Anda di halaman 1dari 28

TEKNOLOGI DALAM KONSELING

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Psikologi Konseling


yang diampu oleh: Dr. Iin Tri Rahayu, S.Psi, M.Si.

Disusun Oleh:

1. Abdulloh Aziz Assa’diy 200401110001


2. Arizka Khoirunnisa 200401110002
3. Muhammad Raihan Umran 200401110008
4. Ananda Tasyah Salsabillah 200401110014
5. Akasyah Satyarendra 200401110024
6. Rifqi Arifatul Ilmiyah 200401110029
7. Ahmad Syaifulloh 200401110033

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jln. Gajayana No. 50 Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, Malang.
2022

i
KATA PENGANTAR

Segala Puji kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala


rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Teknologi
dalam Konseling” guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Konseling pada
Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Penulis menyadari kelemahan serta keterbatasan dalam menyelesaikan makalah ini.


Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Iin Tri Rahayu, S.Psi, M.Si. selaku dosen Pembimbing Akademik
Psikologi Konseling yang telah memberikan pengarahan dalam
pembuatan makalah ini.
2. Teman-teman Kelas Psikologi A tahun Angkatan 2020 yang telah
memberikan dukungan dan semangat dalam proses penyelesaian makalah
ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik isi maupun
susunannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis juga bagi
para pembaca.

Malang, 21 Maret 2022

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………...………..i
KATA PENGANTAR….............................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah….................................................................................2

1.3. Tujuan Makalah........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Teknologi dalam Pelayanan Konseling....................................................3

2.2. Ragam Teknologi dalam Konseling…………………………………….5

2.3. Manfaat Penggunaan Teknologi dalam Konseling Bagi Konselor……..7

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan…...........................................................................................9
3.2. Saran………………………………………………………………….....9

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Dunia mengalami era pembaharuan dalam bidang informasi dan teknologi


yang perkembangannya pesat dewasa ini. Perkembangan yang terjadi memungkinkan
untuk bertukar informasi dengan jarak jauh, cepat tanpa adanya hambatan baik ruang
maupun waktu. Penilaian suatu bangsa yang baru diukur dalam kemampuan
masyarakat dari suatu bangsa itu sendiri mampu mengoperasikan, memanfaatkan dan
menggunakan teknologi informasi dalam kegiatannya. Masyarakat tersebut memiliki
karakteristik sebagai masyarakat yang “berbasis pengetahuan (knowledge-based-
society).” Dari negara di setiap belahan dunia berlomba untuk menerapkan teknologi
informasi dan komunikasi disetiap segi bidang kehidupan. (Pautina, 2017)

Bidang kehidupan yang menjadi tujuan dari pengintergrasian teknologi


informasi ini adalah bidang pendidikan salah satunya. Di Indonesia, berlangsungnya
teknologi informasi mulai diterapkan di sekolah menengah kejuruan (SMK) sebagai
salah satu mata pelajaran, dan di sekolah menengah atas (SMA) melalui mata pelajaran
yang berbasis kompetesi (KBK). Dengan teknologi tersebut kegiatan pembelajaran
dapat dilakukan bukan hanya melalui tatap muka saja, tetapi dengan tidak tatap muka,
yaitu melalui media teknologi komunikasi yang dipadukan dengan penggunaan
internet.

Salah satu contoh bidang pendidikan yang menggunakan media teknologi


informasi komunikasi adalah Bimbingan dan Konseling di lingkup sekolah serta
konseling di lingkup secara luas yang sangat penting dalam memberikan pelayanan
terutama pada pemberian bantuan bagi individu dalam optimalisasi perkembangan dan
kemandirian menurut (Agungbudiprabowo et al., 2021). Teknologi dalam layanan
bimbingan dan konseling serta konseling diimplementasikan menjadi media
komunikasi yang memberikan hal-hal berupa cara menarik dan interaktif yang harus
tetap memperhatikan kode etik dan asas-asas konseling.

Teknologi dalam konseling yang digunakan di masyarakat luas dapat dilakukan


tanpa pertemuan antara konselor dan konselee. Banyak media yang menawarkan jasa

1
konseling melalui jaringan internet atau secara online karena dapat menghemat biaya
waktu dan biaya perjalanan. Konseling tanpa tatap muka secara langsung lebih praktis,
ketika adanya hambatan dalam konseling, maka resiko potensi dibatalkan dapat di
minimalisir serta fleksibilitas dalam penentuan jadwal untuk bertemu. Kekurangan
yang terjadi dalam pelaksanaan konseling selalu ada seperti potensi jaringan internet
yang tidak stabil, gangguan teknis pada media yang digunakan, serta berkurangnya
isyarat non verbal seperti gestur tubuh klien yang dapat diobservasi oleh konselor.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Teknologi dalam Konseling?

2. Bagaimana Ragam Teknologi dalam Konseling?

3. Bagaimana Manfaat Teknologi dalam Konseling Bagi Konselor?

1.3. Tujuan Makalah

1. Menjelaskan mahasiswa Teknologi dalam Konseling.

2. Menjelaskan mahasiswa Ragam Teknologi dalam Konseling.

3. Menjelaskan mahasiswa Manfaat Teknologi dalam Konseling Bagi Konselor.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Teknologi dalam Pelayanan Konseling

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi membuat kemajuan


di berbagai bidang kehidupan terutama pada pelayanan konseling online. Istilah
konseling online muncul pertama kali pada tahun 1960 dan 1970 dengan perangkat
lunak program Eliza dan Parry. Menurut (Haryati, 2020) awal perkembangan
konseling online hanya dilakukan sebatas berbasis teks, berlanjut dengan
menggunakan email. Pada tahun 1999, ISMHO (International Society for Mental
Health Online) mendirikan Online Clinical Case Study Group atau CSG yang terdiri
dari ahli professional kesehatan mental pada bidang psikologi, psikiatri, keperawatan,
terapi keluarga dan konseling komunitas.

Menurut Winkel, 2005 (dalam jurnal(Haryati, 2020)) istilah konseling online


memaknai bahwa konseling sebagai serangkaian kegiatan pokok dari bimbingan
dalam usaha membantu konselee secara tatap muka dengan tujuan agara klien dapat
mengambil tanggung jawab sendiri terhadap persoalan atau masalah khusus. Gaya
hidup baru sebagaian masyarakat Indonesia menggunakan internet sebagai sarana
yang digunakan untuk menghadapi informasi dan bantuan terkait masalah yang
dihadapi. Dalam Ifdil & Ardi, 2013 dalam jurnal (Haryati, 2020) diperkenalkan di
Indonesia e-counseling atau cyber counseling menjadi model konseling bersifat virtual
melalui bantuan koneksi internet, dimana konselor dan konselee tidak hadir secara
fisik pada satu ruang dan waktu yang sama, dalam keberlangsungannya dapat
menggunakan bentuk website, email facebook, video conference, aplikasi Riliv
(Counseling Online, Mediation, Sleep Sound) aplikasi Self (Help Anxiety
Management), aplikasi Oncom-Konsultasi jadi mudah! serta aplikasi lainnya yang
dapat didownload dengan mudah, cepat, fitur yang menarik dan juga bisa memilih
berlangganan dengan fasilitas yang berbayar.

Konseling online tetap menjaga asas kerahasiaan data diri dari konselee. Data
konselee bersifat rahasia dan konselor yang professional mampu melakukan hal

3
tersebut sebagai bentuk menghormati privasi konselee dalam memberikan
layanannya. Meskipun pengalaman menunjukan bahwa banyak klein yang tidak
khwatir tentang kerahasiaan mereka ketika menggunakan email, itu adalah tanggung
jawab dari konselor untuk menjelaskan batas-batas privasi komunikasi tersebut dan
menawarkan alternatif. Dengan demikian catatan dari komunikasi online tidak
disimpan dalam komputer klinis (Hard drive), tetapi pada disk yang dilindungi yang
dapat aman terkunci ditempat lain sesuai dengan peraturan yang berlaku.

E-conseling merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien dalam proses
konseling jarak jauh yang dilakukan antar konselor dan klien untuk membantu
masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian dan kehidupan
klien surat atau tulisan pada internet. Perubahan tatanan kehidupan msayarakat global
menuntut pemberian layanan bimbingan dan konseling yang cepat, luas, dan mudah
diakses oleh klien. Konseling malalui telepon. dibawah ini akan diberikan panduan
dalam penggunaan teknologi dalam layanan bimbingan dan konseling.

Etika dalam pelayanan konseling dengan menggunakan telepon adalah sebagai


berikut :

1. Gunakan bahasa yang sopan sesuai dengan kondisi klien

2. Gunakan suara lembut, volume yang rendah dan intonasi yang bersahabat

3. Mengembangkan perasaan senang dan berpikir positif tentang siapa pun


yang menelepon.

4. Catat hal-hal yang perlu memperoleh perhatian

5. Selalu mengakihri pembicaraan dengan kesiapan untuk melakuakan


hubungan komunikasi selanjutnya

4
2.2. Ragam Teknologi dalam Konseling

Teknologi yang digunakan memili ragam bentuk menurut (Sumarwiyah &


Zamroni, 2017) yang merupakan “perwujudan dari sebuah gagasan dimiliki manusia
dalam mencari cara untuk mempermudah manusia bekerja”. Dari sebuah ekperimen
dan penelitian yang berangsur lama dan dihasilkan sebuah metode atau cara atau
media dengan menggunakan alat elektronik (komputer, hand phone, notebook, dsb)
untuk mengolah informasi yang didapatkan.

1. Jaringan internet

Granelo dkk. Dalam berry and tracy dkk., (2003) Menyatakan bahwa
saat ini penggunaan komputer oleh konselor telah mengalami peningkatan
yang sangat dramatis pada akhirnya the Association for Counselor Education
and supervision (ACES) Dinyatakan sebagai salah satu kompetensi utama yang
harus dimiliki oleh lulusan konselor.Dari penjelasan tersebut menunjukkan
bahwa saat ini penggunaan teknologi komputer sudah sangat wajar dalam
pelayanan konseling. salah satu contohnya saat ini yaitu penggunaan teknologi
komputer pada konseling karier.

Lebih lanjut pelling (2002), Menyatakan bahwa penggunaan internet


sebagai alat dalam konseling karir akan dapat membantu siswa dalam
melakukan investigasi dirinya tentang minat, pilihan karir statistik pekerjaan
dan pendidikan yang dibutuhkan untuk memperoleh jabatan tertentu juga
tentang kesempatan kerja yang ada.

Berbagai macam sumber website yang bisa diakses dan konsultasi


email yang dapat digunakan oleh konselor untuk mengeksplorasi karier antara
lain:

1. professionalcounselors-subscribe@topia.com (alamat e-mail ini


digunakan untuk saling bertukar informasi tentang profesi konse
ling, termasuk di dalamnya karier konselor;

5
2. listserv@cunyvm.cuny.edu (alamat e-mail untuk mendapatkan
informasi tentang pekerjaan dan ketenagakerjaan;

3. www.ncda.org (National Career Development Association-NC DA);

4. www.schoolfinder.com (kuesioner tentang sikap dan minat);

5. stats.bls.gov/oco/ocodot1.htm (buku pegangan atau kamus jabat an);


dan

6. www.advisorteam.com/user/ktsintro.asp (tes kepribadian Keir sey).

2. Rekaman video

Pada lembaga pendidikan konselor dapat menggunakan teknologi lain


seperti rekaman video. Hal ini dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
mempertajam keterampilan dasar konseling Dan analisis teori-teori konseling
yang dipraktikkan. Dalam pelaksanaannya dengan dibantu oleh konselor ahli,
mahasiswa akan direkam perilakunya selama pelaksanaan konseling. perilaku
yang dimaksud adalah keterampilan keterampilan konseling yang telah
dipahami. Maka selanjutnya dilanjutkan dengan proses diskusi dan analisis.

Penggunaan video dalam konseling pada dasarnya adalah


melaksanakan strategi modeling. Dalam strategi ini, konselor memaparkan
suatu film tertentu yang sesuai dengan karakteristik konseli. Model simbolis
sangat berbeda dengan model hidup. Dalam model simbolis digunakan materi
lain seperti video, film, tape recorder, dan lain sebagainya.

Menurut Cormier yang dikutip Sutijono & Soedarmadji (2005), ada


beberapa elemen yang perlu dipertimbangkan sebelum konselor menggunakan
simbolis ini. Adapun elemen-elemen itu adalah: (1) karakteristik pengguna
model; (2) tujuan perilaku yang dijadikan model; (3) media yang digunakan;
(4) isi skrip; dan (5) tes ting lapangan terhadap model.

6
3. Dari overhead projector bergeser ke powerpoint

Penyajian data dalam pelaksanaan konseling saat ini juga menga lami
perubahan yang berarti. Dahulu, konselor menggunakan Over head Projector
(OHP) saja untuk menyajikan atau mempresentasikan informasi kepada
konseli. Penggunaan OHP ini sering kali membuat konseli atau siswa merasa
bosan, karena gambar yang ditayangkan bersifat statis, tidak ada suara, dan
tidak kaya warna.

Saat ini dengan perkembangan dunia komputer yang semakin pesat,


maka presentasi informasi oleh konselor dapat disajikan de ngan menggunakan
perangkat lunak seperti PowerPoint. Penggunaan PowerPoint ini jauh lebih
menarik karena gambar atau informasi yang disajikan bisa bergerak (tidak
statis), kaya warna, dan dapat disisipkan suara-suara tertentu yang dipandang
dapat lebih menghidupkan in formasi yang ditayangkan. Sejalan dengan
pernyataan tersebut, maka selayaknya konselor di sekolah dituntut dapat
menguasai perangkat PowerPoint.

2.3. Manfaat Penggunaan Teknologi dalam Konseling Bagi Konselor

Indiana State University-ISU dalam Hines (2002), menyatakan beberap manfaat


penggunaan teknologi dalam konseling bagi konselor sebagai berikut.

1. Menjadikan konselor sebagai seorang yang terlatih, efektif, dan efisien dalam
menggunakan komputer dan internet. Yang menunjukan bahwa dengan
terbiasanya konselor dalam menggunakan teknologi internet, maka konselor akan
menjadi seorang yang terlatih, efektif, dan efisien dalam menggunakan komputer
(internet) dalam setiap pelayanan konseling di sekolah.
2. Menjadikan konselor familiar terhadap tren penggunaan teknologi dalam
pendidikan.
3. Menjadikan konselor memiliki kemampaun untuk menggunakan sumber-sumber
teknologi lain yang dapat digunakan untuk melakukan proses konseling.

7
4. Menjadikan konselor mampu mengembangkan perencanaan penggunaan
teknologi dalam konseling dalam jangka waktu tertentu. Program layanan
konseling yang di buat oleh konselor dengan mempertimbangkan rencana jangka
pendek dan rencana jangka panjang. Hal ini didasarkan pada paradigma konseling
perkembangangan, di mana konselor perlu memerhatiakn perkembangan.
5. Menjadikan konselor mampu untuk mendesain, menciptakan dan mengevaluasi
efektifitas penggunaan internet dalam konseling. Konselor dalam hal ini di tuntut
untuk dapat mendesain layanan konseling yang terpadu. Artinya, layanan yang
diberikan konselor dapat di akses oleh siapa saja yang membutuhkannya. Situs
atau web site yang di gunakan harus dengan mudah di akses oleh klien. Dengan
adanya keterpaduan ini, maka klien akan dengan mudah mendapatkan informasi
dan data sesui kebutuhanya masing-masing.
6. Dapat melakukan evaluasi program konseling secara objektif. Penggunaan
teknologi dalam konseling akan membuat konselor mampu melakukan evaluasi
terhadap program layanan konseling yang diberikan. Dalam evauasi ini, konselor
akan mengukur kecocokan antara teknologi yang digunakan dan layanan
konseling yang dibutuhkan.
7. Dapat memahami legalitas dan implikasi etik. Penggunaan teknologi dalam
konseling pada akhirnya menuntut konselor untuk memahami isu-isu legalitas dan
isu etik yang terjadi di sekitar penggunaan teknologi dalam konseling. Untuk hal
ini konselor perlu mengeksplorasi situs-situs atau mengikuti kegiatan-kegiatan
ilmian yang membicakan kedua isu tersebut. Keaktifan konselor untuk mengikuti
pertemuan ilmiah secara langsung akan memberikan pemahaman yang lebih
mendalam terhadap penggunaan teknologi dalam komputer.
8. Dapat memanfaatkan teknologi secara efektif. Dalam hal ini konselor dituntut
dapat menggunakan basis data yang yang berhubungan dengan konseling,
menggunakan literatur dan internet yaang dapat dimanfaatkan untuk membantu
perkembangan klien secara optimal. Hal ini menuntut konselor untuk selalu
memonitor efektifitas dan efisiensi penggunaan teknologi dalam pelayanan
konseling.

8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menentukan pilihan terlepas menggunakan layanan konseling online ataupun
offline memiliki kesamaan dalam hal membantu konselee mengambil tanggung jawab
sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus yang dihadapi. Tentunya
tidak serta merta semua problematika yang ingin diselesaikan bisa melalui layanan
konseling online. Seperti beberapa keadaan yang harus dilakukan dengan konsultasi
secara langsung atau bertemu (offline). Keadaan jika konselee memiliki pikiran
menyakiti atau membuhuh dirinya, membunuh orang lain, konselee berada dalam
situasi yang mengancam jiwa, konselee memiliki sejarah pernah menjadi pembunuh,
atau kekekrasan, konselee yang berhalusinasi bahkan sampai pada aktif
menyalahgunakan alcohol atau obat-obatan terlarang. Untuk itu konseling dilakukan
secara langsung bertemu agar konselor lebih mudah mengawasi dan mengobservasi
serta dapat mempertimbangkan keselamatan diri konselee.

3.2. Saran
Pembahasan terkait materi teknologi dalam konseling hendaknya dipahami
secara dalam, terutama dalam ragam teknologi dalam konseling, karena menjadi
referensi kedepannya dalam memilih bentuk layanan konseling yang nyaman dan
berkuakitas. Penulis menyadari keterbatasan materi yang sampaikan untuk pembaca,
oleh karenanya semoga makalah yang disusun dapat menjadi acuan dalam pembuatan
makalah selanjutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Agungbudiprabowo, Kiranasari, F., & Febriyanti, L. (2021). IMPLEMENTASI TEKNOLOGI


DAN MEDIA DALAM LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING. Jurnal Selaras :
Kajian Bimbingan Dan Konseling Serta Psikologi Pendidikan, 4(1), 25–32.
https://doi.org/https://doi.org/10.33541/Jsvol2iss1pp1

Haryati, A. (2020). Online Counseling Sebagai Alternatif Strategi Konselor dalam Melaksanakan
Pelayanan E- Counseling di Era Industri 4 . 0. Bulletin of Counseling and Psychotherapy,
2(2), 27–38.

Pautina, A. R. (2017). Konsep Teknologi Informasi Dalam Bimbingan Konseling. TADBIR :


Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 5(2), 1–12.

Ron Kraus & George Stricker & Cedric Speyer (2011). Online Counseling. London: Elsevier Inc
page 67-143.

Sumarwiyah, & Zamroni, E. (2017). Pemanfaatan Tekonologi Informasi (TI) Dalam Layanan
Bimbingan Dan Konseling Sebagai Representasi Berkembangnya Budaya Profesional
Konselor Dalam Melayani Siswa. Prodi Bimbingan Konseling FKIP Uniska Muhammad
Arsyad Al-Banjari, 2(1), 1–14.

10
JURNAL INTERVENSI

11
Journal of Contemporary Islamic Counselling
Vol. 1, No. 1 (2021), pp. 11-24
ISSN. xxxx-xxxx (Online); ISSN. xxxx-xxxx (Print)
Journal Homepage: https://alisyraq.pabki.org/index.php/jcic/

PENGGUNAAN KONSELING ONLINE DENGAN TEKNIK


RELAKSASI PADA ORANG DALAM PENGAWASAN (ODP)
COVID-19: SEBUAH STUDI KUALITATIF

USING ONLINE COUNSELING WITH RELAXATION TECHNIQUE


FOR PERSON UNDER SURVEILLANCE COVID-19:
A QUALITATIVE STUDY

K Kasmi1*, N Nurjannah2
1
Konsentrasi Bimbingan dan Konseling Islam, Magister Interdisciplinary Islamic Studies,
Pascasarjana, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia
2
Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia
*E-mail: kasmi@student.uin-suka.ac.id

Abstract
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) entered Indonesia since March 2020 which was
previously found in Wuhan, one of the cities in China. This causes all activities to be
carried out from home and requires all people to maintain a distance such as the
educational process. This study aims to monitor the stages of online counseling being
carried out and be alert to how online counseling indicators are carried out. The research
method used is qualitative by using interviews and online observations to study the data.
The results of this study indicate that the online and offline counseling stages have no
basis, namely the initial stage for building relationships, the initial stage for confirming
data and applying treatment, and the final stage for evaluation and follow-up. The
implementation of online counseling on ODP COVID-19 has a positive impact because
it is able to bring the subject to the desired change, namely returning to normal activities
without feeling exposed to COVID-19 and being able to follow the learning process well

Keywords: Online Counseling; Relaxation Technique; Person Under Surveillance;


COVID-19.

Abstrak
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) masuk ke Indonesia sejak Maret 2020
yang sebelumnya ditemukan di Wuhan salah satu kota di China. Hal ini
menyebabkan semua aktivitas dilaksanakan dari rumah dan mengharuskan
semua masyarakat untuk menjaga jarak seperti proses pendidikan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui tahap-tahap konseling online yang dilakukan
serta mengetahui bagaimana keberhasilan konseling online dilakukan. Metode
penelitian yang dilakukan adalah kualitatif dengan menggunakan wawancara

11
Journal of Contemporary Islamic Counselling
Vol. 1, No. 1 (2021), pp. 11-24

dan observasi online untuk pengumpulan data. Hasil dari penelitian ini
diperoleh bahwa tahap konseling online dan offline tidak ada perbedaan yaitu
tahap awal untuk membangun rapport, tahap inti untuk mengonfirmasi data
dan menerapkan perlakuan, serta tahap akhir untuk evaluasi dan follow up.
Pelaksanaan konseling online pada ODP COVID-19 memberikan dampak
positif karena mampu membawa subjek pada perubahan yang diinginkan yaitu
kembali beraktivitas normal tanpa merasa cemas terpapar COVID-19 dan
mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

Kata Kunci: Konseling Online; Teknik Relaksasi; Orang Dalam Pengawasan;


Covid-19

Pendahuluan
Coronavirus disease yang terjadi di Wuhan sejak Desember 2019 dan kemudian
menyebar keberbagai negara merupakan ancaman baru untuk kesehatan global yang
mengganggu sistem pernafasan manusia (Fauci et al., 2020). Akibat dari adanya
COVID-19 ini, sejak Desember 2019 beberapa negara telah melakukan pembatasan
perjalanan sementara terutama dari China sebagai pusat penyebaran COVID-19,
dengan adanya kebijakan ini diharapakan mampu menurunkan tingkat penularan
COVID-19 di negara-negara lain (Fong et al., 2020; Rahmat et al., 2021; Widha et
al., 2021). Di Indonesia sendiri, berbagai kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah
untuk menghentikan penyebaran virus ini, seperti memberhentikan sementara
aktifitas di luar rumah dengan menerapkan work from home dan study from home,
membatasi perjalanan masuk dan ke luar negeri, menerapkan 3M (memakai masker,
mencuci tangan, dan menjauhi kerumunan) (Tuwu, 2020; Muara et al., 2021).
Study from home atau yang lebih dikenal dengan pembelajaran daring selama
kurang lebih 10 bulan terakhir di Indonesia, membuat sebagian besar mahasiswa
yang sedang menuntut ilmu di luar daerah memutuskan untuk pulang ke kampung
halaman (Sadikin & Hamidah, 2020), hal ini disambut baik oleh hampir semua
provinsi di Indonesia yang mewajibkan semua kalangan yang masuk ke daerah
tersebut untuk karantina selama 14 hari (Arditama & Lestari, 2020). Namun, hal ini
justru menimbulkan masalah baru bagi sebagian masyarakat yang belum siap untuk
mengikuti proses karantina seperti cemas, stres, susah beradaptasi, dan mental illnes
lainnya (Druss, 2020). Sebagaimana penelitian sebelumnya yang mendapatkan hasil

12
Journal of Contemporary Islamic Counselling
Vol. 1, No. 1 (2021), pp. 11-24

bahwa cemas menjadi dampak terbesar selama karantina mandiri karena belum
terbiasa dengan keadaan dan kebiasaan yang serba digital (Nurjanah, 2020).
Rasa cemas atau gangguan mental lainnya di masa pandemi saat ini tentu
tidak dapat ditangani oleh konselor dan profesional lainnya secara tatap muka karena
terbatas aturan yang telah ditetapkan. Sehingga dalam penanganannya dapat
dilakukan dengan cyber counseling atau konseling online yang sesuai dengan kapasitas
dan kebijakan yang berlaku saat ini, yaitu menggunakan media sosial atau aplikasi
berbasis internet yang memungkin untuk tetap berkomunikasi walaupun tanpa tatap
muka (Supriyanto et al., 2020). Pelaksanaan online counseling pada ODP yang
memiliki kecemasan tinggi di masa pandemi COVID-19 menjadi hal penting agar
dapat membantu klien menghilangkan rasa cemas yang dapat berpengaruh terhadap
sistem kekebalan tubuh (Sonia, 2020; Muara et al., 2021; Aritonang et al., 2020).
Beberapa penelitian terdahulu mendapatkan hasil bahwa relaksasi, meditasi,
dan teknik penenang lainnya sangat berpengaruh untuk menurunkan tingkat
kecemasan individu, sebagaimana yang ditemukan bahwa bahwa zikir mampu
menciptakan rasa rileks dan mampu menurunkan tingkat kecemasan (Nida, 2020) &
(Kamila, 2020). Selanjutnya teknik relaksasi otot dinyatakan mampu untuk
menurunkan rasa cemas yang dialami oleh wanita yang sedang menghadapi
premenstrual syndrom (Widyaningrum & Sari, 2018). Beberapa hasil penelitian
tersebut diperoleh dengan tahap-tahap konseling tatap muka atau offline. Sehingga
pada penelitian ini, penulis akan meneliti tentang bagaimana tahap-tahap konseling
online dengan teknik relaksasi terhadap ODP COVID-19 yang mengalami
kecemasan.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif (Rahmat et al.,
2020; Aminullah et al., 2021) dengan teknik pengumpulan data menggunakan
wawancara terstruktur dengan satu subjek utama yang merupakan ODP COVID-19
yang mengalami cemas berlebih yang berpengaruh terhadap aktifitas perkuliah dan
karantina. Selanjutnya satu subjek pendukung yang merupakan orang terdekat
subjek utama selama karantina yang menjadi informan untuk mengkonfirmasi

13
Journal of Contemporary Islamic Counselling
Vol. 1, No. 1 (2021), pp. 11-24

kebenaran informasi dari subjek utama. Seluruh proses pengumpulan data dilakukan
secara online dengan memanfaatkan aplikasi WhatsApp. Sesi konseling dilakukan
selama empat tahap disertai evaluasi dan follow up yang dilakukan selama karantina
14 hari di Hotel X.

Hasil dan Pembahasan


Subjek dari penelitian ini adalah AC. AC sebagai klien tidak dapat fokus
menjalani perkuliahan dan karantina karena merasa cemas dan stress. Hal ini
disebabkan oleh tidak adanya kepastian mengenai statusnya, apakah positif atau
negatif karena belum dilakukan tes apapun. Selain itu, keadaan tersebut diperparah
oleh adanya stigma negatif dari lingkungan tempat tinggal orang tua AC yang
menganggap AC sudah berstatus positif COVID-19 sehingga AC dan keluarga
dikucilkan di lingkungan tempat tinggalnya. Kegiatan karantina dan jadwal
perkuliahan yang seringkali bersamaan menjadi dilema tersendiri bagi AC yang
berdampak pada kurang maksimalnya kedua kegiatan tersebut. Adapun
perlakuan/treatment yang diberikan dipermudah dengan Gambar 1.

Sesi I (8 November 2020)


Pengumpulan Data Penetapan Teknik Konseling

Sesi II (12 November 2020)


Mendengarkan Pengalaman Klien Termasuk
Observasi Perubahan yang Dialami Klien Penugasan
Orang Terdekat

Sesi III (17 November 2020)


Mendengarkan Pengalaman Meningkatkan Rasa Percaya
Pengecekan Penugasan Klien Mengevaluasi Proses Konseling
Klien Diri Klien Bertemu Keluarga

Sesi IV (20 November 2020)


Pengecekan Kesiapan Klien Pulang ke Rumah

Evaluasi dan Tindak Lanjut (Setelah 4 Desember 2020)


Monitoring Sejauh Mana Perubahan Klien

Gambar 1. Perlakuan/ Treatment Menggunakan Konseling Online dengan Teknik


Relaksasi Guna Menurunkan Kecemasan ODP COVID-19

14
Journal of Contemporary Islamic Counselling
Vol. 1, No. 1 (2021), pp. 11-24

Berdasarkan Gambar 1, diketahui terdapat lima kali sesi yang dilakukan


kepada ODP COVID-19 yang mengalami kecemasan melalui konseling online
dengan teknik relaksasi.
Pertama, Sesi I dilaksanakan pada tanggal 8 November 2020. Pada sesi I
dilakukan pengumpulan data dan penetapan teknik konseling. Dalam sesi I diawali
dengan dengan membangun rapport, yaitu menciptakan rasa nyaman pada klien agar
mampu menceritakan permasalahan yang dialami tanpa ragu. Rasa aman dan
nyaman dibangun dengan memulai menanyakan kabar, menjelaskan asas-asas
dalam konseling, membuat kontrak seperti waktu dan tugas. Pada tahap awal ini
diperoleh hasil bahwa saat wawancara konseling dalam keadaan sehat secara fisik
namun sedang memikirkan banyak hal. Seperti yang diungkapkan bahwa
“Alhamdulillah sehat mba, tapi masih banyak pikiran jadi sedikit lemas”. Sebelum lanjut
untuk mengeksplorasi masalah klien, konselor berusaha berempati dengan klien
dengan mengatakan bahwa “saya paham betul apa yang mba rasakan, semoga segera
berlalu ya mba”. Klien terdengar menyetujui perkataan konselor.
Dalam menjelaskan asas-asas konseling dan kontrak waktu diperoleh hasil
yang baik bahwa klien bersedia mengikuti proses konseling yang ada dengan
penetapan waktu ditentukan oleh klien. Sebagaimana yang dikatakan oleh klien
bahwa “iya mba saya sangat bersedia sharing, tapi boleh gak kalau jadwalnya fleksibel aja?”.
Hal ini benar terjadi, proses konseling dilakukan ketika klien meminta untuk
melakukan konseling karena menyesuaikan dengan waktu luang klien.
Setelah itu, dilakukan tahap inti. Tahap inti merupakan tahap eksplorasi
untuk mengkonfirmasi masalah yang dialami oleh klien sebagaimana data yang
didapatkan melalui assesment yang diberikan sebelumnya. Melalui eksplorasi
masalah ini, didapatkan hasil bahwa klien mengalami stress dan cemas yang berlebih
terkait statusnya sebagai ODP yang berpotensi menghambat proses perkuliahan yang
dijalani sebagai seoarang mahasiswa. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh klien
bahwa “bener banget mba, saya kepikiran banget dengan status saya ini sampai mengganggu
semangat saya untuk kuliah”, “saya cemas tidak bisa maksimal belajarnya disini, disisi lain
saya juga khawatir dengan status saya, gak jelas banget saya ini positif atau gak karena
memang belum ada tes apapun” (A. C, personal communication, 2020).

15
Journal of Contemporary Islamic Counselling
Vol. 1, No. 1 (2021), pp. 11-24

Selain itu klien juga mengungkapkan bahwa selama dua hari menjalani
karantina, klien tidak semangat dalam belajar, terkadang sesak nafas, susah tidur dan
maag kambuh karena belum mampu menerima keadaannya saat ini. Berdasarkan
hal tersebut, konselor mengambil langkah untuk mengajak konseling melakukan
mindfullness sebagai langkah awal untuk menciptakan rasa nyaman dan aman pada
klien atas hal yang dialami saat ini.
Pada kasus ini, konselor menggunakan mindfullness dengan teknik visual/
guide imagery dengan menggunakan media seperti musik relaksasi dan lokasi yang
nyaman. Sebelum mengimplementasikan teknik ini, dibutukan persetujuan dari klien
untuk mengikuti proses teknik ini. Teknik ini mampu untuk mengurangi kecemasan,
memfasilitasi relaksasi, meningkatkan kemampuan mengatasi masalah, membantu
klien mengembangkan perspektif hidupnya (Seligmenan & Reichenberg, 2013). Hal
ini sesuai dengan yang dibutuhkan oleh klien, sehingga klien menyetujui untuk
mengikuti proses relaksasi ini.
Pada sesi pertama ini, konselor membantu klien untuk memahami konsep
teknik visual/ guide imagery agar bisa dilakukan secara mandiri jika tiba-tiba
dibutuhkan. Konselor membimbing klien untuk melakukan teknik relaksasi ini
dengan media musik relaksasi dan tempat yang nyaman. Musik relaksasi yang
digunakan dalam sesi pertama ini berjudul “Musik Ketenangan Pikiran, Hati, dan
Jiwa - Rianto Lie”, musik ini dipilih karena tidak disertai dengan afirmasi apapun
sehingga konselor bisa membimbing klien dengan memberikan afirmasi langsung.
Selain itu, musik ini juga berdurasi cukup singkat yang sesuai dengan kebutuhan
klien yang terhitung pemula.
Proses relaksasi dilakukan ditempat yang nyaman menurut klien yaitu kasur
dengan terlebih dahulu meminum air putih agar kebutuhan air dalam tubuh
terpenuhi sehingga tidak mengganggu proses relaksasi yang dilakukan. Setelah
proses relaksasi dilakukan, konselor berdiskusi dengan klien tentang apa yang
dirasakan setelah melakukan visual/guide imagery. Berdasarkan hasil diskusi, klien
merasa sedikit lebih tenang dan perlu waktu yang cukup lama untuk
mempertahankan rasa tenang ini. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh klien bahwa
“setelah mengikuti arahan mba, saya merasa sedikit tenang sih tapi mungkin saya perlu

16
Journal of Contemporary Islamic Counselling
Vol. 1, No. 1 (2021), pp. 11-24

mengulang-ngulang lagi agar terbiasa karena saya belum pernah ngelakuin ini sama sekali
sebelumnya” (A. C, personal communication, 2020). Sebelum memasuki tahap akhir
pada sesi pertama ini, konselor menjelaskan bahwa memang perlu menciptakan
kebiasaan yang baru untuk sesuatu yang diinginkan seperti menghilangkan cemas
dengan relaksasi. Oleh sebab itu, konselor merekomendasikan musik relaksasi yang
berjudul “Hipnoterapi: Meredakan Stress, Depresi dan Keceamasan -
HipnoSastraID”. Musik relaksasi ini dipilih karena dilengkapi dengan afirmasi
positif yang mampu membantu klien menjadi lebih tenang walaupun tanpa bantuan
afirmasi dari konselor secara langsung.
Setelah itu, dilakukan tahap akhir. Tahap akhir ini dilakukan dengan menarik
kesimpulan atas proses konseling yang telah terjadi. Adapaun kesimpulannya adalah
bahwa klien cukup merasa terbantu dengan teknik relaksasi ini sehingga butuh
dilakukan secara berulang-ulang untuk hasil yang maksimal. Kemudian untuk hasil
evaluasi proses konseling yang telah dilakukan, bahwa selama proses konseling
berlangsung baik dari klien maupun konselor memang belum siap sehingga masih
ada rasa kaku diantara keduanya.
Kedua, Sesi II. Pada sesi II dilakukan aktivitas observasi perubahan yang
dialami klien dan mendengarkan pengalaman klien (termasuk orang terdekatnya),
serta penugasan. Pada tahap awal di sesi kedua ini, konselor sudah tidak sulit
membangun bounding dengan klien. Tahap ini diisi dengan menanyakan kabar klien
dan aktifitas apa saja yang sudah dilakukan pada hari itu. Klien mengungkapkan
bahwa “saya alhamdulillah baik mba, lebih baik dari pada hari pertama berada disini” (A.
C, personal communication, 2020). Hal ini menunjukkan ada perubahan yang
dialami oleh klien sehingga mengantar konselor untuk lebih mudah masuk ke tahap
selanjutnya untuk mendengarkan pengalam klien dalam menerapkan teknik
relaksasi.
Tahap inti pada sesi kedua ini diisi dengan mendengarkan pengalaman klien
dan mengobservasi sejauh mana perubahan yang dialami sebagaimana telah
disebutkan pada tahap awal disesi ini. Konselor menceritakan bahwa selama 1
minggu menjalani karantina dengan bantuan teknik relaksasi, klien mendapatkan
perubahan yang cukup baik yaitu menjadi lebih mindfull dan mampu menjalani

17
Journal of Contemporary Islamic Counselling
Vol. 1, No. 1 (2021), pp. 11-24

aktifitas dengan baik walaupun belum semaksimal biasanya. Hal ini sebagaimana
yang diungkapkan oleh klien bahwa “alhamdulillah mba, sejauh ini saya suka relaksasi.
Bisa banget buat saya jadi lebih tenang walaupun belum maksmal” (A. C, personal
communication, 2020). Dari pengakuan tersebut, konselor menanyakan apa yang
membuat klien kurang maksimal dan diperoleh hasil bahwa klien belum mampu
menentukan prioritas selama karantina, sebagaimana yang diungkapkan oleh klien
bahwa “saya bingung mba harus bagaimana, disisi lain saya takut nilai saya jelek tapi disisi
lain saya juga ingin fokus mengikuti kegiatan karantina ini biar saya bisa memasikan kalau
saya baik-baik saja”(A. C, personal communication, 2020). Hal ini sesuai dengan
pengakuan NA sebagai orang terdekat klien selama karantina bahwa, klien
terkadang sangat terlihat khawatir ketika kegiatan karantina bersamaan dengan
jadwal perkuliahan.
Setelah mengetahui hal ini, konselor bersama klien membuat tabel komparasi
untuk membandingkan sisi positif dan negatif dari kedua pilihan klien yaitu izin
kuliah atau tidak maksimal dalam mengikuti proses karantina. Hal ini bertujuan agar
klien mampu menentuka prioritas dengan melihat konsekuensi dari keduanya.
Proses pengisian tabel komparasi memerlukan waktu yang cukup lama karena klien
terlihat panik, sehingga dilakukan teknik relaksasi untuk mengembalikan fokus klien
terhadap pengisian tabel komparasi.
Tabel komparasi yang dibuat memperoleh hasil akhir bahwa klien lebih
memilih untuk memberanikan diri mengirimkan surat izin kepada beberapa
dosennya untuk meminta izin tidak mengikuti perkuliahan karena harus menjalani
karantina dengan fokus. Pada tahap ini juga klien menceritakan bahwa selama
karantina intensitas ibadah klien meningkat karena percaya bahwa berdoa dan zikir
bisa menenangkan diri. Hal ini didukung penuh konselor untuk dilanjutkan karena
berdampak baik terhadap klien.
Sebelum menyelesaikan sesi konseling kedua ini, konselor mengapresiasi
perubahan yang dialami oleh klien dan meminta kerjasama dengan NA sebagai
orang terdekat klien selama karantina untuk memberikan informasi terkait klien.
Selain itu konselor kembali menyimpulkan tugas yang harus dilakukan oleh klien
sebelum sesi selanjutnya dimulai seperti mengirimkan surat izin kepada dosen,

18
Journal of Contemporary Islamic Counselling
Vol. 1, No. 1 (2021), pp. 11-24

mengikuti karantina dengan fokus, melakukan teknik relaksasi sesuai kebutuhan dan
terus mendekatkan diri kepada Allah swt.
Ketiga, Sesi III. Pada sesi ini dilakukan aktivitas berupa pengecekan tugas
klien, mendengarkan pengalaman klien, meningkatkan rasa percaya diri klien
bertemu keluarga, dan mengevaluasi proses konseling. Tahap awal pada sesi ketiga
tidak dilakukan seperti biasanya karena klien menghubungi konselor tanpa membuat
janji terlebih dahulu. Sehingga tahap ini hanya diisi dengan menjawab video call klien
dan menanyakan apa yang bisa konselor bantu. Klien mengatakan bahwa kegiatan
karantina sedang kosong dan perkuliahan juga sedang kosong sehingga memiliki
waktu luang dan langsung menghubungi konselor untuk sharing. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh klien bahwa “halo mba, maaf ya tiba-tiba video call – soalnya lagi
kosong banget nih kegiatannya, jadi daripada saya gak ngapa-ngapain jadi saya hubungi mba
hehehe, mba gak sibuk kan?” (A. C, personal communication, 2020). Dalam waktu
yang bersamaan, konselor libur sehingga memiliki waktu yang luang untuk
melakukan proses konseling. Selanjutnya pada tahap inti ini, konselor
mendengarkan pengalaman klien terkait proses karantina dengan hasil dari tugas-
tugas yang diberikan oleh konselor. Klien menceritakan pengalamannya untuk
mengirimkan surat izin ke dosen yang disertai rasa ragu, “saya awalnya ragu banget
mba untuk kirim surat izin karena memang berat untuk gak kuliah, takut nilai saya jelek.
Tapi saya telfon mama saya untuk minta pendapat, alhamdulillah saya dikuatkan mama
katanya demi kesehatan kita semua” (A. C, personal communication, 2020). Saat ini
konselor telah mendapatkan izin dari dosen untuk tidak mengikuti proses
perkuliahan selama karantina berlangsung, hal tersebut didukung penuh oleh
dosennya agar terhindar dari hal-hal buruk lainnya.
Selain itu, klien juga menceritakan intesitas ibadah dan terapi relaksasi selama
karantina. Klien mengatakan bahwa intensitas ibadahnya lebih tinggi daripada
sebelum karantina, klien melaksanakan puasa senin-kamis, shalat dhuha dan rutin
zikir pagi dan petang. Hal ini dibenarkan oleh ANS bahwa “iya mba bener banget, saya
yang sekamar sama mba AC jadi ikutan kebiasaan beliau yang zikir pagi dan petang, shalat
dhuha, dan puasa sunnah”(A. NS, personal communication, 2020). Ibadah ini
diharapakan mampu membuat klien tenang dan merasa aman, karena klien percaya

19
Journal of Contemporary Islamic Counselling
Vol. 1, No. 1 (2021), pp. 11-24

bahwa kalau dekat dengan Allah maka hidup akan terjaga, “akhir-akhir ini saya suka
dengar ceramah mba, katanya Allah akan selalu ada untuk hamba-Nya, dari situ saya mulai
sadar kalau Allah selalu ada masa saya gak bisa ada juga” (A. NS, personal
communication, 2020). Mendengar pengalaman klien ini, dapat dikatakan bahwa
klien mengalmai perubahan yang cukup baik karena mampu kembali berpikir
rasional untuk menentukan kegiatan positif yang harus dikerjakan ditengah proses
karantina.
Sedangkan untuk intensitas terapi relaksasi yaitu teknik visual/ guide imagery
sudah sangat berkurang intesistasnya karena klien sudah menemukan teknik yang
lebih efektif untuk mengurasi rasa cemas dan stres yaitu berzikir. Intensitas terapi
relaksasi yang sebelumnya dilakukan setiap sebelum tidur, pagi dan petang kini
hanya dilakukan pada saat sebelum tidur saja. Hal ini dilakukan untuk menanamkan
afirmasi positif untuk siap bertemu dengan orang-orang dilingkungan sekitar rumah
klien, mengingat bahwa proses karantina akan berakhir pada 20 November 2020.
Untuk bertemu dengan orang-orang disekitar klien yang telah menganggap bahwa
klien positif COVID-19, klien belum memiliki rasa percaya diri yang tinggi sehingga
membutuhkan bantuan konselor untuk siap bertemu dengan orang lain.
Pada tahap ini, konselor memberikan tips untuk mulai percaya diri dengan
memberikan afirmasi positif kepada diri sendiri, fokus pada hal-hal positif saja, dan
percaya bahwa klien baik-baik saja. Ketiga hal tersebut bisa dilakukan dengan baik
jika klien dalam keadaan tenang dan aman, sedangkan untuk tenang dan aman klien
bisa dapatkan dengan meningkatkan intensitas terapi relaksasi dan ibadah kepada
Allah. Selanjutnya, tahap akhir ini diisi dengan mengapresiasi perubahan yang
dialami oleh klien dan mengingatkan klien untuk mulai percaya diri dengan cara-
cara yang telah dijelaskan sebelumnya.
Keempat, Sesi IV. Aktivitas yang dilakukan pada sesi ini berupa pengecekan
kesiapan klien keluar karantina. Tahap awal di sesi terakhir ini dilakukan seperti
biasa, menanyakan kabar klien dan menanyakan kesiapan klien bertemu dengan
keluarga dan orang-orang disekitar tempat tinggal klien. Klien telah memiliki
kesiapan yang cukup baik daripada sebelumnya, seperti yang disampaikan bahwa
“sebenarnya udah siap banget mba, karena memang kangen sama orang tua dan mau gak

20
Journal of Contemporary Islamic Counselling
Vol. 1, No. 1 (2021), pp. 11-24

mau emang harus ningglain tempat karantina” (A. C, personal communication, 2020).
Pada tahap ini di sesi terakhir ini, klien meminta untuk tetap diingatkan agar selalu
berpikir positif karena klien tidak yakin akan bertahan sampai kapan perubahan yang
sudah dialami sekarang. Masih ada sedikit ketakutan terhadap dampak dari
karantina yang telah dijalani. Klien juga menceritakan bahwa hasil rapid test semua
peserta karantina akan diberikan beberapa jam sebelum meninggalkan lokasi
karantina, sehingga menambah rasa takut dari klien. Namun setelah hasil rapid
diberikan, klien merasa bahagia karena hasil test yang dilakukan menunjukkan hasil
yang sesuai dengan harapannya yaitu negatif COVID-19. Dari sini klien semakin
siap bertemu dengan keluarga.
Pada tahap akhir ini, klien dan konselor mengevaluasi proses konseling yang
telah dilakukan selama 4 sesi, klien mengucapkan terima kasih dan konselor juga
demikian. Keduanya memohon maaf kepada masing-masing jika selama proses
konseling terdapat kesalahan yang menyinggung hati masing-masing. Konselor juga
meminta untuk terus menjalin komunikasi untuk melihat sejauh mana perubahan
klien bertahan dan meminta izin untuk berkomunikasi dengan orang tua klien, klien
pun menyetujui hal tersebut. Follow up dilakukan setiap 4 hari sekali sebagaimana
yang disepakati oleh klien.
Kelima, evaluasi dan tindak lanjut. Setelah pemberian bantuan atau treatment
kepada AC, ternyata terdapat perubahan yang signifikan. AC mampu beradaptasi di
lingkungan karantina tanpa mengabaikan perkuliahan, mampu menenangkan diri
dengan ibadah dan teknik imagery, serta AC mampu tenang tanpa cemas dan stres
menghadapi lingkungan tempat tinggal orang tuanya setelah melalui proses
karantina.
Walaupun dengan perubahan yang signifikan ini, AC tetap membutuhkan
monitoring untuk mengetahui sejauh mana perubahan ini bertahan. Untuk hal ini,
konselor bekerjasama dengan orang tua AC sebagai orang terdekat yang mampu
mengobservasi kegiatan sehari-hari AC. Hal ini dilakukan hingga 14 hari setelah
karantina yaitu 04 Desember 2020 karena AC telah menyetujui untuk menyelesaikan
proses follow up dari konseling yang telah dilakukan.

21
Journal of Contemporary Islamic Counselling
Vol. 1, No. 1 (2021), pp. 11-24

Simpulan
Tahap konseling yang dilakukan secara online dengan teknik relaksasi kepada
ODP COVID-19 sama dengan tahap konseling pada umumnya yang dimulai dengan
tahap awal untuk membangun rapport, tahap inti untuk mengeksplorasi dan
memberikan treatment kepada klien, serta tahap akhir untuk mengevaluasi proses dan
hasil konseling. Tahap konseling online ini efektif untuk dilakukan pada ODP Covid-
19 yang memiliki kecemasan yang berlebih sebagaimana hasil yang telah diperoleh
pada penelitian ini. Tahap konseling dilakukan berulang-ulang dengan aktivitas yang
berbeda pada setiap sesinya.

Daftar Pustaka
Aritonang, J., Nugraeny, L., Sumiatik, S., & Siregar, R. N. (2020). Peningkatan
Pemahanan Kesehatan pada Ibu Hamil dalam Upaya Pencegahan COVID-
19. Jurnal Solma, 9(2), 261-269. http://dx.doi.org/10.22236/solma.v9i2.5522
Aminullah, A. A., Priambodo, A., Rahmat, H. K., & Adri, K. (2021). Kesiapan
Kantor Pencarian dan Pertolongan Balikpapan dalam Penanggulangan
Bencana Guna Menyambut Pemindahan Ibukota Baru. NUSANTARA: Jurnal
Ilmu Pengetahuan Sosial, 8(1), 51-59.
Arditama, E., & Lestari, P. (2020). Jogo Tonggo: Membangkitkan Kesadaran Dan
Ketaatan Warga Berbasis Kearifan Lokal Pada Masa Pandemi Covid-19 Di
Jawa Tengah. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 8(2), 157–167.
https://doi.org/10.23887/jpku.v8i2.25434
C, A. (2020). Personal Interview [Personal communication].
Druss, B. G. (2020). Addressing the COVID-19 Pandemic in Populations With
Serious Mental Illness. JAMA Psychiatry, 77(9), 891–892.
https://doi.org/10.1001/jamapsychiatry.2020.0894
Fauci, A. S., Lane, H. C., & Redfield, R. R. (2020). Covid-19—Navigating the
Uncharted. New England Journal of Medicine, 382(13), 1268–1269.
https://doi.org/10.1056/NEJMe2002387
Fong, M. W., Gao, H., Wong, J. Y., Xiao, J., Shiu, E. Y. C., Ryu, S., & Cowling,
B. J. (2020). Nonpharmaceutical Measures for Pandemic Influenza in
Nonhealthcare Settings—Social Distancing Measures. Emerging Infectious
Diseases, 26(5), 976–984. https://doi.org/10.3201/eid2605.190995
Kamila, A. (2020). Psikoterapi Dzikir Dalam Menangani Kecemasan. Happiness,
Journal of Psychology and Islamic Science, 4(1), Article 1.

22
Journal of Contemporary Islamic Counselling
Vol. 1, No. 1 (2021), pp. 11-24

https://www.jurnal.iainkediri.ac.id/index.php/happiness/article/view/250
0
Muara, T., Prasetyo, T. B., & Rahmat, H. K. (2021). Psikologi Masyarakat Indonesia
di Tengah Pandemi: Sebuah Studi Analisis Kondisi Psikologis Menghadapi
COVID-19 Perspektif Comfort Zone Theory. Ristekdik: Jurnal Bimbingan dan
Konseling, 6(1), 69-77.
Nida, F. L. K. (2020). Zikir Sebagai Psikoterapi dalam Gangguan Kecemasan Bagi Lansia.
https://doi.org/10.21043/kr.v5i1.1064
NS, A. (2020). Personal Interview [Personal communication].
Nurjanah, S. (2020). Emotional Mental Disorders on Clients Pandemic Covid 19 at
Quarantine House. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(3), 329–334.
https://doi.org/10.32584/jikj.v3i3.628
Rahmat, H. K., Muzaki, A., & Pernanda, S. (2021). Bibliotherapy as An Alternative
to Reduce Student Anxiety During Covid-19 Pandemic: a Narrative Review.
Proceeding International Conference on Science and Engineering, 4, 379-382.
Retrieved from
http://sunankalijaga.org/prosiding/index.php/icse/article/view/693
Rahmat, H. K., Nurmalasari, E., Puryanti, L., & Syifa'ussurur, M. (2020).
Understanding the Counselor's Competence in Guidance and Counseling
Services with Inclusive Perspective. Retrived from
http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.3739073.
Sadikin, A., & Hamidah, A. (2020). Pembelajaran Daring di Tengah Wabah Covid-
19: (Online Learning in the Middle of the Covid-19 Pandemic). BIODIK, 6(2),
214–224. https://doi.org/10.22437/bio.v6i2.9759
Sonia, S. S. S. (2020). Pengaruh Meditasi Dalam Pendidikan Islam Untuk
Memperkuat Sistem Imun Sebagai Tindakan Melawan Covid-19. Al Ulya :
Jurnal Pendidikan Islam, 5(2), 210–225.
https://doi.org/10.36840/ulya.v5i2.293
Supriyanto, A., Hartini, S., Irdasari, W. N., Miftahul, A., Oktapiana, S., &
Mumpuni, S. D. (2020). Teacher professional quality: Counselling services
with technology in Pandemic Covid-19. Counsellia: Jurnal Bimbingan Dan
Konseling, 10(2), 176–189.
Https://Doi.Org/10.25273/Counsellia.V10i2.7768
Tuwu, D. (2020). Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Pandemi Covid-19 | Tuwu |
Journal Publicuho.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/PUBLICUHO/article/view/12535
Widha, L., Rahmat, H. K., & Basri, A. S. H. (2021). A Review of Mindfullness
Therapy to Improve Psychological Well-being During the Covid-19
Pandemic. Proceeding International Conference on Science and Engineering, 4, 383-
386. Retrieved from

23
Journal of Contemporary Islamic Counselling
Vol. 1, No. 1 (2021), pp. 11-24

http://sunankalijaga.org/prosiding/index.php/icse/article/view/692
Widyaningrum, D. A., & Sari, D. I. P. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Otot
Progresif Terhadap Perubahan Tingkat Kecemasan Menghadapi
Premenstrual Syndrome (PMS). Jurnal Keperawatan, 11(1), 9–9.

24

Anda mungkin juga menyukai