifat keagamaan usia dewasa


awal secara umum. Dari faktor jenis kelamin, hasil penelitian menunjukkan bahwa
wanita lebih berminat dan mempunyai kecenderungan terhadap agama dari pada
pria. Hal ini terlihat dari jama’ah yang mengikuti kegiatan pengajian dan social
keagamaan lainnya. Usia dewasa awal dari kelas menengah akan lebih tertarik dan
aktif dalam melakukan kegiatan keagamaan dari pada mereka yang berada di
bawah dan diatasnya. Pada umumnya orang dewasa awal mempunyai minat
agama, walaupun tahun-tahun pertama minatnya masih kecil. Perubahan dalam
kepercayaan, sikap, dan perilaku religious di kalangan orang dewasa secara
integral berkaitan dengan perubahan struktur kepribadian. Orang dewasa muda
memilih arah hidup yang akan diambil, dengan menghadapi godaan berbagai
kemungkinan pilihan. orang dewasa muda berawal ketika krisis identitas masa
muda berlalu. Dengan kurang mengetahui siapa diri mereka, orang dewasa muda
memasuki hubungan baru karena tanggungjawab yang bertambah, yang merupakan
pengalaman dengan konfli-konfliknya sendiri.12

f. Perencanaan Membentuk Keluarga pada Masa Dewasa Awal


Menurut Hurlock (1980) muncul sikap terhadap pernikahan pada umumnya
terjadi pada individu ketika memasuki masa dewasa awal. Hal ini di sebabkan
tugas perkembangan dewasa awal adalah dimulainya masa menikah dan membina
keluarga. Menurut Hurlock (1980) tugas perkembangan dalam masa dewasa awal
adalah masa dimulainya upaya untuk memilih pasangan hidup dan bekerja. Dewasa
awal sendiri adalah mereka yang berusia 18 tahun sampai kira-kira 40 tahun. Untuk
membentuk keluarga dewasa awal akan menempuh berbagai tahap antara lain:
pendekatan dengan seseorang yang kemudian di teruskan menuju ke tahap yang
lebih jauh yaitu menikah. Dalam membentuk keluarga seseorang tidak hanya
membutuhkan hubungan biologis semata melainkan harus memperhitungkan
kesiapan fisik, psikis maupun materi untuk menikah dan apabila tidak siap akan
menimbulkan kecemasan,
3. Menemukan Jati Diri Pada Masa Dewasa Awal
Pada usia 21-30 tahun, manusia menjadi sosok pemuda. Muncullah semangat
dan idealisme sebagai seseorng yang berjiwa muda. Individu selalu ingin menjari jati
diri dan identitas. Tingkat kelabilan pada masa dewasa awal masih sedikit berkurang
walaupun masih tersisa. Semangatnya begitu membara. Individu mulai berfikir
bagaimana menjadi dewasa yang sebenarnya, setelah individu merasa menemukan jati
dirinya (self-reinvention), jadilah individu dewasa tahap awal yakni pada usia 31-45
tahun. Ini adalah fase menemukan dalam hidupnya.
Fase ini diharapkan sikap hidupnya sudah stabil, tidak lagi mementingkan
egonya sendiri, tetapi berfikir bagaimana menemukan jalan keluar yang terbaik.
12
Mustafa, “Perkembangan Jiwa Beragama pada Masa Dewasa”, Jurnal Edukasi, Vol. 2, No 1,
(Januari 2016) : 83-88.
Kestabilan ini akan terus berlanjut hingga individu dewasa awal menjadi mantap akan
eksistensinya sebagai seorang manusia. Desmita (2009) menyatakan bahwa dalam
konteks psikologi perkembangan, pembentukan identitas merupakan tugas utama
dalam perkembangan kepribadian yang diharapkan tercapai pada akhir masa remaja.13
Hurlock menguraikan secara ringkas ciri-ciri dewasa yang menonjol dalam masa-
masa dewasa awal, sebagai berikut:
a. Masa dewasa awal sebagai masa pengaturan.
Pada masa saat ini menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa.
Seorang pria mulai mencari pola hidup, mengembangkan perilaku dan
menetapkan pilihan pekerjaan sebagai kariernya, dan wanita mulai menerima
tanggung jawab sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.
b. Masa dewasa awal sebagai usia reproduktif.
Menjadi orang tua merupakan salah satu peran yang paling penting
dalam hidup orang dewasa.
c. Masa dewasa awal sebagai masa bermasalah.
Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang
harus dihadapi seseorang.
d. Masa dewasa awal sebagai masa ketegangan emosional.
Berusaha memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi, tetapi
mereka agak bingung dan mengalami keresahan emosional.
e. Masa dewasa awal sebagai masa keterasingan social.
Keterasingan terjadi kerena perubahan lingkungan kelompok sosialnya
dan peran yang harus dimainkan.
f. Masa dewasa awal sebagai masa komitmen.
g. Masa dewasa awal merupakan masa ketergantungan.
Setelah mencapai status dewasa, banyak individu yang yang masih
tergantung pada orang-orang tertentu dalam jangka waktu yang berbeda-beda.
h. Masa dewasa awal sebagai masa perubahan nilai.
i. Masa dewasa awal sebagai masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru.
j. Masa dewasa awal sebagai masa kreatif.

13
Sri Widyawati, Retno Ristiasih Utami & Martha Kurnia Asih, ”Keterampilan Interpesonal Ditinjau
dari Pencapaian Status Identitas Diri Atchievement pada Guru”, Jurnal Psikologi, Vol. 8, No 1, (Juni 2019), 46-
51.
Orang dewasa banyak yang bangga, merasa tidak terikat lagi oleh ketentuan
dan aturan orang tua maupun guru-gurunya sehingga terbebas dari belenggu dan
bebas untuk berbuat apa yang mereka inginkan.14
4. Kemandirian dalam Bersikap, Bertindak, Ekonomi Pada Masa Dewasa Awal
Seseorang yang berusaha mengembangkan hubungan di luar keluarganya,
berarti dia juga sedang mengembangkan kemandirian dirinya. Kemandirian juga
disebut sebagai salah satu syarat untuk dapat dikatakan dewasa dan penyebab
seseorang akan memperoleh pengakuan dari lingkungannya (Steinberg, 2002).
Kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bertingkah laku secara
seorang diri dan bagian dari pencapaian otonomi diri (Steinberg & Lerner, 2009).
Oleh karena itu, ada tiga aspek untuk mencapai kemandirian, yaitu aspek kemandirian
emosi, kemandirian perilaku dan kemandirian nilai. Steinberg (2002) mengungkapkan
bahwa kemandirian merupakan suatu kemampuan individu untuk bertingkah laku
seorang diri.. Kemandirian yang tinggi dicerminkan dengan kemampuan seseorang
untuk mandiri secara emosional dan mampu mengatasi setiap masalahnya sendiri, dia
tidak lagi mencari, menemui serta menyibukkan orangtuanya setiap kali merasa
khawatir, marah atau membutuhkan bantuan. Kemandirian secara perilaku
dicerminkan dengan kemampuan seseorang yang bebas melakukan sesuatu atas dasar
keinginan dan pertimbangannya sendiri. Sedangkan kemandirian nilai dicerminkan
dengan perubahan konsep moral, politik, ideologi dan agama yang terjadi pada
seseorang dan memiliki seperangkat prinsip tentang benar atau salah dan tentang apa
yang penting dan apa yang tidak penting (Steinberg, 2002).15
Kemandirian mengacu pada kemampuan seorang remaja yang tumbuh untuk
berfikir, Pengembangan kemandirian tidak berakhir setelah remaja. Sepanjang usia
dewasa, kemandirian terus berkembang. Setiap saat seseorang dihadapkan untuk
bertindak dengan tingkat kemandirian yang baru. Kemandirian pada remaja dan
dewasa awal berbeda dengan kemandirian pada masa anak. Kemandirian pada masa
anak lebih mengarah kepada kemandirian secara fisik, sedangkan pada masa remaja
lebih mengarah kepada kemandirian psikologis, sedangkan pada” masa dewasa awal
kemandirian mengarah kepada kemampuan untuk mandiri secara finansial. Dewasa
awal merupakan masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa. Peralihan
14
Nur Hadi, Pendidikan Kedewasaan dalam Perspektif Psikologi Islami (Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2014), 33-35.
15
Nur Hasmalawati & Nida Hasanati, “Perbedaan Tingkat Kelekatan Dan Kemandirian Mahasiswa
Ditinjau Dari Jenis Kelamin”, Psikoislamedia Jurnal Psikologi, Vol. 3, No 1, (2018), 2-3.
dari ketergantungan kemasa mandiri baik dari ekonomi. Kebebasan menentukan diri,
dan pandangan masa depan lebih realistis.
Menurut Havighurst (Turner dan Helms, 1995) mengemukakan tugas-tugas
perkembangan dewasa awal, diantaranya :
a) Memilih teman bergaul (sebagai calon suami atau istri)
Setelah melewati masa remaja, golongan dewasa muda semakin memiliki
kematangan fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas
reproduksi, yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya.
Dia mencari pasangan untuk bisa menyalurkan kebutuhan biologis. Mereka
akan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan
dalam perkawinan ataupun untuk membentuk kehidupan rumah tangga
berikutnya. Mereka akan menentukan kriteria usia pendidikan, pekerjaan, atau
suku bangsa tertentu, sebagai prasyarat pasangan hidupnya. Setiap orang
mempunyai kriteria yang berbeda-beda.
b) Belajar hidup bersama dengan suami istri
Dari pernikahannya, dia akan saling menerima dan memahami pasangan
masing-masing, saling menerima kekurangan dan saling bantu membantu
membangun rumah tangga. Terkadang terdapat batu sandungan yang tidak bisa
dilewati, sehingga berakibat pada perceraian. Ini lebih banyak diakibatkan oleh
ketidak siapan atau ketidak dewasaan dalam menanggapi masalah yang dihadapi
bersama.16
c) Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
Masa dewasa yang memiliki rentang waktu sekitar 20 tahun (20 – 40)
dianggap sebagai rentang yang cukup panjang. Terlepas dari panjang atau
pendek rentang waktu tersebut, golongan dewasa muda yang berusia di atas 25
tahun, umumnya telah menyelesaikan pendidikannya minimal setingkat SLTA
(SMU-Sekolah Menengah Umum), akademi atau universitas. Selain itu,
sebagian besar dari mereka yang telah menyelesaikan pendidikan, umumnya
telah memasuki dunia pekerjaan guna meraih karier tertinggi. Dari sini, mereka
mempersiapkan dan membuktikan diri bahwa mereka sudah mandiri secara
ekonomis, artinya sudah tidak bergantung lagi pada orang tua. Sikap yang
mandiri ini merupakan langkah positif bagi mereka karena sekaligus dijadikan

16
Christiana Hari Soetjiningsih, Seri Psikologi Perkembangan Anak Sejak Pertumbuhan Sampai
dengan Kanak-kanak Akhir( Jakarta: Kencana, 2018), 28
sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga yang baru. Belajar
mengasuh anak-anak.
d) Mengelola rumah tangga
Setelah menjadi pernikahan, dia akan berusaha mengelola rumah
tangganya. Dia akan berusaha membentuk, membina, dan mengembangkan
kehidupan rumah tangga dengan sebaik-baiknya agar dapat mencapai
kebahagiaan hidup. Mereka harus dapat menyesuaikan diri dan bekerja sama
dengan pasangan hidup masing-masing. Mereka juga harus dapat melahirkan,
membesarkan, mendidik, dan membina anak-anak dalam keluarga. Selain itu,
tetap menjalin hubungan baik dengan kedua orang tua ataupun saudara-
saudaranya yang lain.
e) Mulai bekerja dalam suatu jabatan
Usai menyelesaikan pendidikan formal setingkat SMU, akademi atau
universitas, umumnya dewasa muda memasuki dunia kerja, guna menerapkan
ilmu dan keahliannya. Mereka berupaya menekuni karier sesuai dengan minat
dan bakat yang dimiliki, serta memberi jaminan masa depan keuangan yang
baik. Bila mereka merasa cocok dengan kriteria tersebut, mereka akan merasa
puas dengan pekerjaan dan tempat kerja. Sebalik-nya, bila tidak atau belurn
cocok antara minat/ bakat dengan jenis pekerjaan, mereka akan berhenti dan
mencari jenis pekerjaan yang sesuai dengan selera. Tetapi kadang-kadang
ditemukan, meskipun tidak cocok dengan latar belakang ilrnu, pekerjaan
tersebut memberi hasil keuangan yang layak {baik), mereka akan bertahan
dengan pekerjaan itu. Sebab dengan penghasilan yang layak (memadai), mereka
akan dapat membangun kehidupan ekonomi rumah tangga yang mantap dan
mapan. Masa dewasa muda adalah masa untuk mencapai puncak prestasi.
Dengan semangat yang menyala-nyala dan penuh idealisme, mereka bekerja
keras dan bersaing dengan teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua) untuk
menunjukkan prestasi kerja. Dengan mencapai prestasi kerja yang terbaik,
mereka akan mampu memberi kehidupan yang makmur-sejahtera bagi
keluarganya.
f) Mulai bertangung jawab sebagai warga Negara secara layak
Warga negara yang baik adalah dambaan bagi setiap orang yang ingin
hidup tenang, damai, dan bahagia di tengah-tengah masyarakat. Warga negara
yang baik adalah warga negara yang taat dan patuh pada tata aturan perundang-
undangan yang ber-laku. Hal ini diwujudkan dengan cara-cara, seperti:
1) Mengurus dan memiliki surat-surat kewarganegaraan (KTP, akta kelahiran,
surat paspor atau visa bagi yang akan pergi ke luar negeri)
2) Membayar pajak (pajak televisi, telepon, listrik, air. pajak kendaraan
bermotor, pajak penghasilan)
3) Menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengendalikan diri
agar tidak tercela di mata masyarakat
4) Mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial di masyarakat (ikut
terlibat dalam kegiatan gotong royong, kerja bakti membersihkan selokan,
memperbaiki jalan, dan sebagainya).17
5. Pendidikan di Usia Dewasa Awal
Pendidikan orang dewasa atau dengan istilah lain Andragogi berasal dari
bahasa Yunani dari kata aner artinya orang dewasa, dan agogos artinya memimpin.
Lebih lanjut John D. Ingals, memberikan batasan bahwa pendidikan orang dewasa
adalah suatu cara pendekatan dalam proses belajar orang dewasa,rumusan ini lebih
menekankan kepada tehnik belajar bagi orang dewasa sehingga orang dewasa sanggup
dan mau belajar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Orang dewasa dalam belajar mempunyai ciri atau karakteristik berbeda
dengan anak –anak antara lain karakteristiknya sebagai berikut:
a. Pembelajaran lebih mengarah ke suatu proses pendewasaan, seseorang akan
berubah dari bersifat tergantung menuju ke arah memiliki kemampuan
mengarahkan diri sendiri, dan memerlukan pengarahan diri walaupun dalam
keadaan tertentu mereka bersifat tergantung.
b. Karena prinsip utama adalah memperoleh pemahaman dan kematangan diri
untuk bisa survive, maka pembelajaran yang lebih utama menggunakan
eksperimen, diskusi, pemecahan masalah, latihan, simulasi dan praktek
lapangan.
c. Orang dewasa akan siap belajar jika materi latihanya sesuai dengan apa yang
ia rasakan sangat penting dalam memecahkan masalah kehidupanya, oleh
karena itu menciptakan kondisi belajar, alat-alat, serta prosedur akan
menjadikan orang dewasa siap belajar. Dengan kata lain program belajar harus
17
Faturochman, Yuli Fajar Susetyo dkk., Psikologi Untuk Kesejahteraan Masyarakat, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012), 127.
disusun sesuai dengan kebutuhan kehidupan mereka yang sebenarnya dan
urutan penyajian harus disesuaikan dengan kesiapan peserta didik.
d. Pengembangan kemampuan di orientasikan belajar terpusat kepada
kegiatanya. Dengan kata lain cara menyusun pelajaran berdasarkan
kemampuan-kemampuan apa atau penampilan yang bagaimana yang
diharapkan ada pada peserta didik (Tisnowati Tamat, 1985 :20-22 ).

Mengingat orang dewasa memiliki karakteristik sebagaimana uraian di atas,


maka dalam proses pendidikan ada beberapa hal yang ditempuh dalam pelaksanaanya
antara lain :
1. Menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, antara lain:
a) Pengaturan lingkungan fisik seperti penataan peralatan disesuaikan
dengan kondisi orang dewasa, alat peraga dengar dan liat disesuaikan
dengan kondisis fisik orang dewasa, Penataan ruangan, pengaturan meja,
kursi dan peralatan lainya hendaknya memungkinkan terjadinya interaksi
social.
b) Pengaturan lingkungan sosial dan psikologis, lingkungan ini hendaknya
membuat orang dewasa merasa diterima, dihargai dan di dukung,
mengembangkan suasana bersahabat, informal, santai, membangun
semangat kebersamaan.
2. Diagnosis kebutuhan belajar, melibatkan stakeholder yang terkena langsung
dampak pelaksanaan pendidikanya, membangun model yang diharapkan,
menyediakan pengalaman yang dibutuhkan.
3. Proses Perencanaan,melibatkan peserta didik dalam menyusun rencana pelatihan.
4. Memformulasikan tujuan, yakni tentang tingkah laku yang akan dihasilkan untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik.
5. Mengembangkan model umum, pendidikan orang dewasa lebih banyakmelalui
diskusi, baik kelompok kecil maupun kelompok besar.
6. Menetapkan materi dan teknik pembelajaranya, materi lebih ditekankan pada
pengalaman nyata, disesuaikan dengan kebutuhan dan berorientasi pada aplikasi
praktis, metode dan teknik yang dipilih harus menghindari teknik yang bersifat
pemindahan pengetahuan dari fasilitator kepada peserta didik,lebih bersifat
partisipatif (Lunandi, 1987 ; 34).18
6. Tanggung Jawab Sosial dan Moral Dewasa Awal Terhadap Orang Tua

Secara singkat dapat dikatakan bahwa persiapan diri untuk masa dewasa justru
terletak dalam usaha membatasi egosentrisitas dam egoism. Dengan hilangnya
egosentrisitas dan egoism ini maka timbul kesadaran harga diri, termasuk harga diri
orang lain., menghormati adanya individu lain, disiplin diri dan tanggung jawab.
Dengan tanggung jawab atas diri orang lain dan individu-individu lain maka timbullah
kesadaran akan tanggung jawab sosial. 19 Orang dewasa secara mendasar telah
mencapai puncak kapasitas fisik dan kognitifnya. Sebagai gantinya, pembelajaran
orang dewasa difokuskan pada pembedaan tugas-tugas hidup dan peran sosial yang
berkaitan dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya kepada keluarga ataupun kedua
orang tua. Saat mendengar suara azan dan qamat, mengandung harapan dari orang tua,
keluarga atau kerabat, agar anak bila dewasa selalu menghormati orang tuanya, tidak
melupakan orang tuanya. Jadi, di sini diharapkan suatu tanggung jawab moral dari
sang anak terhapap orang tuanya yang memelihara dan mendoakan sepanjang
hidupnya.

7. Partisipasi dan Kontribusi Terhadap Masyarakat dan Bangsa


Sebagai generasi muda kita memiliki beban dan harapan sebagai calon-calon
penerus bangsa yang tentunya memiliki tanggung jawab membangun, memajukan,
dan membawa bangsa khusunya Indonesia menuju ke arah yang lebih baik. Sebagai
mahasiswa yang termasuk usia dewasa awal merupakan bagian dari generasi muda
calon penerus bangsa, memiliki kontribusi dalam memajukan dan membangun bangsa
dan Negara. Pengabdian pada masyarakat merupakan serangkaian aktivitas dalam
rangka kontribusi perguruan tinggi terhadap masyarakat yang bersifat konkrit dan
langsung dirasakan manfaatnya dalam waktu yang relative pendek.20
Contoh kongkrit kontribusi dan partisipasi sebagai mahasiswa dewasa awal
dalam membangun bangsa dan Negara yaitu:
a) Bangga menggunakan produk Indonesia buatan anak bangsa

18
Sunhaji , “Konsep Pendidikan Orang Dewasa “,Jurnal Kependidikan, Vol. 1 No. 1, ( Nopember
2013), 3-9
19
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk Muda-Mudi, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004), 43.
20
John W. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2003),
52.
b) Mentaati peraturan yang berlaku di Indonesia sebagai warga Negara
yang baik.
c) Membayar pajak sebagai kewajiban warga Negara
d) Menggunakan hak demokrasi dengan sebaik-baiknya, contohnya dalam
pemilu presiden maupun pilkada.
e) Menajaga kebersihan lingkungan dimana saja.
f) Menjujung norma-norma yang berlaku.
g) Menghormati hak antar masyarakat
h) Mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi.
i) Bersikap jujur yang merupakan sikap kecil yang perlu di miliki setiap
orang agar perilaku menyimpang seperti korupsi, yang mementingkan
kepentingan pribadi tidak tumbuh dalam karakter bangsa.

Kesimpulan

Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa.
Seseorang yang disebut dewasa merupakan individu yang telah siap menerima kedudukanya
di dalam masyarakat. Oleh kerena itu, pada masa dewasa awal peran dan tanggung jawabnya
tentu makin bertambah besar, tidak lagi bergantung secara ekonomis, sosiologis, ataupun
psikologis pada orang tuanya.mereka harus merasa tertantang untuk membuktikan dirinya
sebagai seorang pribadi dewasa yang mandiri. Terdapat aspek-aspek perkembangan pada
masa dewasa awal yaitu, perkembangan kognitif, sosial, moral, agama dan karier.
Berakhirnya masa remaja dan terjunnya seseorang ke dalam pola pendidikan orang dewasa
awal, karier, dan kehidupan perkawinan, menyebabkan hubungan dalam teman-teman
sebayanya semakin renggang. Bersamaan dengan itu, keterlibatan dalam kegiatan kelompok
di luar rumah semakin berkurang seiring kesibukan meniti karier. Akibatnya untuk pertama
kalinya orang dewasa awal akan mengalami keterpencilan soial.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Nora. Perkembangan Peserta Didik Yogyakarta: CV Budi Utama,


2018.

Aisyah, Siti Perkembangan Peserta Didik dan Bimbingan Belajar


Yogyakarta: CV Budi Utama,2015.

Alwisol. Psikologi Kepribadian Malang: Universitas Muhammadiyah


Malang, 2018.

Desmita, Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


2019.

Faturochman, Yuli Fajar Susetyo dkk., Psikologi Untuk Kesejahteraan


Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012).

Ganuarsa, D. Singgih, Psikologi Untuk Muda-Mudi, Jakarta : PT BPK Gunung


Mulia, 2004.

Hadi, Nur. Pendidikan Kedewasaan dalam Perspektif Psikologi Islami Yogyakarta: CV


Budi Utama, 2014.

Hasmalawati, Nur & Nida Hasanati, “Perbedaan Tingkat Kelekatan Dan


Kemandirian
Mahasiswa Ditinjau Dari Jenis Kelamin”, Psikoislamedia Jurnal
Psikologi, Vol. 3, No 1, 2018,2-3.

Jahja, Yudrik Psikologi Perkembangan, Jakarta: Kencana, 2011.

Mustafa, “Perkembangan Jiwa Beragama pada Masa Dewasa”, Jurnal


Edukasi, Vol. 2, No.1, Januari 2016 : 83-88

Olivia, Stella Deteksi Dini Psikologi Balita Hingga Manula Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2015.

Pieter, Zan Herri dan Namora Lumongga Lubis, Pengantar Psikologi untuk
Kebidanan Jakarta: Kencana, 2010.

Santrock, W. Jhon, Adolescence Perkembangan Remaja, Jakarta : PT


Gelora Aksara Pratama, 2003.

Sarwono,Wawan Sarlito. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: PT


Rajagrafindo Persada, 2013.
Soetjiningsih, Christiana Hari. Seri Psikologi Perkembangan Anak Sejak
Pertumbuhan Sampai dengan Kanak-kanak Akhir Jakarta:
Kencana, 2018.

Sudirjo Encep dan Muhammad Nur Alif, Pertumbuhan dan Perkembangan


Motorik, Sumedang Jawa Bara: UPI Sumedang Press,2018.

Sumanty, Dessy, Deden Sudirman & Diah Puspasari,” Hubungan


Religiusitas dengan Citra
Tubuh pada Wanita Dewasa Awal”, Jurnal Psikologi Islam dan
Budaya, Vol.1, No.1, April 2018, 14.

Sunhaji , “Konsep Pendidikan Orang Dewasa “,Jurnal Kependidikan, Vol. 1


No. 1, Nopember 2013, 3-9.

Widyawati, Sri, Retno Ristiasih Utami & Martha Kurnia Asih, ”Keterampilan
Interpesonal Ditinjau dari Pencapaian Status Identitas Diri
Atchievement pada Guru”, Jurnal Psikologi, Vol. 8, No 1, Juni 2019,
46-51

Wiyanti Nilam, Seri Psikologi Populer:Kunci Pengembangan Diri, Jakarta :


PT Granmedia,2009.

Anda mungkin juga menyukai