PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan berdampak pada layanan bimbingan dan konseling.
Bagaimanapun juga metode dalam ilmu pengetahuan merupakan alat dalam
mengeksplorasi pengetahuan tentang fenomena sosial dan individu. Peneliti harus kreatif
dan memiliki kecakapan tidak hanya dalam metodologi tetapi juuga dalam menguji
berbagai tipe dan jenis data yang merupakan fenomena sentral dalam bimbingan dan
konseling serta perkembangan manusia.
Jika bimbingan dan konseling dipandang sebagai suatu ilmu, maka tugas (ilmu) dan
penelitian dapat dikatakan identik, yaitu: mendeskripsikan secara jelas dan cermat;
menerangkan (eksplanasi) kondisi-kondisi yang mendasari terjadinya peristiwa-peristiwa;
menyusun teori (merumuskan hukum-hukum atau tata hubungan antara kondisi atau
peristiwa yang satu dengan lainnya); membuat prediksi (ramalan), estimasi, dan proyeksi
mengenai peristiwa-peristiwa atau gejala yang akan terjadi atau muncul; dan
pengendalian (kontrol) terhadap peristiwa atau gejala-gejala. Sehingga, diperlukan
penelitian dalam ranah konseling. Hal ini dikarenakan, dengan dilakukannya penelitian
dapat memberikan kontribusi keilmuan atau mengembangkan secara teoretis baik berupa
konsep-konsep, prinsip-prinsip, dalil-dalil atau hukum-hukum berkaitan dengan
bimbingan dan konseling; serta hasil-hasil penelitian dapat memberikan kontribusi
praktis yang mendukung eksistensi bimbingan dan konseling, misalnya dengan
ditemukannya teknik-teknik, metode-metode, maupun model-model yang lebih sesuai,
akurat, dan cocok dengan situasi dan kondisi (klien).
Kecenderungan saat ini bahwa bimbingan dan konseling bukan semata-mata sebagai
teknik melainkan juga sebagai sistem kerangka kerja (frame of refference) dalam
kegiatan bimbingan dan konseling. Sebagai suatu sistem, tentu komponen-komponen di
dalamnya saling terkait dan tidak dapat terpisahkan. Dengan demikian, sebagai suatu
sistem (keilmuan), bimbingan dan konseling membutuhkan landasan-landasan yang kuat
dan kokoh baik yang bersifat konseptual/teoretis maupun landasan-landasan yang bersifat
praktis-empiris, sehingga benar-benar eksis, andal dan kokoh sebagai suatu sistem yang
telah teruji keberadaannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana klasifikasi riset konseling?
2. Bagaimana perubahan klien dipandang dalam riset konseling?
3. Bagaimana pengukuran hasil konseling?
4. Bagaimana analisis hasil pengukuran dalam riset konseling?
5. Bagaimana etika penelitian konseling?
PEMBAHASAN
B. Perubahan Klien
1. Bentuk Perubahan
Penentuan bentuk perubahan terkait dengan latar belakang falsafah konselor atau
penelitiannya. Konselor atau peneliti penganut behavioral mengakui bahwa
perubahan itu harus terjadi secara nyata pada perilaku yang tampak, spesifik, dan
terukur. Konselor atau peneliti penganut humanistic menekankan perubahan pada
sikap-sikapnya yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan penerimaan diri,
tanggung jawab, dan pengalaman emosional. Penganut Freudian menekankan
perubahan-perubahan pada peningkatan fungsi ego klien. Sedangkan penganut
konseling rasional emotif behavior menekankan perubahan-perubahan pada cara
berpikir klien (Todd dan bohar, 1992; Ellis, 1994; Bodley, 1987).
Dalam melakukan riset, batasan operasional perubahan dihubungkan dengan aspek
perubahan yang menjadi target suatu terapi, apakah perubahan dalam bentuk tindakan
(action) yang dapat diamati, perasaan, atau pikiran klien, atau perubahan dalam
ketiganya. Perubahan-perubahan tersebut terkait dengan dua hal: yaitu alat ukur yang
digunakan dan pihak yang dilibatkan dalam pengukuran.
2. Waktu Perubahan
Konselor atau peneliti dapat menentukan kapan perubahan diharapkan terjadi, apakah
sesaat, seminggu, sebulan, atau setahun setelah konseling berakhir, atau pada waktu
yang lebih lama lagi. Untuk menentukan waktu kemungkinan terjadinya suatu
perubahan, peneliti mempertimbangkan secara cermat berbagai faktor yang
mempenaruhinya, misalnya berat atau ringannya masalah yang dihadapi klien, faktor
personal dan demografis klien, situasi kehidupan klien, dan sebagainya (Bloch, 1979,
Kazdin, 1988). Untuk masalah yang “ringan” dan dapat terukur perubahannya sesaat
setelah konseling berakhir. Namun jika dimungkinkan perubahan terjadi beberapa
waktu setelah konseling berakhir, maka target perubahannya disesuaikan dengan
waktu kemungkinan perubahan itu terjadi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian dalam konseling diklasifisikan menjadi dua macam, yaitu riset proses (process
research) dan riset hasil (outcome research). Dimana setiap penelitian mengamati
perubahan yang terjadi pada klien. Penentuan bentuk perubahan terkait dengan latar
belakang falsafah konselor atau penelitiannya. Dan konselor atau peneliti dapat
menentukan kapan perubahan diharapkan terjadi, apakah sesaat, seminggu, sebulan, atau
setahun setelah konseling berakhir, atau pada waktu yang lebih lama lagi. Dalam
mengukur hasil konseling, Kazdin (1988) menyatakan pendekatan multi aspek yang
dilihat dari (1) pihak yang dilibatkan dari penilaian; (2) aspek pribadi yang dinilai yang
mencakup afeksi, kognisi, dan konasi; (3) metode pengukurannya; dan (4) tempat
dilakukan pengukuran.
Suatu konseling dikatakan efektif jika terjadi perubahan-perubahan pada klien
sebagaimana yang diharapkan. Dalam penelitian efektivitas konseling, kita ingin
memperoleh ukuran atau kekuatan perubahan yang ditimbulkan setelah terapi itu
dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan peneliti dalam riset konseling adalah untuk selalu
menaati etika yang ada dalam penelitian konseling.
DAFTAR PUSTAKA