Anda di halaman 1dari 4

Tugas Rentang Perkembangan Manusia

Oleh :
Nama : M. Areil Gus Roun
NIM : G1C119035
R – 01

Dosen Pengampu :
Yun Nina Ekawati, S.Psi., M.Psi., Psi.
Dessy Pramudiani, S.Psi., M.Psi.
Dr. Drs. H. Hendra Sofyan, M.Si.
Marlita Andhika Rahman, S.Psi., M.Psi

PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
Analisis Kasus dengan Pengaitan Teori Psikoseksual Sigmund Freud

Polisi Ringkus Pemerkosa Anak Berkebutuhan Khusus di Cilincing Jakut


Oleh Ady Anugrahadi pada 09 Mar 2020, 20:17 WIB

Liputan6.com, Jakarta Koleksi video porno di handphone menjadi sarana Iwan


memperdaya Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berusia 13 tahun. 
Kini, Perban putih berlumur obat merah melingkar di kaki kanan. Iwan ditembak Satuan
Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Utara karena kabur ketika ditangkap di Kawasan
Cakung, Jakarta Utara. Kapolsek Cilincing Kompol Imam Tulus Budiono menyebut, Iwan
mencabuli remaja itu dari Januari hingga Maret 2020. Tercatat sebanyak tiga kali dicabuli.

Liputan6.com, Jakarta Koleksi video porno di handphone menjadi sarana Iwan


memperdaya Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berusia 13 tahun. 

Imam menerangkan, awal mulanya, tersangka memperlihatkan handphone yang berisikan


video porno. 

"Film porno itu diperlihatkan ke korbannya. Diajaklah sama tersangka ini untuk melakukan
persetubuhan,” kata Imam kepada awak media, Senin (9/3/2020).

Imam mengatakan, korban juga diiming-imingi diberikan uang Rp 200 ribu setiap kali mau
diajak berhubungan intim di rumah kosong. "Dijanjikan uang Rp 200 ribu. Namun hanya
diberikan Rp 20 ribu,” ujar dia.

Kasus ini terungkap setelah orang tua korban melapor ke Polsek Cilincing. Jajaran Reskrim
pun diturunkan memburu pelaku.

"Diketahui tersangka ini melarikan diri. Sehingga kita melakukan penyergapan dan


pengembangan terhadap tersangka sampai akhirnya kita tangkap di wilayah Cakung,” ucap
dia.

Imam mengatakan, pihaknya terpaksa menembak kaki pelaku karena hendak melarikan diri.

"Kita berikan tindakan tegas terukur. Tersangka dilumpuhkan sehingga bisa kita tangkap dan
kita bawa ke Mapolsek,” ujar dia.

Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 81 Undang-Undang RI No 35 tahun 2014 tentang


Perlindungan Anak.

"Ancamannya 5 tahun ke atas bisa 15 tahun,” ucap dia.


Teori Psikoseksual Sigmund Freud
Pada kasus pemerkosaan tersebut dapat dikaitkan dengan teori psikoseksual dari Sigmund
Freud. Disini akan dijelaskan yang dimana Si Pelaku sebagai objeknya, hal apa saja
menyebabkan ia melakukan pemerkosaan terhadap remaja berkebutuhan khusus tersebut
berdasarkan teori psikoseksual dari Sigmund Freud.
Pada kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa Si Pelaku mengalami permasalahan di tiga
tahap pada teori psikoseksual freud yaitu dari tahap falik, tahap laten, dan tahap genital.
Penjelasan keterkaitan teori lebih dari satu ini karena memang tahapan yang diberikan oleh
Sigmund Freud saling berhubungan satu sama lain dan memang dapat ditelaah pada tiga
tahapan yang ada. Hal tersebut akan dijelaskan lebih rinci lagi sebagai berikut.
1. Tahap Falik
Tahap falik ini adalah tahap dimana anak umur 3-5 tahun yang memasuki masa
pemberian seks edukasi. Ditahap ini orang tua memberikan penjelasan dan
pemahaman akan bedanya jenis kelamin secara dasar.
Pada kasusnya, si pelaku mengalami ketidaksesuaian perkembangan pada tahap ini.
Pada masa ini, ia tidaklah diberikan pemahaman akan jenis kelamin atau seks edukasi.
Hal ini sangat penting karena merupakan hal yang sangat dasar ketika tidak diberikan
pondasi pemahaman yang dasar, pelaku berpikir tidak mempermasalahkan perlakuan
seksual kepada lawan jenis hingga dia melakukan pemerkosaan. Ia melakukannya
karena memang tidak paham akan pentingnya menjaga alat kelamin dan
menggunakannya dengan waktu dan cara sesuai dengan norma dan nilai yang ada.

2. Tahap Laten
Terjadi pada umur 5 tahun sampai remaja dan masa dimana penekanan akan
keinginan seksual atau energi seksual dialihkan ke hal lain seperti ke sekolah, teman,
hobi, serta aktivitas-aktivitas nonseksual lainnya.
Yang terjadi pada pelaku, ada permasalahan yang terjadi di masa laten ini. Dapat
dilihat bahwa ia melakukan pemerkosaan karena pada sekitar umur tahapan ini ada
beberapa peran atau tugas yang tidak ia laksanakan. Dimasa kecil antara umur 5 tahun
sampai remaja, si pelaku tidak mendapatkan bimbingan mengenai pengalihan energi
seksualnya ke hal yang lain baik itu ke sekolah, teman, dan hobi. Kalaupun dialihkan
ke sekolah atau teman, kemungkinan besar bahwa ia tidak merasakan kesenangan atau
kebahagiaan yang berarti. Jadi, ketika pada tahapan ini si pelaku tidak benar-benar
menekan dorongan seksualnya dan ditambah dengan ketidaksesuaian pada pengalihan
energi seksualnya ke arah lain membuat ia melakukan pemerkosaan. Ia dapat
melakukan hal itu karena memang dia sudah tidak bisa mengontrol diri akibat
dorongan seksual yang direpresnya dulu pada tahapan laten dan pelaku juga tidak
mampu untuk mengalihkan energi seksualnya dengan tepat. Akhirnya disaat sudah
dewasa ia melampiaskan ketegangannya dengan melakukan pemerkosaan.

3. Tahap Genital
Tahap ini merupakan setelah masa puber sampai seseorang dewasa. Tahap genital
adalah masa dimana remaja tidak lagi mengarahkan energi seksualnya kepada diri
sendiri, melainkan ke orang lain dan dorongan seksual itu sudah mengalami
organisasi yang lebih utuh. Namun dalam beberapa hal, eros tetap ada yang
mengalami represi, sublimasi atau bahkan dalam bentuk masturbasi dan aktivitas
seksual lainnya.
Pada tahapan genital si pelaku, ini merupakan puncak dari ketegangan yang telah ia
repres selama ini. Jadi, dorongan atau hasrat seksual yang ditahannya pada tahap laten
disertai dengan ketidaksesuaian ia dalam mengalihkan energi psikisnya membuat
pelaku akhirnya melepaskan itu semua di tahap genital atau disaat dia dewasa. Hal ini
terjadi karena pertama bahwa tahap ini membuat seseorang akan mengarahkan energi
seksualnya kepada orang lain dalam bentuk aktivitas seksual, dan si remaja
berkebutuhan khusus ini lah sebagai korban untuk melampiaskan kepuasannya.
Kedua, karena pelaku berpikir bahwa sudah dewasa. Maka akan muncul perasaan
bahwa “sudah besar” dan “mampu melakukan apapun”, pemikiran ini muncul karena
memang adanya pendukung fisik seperti badan yang besar dan sistem reproduksi yang
sudah siap. Pemikiran itu membuat pelaku berpikir untuk dapat melakukan apapun
untuk mengurangi ketegangan seksualnya hingga ia melampiaskan kepada anak
remaja berkebutuhan khusus tersebut.

Anda mungkin juga menyukai