Anda di halaman 1dari 39

HUBUNGAN KETERAMPILAN SOSIAL DAN KREATIVITAS

DENGAN PROBLEM FOCUSED COPING PADA


MAHASISWA YANG BEKERJA PART TIME

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi
Syarat Guna Menyusun Skripsi
Pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
UIN Raden Intan Lampung

Oleh:
Dian Munawaroh
1831080074

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6
E. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................12
A. Problem Focused Coping ....................................................................... 12
1. Pengertian Problem Focused Coping .................................................. 12
2. Aspek-Aspek Problem Focused Coping .............................................. 13
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Problem Focused Coping ............. 14
4. Problem Focused Coping dalam Perspektif Islam ............................... 17
B. Keterampilan Sosial .............................................................................. 18
1. Pengertian Keterampilan Sosial .......................................................... 18
2. Aspek-Aspek Keterampilan Sosial...................................................... 19
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial ..................... 20
C. Kreativitas ............................................................................................ 21
1. Pengertian Kreativitas ........................................................................ 21
2. Aspek-Aspek Kreativitas .................................................................... 23
3. Tahap-Tahap atau Proses Kreativitas .................................................. 24
D. Hubungan Antara Keterampilan Sosial dan Kreativitas Dengan Problem
Focused Coping .................................................................................... 24
E. Kerangka Berfikir ................................................................................. 25
F. Hipotesis Penelitian ............................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN ..............................................................................28
A. Identifikasi Variabel Penelitian .............................................................. 28
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................................ 28
1. Problem Focused Coping ................................................................... 28
2. Keterampilan Sosial ........................................................................... 28
3. Kreativitas ......................................................................................... 29
C. Subjek Penelitian .................................................................................. 29
1. Populasi............................................................................................. 29
2. Sampel .............................................................................................. 30
D. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 30
1. Skala Problem Focused Coping .......................................................... 31
2. Skala Keterampilan Sosial .................................................................. 32
3. Skala Kreativitas ................................................................................ 33
E. Validitas dan Reliabilitas ....................................................................... 33
1. Uji Validitas ...................................................................................... 33
2. Uji Reliabilitas ................................................................................... 34
F. Metode Analisis Data ............................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................35

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Mahasiswa sebagai penerus bangsa dan agent of change
diharapkan dapat memiliki kehidupan yang baik di masa kini maupun di
masa mendatang yaitu dengan berbagai upaya seperti belajar dengan giat
di perguruan tinggi untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Pada
dasarnya seorang mahasiswa memiliki tujuan utama untuk menambah
ilmu pengetahuan dari dunia perkuliahan serta mengembangkan pola pikir
yang mereka miliki sehingga mahasiswa harus menjalani semua proses
atau tahapan di perguruan tinggi untuk mencapai tujuan berkuliah yaitu
agar mendapatkan indeks prestasi yang memuaskan, mampu untuk
menyelesaikan masa perkuliahan dengan tepat waktu, mendapatkan
pekerjaan yang sesuai dengan keinginan, kemudian memiliki kehidupan
yang lebih baik melalui ilmu yang telah didapatkan selama masa
perkuliahan.
Mahasiswa diartikan sebagai seorang individu yang sedang
menempuh pendidikan atau menimba ilmu akademik pada suatu program
studi tertentu, baik pada perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi
swasta. Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (Abdullah et al., 2017) pada
umumnya, mahasiswa berada pada rentang usia 18 hingga 24 tahun dan
memasuki kategori dewasa awal. Tugas perkembangan yang di hadapi
mahasiswa dalam fase dewasa awal diantaranya melaksanakan kewajiban
dan tanggung jawab sebagai mahasiswa untuk kemudian mempersiapkan
diri, melakukan eksperimen, serta mengeksplorasi jalur karir atau
pekerjaan yang ingin mereka ambil (Abdullah et al., 2017).
Manusia selalu mengadakan berbagai bentuk aktivitas untuk
menunjang kemudahan dalam kehidupan nya, salah satunya diwujudkan
dengan bekerja. Bekerja dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
didalam nya terdapat tugas yang harus dilaksanakan untuk kemudian

1
2

menghasilkan suatu karya dan dapat menguntungkan serta dinikmati oleh


individu yang melakukan pekerjaan tersebut (Wayan & Puspitadewi,
2012). Pada kenyataan nya, mencari pekerjaan bukan merupakan
persoalan yang mudah, karena membutuhkan keterampilan serta
pengalaman yang menunjang untuk mendapatkan suatu pekerjaan yang
layak. Berdasarkan alasan tersebut, banyak mahasiswa yang sedang
menempuh perkuliahan mulai berfikir tentang karir dan masa depan nya
sehingga banyak ditemukan mahasiswa sambil bekerja paruh waktu atau
part time di sela-sela perkuliahan untuk menambah pengalaman kerja
maupun meningkatkan keahlian dan keterampilan (Dirmantoro, 2015) .
Bekerja paruh waktu merupakan pekerjaan secara teratur serta
sukarela namun dapat dilakukan pada jam kerja yang lebih pendek
daripada standar jam kerja yang telah baku. Menurut Buhler (1962)
seseorang yang masih muda lebih menyukai pekerjaan paruh waktu
dikarenakan seseorang yang masih muda menyukai kehidupan yang
fleksibel. Pada usia 24-44 merupakan tahap dimana seseorang melakukan
penentuan terhadap pekerjaan yang diinginkan, sehingga dilakukan trial
and error sebelum menetap pada pekerjaan nya (Wayan & Puspitadewi,
2012).
Motivasi lain yang mendorong mahasiswa untuk berkuliah sambil
bekerja yaitu karena adanya pemenuhan kebutuhan ekonomi yang
mendesak, mengisi waktu luang diluar perkuliahan, mengembangkan hobi
atau bakat, meningkatkan kemampuan berkomunikasi karena bertemu
dengan banyak orang, serta meningkatkan keterampilan atau untuk
persiapan karir di masa depan (Dirmantoro, 2015).
Sesuai dengan hasil wawancara terhadap UR, seorang mahasiswi
yang bekerja sebagai guru les privat dan MC secara freeelance
mengungkapkan bahwa UR memilih untuk bekerja sambil berkuliah
dikarenakan dirinya memiliki hobi dalam bidang pekerjaan nya tersebut
serta dapat membantu orangtua untuk membayar sebagian uang
perkuliahan nya. Sedangkan menurut VP, mengemukakan alasan memilih
3

bekerja sambil berkuliah dikarenakan mengisi waktu luang ketika


perkuliahan dilaksanakan selama daring akibat pandemi Covid-19.
Mahasiswa yang berkuliah sambil bekerja tentu mereka
mempunyai tanggung jawab yang berbeda dengan mahasiswa yang tidak
bekerja serta harus memiliki komitmen terhadap dua aktivitas tersebut
karena mahasiswa yang bekerja tentu harus maksimal dalam pekerjaan
nya dan tetap mengerjakan tugas perkuliahan nya agar tujuan utama
sebagai mahasiswa tidak terlupakan (Dirmantoro, 2015) . Keadaan
tersebut tentu membuat mahasiswa seringkali mengalami tekanan dan
merasakan stress ketika harus membagi waktu, fikiran, serta tenaga nya
dalam bekerja dan kuliah. Ketika individu tersebut tidak dapat mengatasi
kondisi stres dan tekanan tersebut dengan baik tentu akan berdampak
buruk terhadap fisik dan psikis dari individu tersebut sehingga dapat
berdampak pada penurunan kinerja maupun prestasi dari individu pada
pekerjaan maupun perkuliahannya .
Tekanan dan beban dalam melaksanakan dua aktivitas tersebut
kemudian berusaha untuk dikuasai, dihilangkan, maupun diredakan oleh
mahasiswa dengan berbagai upaya yang disebut dengan strategi coping.
Mahasiswa akan menggunakan strategi coping dengan tujuan melindungi
dirinya dari situasi-situasi penuh stress yang dapat mengancam kondisi
psikologis nya (Felix et al., 2019). Sarafino dan Smith (2011)
mendefinisikan strategi coping sebagai proses dari seorang individu
mengatasi adanya ketidakseimbangan dalam situasi-situasi yang penuh
tekanan, ancaman, dan dapat menimbulkan stres.

Sedangkan menurut Lazarus dan Folkman (1984) mendefinisikan


strategi coping sebagai upaya-upaya yang dilakukan individu untuk
mengelola jarak yang ada dari tuntutan yang sumber nya berasal dari
dalam individu maupun berasal dari luar individu dengan sumberdaya
yang ada dengan tujuan untuk mengelola situasi yang stresfull. Lazarus
dan Folkman (1984) kemudian membagi bentuk strategi coping menjadi
dua, yaitu problem focused coping dan emotion focused coping. Problem
4

focused coping merupakan alternatif cara yang digunakan seseorang untuk


mengubah atau menghilangkan tekanan yang dialami dengan tindakan
secara langsung. Sedangkan emotion focused coping diartikan sebagai
strategi coping yang berorientasi kepada emosi dan biasanya tidak
bertahan lama, dilakukan ketika individu memandang bahwa situasi yang
mengancam atau diproses sebagai tekanan tidak dapat diubah.

Focused problem coping sering dipilih oleh individu dikarenakan


strategi ini berfokus kepada penyelesaian masalah secara langsung dengan
cara mempelajari keterampilan baru yang dapat digunakan untuk keluar
dari kondisi yang penuh tekanan sehingga masalah akan cepat
terselesaikan dan dapat mengurangi dampak psikologis yang negatif dari
kondisi tersebut (Kurniawan et al., 2020).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryam


(2017) bahwa kemampuan problem focused coping perlu dimiliki oleh
setiap individu karena dengan strategi tersebut individu dapat melakukan
alternatif usaha dalam rangka mengurangi tekanan, kemudian
menganalisis pemecahan masalah, mengubah keadaan, serta mencari
dukungan dari pihak eksternal dalam bentuk tindakan nyata, dukungan
emosional, maupun informasi sehingga permasalahan dapat segera diatasi.
Pentingnya kemampuan problem focused coping dan tidak mudah
menyerah pada keadaan sulit ketika seseorang tertimpa masalah telah
disebutkan Allah SWT dalam Q.S Al-insyirah ayat 5-6 sebagai berikut:

‫ا َِّن َم َع ْال ُعس ِْر يُس ًْر ۗاۙ فَا َِّن َم َع ْال ُعس ِْر يُس ًْرا‬
“Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya
beserta kesulitan ada kemudahan (Q.S Al-Insyirah: 5-6)”

Penggunaan problem focused coping di pengaruhi oleh beberapa


faktor yaitu kesehatan dan energi, keterampilan sosial, kemampuan
memecahkan masalah, keyakinan yang positif, sumber material dan
dukungan sosial (Lazarus & Folkman, 1984). Mahasiswa yang bekerja
5

tentu berhubungan erat dengan orang lain seperti pelanggan, rekan kerja
ataupun pemilik perusahaan tempat dimana orang tersebut bekerja
sehingga membutuhkan keterampilan sosial yang baik.

Keterampilan sosial menurut Merrel (2008) merupakan perilaku


yang spesifik, memiliki inisatif, serta mengarahkan pada hasil sosial yang
diharapkan sebagai bentuk perilaku dari seseorang. Keterampilan sosial
dibutuhkan oleh mahasiswa untuk memiliki relasi sosial yang positif
dengan orang lain seperti rekan kerja, pemilik perusahaan, pelanggan,
dosen, maupun teman sebaya, mudah melakukan penyesuaian diri dengan
lingkungan, memiliki rasa percaya diri, mampu berkomunikasi dengan
baik, serta memiliki manajemen konflik yang baik sehingga ketika
dihadapkan pada permasalahan tidak menjadi berlarut-larut (Simarmata,
2015).

Faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap pemilihan problem


focused coping yaitu kemampuan pemecahan masalah atau problem
solving skils. Kemampuan pemecahan masalah yang didalam nya
didukung adanya kreativitas kemudian akan mengarahkan individu untuk
mencari ide-ide yang relevan dengan penyelesaian masalah, lebih
fleksibel dalam analisa situasi dalam permasalahan dan lebih mudah
menguraikan ide menjadi langkah yang tepat.

Sejalan dengan penelitian Utami dan Pratitis (2013) ketika


individu yang memiliki kreativitas tinggi dihadapkan pada permasalahan
maka akan menggunakan kreativitas tersebut untuk melihat berbagai
peluang untuk menyelesaikan problema yang dialami. Kreativitas
dibutuhkan mahasiswa yang memilih kuliah sambil bekerja untuk mencari
ide atau gagasan yang baru dan orisinil untuk membantu mengatasi
kendala yang sedang dihadapi sehingga tekanan yang dialami ketika
berkuliah sekaligus bekerja dapat diatasi dengan baik.
6

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, peneliti kemudian


tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara keterampilan sosial dan
kreativitas dengan problem focused coping pada mahasiswa yang bekerja
part time.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah “apakah ada
hubungan antara keterampilan sosial dan kreativitas dengan problem
focused coping pada mahasiswa yang bekerja part time”?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan antara keterampilan sosial dan
kreativitas dengan problem focused coping pada mahasiswa yang
bekerja part time.
2. Untuk mengetahui hubungan antara keterampilan sosial dengan
problem focused coping pada mahasiswa yang bekerja part time.
3. Untuk mengetahui hubungan antara kreativitas dengan problem
focused coping pada mahasiswa yang bekerja part time.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang
psikologi terutama bidang psikologi industri dan organisasi
melalui kajian hubungan antara keterampilan sosial dan
kreativitas dengan problem focused coping pada mahasiswa yang
bekerja part time.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sebuah
gambaran tentang keterampilan sosial dan kreativitas yang dapat
mempengaruhi problem focused coping pada mahasiswa yang
bekerja part time.
7

a. Bagi mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dapat
memberikan informasi dan gambaran mengenai
pentingnya problem focused coping pada mahasiswa yang
bekerja part time
b. Bagi pemilik usaha
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran dan masukan untuk pemilik usaha agar lebih
memperhatikan kesehatan mental karyawan nya, terutama
apabila karyawan tersebut mengalami penurunan
produktivitas akibat masalah yang dialami.
c. Bagi tenaga pendidik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman kepada dosen agar dapat membantu
menanamkan semangat dan motivasi kepada para
mahasiswa terutama pada mahasiswa yang berkuliah
sambil bekerja.

E. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mempunyai tujuan untuk
mendapatkan perbandingan dan acuan referensi bagi penelitian yang
akan dilakukan. Selain itu juga akan memberikan kejelasan terhadap
perbedaan antar penelitian. Pada penelitian ini, terdapat beberapa
acuan yang digunakan yaitu:
1. Hasil Penelitian Utami dan Pratitis (2013) dengan judul “Peran
Kreativitas Dalam Membentuk Strategi Coping Mahasiswa
Ditinjau Dari Tipe Kepribadian Dan Gaya Belajar” menggunakan
metode penelitian kuantitatif. Subyek penelitian berjumlah 38
mahasiswa semester akhir di fakultas psikologi Universitas 17
Agustus 1945 Surabaya. Alat ukur penelitian memakai Gaya
Belajar diukur dengan suatu tes oleh Kolb, untuk tipe kepribadian
8

DISC diungkap melalui tes DISC yang dikembangkan William


Moulton Marston, Strategi Coping dalam penelitian ini diukur
dengan skala yang dibuat sendiri oleh peneliti, dan kreativitas
diukur menggunakan skala kreativitas yang akan dibuat oleh
peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek kreativitas yang
dikemukakan Guilford dan Torrance. Hasil analisa regresi dengan
ANOVA menggunakan SPSS 20 (IBM version) menunjukkan
kreativitas berperan dalam membentuk strategi coping bagi
individu terutama dalam penggunaan problem focused coping.
Perbedaan penelitian yang dilakukan Utami dan Pratitis
(2013) terletak pada variabel terikat yang digunakan peneliti lebih
berfokus pada problem focused coping dan variabel bebas yang
digunakan ada kesamaan yaitu kreativitas namun peneliti
menambahkan dengan keterampilan sosial.
2. Hasil penelitian Julal (2013) dengan judul “Use of student support
services among university students: associations with problem-
focused coping, experience of personal difficulty and
psychological distress” yang meneliti tentang pengunaan layanan
dukungan mahasiswa yang diasosiasi dengan problem focused
coping, pengalaman kesulitan individu, dan tekanan psikologis.
Penelitian ini dilakukan pada 131 mahasiswa program studi
psikologi, baru menempuh 1 tahun program studi, dan mayoritas
peserta perempuan. Alat ukur focused problem coping
menggunakan PF-SOC sedangkan pada tekanan psikologis
menggunakan Zung self rating depression. Hasil penelitian
menunjukkan tekanan psikologis berkorelasi positif dengan
pengalaman kesulitan individu. Mahasiswa dengan pemecahan
masalah yang menggunakan gaya coping tidak efektif lebih
cenderung melaporkan tekanan psikologis. Gaya coping reaktif
dan gaya coping penekan berkorelasi positif dengan tekanan
psikologis, sedangkan reflektif koping berkorelasi negatif dengan
9

kesulitan. Hanya gaya koping yang menekan secara signifikan,


dan secara positif, berkorelasi dengan pengalaman kesulitan
pribadi Pengalaman kesulitan pribadi secara signifikan
meningkatkan kemungkinan siswa menggunakan satu atau lebih
dukungan siswa jasa.
Relevansi penelitian hanya terletak pada problem focused coping,
namun penelitian terkait menggunakan 3 jenis gaya coping
berfokus pada masalah yaitu reflektif, reaktif dan penekan.
3. Hasil penelitian dari Kurniawan dkk (2020) tentang “Hubungan
Antara Self Regulated Learning Dengan Problem Focused Coping
Pada Mahasiswa Di Surabaya Yang Menempuh Program Skripsi
Dalam Situasi Pandemi Covid-19” Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian kuantitatif korelasional. Subyek
dalam penelitian ini yaitu 106 mahasiswa di Fakultas Psikologi
semester genap tahun 2019/2020 Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan 2 skala
yaitu skala problem focused coping dan self regulated learning.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis
product moment. Hasil analisis product moment menunjukkan
hasil yang sangat signifikan. Artinya, variabel self regulated
learning berkorelasi secara signifikan dengan variabel problem
focused coping. Variabel self regulated learning memberi
sumbangan efektif pada variabel problem focused coping sebesar
61,1% dan 38,9% adalah dari variabel lain’
Perbedaan terletak pada variabel bebas yaitu self regulated
learning sedangkan peneliti menggunakan keterampilan sosial
dan kreativitas sebagai variabel bebas.
4. Hasil penelitian dari Sabrina (2017) tentang “Hubungan Antara
Stres Kerja dan Kreativitas Terhadap Prestasi Kerja” tujuan nya
untuk mengetahui hubungan antara stres kerja dan kreativitas
terhadap kinerja karyawan di Stasiun TVRI Kalimantan Timur.
10

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Subjek dalam


penelitian ini melibatkan 82 karyawan. Metode Pengumpulan data
menggunakan kuesioner stres kerja, kreativitas, dan kinerja
pekerjaan dengan model skala Likert. Data yang terkumpul
dianalisis dengan analisis regresi dengan program Statistik untuk
Ilmu Sosial (SPSS) program 20.0 untuk Windows 7.Hasil ini
menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara
stres kerja dan kreativitas terhadap kinerja karyawan pada stasiun
TVRI Kalimantan Timur dengan F hitung = 15,033 (F hitung> F
tabel = 3,11); R2 = 0,276; dan p = 0,000 (p t tabel = 1,9893), dan
p = 0,000 (p<0,05). Kemudian, hasil analisis regresi bertahap
pada kreativitas terhadap kinerja pekerjaan menunjukkan bahwa
ada pengaruh positif dan sangat signifikan dengan beta = 0,334; t
hitung = 5,343 (t hitung> t tabel = 1,9893), dan p = 0,000 (p
<0,05). Perbedaan penelitian ini terletak pada variabel terikat
yaitu peneliti menggunakan problem focused coping dan
persamaan nya yatu menggunakan kreativitas sebagai variabel
bebas.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Meiska & Hastaning (2018)
tentang “Hubungan Antara Hardiness Dengan Problem Focused
Coping Pada Ibu Yang Memiliki Anak Cerebral Palsy Di Kota
Surakarta” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara hardiness dengan problem focused coping pada ibu yang
memiliki anak cerebral palsy. Subjek penelitian adalah 58 ibu
yang memiliki anak cerebral palsy yang menjalani terapi di
YPAC Surakarta dan Pediatric and Neurodevelopmental Therapy
Centre (PNTC) Surakarta. Sampel diambil menggunakan teknik
purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan dua skala
likert yaitu Skala Hardiness (27 aitem, α = 0,914) dan Skala
Problem Focused Coping (30 aitem, α = 0,932). Hasil analisis
data menggunakan analisis regresi linier sederhana menunjukkan
11

adanya hubungan positif antara hardiness dengan problem


focused coping pada ibu yang memiliki anak cerebral palsy ( r =
0,599, p = 0,000). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
tingkat hardiness yang dimiliki ibu, maka semakin tinggi tingkat
problem focused coping ibu dan sebaliknya. Hardiness
memberikan sumbangan sebesar 35,9% terhadap problem focused
coping pada ibu yang memiliki anak cerebral palsy.
Perbedaan penelitian terletak pada variabel bebas yaitu peneliti
menggunakan variabel keterampilan sosial serta kreativitas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Problem Focused Coping

1. Pengertian Problem Focused Coping


Menurut Smet (1994) problem focused coping merupakan usaha
dari individu untuk mengurangi stressor atau tekanan yang ada dengan
cara mempelajari alternatif cara atau keterampilan-keterampilan yang
baru. Seorang individu biasanya memilih problem focused coping
ketika individu tersebut merasa mampu untuk mengatasi atau keluar
dari stressor yang sedang dihadapi.
Lazarus dan Folkman (1984) mendefinisikan problem focused
coping sebagai bagian dari strategi coping yang lebih berfokus
langsung kepada masalah atau tekanan yang dihadapi, seperti
memaknai suatu masalah, menghasilkan pemecahan atau alternatif
solusi, membuat pertimbangan alternatif solusi dengan efektif, dan
kemudian bertindak memecahkan masalah tersebut.
Problem focused coping menurut Taylor (2012) merupakan usaha-
usaha yang dilakukan oleh individu untuk melakukan sesuatu hal yang
bersifat konstruktif ketika dihadapkan pada kondisi stresfull yang
dianggap membahayakan, menantang, atau mengancam bagi individu
tersebut. Sarafino dan Smith (2011) mengemukakan problem focused
coping sebagai usaha mengurangi tuntutan terhadap keadaan stress
yang menekan atau untuk memperluas sumber daya yang ada untuk
menghadapi tekanan tersebut.
Sedangkan menurut Carver, Scheier dan Weintraub (1989)
problem focused coping adalah strategi coping untuk mengurangi
stress dengan alternatif cara mengembangkan kemampuan serta
keterampilan baru dalam rangka menyelesaikan pokok permasalahan.
Individu yang memilih coping yang berfokus pada masalah ini
kemudian akan menganalisa tekanan yang mereka rasakan untuk

12
13

kemudian melakukan apa pun yang mereka bisa untuk mengubah atau
memodifikasi reaksi mereka agar dampak yang ditimbulkan oleh
stressor tersebut berangsur menghilang (Nevid, Rathus,& Greene,
2018).
Berdasarkan beberapa pengertian ahli diatas kemudian dapat
ditarik kesimpulan bahwa problem focused coping merupakan usaha-
usaha yang dilakukan oleh individu untuk mengurangi stressor atau
tekanan yang dihadapi dengan cara mengembangkan kemampuan
serta keterampilan baru dan berfokus langsung kepada pemecahan
masalah itu sendiri.

2. Aspek-Aspek Problem Focused Coping


Lazarus dan Folkman (1984) mengemukakan bahwa terdapat tiga
aspek dari problem focused coping antara lain:
a. Confrontative coping
Sebuah usaha coping yang ditandai dengan usaha individu
yang bersifat agresif dengan tujuan mengubah situasi,
termasuk dengan mengambil resiko yang ada. Hal ini
dilakukan individu dengan cara tetap bertahan pada apa yang
menjadi keinginan ataupun tujuan nya.
b. Seeking informational support
Sebuah usaha coping yang ditandai dengan individu yang
berusaha untuk mencari sebuah nasihat, informasi, atau
dukungan emosional dari orang lain disekitarnya.
c. Planful problem solving
Sebuah usaha coping yang ditandai dengan menganalisa
setiap situasi yang berpotensi menimbulkan masalah kemudian
berusaha untuk mencari solusi secara langsung pada masalah
yang sedang dihadapi.
14

Sedangkan menurut Aldwin dan Revenson (1987), aspek


dalam problem focused coping antara lain sebagai berikut:
a. Cautiousness atau kehati-hatian
Seorang individu memikirkan serta mempertimbangkan
secara matang dan rasional terhadap beberapa alternatif
pemecahan masalah yang mungkin dapat dilakukan individu,
meminta saran serta persepsi orang lain tentang masalah yang
dihadapi, dan bersikap hati-hati sebelum mengambil tindakan.
b. Instrumental action atau tindakan secara instrumental
Tindakan yang dilakukan individu yang bertujuan
menyelesaikan masalah secara langsung untuk kemudian
menyusun langkah-langkah yang digunakan untuk
memecahkan masalah.
c. Negotiation atau negosiasi
Ketika seorang individu berhadapan dengan suatu masalah
baik dengan orang lain ataupun orang terdekat maka individu
tersebut akan mengajak orang tersebut untuk ikut memikirkan
atau langsung menyelesaikan masalah tanpa banyak
membuang waktu.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka aspek yang digunakan
sebagai acuan dalam penelitian ini adalah aspek problem
focused coping dari Lazarus dan Folkman (1984) yang terdiri
dari tiga aspek problem focused coping, yaitu confrontative
coping, seeking informational support, dan planful problem
solving.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Problem Focused Coping


Menurut Lazarus dan Folkman (1984) terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi problem focused coping pada seseorang, yaitu
sebagai berikut:
a. Kesehatan dan energi (health and energy)
15

Kesehatan dan energi merupakan salah satu sumberdaya


yang relevan untuk mengatasi beberapa masalah, walaupun
tidak semua tekanan atau stress dapat teratasi. Seseorang yang
sedang sakit, lemah, ataupun lelah tentu memiliki lebih sedikit
energi yang dapat dikeluarkan untuk mengatasi masalah
daripada orang yang sehat dan kuat. Peran kesejahteraan fisik
terlihat jelas dalam masalah yang bertahan lama dan dalam
kondisi stresfull yang menuntut mobilisasi secara ekstrim.
b. Keterampilan Sosial (Social Skill)
Keterampilan sosial merupakan salah satu sumber coping
yang penting karena peran fungsi sosial yang meluas dalam
kaitan nya dengan adaptasi manusia. Keterampilan sosial
mengacu pada kemampuan individu untuk berkomunikasi serta
berperilaku dengan orang lain yang sesuai dan efektif secara
sosial. Keterampilan sosial kemudian memfasilitasi pemecahan
masalah dalam hubungan nya dengan orang lain, meningkatkan
kemungkinan dapat bekerjasama atau meminta dukungan dari
lingkup sosial, dan secara umum memberikan control individu
yang lebih besa terhadap interaksi sosial.
c. Kemampuan Pemecahan Masalah (Problem Solving Skill)
Keterampilan dalam pemecahan masalah ini meliputi
kemampuan individu dalam mencari informasi, menganalisis
situasi untuk kemudian mengidentifikasi masalah dan
menghasilkan alternatif tindakan, mempertimbangkan alternatif
tindakan, memikirkan alternatif yang sejalan dengan hasil yang
diinginkan maupun diantisipasi, serta memilih dan menerapkan
rencana tindakan yang sesuai sehingga keterampilan dalam
pemecahan masalah ini juga penting untuk mengatasi suatu
tekanan atau masalah.
Keterampilan pemecahan masalah itu berasal dari berbagai
sumber pengalaman pribadi, store of knowledge individu
16

tersebut, kemampuan kognitif atau intelektual nya untuk


menggunakan pengetahuan itu, serta kapasitas self control.
d. Keyakinan yang Positif (Positive Beliefs)
Menilai diri sendiri secara positif juga dianggap sebagai
sumber daya psikologis yang sangat penting untuk mengatasi
suatu masalah. Setiap individu tentu memiliki keyakinan
tertentu yang kemudian diwujudkan dalam bentuk harapan dan
usaha-usaha dalam melakukan strategi coping dalam kondisi
apapun. Ketika keyakinan individu yang telah dibangun
tersebut berasal dari faktor eksternal individu seperti nasib
ataupun takdir maka individu tersebut cenderung memiliki
penilaian kearah ketidakberdayaan yang dapat menyebabkan
penurunan kemampuan dalam melakukan problem focused
coping.
e. Sumber material (material resources)
Sumber daya material salah satunya adalah keuangan.
Keadaan keuangan yang baik dan stabil dapat menjadi sumber
strategi coping yang penting bagi individu. Secara umum,
masalah keuangan dapat memicu stress pada individu
kemudian mengakibatkan peningkatan pilihan dalam strategi
coping untuk bertindak menyelesaikan masalah tersebut. Salah
satu manfaat yang dirasakan dari sumber material adalah
kemudahan individu dalam kepentingan hukum,medis,
keuangan, dan bantuan dari ahli profesional lainnya.
f. Dukungan Sosial (social support)
Individu yang memiliki seseorang yang dekat dan
menerima emosi, pengetahuan, serta mendapatkan dukungan
atau perhatian nyata maka akan mempengaruhi strategi coping
pada individu ketika menghadapi keadaan stress.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas dapat
diketahui faktor yang mempengaruhi problem focused coping
17

antara lain kesehatan dan energi, keterampilan sosial, kemampuan


pemecahan masalah, keyakinan yang positif, sumber material, dan
dukungan sosial.

4. Problem Focused Coping dalam Perspektif Islam


Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang diciptakan
dalam bentuk yang paling sempurna tentu nya tidak dapat terlepas dari
suatu masalah, ujian, maupun cobaan dalam kehidupan nya. Allah
SWT akan terus menerus menguji hamba-Nya untuk mengisyaratkan
bahwa hakikat kehidupan di dunia ini antara lain ditandai oleh adanya
cobaan yang beranekaragam macamnya. Seperti firman Allah SWT
dalam Q.S Al-Baqarah: 286 yang berbunyi:

ۗ‫ت‬ ْ ‫سا ا َِّل ُو ْس َع َها ۗ لَ َها َما َك َس َب‬


ْ ‫ت َو َعلَ ْي َها َما ا ْكتَ َس َب‬ ً ‫ّٰللاُ نَ ْف‬
‫ف ه‬ ُ ّ‫َل يُ َك ِل‬
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang
dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang
diperbuatnya”.
Sebagai manusia yang beriman, ketika kita sedang merasa
terpuruk dan memiliki banyak beban hidup maka kita harus tetap
senantiasa berserah diri kepada Allah SWT dan diiringi dengan usaha
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Allah SWT juga menegaskan
hal tersebut dalam Q.s Al-Insyirah: 5-6 yang berbunyi bahwasanya
setelah ada kesulitan maka akan diiringii setelahnya dengan
kemudahan yang dijanjikan oleh Allah SWT.
Menurut Mahmud Yunus dalam tafsir Quran Karim menjelaskan ,
orang yang beriman kepada Allah SWT jika ia ditimpa kesusahan,
maka dirinya akan mengingat bahwa dibelakangnya terdapat nikmat
yang berlipat ganda. Berdasarkan konsep-konsep ajaran Islam diatas,
jelas bahwa Al-Quran memberi pengajaran tentang pentingnya
problem focused coping agar tidak menyerah dan putus asa ketika
18

dihadapkan kepada suatu masalah atau kondisi individu yang


mengalami stresfull.

B. Keterampilan Sosial

1. Pengertian Keterampilan Sosial


Keterampilan sosial menurut Thompson (1996) merupakan sebuah
keterampilan untuk mengatur fikiran serta perasaan yang diwujudkan
dalam bentuk tindakan atau perbuatan yang tidak merugikan diri
sendiri maupun orang lain. Keterampilan ini dibutuhkan ketika anak-
anak mulai memasuki kelompok sebaya nya. Menurut Merrel (2008)
keterampilan sosial merupakan perilaku yang spesifik, memiliki
inisatif, serta mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai
bentuk perilaku dari seseorang. Sedangkan Matson (2009)
mengemukakan keterampilan sosial baik secara langsung maupun
tidak langsung akan membantu seseorang untuk dapat menyesuaikan
diri dengan standar harapan masyarakat dalam norma-norma yang
berlaku dilingkungan sekitarnya.
Combs & Shaby (dalam Cartledge & Milburn, 1995)
mendefinisikan keterampilan sosial sebagai kemampuan berinteraksi
dengan orang lan dala konteks sosial dengan cara-cara khusus yang
diterima lingkungan serta menguntungkan individu serta
menguntungkan orang lain. Sedangkan menurut Cartledge & Milburn
(1995) keterampilan sosial adalah suatu kemampuan yang kompleks
untuk melakukan perbuatan yang akan diterima oleh lingkungan dan
menghindari perilaku yang akan ditolak oleh lingkungan nya tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keterampilan
sosial merupakan kemampuan yang dipelajari dan dimiliki oleh
individu untuk kemudian dapat memunculkan perilaku yang spesifik
dalam situasi tertentu dengan tujuan dapat melakukan serta mencapai
hubungan dengan orang lain secara efektif sehingga individu tersebut
memiliki kompetensi secara sosial.
19

2. Aspek-Aspek Keterampilan Sosial


Aspek-Aspek keterampilan sosial menurut Caldarella & Merrel
(dalam Matson, 2009) sebagai berikut:
a. Hubungan dengan teman sebaya (Peer Relationship)
Dimensi ini menunjukkan kemampuan seseorang dalam
melakukan sosialisasi antar teman sebaya serta memiliki
karakteristik menjadikan orang lain sebagai role model atau
panutan, seperti memuji atau menasehati orang lain, membagi
pengalaman, dan menawarkan bantuan kepada orang lain.
b. Manajemen Diri (Self Management)
Kemampuan individu untuk kemudian mengatur dirinya
sendiri , mampu untuk melakukan kontrol emosi dengan baik,
mapu berkompromi dengan orang lain, serta memiliki
kemampuan dalam menerima sebuah kritik atau saran.
c. Kemampuan Akademis
Perilaku atau keterampilan yang dapat mendukung prestasi
belajar nya di sekolah. Dimensi ini dihubungkan dengan
kemampuan individu dalam menyelesaikan pekerjaan atau
tugas secara mandiri dan mudah memiliki relasi dengan
lingkungan sosial, dengan kemampuan tersebut mencerminkan
individu yang produktif dan mandiri pada bidangnya.
d. Kemampuan dalam menjalin relasi yang akrab
Dimensi ini meliputi kemapuan individu dalam menjalin
hubungan akrab dengan orang lain yang dilakukan secara
wajar serta dapat mengikuti aturan dan harapan yang ada,
penggunaan manajemen waktu, serta berbagi atau sharing
tentang berbagai hal.
e. Perilaku asertif
Perilaku yang lebih banyak didominasi oleh kemampuan
20

yang dapat membuat individu menampilkan perilaku yang


tepat dalam sebuah situasi yang diharapkan.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial


Hasil study Davis dan Forstythe (dalam Mu’tadin, 2002) terdapat
delapan faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial,yaitu:
a. Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi
seorang individu dalam menentukan bagaimana akan bereaksi
terhadap lingkungan nya. Seorang individu yang dibesarkan
dalam keluarga yang tidak harmonis atau mengalami broken
home tidak akan mendapatkan kepuasan psikis yang cukup,
maka akan sulit untuk mengembangkan keterampilan
sosialnya.
b. Lingkungan
Dengan pengenalan lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial sejak dini maka individu akan mengetahui bahwa
lingkungan sekitar nya tersebut luas dan diharapkan dapat
dengan mudah melaukan penyesuaian diri.
c. Kepribadian
Secara umum penampilan sering diidentikan dengan
kepribadian seseorang. Namun pada kenyataan nya, sesuatu
yang ditampilkan tidak selalu menggambarkan pribadi
seseorang yang sebenarnya. Orang tua dalam hal ini berperan
untuk memberikan penanaman nilai-nilai untuk menghargai
harkat martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal
mudah bergaul dengan siapa saja dilingkungan nya.
d. Rekreasi
Melalui kegiatan rekreasi seseorang akan mendapatkan
kesegaran fisik maupun psikis sehingga individu tersebut dapat
terlepas dari rasa penat, lelah, bosan serta mendapatkan
21

semangat baru yang dapat berkaitan dengan hubungan sosial.


e. Pendidikan
Pada dasarnya pendidikan mengajarkan banyak
keterampilan pada seseorang. Salah satu keterampilan tersebut
adalah keterampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-cara
belajar efisien dan berbagai teknik belajar yang sesuai dengan
jenis mata pelajaran yang didapatkan.
f. Persahabatan dan solidaritas kelompok
Pada masa remaja peran sebuah kelompok sangat besar.
Biasanya remaja lebih memilih urusan kelompok dibandingkan
dengan urusan keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu hal
yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan
kelompoknya bertujuan positif karena akan berdampak pula
pada perkembangan remaja.
g. Pergaulan dengan lawan jenis
Untuk mendapatkan peran menurut jenis kelamin, maka
remaja tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman
yang memiliki jenis kelamin yang sama sehingga akan
menciptakan hubungan sosial yang baik.
h. Lapangan kerja
Melalui pelajaran disekolah atau perkuliahan, individu
telah mengenal berbagai lapangan kerja yang ada
dimasyarakat. Proses belajar mengajar yang baik tentunya
akan membuat individu mampu menyiapkan diri dalam
berhubungan sosial di lingkup pekerjaan.

C. Kreativitas

1. Pengertian Kreativitas
Kreativitas menurut J.P. Guilford (1995) merupakan cara berfikir
divergen atau menyebar, yaitu sebuah aktivitas mental yang asli,
murni dan baru yang berbeda dari pola pikir sehari-hari dan
22

menghasilkan lebih dari satu pemecahan persoalan. Menurut


Munandar (1999) menyebutkan bahwa kreativitas adalah kemampuan
yang dimiliki oleh individu yang kemudian mencerminkan kelancaran,
keluwesan (fleksibilitas) dan orisinalitas dalam berfikir serta
kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya,
memperinci) suatu gagasan. Kemudian ia juga menekankan bahwa
kreativitas adalah keseluruhan kepribadian yang merupakan hasil
interaksi dengan lingkungannya.
Demikian juga Drevdahl (Hurlock, 2014) mendefinisikan bahwa
kreativitas adalah kemampuan untuk memproduksi komposisi dan
gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud aktivitas imajinatif yang
melibatkan sebuah pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari
pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada
situasi sekarang.
Menurut Torrance (1988) Jika ditinjau dari sisi proses, maka
kreativitas merupakan proses merasakan dan mengamati adanya
masalah, membuat dugaan tentang kekurangan masalah, menilai dan
menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya
kembali dan akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya. Dengan kata lain
kreativitas jika ditinjau sebagai proses lebih menyerupai langkah-
langkah dalam metode ilmiah yang meliputi seluruh proses kreatif dan
ilmiah mulai dari menemukan masalah sampai dengan menyampaikan
hasil (Munandar, 1999).
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, dapat
disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan individu dalam
menciptakan sesuatu hal yang baru atau memberikan gagasan-gagasan
baru, sehingga hal tersebut dapat diterapkan dalam proses pemecahan
masalah.
23

2. Aspek-Aspek Kreativitas
Menurut Guilford (Dalam Munandar, 1999) terdapat beberapa
aspek yang termasuk dalam kreativitas yaitu sebagai berikut:
a. Kelancaran berpikir (fluency of thinking)
Kelancaran berpikir merupakan kemampuan dalam
menghasilkan ide, jawaban, penyelesaian masalah atas
pertanyaan yang keluar dari pemikiran seseorang,
memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai
hal.
b. Keluwesan berfikir (flexibility)
Kemampuan dalam menggunakan bermacam-macam
pendekatan dalam mengatasi persoalan serta melihat suatu
masalah dari sudut pandang berbeda. Orang yang kreatif
adalah orang yang luwes berpikir dalam menggantikan cara
berpikir lama dengan cara berpikir baru dan mampu mengubah
cara pendekatan atau cara pemikiran.
c. Elaborasi (elaboration)
Kemampuan dalam memperkaya dan mengembangkan suatu
gagasan atau produk, dan menambahkan atau memperinci
detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga
lebih menarik.
d. Orisinalitas (originality)
Kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli dan unik
serta memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan
diri.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek kreativitas antara lain kelancaran berpikir (fluency of
thinking), keluwesan berfikir (flexibility),elaborasi (elaboration),
dan orisinalitas (originality).
24

3. Tahap-Tahap atau Proses Kreativitas


Menurut Wallas (Munandar. 1999) terdapat beberapa tahapan atau
proses kreativitas antara lain:
a. Persiapan: individu mulai untuk membuat formulasi
permasalahan dan membuat usaha awal untuk memecahkan
nya.
b. Inkubasi: memasuki masa-masa tidak adanya usaha yang
dilakukan secara langsung untuk memecahkan masalah tersebut
kemudian perhatian dialihkan sejenak pada hal yang lain nya.
c. Iluminasi: Proses dimana individu mendapatkan insight
(pemahaman mendalam) dari masalah yang dihadapi.
d. Verifikasi: Tahapan dimana individu menguji pemahaman yang
telah didapatkan dan memulai untuk membuat solusi.

D. Hubungan Antara Keterampilan Sosial dan Kreativitas Dengan


Problem Focused Coping
Mahasiswa yang bekerja paruh waktu tentu mempunyai lebih
banyak tanggung jawab dan tuntutan daripada mahasiswa yang hanya
berkuliah. Namun, tak jarang mahasiswa mengalami kesulitan yang
mengakibatkan stress ketika menghadapi tekanan yang berasal dari
pekerjaan maupun perkuliahan sehingga dibutuhkan problem focused
coping atau coping yang berfokus langsung pada masalah supaya masalah
atau tekanan yang dirasakan tidak berkelanjutan (Nur et al., 2018).
Faktor-faktor yang mempengaruhi problem focused coping antara
lain keterampilan sosial (social skill). Menurut Caldarella & Merrel,
aspek-aspek dalam keterampilan sosial antara lain hubungan dengan teman
sebaya (peer relationship), manajemen diri (self management),
kemampuan akademis, kemampuan dalam menjalin relasi yang akrab, dan
perilaku asertif.
Keterampilan sosial dibutuhkan bagi mahasiswa yang bekerja
untuk menjalin relasi sosial yang baik di dunia perkuliahan maupun dunia
pekerjaan sehingga meminimalisir terjadinya konflik dengan atasan, rekan
25

kerja, teman sebaya, maupun dosen saat perkuliahan. Keterampilan sosial


yang tinggi tentu akan berpengaruh terhadap kemampuan problem focused
coping seseorang.
Pemilihan strategi coping berbentuk problem focused coping juga
dipengaruhi oleh kreativitas. Kreativitas dibutuhkan seorang individu
untuk mencari ide atau gagasan yang baru dalam rangka memecahkan atau
mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Pratitis
(2013) dengan judul “Peran Kreativitas Dalam Membentuk Strategi
Coping Mahasiswa Ditinjau Dari Tipe Kepribadian Dan Gaya Belajar”
menunjukkan hasil bahwa kreativitas berperan secara signifikan dalam
membentuk strategy coping individu sehingga hipotesis mayor ke-1
dinyatakan diterima. Hal ini digambarkan dari harga F = 33,524 dengan t =
10,514 dan p = 0,000 (p < 0,01).
Analisa penelitian menunjukkan bahwa jumlah subyek yang
kreativitasnya rata-rata keatas, cenderung memiliki problem focused
coping dibandingkan emotion focused coping. Ada 17 orang dari 23 orang
yang kreativitasnya rata-rata keatas yang cenderung memiliki problem
focused coping dibandingkan emotion focused coping. Perbedaan ini
cukup signifikan dengan dukungan Chi Square = 13,161 pada p = 0,011 (p
< 0,05) dan derajat hubungan sebesar 0,507.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan apabila
individu dengan kecenderungan keterampilan sosial dan kreativitas yang
tinggi dapat meningkatkan problem focused coping sehingga dapat
meminimalisir konflik dan tekanan yang dihadapi.

E. Kerangka Berfikir
Mahasiswa pada hakikatnya mempunyai tujuan utama untuk
belajar serta mengembangkan pola fikir sehingga mahasiswa harus
melewati semua rangkaian proses akademik di perguruan tinggi agar
tercapainya tujuan belajar mereka seperti mendapatkan indeks prestasi
26

yang baik serta mampu untuk menyelesaikan target perkuliahan secara


tepat waktu.
Mahasiswa yang sedang berkuliah tidak seluruhnya hanya fokus
berkuliah saja, namun sebagian mahasiswa juga memilih untuk kuliah
sambil bekerja karena beberapa faktor, antara lain mengisi waktu luang,
mencari pengalaman kerja, faktor ekonomi, serta faktor hobi. Apabila
mahasiswa yang memilih kuliah sambil bekerja paruh waktu (part time)
tentunya akan mempunyai tuntutan untuk lebih memiliki tangung jawab
yang tinggi terhadap tugas di perkuliahan maupun tanggung jawab pada
pekerjaan mereka. Hal ini tentunya akan membuat mahasiswa cenderung
merasa tertekan dan stress karena mereka harus pandai membagi waktu
antara berkuliah dan kerja paruh waktu.
Tekanan atau masalah yang tidak diselesaikan tentu akan
berpengaruh terhadap kondisi fisik maupun psikis dari mahasiswa tersebut
sehingga dibutuhkan strategi coping yang tepat untuk mengatasi tekanan
yaitu dengan menggunakan problem focused coping atau penyelesaian
masalah yang langsung berfokus pada masalah tersebut sehingga tekanan
dan stress tersebut tidak berlangsung lama.
Problem focused coping pada mahasiswa bekerja paruh waktu
(part time) yang didukung dengan keterampilan sosial yang berhubungan
dengan kemampuan atau keterampilan individu dalam berhubungan atau
berinteraksi dengan orang lain seperti teman sebaya, dosen, pemilik tempat
kerja maupun lingkungan sekitar membuat mahasiswa akan merasa
mampu untuk melewati stress dan tekanan yang dirasakan.
Interaksi sosial yang berjalan dengan baik antara lingkungan sosial
dengan individu tentu akan membawa dampak positif bagi kehidupan nya.
Sedangkan kreativitas dalam pemecahan masalah dimanfaatkan
mahasiswa untuk menganalisis permasalahan yang dihadapi untuk
kemudian memunculkan ide atau gagasan alternatif penyelesaian masalah
sesuai dengan kondisi atau situasi yang dihadapi.
27

Keterampilan
Sosial

Problem Focused Coping

Kreativitas

Gambar.1 Kerangka Berfikir

F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah
yang diajukan dalam sebuah penelitian untuk kemudian kebenaran nya
dibuktikan dengan data-data yang telah dikumpulkan (Sudaryono, 2018).
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian
ini adalah:
Ha 1: ada hubungan keterampilan sosial dan kreativitas dengan problem
focused coping
Ha 2: ada hubungan keterampilan sosial dengan problem focused coping
Ha 3: ada hubungan kreativitas dengan problem focused coping
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian


Pada penelitian ini terdapat tiga variabel yang dipakai, yaitu antara
lain:
a. Variabel Terikat (Y) : Problem Focused Coping
b. Variabel Bebas 1 (X1) : Keterampilan Sosial
c. Variabel Bebas 2 (X2) : Kreativitas

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Problem Focused Coping


Problem focused coping merupakan usaha-usaha yang
dilakukan oleh individu untuk mengurangi stressor atau tekanan
yang dihadapi dengan cara mengembangkan kemampuan serta
keterampilan baru dan berfokus langsung kepada pemecahan
masalah itu sendiri. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka
semakin tinggi problem focused coping seseorang.Sebaliknya,
apabila skor yang diperoleh rendah, maka rendah pula Problem
focused coping yang dimiliki.

2. Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial merupakan kemampuan yang
dipelajari dan dimiliki oleh individu untuk kemudian dapat
memunculkan perilaku yang spesifik dalam situasi tertentu
dengan tujuan dapat melakukan serta mencapai hubungan dengan
orang lain secara efektif sehingga individu tersebut memiliki
kompetensi secara sosial. Semakin tinggi skor yang diperoleh,
maka semakin tinggi keterampilan sosial seseorang. Sebaliknya,
apabila skor yang diperoleh rendah, maka rendah pula
keterampilan sosial yang dimiliki.

28
29

3. Kreativitas
Kreativitas adalah kemampuan individu dalam
menciptakan sesuatu hal yang baru atau memberikan gagasan-
gagasan baru, sehingga hal tersebut dapat diterapkan dalam
proses pemecahan masalah. Semakin tinggi skor yang diperoleh,
maka semakin tinggi kreativitas seseorang.Sebaliknya, apabila
skor yang diperoleh rendah, maka rendah pula kreativitas yang
dimiliki.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi
Populasi merupakan seluruh kelompok orang, objek, atau
peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam sebuah penelitian.
Definisi lain dari populasi yaitu suatu wilayah menyeluruh yang
terdiri dari: subjek atau objek dengan karakteristik serta kualitas
tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan
diambil kesimpulan nya (Sudaryono, 2018). Populasi dalam
penelitian ini yaitu seluruh mahasiswa/i fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama angkatan 2018.
Tabel.1
Prodi Jumlah

Aqidah Filsafat Islam 65

Sosiologi Agama 195

Pemikiran Politik Islam 125


Psikologi Islam 143

Tasawuf dan Psikoterapi 56

Studi Agama-Agama 67

Ilmu Al-Quran dan Tafsir 84


Jumlah 735
30

2. Sampel
Sampel menurut Sudaryono (2018) merupakan suatu bagian
dari populasi penelitian dan sampel mencakup sejumlah anggota
atau subjek yang telah dipilih dari populasi penelitian.Metode
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
porpusive sampling. Menurut Sugiyono (2010) purposive
sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan langkah
mempertimbangkan populasi penelitian yang telah ada dengan
tujuan agar nantinya data yang diperoleh dapat mewakili populasi
tersebut. Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Masih aktif berkuliah
2. Sedang bekerja minimal 6 bulan (batas minimal 6 bulan
karena dirasa sudah mampu beradaptasi dengan pekerjaan
nya)
3. Bekerja ditempat usaha orang lain, bukan berwirausaha.

D. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data merupakan hal yang penting dalam
melakukan penelitian, karena peneliti menggunakan metode ini untuk
mengumpulkan data bagi kebutuhan penelitian nya (Sudaryono,2017).
Alat pengumpul data yang digunakan peneliti menggunakan model skala
Likert. Skala ini terbentuk dari aspek-aspek variabel yang hendak diukur.
Aitem yang telah disediakan berisi pernyataan yang memiliki sifat
favorable dan pernyataan unfavorable. Skala likert yang digunakan dalam
penelitian ini memiliki 4 kategori jawaban yaitu : 1) STS (sangat tidak
setuju), 2) TS (tidak setuju), 3) S (setuju), dan 4) SS (sangat setuju).
31

1. Skala Problem Focused Coping


Penelitian ini menggunakan skala problem focused coping dari
Lazarus and Folkman (1985) yang diadaptasi dari Kadili (2018)
memiliki 3 aspek, yaitu Confrontative coping, Seeking informational
support, dan Planful problem solving dengan nilai koefisien reliabilitas
sebesar 0.926 dan terdapat 49 pertanyaan.

Tabel.2
Blueprint Skala Problem Focused Coping
Aspek Indikator Aitem Jumlah

Favo Unfavo

Confrontative Menggambarkan 1,7,39 4,10,40 6


coping reaksi agresif
untuk mengubah
masalah

Seeking Upaya untuk 2,8,14, 5,11,16,2 17


informational mencari 19,25,2 0,26,28,2
support informasi dan 7,30,31 9,32
bantuan dari ,37
orang lain

Planful Upaya 3,9,13, 6,12,17,1 26


problem pemecahan 15,21,2 8,22,23,3
solving pendekatan 4,33,35 4,36,43,4
analitik untuk ,38,41, 4,45,47,4
penyelesaian 42,46,4 9
masalah 8

Jumlah 26 23 49
32

2. Skala Keterampilan Sosial


Penelitian ini menggunakan skala keterampilan sosial yang
diadaptasi dari skala yang telah disusun oleh Aryani (2015) berdasarkan
aspek dari Caldarella dan Merrel dalam Matson (2009) dengan nilai
koefisien reliabilitas sebesar 0,954. Aspek-aspek keterampilan sosial
tersebut antara lain manajemen diri, perilaku asertif, kepatuhan,
hubungan dengan teman sebaya, dan kesuksesan akademik.

Tabel.3
Blueprint Skala Keterampilan Sosial
Aspek Aitem Jumlah

Favo Unfavo

Hubungan dengan 1,2,7,8,9,1 4,5,6,10, 16


teman sebaya 3,14,15 11,16,17,
18

Manajemen Diri 19,20,25,2 22,23,28, 18


6,27,31,32 29,30,35,
,33,34 36, 37,38

Kesuksesan 39,41,42,4 43,45,48, 8


Akademik 6 49

Kepatuhan 51 52,53 3

Perilaku Asertif 54,55,58,5 57,60,65 8


9,62

Jumlah 23 22 53
33

3. Skala Kreativitas
Penelitian ini menggunakan skala berdasarkan aspek-aspek
kreativitas menurut Guilford & Torrance yaitu kelancaran berpikir
(fluency of thinking), keluwesan berfikir (flexibility), elaborasi
(elaboration), dan orisinalitas (originality) yang akan dibuat sendiri
oleh peneliti.
Tabel.4
Sebaran aitem skala kreativitas
Aspek Jumlah

Kelancaran berfikir (fluency of thinkimg) 8

Keluwesan berfikir (flexibility) 8

Elaborasi (elaboration) 8

Orisinalitas (originality) 8

Jumlah 32

E. Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas
Validitas merupakan tolak ukur sejauh mana ketetapan dan
kecermatan sebuah alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya
(Sudaryono, 2018). Sedangkan menurut Azwar (2012) validitas
merupakan tolak ukur yang dapat menunjukkan valid tidaknya
suatu skala tersebut dalam menjalankan fungsi pengukurannya.
Suatu skala dapat dikatakan valid atau sahih apabila mampu untuk
mengukur serta mengungkap data dari variabel yang hendak
34

diteliti secara tepat. Analisis data tersebut menggunakan bantuan


software SPSS 24.0 for Windows.

2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan tolak ukur sejauh mana hasil dari
suatu proses pengukuran dapat dipercaya (Sudaryono, 2018).
Suatu pengukuran dikatakan memiliki reliabilitas apabila terdapat
konsistensi terhadap hasil pengukurannya pada subjek yang sama
(Azwar, 2012). Dapat disimpulkan bahwa suatu alat ukur yang
reliabel merupakan alat ukur yang memiliki tingkat reliabilitas
yang tinggi. Azwar (2012) membagi kriteria koefisien realibitas
menjadi 3 bagian, yaitu: 1) 0,8-1,0 = reliabilitas baik, 2) 0,6-0,7 =
reliabilitas diterima, 3) < 0,6 = reliabilitas kurang baik. Uji
reliabilitas instrumen penelitian ini menggunakan koefisien Alpha
Cronbach dengan bantuan software SPSS 24.0 for Windows.

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data merupakan sebuah cara yang digunakan


untuk mengelola data yang telah didapatkan dari suatu penelitian.
Setelah melalui metode analisis data hasil dari penelitian kemudian
akan diperoleh suatu kesimpulan. Metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisis regresi
berganda. Analisis regresi berganda merupakan suatu analisis yang
secara bersamaan digunakan untuk meneliti pengaruh dua atau lebih
variabel bebas terhadap satu variabel terikat (Sudaryono, 2018). Hal
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara
keterampilan sosial dan kreativitas dengan problem focused coping
menggunakan bantuan program software SPSS 24.0 for Windows.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. A., Sarirah, T., & Lestari, S. (2017). Peran Perfeksionisme Terhadap
Strategi Coping pada Mahasiswa Tingkat Akhir. Mediapsi, 03(01), 9–16.
https://doi.org/10.21776/ub.mps.2017.003.01.2

Aldwin, C.M. & Revenson, T.A. (1987). Does Coping Help? A Reexamination of
the Relation Between Coping and Mental Healthy. Journal of Personality
and Social Psychology, Vol. 53, No. 2, 337-348.

B.Hurlock, Elizabet.2014. Psikologi Perkembangan.Jakarta:PT Raja Grafindo


Persada.

Carver, C. S., Scheier, M. F., & Weintraub, J. K. (1989). Assessing coping


strategies:A Theoritically based approach. Journal of Personality and Social
Psychology, 56(2), 267-283

Cartledge, G.& Milburn, J. F., (1995). Teaching Social Skill to Children and
Youth , Boston : Allyn and Bacon.

Dirmantoro, Maylana. (2015). Motivasi mahasiswa kuliah sambil bekerja.


Skripsi. Malang. Fakultas Psikologi. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Felix, T., Marpaung, W., Akmal, M. (2019). Peranan kecerdasan emosional pada
pemilihan strategi coping pada mahasiswa yang bekerja. Persona: Jurnal
Psikologi Indonesia, 8(1).

Guilford,J.P. 1995. Traits of Creativity, dalam h.h Anderson (Ed) Creativity and
Its Cultivation. John Wiley,New York.

Julal, F. (2013). Use of student support services among university students:


associations with problem-focused coping, experience of personal difficulty
and psychological distress. British Journal Of Guidance & Counselling,
41(4), 414-425. doi: 10.1080/03069885.2012.741680

35
36

Kurniawan, T. (2020). Hubungan antara self regulated learning dan problem


focused coping pada mahasiswa di surabaya yang menempuh program
skripsi dalam situasi pandemi covid-19 (Doctoral dissertation, Universitas
17 Agustus 1945 Surabaya).

Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. New York,
NY: Springer.

Maryam. (2017). Strategi coping: Teori dan sumber dayanya. Jurnal Konseling
Andi Matappa, 1, 101-107.

Munandar, S.C.U.Utami (1999). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak


Sekolah.Petunjuk Bagi Para Guru dan Orang Tua. PT Gramedia
Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Mu’tadin, Z. (2002). Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan.


Yogyakarta. Andi Offset

Nevid, S.F, Rathus, A.S., Greene, B. 2018. Psikologi Abnormal Edisi


Kesembilan, Erlangga: Jakarta.

Nur, A., Tuasikal, A., & Retnowati, S. (2018). Kematangan Emosi , Problem-
Focused Coping , Emotion-Focused Coping dan Kecenderungan Depresi
pada Mahasiswa Tahun Pertama. 4(2), 105–118.
https://doi.org/10.22146/gamajop.46356

Pamela J. Shoemaker, T. P. (2009). Gatekeeping Theory. New York: Routledge

Pratitis, N. T. (2013). Peran kreativitas dalam membentuk strategi coping


mahasiswa ditinjau dari tipe kepribadian dan gaya belajar. Persona: Jurnal
Psikologi Indonesia, 2(3).

Sabrina, R. (2017). Hubungan antara stres kerja dan kreativitas terhadap prestasi
kerja. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, 5(1)

Santrock, J. W. (2012). Life Span Development : Perkembangan masa hidup jilid


iI. (B. Widyasinta, Penerj.) Jakarta: Penerbit Erlangga.
37

Sarafino, E. P., Timothy W. Smith. 2011. Health psychology: Biopsychosocial


interactions, 7th edition. Amerika Serikat: John Wiley & Sons, Inc.

Sari, E. N., & Aviani, Y. I. (2020). Kontribusi dukungan sosial teman sebaya
terhadap kecenderungan problem focused coping pada mahasiswa rantau
yang sedang mengerjakan skripsi. Jurnal Riset Psikologi, 2020(1).

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT. Gramedia Widia Sarana


Indonesia.

Suwarsi, S., & Handayani, A. (2017). Hubungan antara optimisme dan problem
focused coping pada mahasiswa. hubungan antara optimisme dan problem
focused coping, 12(1).

Taylor, S. E. (2012). Health Psychology (8th ed.). New York: Mc GrawHill Inc

Thompson, J.K. 1996. Body Images, Eating Disorders, and Obesity: An


integrative guide for assesment and treatment. Washington, DC: American
Psychological Association.

Torrance, E. P. (1988). The nature of creativity as manifest in its test-. New York:

Cambridge University Press.Valentsia,.

G. K. D., & Wijono, S. (2020). Optimisme dengan problem focused coping pada
mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir. Edukatif : Jurnal Ilmu
Pendidikan, 2(1). https://doi.org/10.31004/edukatif.v2i1.74

Wayan, N., & Puspitadewi, S. (2012). Hubungan antara stres dan motivasi kerja
pada mahasiswa yang bekerja paruh waktu. Jurnal Psikologi: Teori &
Terapan, Vol. 2, No, 49–57.

Anda mungkin juga menyukai