Anda di halaman 1dari 28

RAHASIA

LAPORAN PRAKTIKUM ASESMEN DAN INTERVENSI

Diajukan Untuk Tugas Mata Kuliah Asesmen dan Intervensi

Dosen Pengampu : Dra. Hj. A. Retnoriani, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Disusun Oleh :

AABBCC

xxxxxxx

PRODI PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN AKADEMIK 2019


RAHASIA

KATA PENGANTAR

Assalamu’allaikum warahmatullahi wabarokatuh


Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam. Yang telah memberikan
kesempatan dan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagai rahmat
bagi semesta alam, beserta para keluarga dan para sahabatnya serta para pengikutnya yang
setia sampai hari kemudian.
Laporan ini kami buat dengan maksud untuk menunaikan tugas kami mengenai ilmu
Asesmen dan Intervensi. Kami berharap dalam penyusunan ini akan memberi banyak
manfaat dan memperluas ilmu pengetahuan kita.
Dan kami menyadari didalam penyusunan ini mungkin masih belum sempurna dan
terdapat kesalahan dalam penyusunan ini, kami mohon untuk bimbingan dan kritik serta
saran yang bersifat membangun.
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT. Kami mohon semoga usaha ini merupakan
usaha yang murni bagi-Nya dan berguna bagi kita sekalian sampai hari kemudian.
Wassalammu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh

Bandar Lampung, 17 Oktober 2019

Penulis
RAHASIA

KATA PENGANTAR
BAB I
A. Identitas Klien.................................................................................................................1
B. Gambaran Permasalahan.................................................................................................2
C. Teori Permasalahan.........................................................................................................3
D. Dugaan sementara...........................................................................................................4
BAB II Asesmen
A. Wawancara ....................................................................................................................5
1. Pengerian Wawancara ...............................................................................................6
a. Definisi Wawancara................................................................................................7
b. Fungsi Wawancara.................................................................................................9
c. Tujuan Wawancara.................................................................................................11
2. Permasalahan Klien...................................................................................................12
3. Guide Line Wawancara ............................................................................................14
4. Kesimpulan Wawancara............................................................................................15
B. Observasi.........................................................................................................................16
1. Pengertian Observasi...................................................................................................17
2. Syarat dalam melakukan observasi..............................................................................19
3. Metode Pencatatan dalam Observasi ..........................................................................20
4. Pencatatan Anecdotal record ......................................................................................21
5. Kesimpulan Observasi.................................................................................................22
BAB III Intervensi
A.Teori Intervensi Yang Digunakan...................................................................................23
1. Menggunakan Intervensi Konseling............................................................................24
a. Definisi Konseling ..................................................................................................24
b.Tujuan Konseling ...................................................................................................24
2. Intervensi menggunakan Cognitive Behavior Therapy (CBT) ...................................25
a. Definisi Cognitive Behavior Therapy (CBT) .........................................................25
b. Tujuan Intervensi Cognitive Behavior Therapy (CBT) .........................................26
B. Proses Intervensi ............................................................................................................26
1. Proses Intervensi Konseling .....................................................................................26
2. Proses Intervensi CBT – Misal menggunakan ini......................................................27
C. Hasil Intervensi...............................................................................................................27
1. Sebelum dilakukan intervensi......................................................................................28
RAHASIA

2. Sesudah dilakukan intervensi......................................................................................28


BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................................30
B. Rekomendasi...................................................................................................................31
Daftar Pustaka...................................................................................................................
Lampiran............................................................................................................................
RAHASIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Identitas Klien
Klien berinisial ISP, berjenis kelamin perempuan, umur klien pada saat
ini ialah 20 tahun beliau lahir di Bandar Lampung pada tanggal 14 Mei 1999,
beliau adalah seorang muslim, dan pekerjaan saat ini menjadi seorang
mahasiswa disalah satu Universitas Swasta di Lampung. Riwayat Pendidikan
ISP ialah, TK Amartatani, SDN 3 Labuhan Dalam, SMAN 13 Bandarlampung,
Mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia, saat ini ia menempuh pendidikan
SI pada Prodi Menejemen Bisnis Semester tiga, klien memiliki hobi bernyanyi,
menulis, membaca klien adalah anak pertama dari dua bersaudara, ibu kandung
ISP berinisial SN, ayah kandung berinisial JI.
Klien adalah seorang mahasiswi yang melakukan studi tinggi disalah
satu perguruan tinggi Swasta di Lampung, beliau adalah seorang wanita yang
cantik dan cukup menyenangkan ketika diajak untuk berbincang-bincang karna
sangat humble. Kebetulan saat ini klien saya tidak tinggal bersama orang tuanya
melaikan dengan kakek dan neneknya akan tetapi ternyata sekitar tiga bulan
yang lalu sang kakek menghadap Sang Khalik, dia adalah anak sulung dan
memiliki seorang adik namun tidak sekandung ayah melainkan adik sekandung
ibu.

B. Gambaran Permasalahan
ISP memiliki permasalahan di keluarganya yang sudah sejak lama ia
pendam sendiri, dan beberapa hari terakhir ini ISP mulai merasa dirinya sudah
berada dititik terlemahnya, hal ini juga dikarnakan satu bulan yang lalu sang
kakek meninggal dunia, baginya kakeknya adalah sosok ayah sekaligus
pahlawan bagi hidupnya, terlebih ISP sudah sejak bayi tinggal bersama kakek
dan neneknya dikarnakan permasalahan yang ada di dalam keluarganya.
Sudah beberapa hari terahir ini pula ISP mulai tidak nyaman berada di
lingkungan sekitarnya, dan sudah 2 minggu tidak mengikuti perkuliahan, ia
merasa semua orang berbahagia dan hanya ia yang sejak kecil sampai detik ini
tidak pernah benar-benar merasakan kebahagiaan. Hal ini dikarnakan konflik
dikeluarga dan lingkungannya yang telah menganggap ISP sebagai seorang anak
hasil diluar pernikahan, stigma tersebut membuat ia merasa selalu menjadi orang
yang tidak berguna, dan terkadang hal tersebut membuat ia menjadi menyesal
telah dilahirkan dan tidak pantas terlahir didunia ini terlebih setelah kakeknya
meninggal hal tersebut menjadi semakin sering ia rasakan.

C. Dugaan Sementara
Pada kasus yang dialami oleh klien saya maka saya melakukan dugaan
sementara yakni klien saya mengalami permasalahan dalam hal “Penurunan
Penerimaan Diri” hal ini dibentuk dari masalah masalalu pada keluarganya yang
masih menjadi permasalahan pelik pada dirinya. Penerimaan diri (Self
Acceptance) ialah suatu kemampuan individu untuk dapat melakukan
penerimaan terhadap diri sendiri akan dijadikan dasar bagi seorang individu
untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam rangka penerimaan terhadap
keberadaan diri sendiri, dan ISP mengalami penurunan self acceptence dalam
dirinya.
Sikap penerimaan diri dapat dilakukan secara realistis namun juga dapat
dilakukan secara tidak realistis, seperti misalnya sikap secara realistis yakni
dapat ditandai dengan memandang segi kelemahan-kelemahan maupun
kelebihan-kelebihan diri secara objektif. Sebaliknya penerimaan diri secara tidak
realistis ditandai dengan upaya untuk menilai secara berlebihan terhadap diri
sendiri, mencoba menolak kelemahan, mengingkari hal-hal yang buruk dalam
dirinya, merasa rendah diri, dan juga pengalaman traumatis masa lalu.
BAB II
ASESMEN
A. Wawancara
1. Pengerian Wawancara
a. Definisi Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan antara dua orang atau lebih


yang dilakukan komunikasi secara lisan dan terstruktur, untuk membahas
dan menggali informasi tertentu guna mencapai tujuan dari pencarian
informasi tersebut. Menurut Charles Stewart (2004) proses interaksi
dengan sebuah tujuan serius yang memiliki maksud dan tujuan untuk
bertukar perilaku dan melibatkan aktivitas tanya jawab. Menurut ahli lain
Koentjaraningrat (2007) wawancara adalah suatu cara yang digunakan
untuk tugas tertentu, mencoba untuk mendapatkan sebuah informasi dan
secara lisan pembentukan responden, untuk berkomunikasi secara tatap
muka. Menurut Arikunto (2010) wawancara adalah dialog yang dilakukan
pewawancara untuk mendaptkan informasi dari terwawancara.

b. Fungsi Wawancara
1. Menghindari kesalahan informasi agar data tidak simpang siur.
2. Data wawancara bisa dijadikan sebagai pelengkap informasi awal.
3. Memperoleh informasi komperhensif, akurat, jujur, dan mendalam.
4. Mendapatkan informasi dan data yang objektif dan berimbang.
5. Menggali kemungkinan adanya perspektif baru atas suatu masalah.
c. Tujuan Wawancara
1. Untuk menggali dan mendapatkan informasi atau data dari orang
yang ingin diketauhi informasinya.
2. Untuk melengkapi informasi data yang di kumpulkan dari Teknik
pengumpulan data lainnya.
3. Untuk mendapatkan konfirmasi dengan menguji hasil
pengumpulan data lainnya.
2. Permasalahan Klien

Pada saat melakukan wawancara pada klien saya menemukan beberapa


permasalahan dalam diri klien yakni merasa tidak nyaman dengan stigma
dilingkungannya mengenai pandangan bahwa ia adalah anak dari hasil diluar
nikah, hal ini sudah lama ia rasakan namun ia tidak pernah berani untuk benar-
benar mengatakan langsung kepada keluarganya tentang apa yang ia rasakan.
Beberapa bulan yang lalu klien saya yang berinisial ISP kehilangan kakeknya
yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri, karena ia tidak pernah tau
keberadaan ayah kandungnya dan tidak pernah tau bagaimana wajah dari ayah
kandungnya, sehingga baginya kakeknya adalah pahlawan baginya.

Dalam hal tersebut selain ia merasakan tidak pernah mampu menerima


keberadaan dirinya serta jalan hidup yang telah digariskan ia juga saat ini
merasa kehilangan pahlawan dalam hidupnya yakni sosok sang kakek, sehingga
tekanan yang selama ini ia tahan sendirian menjadi tidak beraturan hingga
mengganggu aktifitas kehidupannya beberapa hari terakhir.

Pada permasalahan yang dialami oleh ISP maka jika diakitan dengan
teori Hurlock mengenai penerimaan diri, maka dalam diri ISP tidak
terpenuhinya faktor-faktor untuk menunjang individu dapat terpenuhi
penerimaan dirinya, berikut faktor-faktor yang tidak dapat terpenuhi dalam
penerimaan diri ISP berdasarkan teori Hurlock:

a. Adanya pemahaman tentang diri sendiri


b. Dapat berfikir secara realistik
c. Tidak adanya hambatan di dalam lingkungan
d. Sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan
e. Pengaruh keberhasilan yang dialami
f. Adanya perspektif diri yang luas
g. Pola asuh dimasa kecil yang baik
h. Konsep diri yang stabil
Dari uraian diatas mengenai faktor-faktor maka hal tersebut tidak dapat
dipenuhi oleh ISP untuk menunjang penerimaan dirinya dengan baik. Dalam hal
penerimaan diri pula terdapat beberapa aspek menurut Hurlock yakni:

a. Pemahaman diri (self insight)


b. Makna hidup (the meaning of life)
c. Pengubahan sikap (changing attitude)
d. Keikatan diri (self commitment)
e. Kegiatan terarah (directed activities)
f. Dukungan sosial (social support)
3. Guide Line Wawancara

No Aspek Indikator Pertanyaan


1. Pemahaman diri Meningkatnya 1. Apakah kamu sadar
kesadaran, keadaan yang kamu
mengatahui alami ini bagaimana?
kondisi yang 2. Adakah yang ingin
dialami, kamu rubah dari
berkeinginan keadaan kamu saat
melakukan ini?
perubahan.
2. Makna hidup Memiliki nilai- 1. Dalam diri kamu
nilai penting, nilai- nilai penting
memiliki tujuan apa aja yang sampai
hidup. saat ini selalu kamu
pegang teguh?
2. Apakah tujuan
hidup kamu
kedepannya ?
3. Pengubahan sikap Mampu merubah 1. Apa yang akan kamu
diri menjadi lakukan untuk hidup
positif, tepat kamu yang lebih baik
dalam lagi dari saat ini?
menghadapi 2. Untuk menghadapi
masalah permasalahan di
depan kira-kira kamu
bakal kaya
gimana ngejalaninnya?
4. Keikatan diri Memiliki 1. Apakah kamu sanggup
komitmen hidup, untuk berkomitmen
mampu membawa dengan prinsip hidup
diri untuk hidup kamu yang baru?
lebih bermakna. 2. Apa yang bakal kamu
lakukan agar hidup
kamu lebih bermakna?
5. Kegiatan terarah Melakukan 1. Apa yang akan kamu
pengembangan lakukan kedepannya
potensi, untuk lebih paham
membangun potensi diri kamu?
relasi dengan 2. Bagaimana cara
baik kamu untuk bisa
membangun relasi
dengan orang-orang
disekitar kamu?
6. Dukungan sosial Memiliki 1. Sahabat yang baik
sejumlah menurut kamu itu
sahabat, yang seperti apa?
mendapat saran 2. Apakah saat ini ibu
dari orang lain kamu udah
menunjukan kasih
sayangnya sama
kamu?
3. Gimana cara kamu
menyikapi kalau ada
sahabat yang memberi
kritik atau saran buat
kamu?
4. Kesimpulan Wawancara

ISP sudah sejak kecil sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari
keluarga maupun dari lingkungan sekitarnya. Ia sering dianggap sebelah mata
karna tidak memiliki ayah kandung, terlebih sampai detik ini ia tidak pernah tau
wajah ayah kandungnya dan tidak tau pula apakah ayah kandungnya masih
hidup atau sudah meninggal.

ISP sering mendapatkan perlakuan kasar sejak ia kecil, dan berdasarkan teori
bahwa pola asuh serta tindak kekerasan masa kecil akan sangat mempengaruhi
seorang individu dapat membentuk penerimaan dirinya, dan perlakuan kasar
yang dialami ISP terdapat pada L 490, 500, dukungan sosial juga sangat kurang
didapatkan oleh ISP karna sebagai seorang yang tidak memiliki ayah maka ia
sering merasa tidak beruntung sehingga ia menjadi menutup diri dan tidak
terlalu banyak memiliki relasi perteman dan hal tersebut dikatakan oleh ISP
pada L 130, 135. ISP juga merasa bahwa dirinya dilahirkan adalah sebuah
kesalahan sehingga ia tidak pantas untuk dilahirkan kedunia, hal ini tercantum
pada L 120, 225.

ISP juga tidak dapat menerima ayah tirinya bahkan sampai detik ini, dan hal
tersebut dapat dibuktikan dalam percakapan pada L 260, 270. ia belum bisa
berdamai dengan keadaannya saat ini dan dalam aspek penerimaan diri bahwa
seseorang yang dapat dengan paham dan menerima keadaanya dalam hidupnya
merupakan suatu aspek yang penting agar individu tersebut dapat menerima
dirinya dengan baik.

Selama beberapa hari terahir ISP juga mengakui bahwa dirinya merasa
kurang nyaman saat menjelang malam sehingga hal tersebut sering membuatnya
begadang dalam keadaan gelisah dan tidak nyaman, uraian tersebut dapat dilihat
dalam percakapan pada L 230, 235, dalam hal ini ISP memiliki banyak beban
pikiran sehingga membuatnya menjadi sulit tidur dan tidak dapat berfikir dengan
jernih.
Namun pada saat dilakukannya konseling kepada ISP dan ia pun ingin
berusaha untuk menerima kenyataan yang ada dan hidup menjadi seorang wanita
yang tegar dan lebih baik lagi, hal tersebut terdapat pada L 390, 395, pada saat
dilakukan intervensi di bagian wawancara yakni dilakukannya intervensi CBT
lalu ISP juga menyadari apa saja permasalahan yang harus diselasaikan, hal
tersebut dapat dilihat pada percakapan di L 410.

Jadi dari wawancara yang di dalamnya juga terdapat intervensi berupa


konseling dan CBT maka saya menyimpulkan bahwa ISP mengalami penurunan
penerimaan diri sehingga membuat ia menjadi seseorang yang merasa tidak
berharga dan hal tersebut sudah ia rasakan sejak ia masih kecil, sejak ia
mengalami kekerasan yang dilakukan oleh ibunya. Namun diharapkan dengan
dilakukannya intervensi maka ISP dapat menyadari bahwa apa yang ia fikirkan
tentang hal-hal negatif dalam dirinya sebaiknya dihindari dan kembali
memunculkan hal-hal positif yang dapat ia lakukan.

B. Observasi
1. Pengertian Observasi
Observasi menurut Arikunto adalah pengamatan langsung dari
lingkungan fisik atau pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang
berlangsung yang mencakup semua kegiatan perhatian ke objek dengan
menggunakan alat penilaian sensorik, atau sautu pekerjaan yang dilakukan
dengan sengaja dan sadar untuk mengumpulkan data dan melaksanakan
prosedur yang sistematis dan tepat. Observasi menurut Karl Welck observasi
ialah pengamatan mencatat, memilih, konservasi dari serangkaian suasana
hati dan perilaku yang terkait dengan objek yang diobservasi.
2. Syarat dalam melakukan observasi
a. Observasi mempunyai arah dan tujuan yang khusus, bukan hanya untuk
mendapatkan kesan umum dalam suatu fenomena.
b. Observasi ilmiah dilakukan untuk mendakati situasi obyek yang
dilakukan secara sistematis.
c. Observasi juga mencatat sejumlah peristiwa tentang tipe-tipe tingkah
laku sosial tertentu.
d. Menuntut adanya keahlian agar data yang diperoleh dapat dipertanggung
jawabkan.
3. Metode Pencatatan dalam Observasi
Dalam kasus ini saya menggunakan pencatatan observasi Anecdotal
Records yakni suatu cara untuk melengkapi observasi, dalam mengadakan
pengamatan dengan mencatat kejadian yang berlaku dalam suatu objek yang
sedang diamati, catatan Anecdotal Record ditulis dengan singkat namun
mampu menjelaskan sesutau yang terjadi secara faktual sesuai dengan apa
yang didengar dan apa yang dilihat. Dalam pecatatan Anecdotal Records
dilakukan secara obyektif tidak berprasangka, tidak menduga duga dan
menceritakan bagaimana, kapan, dan dimana peristiwa itu terjadi, serta
mencatat apa yang dikatakan dan dikerjakan oleh objek.
4. Pencatatan Anecdotal record

Subjek bernama ISP, Permpuan berusia 20 tahun, seorang mahasiswa


jurusan manajemen bisnis, anak ke-1 dari dua bersaudara. Subjek memiliki
tinggi badan sekitar 150 cm dan berat 45kg dengan warna kulit kuning
langsat.

Pada hari selasa 26 November pukul 20.00 berinteraksi dengan ISP pada
sangat itu saya langsung mewawancarai ISP sekaligus sambil mengobservasi
beliau, pada saat itu terlihat bahwa wajah subjek menunjukan bahwa ia
sedang sakit yakni wajahnya pucat, selain itu sebelum saya melakukan
wawancara dengan ISP sangat terlihat bahwa kantung matanya seperti orang
yang tidak dapat tidur dengan tepat waktu (sulit tidur) dan hal tersebut
kemudian saya konfimasi dengan ISP dan ia membenarkan bahwa beberapa
hari terahir ini ia merasakan tidak bisa tidur seperti hari-hari normalnya. Dan
hal tersebut menunjukan bahwa aspek pemahaman diri terhadap kondisi
yang dialami tidak terpenuhi.
Pada saat saya melakukan observasi selama 12 menit pertama sekitar
pukul 20.20 pada saat saya membahasa tentang sang kakek kemudian ia
menangis. Berdasarkan hasil data yang saya ketahui bahwa kakek dari ISP
sebulan yang lalu meninggal dunia, dan ISP mengakui bahwa hal tersebut
benar. ISP menyangi kakeknya dengan sangat hal ini dapat dibuktikan pada
setiap kali observer melakukan wawancara yang membahas tentang sang
kakek maka mata ISP berkaca-kaca lalu kemudian ia menangis.

Pada saat saya melakukan wawancara selama 15 menit sekitar pukul


20.35, ternyata ISP kembali menangis terisak ketika saya membahas
mengenai masa kecil ISP, dari hasil observasi yang saya lakukan ISP
memiliki masa kecil yang tidak mengenakan kemudia karna ISP semakin
menangis terisak kemudian saya meminta izin kepada ISP untuk memeluk
beliau kemudian beliau mengizinkan dan saya memberi minum juga untuk
menenangkan ISP.

Dan pada menit ke 30 sekitar pukul 21.05 saya meminta izin untuk
membuka buku catatan yang dimiliki ISP, Sebelum melakukan wawancara
dengan ISP saya terlebih dahulu ISP untuk membawa buku catatannya,
kemudian ISP memberikan izin untuk membaca bagian buku yang ia
perkenan kan untuk dilihat oleh saya dan didalam buku catatan tersebut
terdapat tulisan “Aku pengen ketemu ayah kandungku” kemudian ISP
mengkornfirmasi bahwa tulisan tersebut ia tulis saat ia masih duduk di
bangku SMA. (data akan terlampir di lampiran)

Dan di pada saat ahir wawancara sekitar pukul 21.17 kemudian ISP
memberi lihat foto yang ada didompetnya dan didalam dompet tersebut
terdapat foto sang kakek sendirian dan ada juga foto saat ISP berumur 4
tahun sedang merayakan ulang tahun yang didampingi oleh sang kakek dan
neneknya, membuktikan bahwa orang paling berharga bagi hidup ISP ialah
kakek dan nenek nya. (data akan terlampir di lampiran)
5. Kesimpulan Observasi
Pada observasi yang sudah dilakukan oleh observer maka dapat dilihat
bahwa ISP memiliki beban yang cukup berat yang diakibatkan oleh stigma
dilingkungannya mengenai statusnya sebagai seorang anak hasil diluar nikah
sehingga ia merasa tidak percaya diri, dan ketakutan ini pula dipacu oleh
meninggalnya sang kakek yang sangat ia sayangngi yang sudah ia anggap
layaknya seorang ayah. ISP merasa bahwa tidak ada lagi yang akan benar-
benar membelanya lagi selain kakeknya dalam menjalani kehidupan.
Dan dalam hal ini pula diketahui setelah observer melihat isi bacan yang
ada di dalam buku catatan ISP makan didapati bahwa ISP sangat ingin
bertemu dengan ayah kandungnya karna pada saat wawancarapun ISP
mengatakan bahwa ia belum pernah tau bagaimana bentuk wajah dari ayah
kandungnya.
Kesulitan tidur juga dialami oleh ISP yakni selama beberapa waktu
terahir ia mulai merasa tidak bisa nyenyak dalam tidur bahkan terkadang
tidak tidur sama sekali, hal ini pun diperkuat dengan kantung mata ISP yang
terlihat seperti orang yang sering begadang, dan ISP pun mengakui hal
tersebut benar adanya.
BAB III

INTERVENSI

A.Teori Intervensi Yang Digunakan

1. Menggunakan Intervensi Konseling

a. Definisi Konseling

Konseling berasal dari bahasa latin, yaitu consilium yang berarti


dengan atas bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami.
Sementara dalam bahasa Anglo-South, istilah konseling berasal dari Sellan
yang berarti artinya menyerahkan atau menyampaikan ( Prayitno dan Amti,
2000). Kata konseling mencangkup bekerja dengan banyak orang dan
hitungnya bersifat pengembangan diri. Dukungan terhadap krisis pribadi,
psychotherapy, atau pemecahan masalah (british association of
counselling, 2012).

Definisi lain menurut division of conseling psychology, konseling


adalah proses yang membantu individu untuk mengatasi hambatan-
hambatan perkembangan dirinya dan untuk mencapai perkembangan
kemampuan pribadi yang dimilikinya secara optimal. Konseling adalah
semua bentuk hubungan antara dua orang, di mana seorang klien dibantu
untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya
sendiri dan lingkungannya. Sementara menurut ASCA (American School
Counselor Association) mengemukakan bahwa "konseling hubungan tatap
muka yang bersifat rahasia penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian
kesempatan dari konselor kepada klien konselor mempergunakan
pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi
masalah masalahnya".

b. Tujuan Konseling
Menurut McLEOD tujuan dari kegiatan konseling, yaitu:
1. Pemahaman. pemahaman terhadap akar dan perkembangan kesulitan
emosional, mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih
kontrol rasional ketimbang perasaan dan tindakan.
2. Berhubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan
mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan orang lain.
3. Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang
selama ini ditahan atau di tolak, atau mengembangkan perasaan yang lebih
akurat berkenaan dengan bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri.
4. Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri sendiri yang
ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi
subjek kritik diri dan penolakan.
5. Aktualisasi diri atau individu. Pergerakan ke arah pemenuhan potensi atau
penerimaan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan.
6. Pencerahan. Membantu klien mencapai kondisi kesadaran spritual yang
tinggi.
7. Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan problem tertentu yang tidak
bisa dipecahkan oleh klien seorang diri. Menuntut kompetensi umum
dalam pemecahan masalah.
8. Pendidikan psikologi. Membuat klien mampu menangkap ide dan teknik
untuk memahami dan mengontrol tingkah laku.
9. Memiliki ketrampilan sosial. Mempelajari dan menguasai ketrampilan
sosial dan interpersonal seperti mempertahankan kontak mata, tidak
menyela pembicaraan, asertif, atau pengendalian kemarahan.
10. Perubahan kognitif. Modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tak
rasional atau pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang
diasosiasikan dengan tingkah laku penghancuran diri.
11. Perubahan tingkah laku. Modifikasi atau mengganti pola tingkah laku
yang maladaptif atau merusak.
12. Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara
beroperasinya sistem sosial
13. Penguatan. Berkenaan dengan ketrampilan, kesadaran, dan
pengetahuanan yang akan membuat klien mampu mengontrol
kehidupannya.
14. Restitusi. Membantu klien membuat perubahan kecil terhadap prilaku
yang merusak.
15. Reproduksi dan aksi sosial. Menginspirasikan dalam diri seseorang
hasrat dan kapasitas untuk perduli terhadap orang lain, membagi
pengetahuan, dan mengkontribusikan kebaikan bersama (collective
good) melalui kesepakan politik dan kerja komunitas.

2. Intervensi menggunakan CBT


a. Definisi Cognitive Behavior Therapy (CBT)
Aaron T. Beck mendefinisikan CBT sebagai pendekatan konseling
yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini
dengan cara melakukan rekonstruksi kognitif dan perilaku yang
menyimpang. Pendekatan CBT didasarkan pada formulasi kognitif,
keyakinan dan startegi perilaku yang menganggu. Terapi CBT
memfokuskan pada pikiran, asusmsi, dan kepercayaan, terapi ini
memfasilitasi klien belajar mengenali dan mengubah kesalahan.
b. Tujuan Intervensi Cognitive Behavior Therapy (CBT)
menurut Oemarjoedi tujuan terapi cognitive behavior adalah untuk
menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti
yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang
dihadapi. Sehingga akan merubah kognitif negatif menjadi kognitif positif
itulah tujuan dari Cognitive Behavior Therapy (CBT).

B. Proses Intervensi

1. Proses Intervensi Konseling

a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien

Hal ini sangatlah penting kunci keberhasilan terletak pada, yang


pertama keterbukaan konselor dan yang kedua keterbukaan klien. Artinya
klien bisa dengan jujur mengungkapkan isi hati perasaan, harapan, dan
sebagainya. Namun, keterbukaan ditentukan oleh faktor konselor yakni
dapat dipercayai klien karena ia tidak berpura-pura, akan tetapi jujur, asli
mengerti dan menghargai. Karena dengan demikian, maka proses konseling
individu akan lancar dan segera dapat mencapai tujuan konseling individu.
Pada tahap ini saya membuka pertanyaan dengan pertanyaan-
pertanyaan sederhana terlebih dahulu agar diharapkan ketika sudah pada inti
permasalahan klien akan benar-benar jujur terhadap permasalahannya,
seperti pada line ke 490, 500 ketika klien mengatakan bahwa ia kecewa
dengan sang ibu kenapa dulu saat ia kecil sering kasar dengan nya bahkan
ISP kecil sering mendapati badan lembam dan biru akibat tindak kekerasan
sang ibu. Untuk bisa mengetahui hal tersebut saya sebagai seorang konselor
harus bisa membangun kepercayaan ISP agar mau terbuka dengan saya.

b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah

Jika hubungan konseling telah berjalan dengan baik dimana klien


telah melibatkan diri, berarti bekerja sama antara konselor dengan klien
akan dapat mengangkat isu kepedulian atau masalah yang ada pada klien.
Biasanya klien tidak memahami potensi apa yang dimilikinya maka tugas
konselor ialah untuk membantu mengembangkan potensi memperjelas
masalah dan membantu mendefinisikan masalahnya bersama-sama.

Ketika ISP sudah banyak mengungkapkan permasalahan-


permasalahan yang ia alami selanjutnya saya sebagai seorang konselor
mengambil tindakan untuk dapat meluruskan kembali sebanarnya
permasalahan apa yang terjadi pada klien, agar klien mampu berfikir
rasional kemudian mengetahui apa selanjutnya yang harus ia lakukan, dalam
hal ini saya melakukan nya pada L 510, 515.

c. Mengeksplorasi masalah, isu, dan kepedulian klien lebih jauh.

Dengan mengeksplorasi, konselor berusaha agar kliennya mempunyai


perspektif dan alternatif baru terhadap masalahnya. konselor mengadakan
treasesment (penilaian kembali) dengan melibatkan klien, artinya masalah
nilai bersama-sama. Jika klien bersemangat, Berarti ia sudah begitu terima
dan terbuka.

Pada saat melakukan konseling sabagai konselor saya berusaha untuk


membuat klien saya kembali bersemangat dengan mencari alternatif baru
dalam permasalahannya, terdapat percakapan saya memberikan alternatif
untuk permasalahan ISP yakni pada L 535, 540 agar ISP kembali
bersemangat untuk menjalani kehidupannya kedepan.

d. Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara

klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau wawancara


konseling. serta mencatatkan kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri
memecahkan masalahnya konselor pun berupaya kreatif dengan
keterampilan yang bervariasi serta memelihara keramahan, empati,
kejujuran keikhlasan dalam memberi bantuan. Kreativitas konselor dituntut
pada untuk membantu klien menemukan berbagai alternatif sebagai upaya
untuk menyusun rencana bagi penyelesaian masalah dan pengembangan
diri.

Sebagai seorang konselor saya menuntun ISP untuk kembali


menyusun rancangan kedepan mengenai apa yang akan ia lakukan
kedepannya sehingga ia akan menjadi pribadi yang lebih baik dari sekarang,
hal tersebut terdapat pada L 550.

2. Proses Intervensi CBT

a. Melakukan konseling agar apa yang dirasakan klien tercurakan

Dalam melakukan hal ini saya terlebih dahulu membuat klien


percaya pada saya dan mau menceritakan semua permasalahannya
dengan jujur tanpa ada yang ia tutup-tutupi agar sama-sama dapat
menangangi permasalahan secara bersama-sama. Setelah semua
permasalahan yang dirasakan oleh klien tercurahkan disitu kita biarkan
semua tercurahkan sesuai keinginan klien, saya biarkan klien saya
menangis untuk meluapkan apa yang selama ini ia pendam sendirian.

b. Membangun pemahaman realistis

Setelah klien dengan puas mengungkapkan apa yang ia tahan


mengenai permasalahannya kemudian saya sebagai konselor, mulai
membangun realitas
apa yang dialami klien dan apa yang seharusnya dilakukan klien, agar
terjadi penyelasaian masalah dengan keadaan pikiran yang jernih. Selain
membangun pemahaman realiatas apa yang harus dilakukan, saya juga
menyadarkan klien dengan menunjukan potensi-potensi yang dapat
dilakukan klien untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Menyadarkan
klien dengan kenyataan yang ia hadapi dan membangun perlakuan apa
yang seharusnya ia lakukan untuk menghadapi hal tersebut.

c. Memberikan Challange untuk menargetkan perubahan yang harus


dilakukan

untuk lebih membuka pikiran klien kemudian saya membuat


kesepakatan kepada ISP agar ia dapat memproyeksikan permasalahannya
dengan hal-hal yang lebih positif, salah satunya ialah dengan membuat
kesepakatan bahwa ISP setelah melakukan konseling dengan saya hari
esok untuk menjalani kehidupan.

ISP harus mulai kembali membuka diri dengan cara ramah


terhadap lingkungannya terlebih dahulu hal itu bisa dilakukan dengan
tersenyum jika bertemu dengan tetangga ataupun teman, kemudian saya
juga mengajak ISP untuk kajian bersama di masjid Al-Mujahiddin
Pahoman yang kemudian saya jadikan sebagai jadwal mingguan yang
harus dilakukan oleh ISP, percakapan tersebut terdapat pada L 565
Bandarlampung lalu hal tersebut terealisasikan karna di hari selanjutnya
saya melakukan kegiatan kajian bersama dengan ISP, saya juga membuat
jadwal olahraga rutin yakni lari pagi setiap dua hari sekali, saya juga
membuat kesepakatan dengan ISP untuk mulai peka terhadap keadaan
rumah yakni dari pada ISP berdiam diri dirumah ia bisa melakukan hal
yang lebih positif dengan membantu neneknya untuk membersikan
halaman rumah dan lain sebagainya.
d. Jadwal Kegiatan Kegiatan saat ini

No Jenis kegiatan Waktu kegiatan


1 Jarang keluar kamar Sudah 2 minggu
terahir
2 Tidak ramah Sudah menjadi
perilaku yang sering
dilakukan
3 Jarang senyum Sudah menjadi
perilaku yang sering
dilakukan
4 Jarang membantu nenek Sejak kakek
di dapur meninggal

Treatment kegiatan yang diberikan konselor

No Jenis kegiatan Waktu kegiatan


1 Kajian dimasjid Al- Seminggu sekali,
Mujahidin,Pahoman setiap hari sabtu
Bandar Lampung pukul 14.30
2 Olah raga lari pagi di Setiap dua hari
pagi hari sekalai keliling
komplek, 06.30
3 Selalu memberi senyum Setiap hari
kepada lingkungan
sekitar yang dikenal
4 Melakukan pekerjaan Setiap hari sebelum
rumah membantu nenek berangkat kuliah
C. Hasil Intervensi
1. Sebelum dilakukan intervensi
Sebelum dilakukan intervensi klien sudah 2 minggu tidak masuk kuliah
dan lebih sering menghabiskan waktunya dikamar, ia juga merasa sulit tidur
karna banyak fikiran-fikiran yang membuat ia gelisah ketika malam
menjelang tidur. Sebelum melakukan intervensi ia sering murung dan jarang
tersenyum kepada orang lain.
2. Setelah dilakukan intervensi
Saya melihat story whattshap milik ISP ia kembali kuliah dan mengikuti
pelajaran dikelas, selain itu sudah mau mengikuti saran saya untuk datang
kekajian bersama, dan ia berkata kalau ada kejian lagi ia ingin diajak.
Setelah dilakukannya intervensi ISP mengatakan kepada saya sekarang
sering mempraktekan resep-resep di youtube kemudian ia memasak didapur,
namun ia berkata bahwa untuk tidur sesuai dengan normalnya masih sulit ia
lakukan terkadang ia baru tertidur di jam 02.00 dini hari.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Klien adalah seorang mahasiswi yang melakukan studi tinggi disalah


satu perguruan tinggi Swasta di Lampung, beliau adalah seorang wanita yang
cantik dan cukup menyenangkan ketika diajak untuk berbincang-bincang karna
sangat humble. Kebetulan saat ini klien saya tidak tinggal bersama orang tuanya
melaikan dengan kakek dan neneknya akan tetapi ternyata sekitar tiga bulan
yang lalu sang kakek menghadap Sang Khalik, dia adalah anak sulung dan
memiliki seorang adik namun tidak sekandung ayah melainkan adik sekandung
ibu.

Sudah beberapa hari terahir ini pula ISP mulai tidak nyaman berada
dilingkungan sekitarnya, dan sudah 2 minggu tidak mengikuti perkuliahan, ia
merasa semua orang berbahagia dan hanya ia yang sejak kecil sampai detik ini
tidak pernah benar-benar merasakan kebahagiaan. Hal ini dikarnakan konflik
dikeluarga dan lingkungannya yang telah menganggap ISP sebagai seorang anak
hasil diluar pernikahan, stigma tersebut membuat ia merasa selalu menjadi orang
yang tidak berguna, dan terkadang hal tersebut membuat ia menjadi menyesal
telah dilahirkan dan tidak pantas terlahir didunia ini terlebih setelah kakeknya
meninggal hal tersebut menjadi semakin sering ia rasakan.
Pada kasus yang dialami oleh klien saya maka saya melakukan dugaan
sementara yakni klien saya mengalami permasalahan dalam hal “Penurunan
Penerimaan Diri” hal ini dibentuk dari masalah masalalu pada keluarganya yang
masih menjadi permasalahan pelik pada dirinya. Penerimaan diri (Self
Acceptance) ialah suatu kemampuan individu untuk dapat melakukan
penerimaan terhadap diri sendiri akan dijadikan dasar bagi seorang individu
untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam rangka penerimaan terhadap
keberadaan diri sendiri, dan ISP mengalami penurunan self acceptence dalam
dirinya.
dari wawancara yang didalamnya juga terdapat intervensi berupa konseling
dan CBT maka saya menyimpulkan bahwa ISP mengalami penurunan
penerimaan diri sehingga membuat ia menjadi seseorang yang merasa tidak
berharga dan hal tersebut sudah ia rasakan sejak ia masih kecil, sejak ia
mengalami kekerasan yang dilakukan oleh ibunya. Namun diharapkan dengan
dilakukannya intervensi maka ISP dapat menyadari bahwa apa yang ia fikirkan
tentang hal-hal negatif dalam dirinya sebaiknya dihindari dan kembali
memunculkan hal-hal positif yang dapat ia lakukan.

Pada observasi yang sudah dilakukan oleh observer maka dapat dilihat
bahwa ISP memiliki beban yang cukup berat yang diakibatkan oleh stigma
dilingkungannya mengenai statusnya sebagai seorang anak hasil diluar nikah
sehingga ia merasa tidak percaya diri, dan ketakutan ini pula dipacu oleh
meninggalnya sang kakek yang sangat ia sayangngi yang sudah ia anggap
layaknya seorang ayah. ISP merasa bahwa tidak ada lagi yang akan benar-benar
membelanya lagi selain kakeknya dalam menjalani kehidupan.

Dalam hal intervensi kepada ISP sayang menggunakan teknik intervensi


Konseling dan CBT sehingga didapatkan sedikit perubahan yang terjadi di hidup
ISP. Saya melihat story whattshap milik ISP ia kembali kuliah dan mengikuti
pelajaran dikelas, selain itu sudah mau mengikuti saran saya untuk datang
kekajian bersama, dan ia berkata kalau ada kejian lagi ia ingin diajak. Setelah
dilakukannya intervensi ISP mengatakan kepada saya sekarang sering
mempraktekan resep-resep di youtube kemudian ia memasak didapur, namun ia
berkata bahwa untuk tidur sesuai dengan normalnya masih sulit ia lakukan
terkadang ia baru tertidur di jam 02.00 dini hari.
B. Rekomendasi

Bagi teman-teman mahasiswa yang suatu saat akan melakukan intervensi


pada kasus yang sama dengan kasus saya, maka saya menyarankan untuk
memikirkan secara matang-matang mengenai intervensi yang akan dilakukan
dengan maksimal, agar perubahan dari klien menuju kehidupan yang lebih baik
menjadi lebih maksimal.
Daftar Pustaka

Nevid, Jefferey S, dkk. 2018. Psikologi Abnormal di Dunia yang Terus Berubah
Edisi kesembilan jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Sari Mayang. Jurnal lmu Kesejahteraan Sosial. 2018. Penggunaan Tools
Assesment Biopsikososial dan Spiritual Anak Yang Menjadi Jorban
Perceraian Orang Tua. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) Ri: Jakarta. Volume 7 nomor 1.
Sarwono, Sarlito W dan Eko A Meinarno. 2011. Psikologi Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika.
Siregar, Elna Yuslaini dan Rodiatul Hasanah Siregar. 2013. Jurnal Psikologi.
Penerapan Cognitive Behavior Therapi (CBT) Terhadap Pengurangan
Durasi Bermain Games Pada Individu Yang Mengalami Games Addiction.
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara: Medan. Volume 9 nomor 1.
Proyeksi Kepribadian Tes Grafis. Diperbanyak oleh Prodi Psikologi Islam
UIN Raden Intan Lampung.
Permatasari, V.,(2016). Gambaran Penerimaan Diri (self Acceptance) pada
Orang yang Mengamlami Skizofrenia, Bandung : UIN Sunan Gunung Jati,
3(1)
John, M.,(2006). Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, Jakarta :
Prenadamedia Group.
Kamelia H.(2016). Prinsip-Prinsip Konseling, Solo : Universitas Muhamadiyah
Surakarta, 3(1)
Yusuf, Y., (2009). Rancangan Intervensi Berbasis “ Cognitive Behavioral
Theraphy”, Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung,
1(1)
Anggit F.,(2018) Teori-Teori Bimbingan Konseling, Jawa Timur : Pasca Sarjana
IAIN Purwokerto

Anda mungkin juga menyukai