Anda di halaman 1dari 5

A.

Konseling Teori Kepribadian Gestalt


1. Tujuan konseling Gestal
Konseling Gestalt bertujuan membantu konseli agar memiliki
kebebasan dan rasa tanggung jawab atau menjadi pribadi yang
independen. Fokus utama dalam konseling gestalt ini adalah membuat
klien menjadi mandiri secara keseluruhan. Menurut Zinker (dalam
Syamsu, 2016, Hlm. 168) mengemukakan melalui konseling gestalt
konseling diharapkan dapat 1) meningkatkan kesadaran terhadap diri
sendir, 2) bertanggung jawab terhadap perasaan, pikiran, dan tingkah laku
sendiri, 3) mengembangkan keterampilan dan memperoleh nilai-nilai yang
memungkinkan untuk memuaskan kebutuhan tanpa mengganggu hak-hak
orang lain, 4) belajar menerima tanggung jawab terhadap perbuatan,
termasuk menerima resiko dari perbuatan tersebut, 5) bergerak dari
dorongan orang lain ke arah dorongan dari dalam diri, dan 6) mencari dan
menemukan pertolongan dari orang lain, dan mau meberi bantuan terhadap
orang lain. Senada dengan pendapat diatas menurut (Taufik, 2014, Hlm.
168) memaparkan tujuan konseling dalam teoru gestalt ini secara lebih
rinci sebagai berikut.
a. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi,
memahami kenyataan atau realitas yang ada, serta mendapat
pemahaman secara penuh.
b. Membantu klien menuju pencapaian keterpaduan kepribadian yang
dimiliki.
c. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung kepada
pertimbangan orang lain, ke arah mengatur diri sendir.
d. Meningkatkan kesadaran individu agar klien dapat bertingkah laku
sehingga semua masalah yang muncul dapat di selesaikan dengan
baik.
Menurut (Syamsu, 2016, hlm. 168) konsep utama konseling gestal
yang utama adalah here (di sini) dan now (sekarang). Hal yang di ungkap
oleh konseling gestalt ini adalah kondisi klien pada masa sekrang ini,
seperti apa yang anda sadari, apa yang anda ingat, dan apa yang anda
harapkan. Prels menyatakan kepada konselor agar mambantu konseli
untuk memahami diri konseli di masa sekrang, melalui hal tersebut
konselor mencoba untuk menemukan hal apa yang menjadi penolakan
konseli untuk bertahan hidup di masa sekarang.

2. Peran Konselor
Menurut (Dewa, 2008, hlm. 96) Dalam proses konseling gestalt,
konselor memiliki peran dan fungsi yang unik, (1) Konselor memfokuskan
pada perasaan, kesadaran, bahasa tubuh, hambatan energi, dan hambatan
untuk mencapai keasadaran yang ada pada konseli. (2) Konselor adalah
“artistic partisipant” yang memiliki peranan dalam menciptakan hidup
baru konseli. (3) Konselor berperan sebagai projection screen. (4)
Konselor harus dapat membaca dan menginterpretasi bentuk-bentuk
bahasa yang dilontarkan konseli. Sedangkan menurt (Taufik, 2014. Hlm.
170) peran konselor dalam teori gestal ini adalah 1) konselor membangun
sisasna yang memungkinkan klien dapat menampilkan diri, embuka diri,
dan berusaha mengenali, memahami, menerima, dan menyadari dirinya
sendiri, 2) konselor berusaha menyeimbangkan keinginan yang ada dalam
Self dan Self-imagenya, 3) konselor memberi kemungkinan kesempatan
bagi klien untuk berkembang.
Jadi, konselor di sini fungsinya adalah sebagai fasilitator,
pembimbing, dan pendamping klien dalam perannya membantu klien
mengatasi masalahmasalah yang sedang dihadapinya, sehingga klien dapat
secara sadar dan mandiri mengembangkan atau meningkatkan potensi-
potensi yang dimilikinya.

3. Teknik Konseling
Dalam konseling gestalt ini ada beberapa teknik konseling yang bisa
digunakan oleh seorang konselor kepada kliennya. Menurut (Bradley
2016, Hlm. 117) yaitu 1) Teknik Empty Chair, 2) Teknik Body
Movement and Exaggeration, 3) Teknik Role Reveral.
a. Teknik Empyt Chair
Teknik ini di kenal juga dengan nama kursi kosong, teknik
ini berasal dari psikodrama. Perls menggunakan teknik ini untuk
pertama kalinya untuk membantu individu-individu bermain peran
terhadap perasaan yang ingin diutarakan dan tindakan apa yang
dilakukan kepada orang lain. Menurut (Roy, 2002, Hlm. 97)
teknik kursi kosong melibatkan klien mengubah kursi ketika
mereka berpindah antar bagian dari diri mereka sendiri atau antara
orang yang berbeda dalam monodrama, atau untuk menyelesaikan
masalah yang belum selesai.
Misalnya klien mungkin diminta untuk membayangkan
bahwa orang yang sudah meninggal dari masa lalu mereka duduk
di kursi, dan kemudian mengatakan semua hal yang ingin mereka
katakan jika orang itu benar-benar ada di sana. Orang yang
dibayangkan mungkin seorang pelaku atau orang lain yang telah
menyakiti klien.
Teknik kursi kosong membawa individu ke dalam perasaan
yang belum diungkapkannya kepada orang lain. Teknik ini dapat
digunakan untuk masalah intrapersonal dan interpersonal.
Konselor dapat menggunakan teknik ini untuk membantu klien agr
menjadi sadar akan perasaan-perasaan terhadap permasalahan dan
membawa klien menuju kesejahteraan. Menurut Crose (dalam
Bradley 2016, Hlm.127) teknik ini berguna untuk dalam
menangani klien menghadapai urusan-urusan yang belum selesai.
b. Teknik Body Movement and Exaggeration
Teknik ini melihat permasalahan individu dari komunikasi verbal
dan non verbal. Konselor menggunakan teknik ini kepada klien
agar klien manjadi sadar akan isyarat-isyarat verbal dan non verbal
yang dikirimkan kepada orang lain. Teknik ini dapat digunakan
dalan sesi konseling dimana klien mangatakn sesuatu yang penting
tapi klien tidak menyadari hal yang disampaikannya tersebut itu
penting baginya. Dalam kasus ini konselor memerintahkan klien
untuk mengulangi pernyataan tersebut, sampai klien mampu
menyadari hal itu penting baginya. Teknik ini bisa digunakan
dalam permaslahan klien seperti, depresi, fobia, gangguan
kepribadian.
c. Teknik Role Reversal
Dalam istilah lain teknik ini disebut membalik peran, yaitu
merupakan sebuah teknik yang berasal dari psikodrama dan teori
gestalt. Teknik ini digunakan konselor untuk melihat kebalikan
perilaku klien dengan kepribadian klien yang terputus. Peran
konselor membantu klien isu-isu yang ada dan mengintegrasikan
hal yang berlawanan tersebut pada dirinya. Dengan menggunakan
teknik ini klien dapat mempertinggi kesadaran mereka tentang
situasi, memperdalam kondisi emosional, dan mengatasi isu-isu
yang dihadapinya.
Dewa Ketut Sukardi, 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta.
James F, Bernan. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi.Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Syamsu Yusuf, LN. 2016. Konseling individual: Konsep Dasar Pendekatan.


Bandung: PT. Refika Aditama.

Sofyan S. Willis, 2009, Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung:


Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai