Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyesuaian Diri

1. Pengertian Penyesuaian Diri

Schneiders (1964) mendefenisikan penyesuaian diri merupakan suatu proses

dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan

yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Schneiders (1964)

menyatakan proses tersebut mencakup respon-respon mental dan tingkah laku

indibidu untuk mampu mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik dan frustrasi.

Calhoun dan Acocella, (dalam Anissa, 2012) mendefenisikan penyesuaian

diri merupakan interaksi yang dilakukan oleh seseorang secara kontinyu dengan

dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan di sekitarnya. Menurut

Sunarto dan Hartono (2002) penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu

mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan

lingkungannya. Penyesuaian diri merupakan suatu perubahan yang dialami

seseorang untuk mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain

dan lingkungan di sekitarnya. James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella (dalam

Sobur, 2010) mendefinisikan penyesuaian diri adalah sebagai interaksi anda yang

kontinu dengan diri anda sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia anda”.

Kartono dan Andri (dalam Mutammimah, 2014) berpendapat bahwa

penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri

dan pada lingkungannya, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka,

9
10

depresi, kemarahan dan lain-lain emosi negatif sebgai respons peribadi yang tidak

sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis. Calhoun dan Acocella (dalam Anissa,

2004) mendefinisikan penyesuaian diri merupakan interaksi yang dilakukan oleh

seseorang secara kontinyu dengan dirinya sendir, dengan lain dan dengan

lingkungan disekitarnya

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

penyesuaian diri adalah kemampuan individu atau seseorang dalam menjalani

proses interaksi sosial di lingkungan sekolahnya, sehingga dapat menunjukkan

dirinya sebagai remaja yang baik.

2. Proses Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri merupakan kemampuan individu untuk bereaksi secara

efektif dan memadai terhadap realitas, situasi dan relasi sosial. Sunarto,

menyebutkan bahwa penyesuaian diri ini adalah suatu proses bagaimana individu

mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan

lingkungan (Sunarto dan Hartono, 2002).

Pada permulaan sekolah lebih banyak menuntut remaja untuk

mengembangkan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Anak harus

pandai beradaptasi dengan anak-anak lain, anak harus beradaptasi dengan ruang

belajarnya, anak harus mengenal gurunya sebagai figur yang wajib digugu, ditiru,

dan dihormati sampai kapanpun juga. Sistem sosial di sekolah yang terbentuk dan

perangkat tata-tertib dan peraturan sekolah adalah sistem nilai yang mengikat dan

mengendalikan perilaku anak, yang menuntut kepada anak untuk tunduk dan

menaatinya (Djamarah, 2008).


11

3. Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Schneiders (1964) menyatakan penyesuaian diri yang normal dapat dilihat

dari beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:

a. Mampu mengontrol emosionalitas yang berlebihan.

Penyesuaian diri yang baik dapat ditandai dengan tidak adanya emosi yang

realtif berlebihan atau tidak dapat gangguan emosi yang merusak. Individu

yang mampu menanggapi situasi atau masalah yang dihadapinya dengan cara

yang normal akan merasa tenang dan tidak panik sehingga dapat menentukan

penyelesaian masalah yang dibebankan kepadanya.

b. Mampu mengatasi mekanisme psikologis

Kejujuran dan keterusterangan terhadap adanya masalah atau konflik yang

dihadapi individu akan lebih terlihat sebagai reaksi yang normal dari pada

suatu reaksi yang diikuti dengan mekanisme-mekanisme pertahanan diri

seperti rasionalisasi, proyeksi, atau kompensasi. Individu mampu menghadapi

masalah dengan pertimbangan yang rasional dan mengarah langsung pada

masalah.

c. Mampu mengatasi perasaan frustasi pribadi

Adanya perasaan frustasi akan membuat individu sulit atau bahkan tidak

mungkin bereaksi secara normal terhadap situasi atau masalah yang

dihadapinya. Individu harus mampu menghadapi masalah secara wajar, tidak

menjadi cemas dan frustasi.


12

d. Kemampuan untuk belajar

Mampu untuk mempelajari pengetahuan yang mendukung apa yang dihadapi

sehingga pengetahuna yang diperoleh dapat dipergunakan untuk mengatasi

permasalahan yang dihadapi.

e. Kemampuan memanfaatkan pengalaman

Adanya kemampuan individu untuk belajar dan memanfaatkan pengalaman

merupakan hal yang penting bagi penyesuaian diri yang normal. Dalam

menghadapi masalah, individu harus mampu membadingkan pengalaman diri

sendiri dengan pengalaman orang lain sehingga pengalaman-pengalam yang

diperoleh dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi.

f. Memiliki sikap yang realisitis dan objektif

Karakteristik ini berhubungan erat dengan orientasi seseorang terhadap realita

yang dihadapinya. Inddividu mampu mengatasi masalah dengan segera, apa

adanya, dan tidak ditunda-tunda.

Fatimah (2010) menyebutkan bahwa terdapat dua aspek dalam penyesuaian

diri yaitu penyesuaian peribadi dan penyesuaian sosial:

a. Penyesuaian Peribadi

Yaitu kemampuan seseorang untuk menerima diri demi tercapainya

hubungan yang harmonis antara dirinya dan lingkungan sekitar. Ia

menyatakan sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan

kekurangannya dan mampu bersikap objektif sesuai dengan apa yang

dimilikinya. Keberhasilan penyesuaian diri peribadi ini dapat ditandai dengan


13

tidak ada rasa benci, tidak ada keinginan untuk lari dari kenyataan, atau tidak

percaya pada potensi dirinya.

b. Penyesuaian Sosial

Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkunga hubungan sosial di tempat

individu itu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan

sosial tersebut mencakup hubungan dengan anggota keluarga, masyarakat

sekolah, teman sebaya, atau masyarakat luas secara umum.

Selain itu secara umum dengan mengacu pada beberapa konsep tentang

sehatnya kepribadian sehat individu yang diajukan oleh beberapa ahli, maka

secara garis besar penyesuaian diri yang sehat dapat dilihat dari empat aspek

kepribadian yaitu:

a. Kematangan Emosional, memiliki aspek: kemantapan suasana kehidupan

emosional; kemantapan suasana kehiduapn kebersamaan dengan orang lain;

kemampuan untuk santai; gembira dan menyatakan kejengkelannya. sikap dan

perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri.

b. Kematangan intelektual, mencakup aspek: Kemampuan mencapai wawasan

diri sendiri; Kemampuan memahami orang lain; Kemampuan mengambil

keputusan; Keterbukaan dalam mengenal lingkungan

c. Kematangan sosial, mencakup aspek: Keterlibatan dalam partisiplasi sosial;

Kesediaan kerjasama; Kemampuan kepemimpinana; Sikap toleransi;

Keakraban dalam pergaulan.

d. Tangung jawab, mencakup aspek: Sikap produktif dalam mengembangkan

diri; Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel; Sikap


14

altruisme, empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal; Kesadaran akan

etika dan hidup jujur; Melihat perilaku dari segi konsekuensi atas dasar sistem

nilai; Kemampuan bertindak independen (Hurlock, 1980).

Berdasarkan beberapa aspek di atas, peneliti menggunakan aspek-aspek

yang dikemukakan oleh Schneiders untuk digunakan sebagai alat ukur skala

penyesuaian diri yang terdiri dari aspek mengontrol emosionalitas yang

berlebihan, mampu mengatasi mekanismen psikologis, mampu mengatasi

perasaan frustasi peribadi, kemampuan untuk belajar, kemampuan memanfaatkan

pengalaman, dan memiliki sikap yang realisitis dan objektif.

4. Karakteristik Penyesuaian Diri.

Kusdiyati, Halimah & Faisaluddin, (2011), membagi penyesuaian diri ke

dalam menjadi tiga yaitu, adjustment di lingkungan keluarga, adjustment di

lingkungan sekolah, adjustment di lingkungan masyarakat. Dalam penyesuaian

diri di lingkungan sekolah Kusdiyati, Halimah & Faisaluddin, (2011)

mengklasifikasikan ciri-ciri penyesuaian diri pada lingkungan sekolah sebagai

berikut:

a. Mau menerima dan menghormati otoritas sekolah, mau menerima otoritas

sekolah dan mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku, dalam hal ini adalah

peraturan sekolah, kepala sekolah dan guru tanpa disertai rasa marah dan rasa

enggan.

b. Berminat dan berpartisipasi pada aktivitas sekolah.

c. Membina relasi yang baik dengan teman sekolah, guru, dan unsur-unsur

sekolah.
15

d. Mau menerima tanggung jawab.

e. Membantu sekolah dalam mewujudkan tujuan.

Penyesuaian diri setiap individu berbeda-beda, hal ini dikarenakan setiap

individu mempunyai karakterisitik yang berbeda-beda. Tidak selamanya individu

berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-

rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri.

Dalam hubungannya dengan rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam diri

individu atau di luar dirinya.

Sunarto dan Hartono (2002) menyebutkan penyesuaian individu dalam

menghadapi rintangan-rintangan tersebut ada individu yang dapat melakukan

penyesuaian diri secara positif, namun ada pula individu yang melakukan

penyesuaian diri yang salah.

Kemampuan penyesuaian diri yang baik, ditandai oleh adanya kemampuan

seseorang untuk bereaksi secara efektif dan bermanfaat di lingkungan remaja

berada. Menurut Sunarto dan Hartono (2002) penyesuaian diri terbagi menjadi

dua yaitu penyesuaian diri secara positif dan penyesuaian diri yang salah dengan

rincian sebagai berikut:

a. Penyesuaian diri secara positif

Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional; Tidak menunjukkan

adanya mekanisme-mekanisme psikologi; Tidak menunjukkan adanya frustasi

pribadi; Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri; Mampu dalam

belajar; Menghargai pengalaman; Bersikap realistik dan objektif;


16

b. Penyesuaian diri yang salah

1) Rekasi bertahan

Bertahan dengan mencari-cari alasan (dalam) untuk membenarkan

tindakannya; berusaha untuk menekan pengalamannya yang dirasakan

kurang enak kea lam tidak sadar; melemparkan sebab kegagalan dirinya

kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterimanya.

2) Reaksi menyerang

Selalu membenarkan diri sendiri; mau berkuasa dalam situasi; mau memiliki

segalanya; menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan;

menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka; menunjukkan sikap

menyerang dan merusak; keras kepala dalam perbuatannya; bersikap balas

dendam; memperkosa hak orang lain; tidakan yang serampangan, dan marah

secara sadis.

3) Reaksi melarikan diri

Memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan

(seolah-olah tercapai); kembali kepada tingkah laku yang semodel dengan

perkembangan yang lebih awal (missal orang dewasa yang bersikap dan

berwatak seperti anak-anak, dan lain-lain.

Untuk menentukan penyesuaian diri secara positif dapat diukur dalam

bentuk penyesuaian diri sebagai berikut:

a. Penyesuaian diri dalam menghadapi masalah secara langsung

Dalam situasi ini, individu secara langsung menghadapi masalah dengan

segala akibat. Ia akan melakukan tindakan yang sesuai dengan masalahnya.


17

b. Penyesuaian diri dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan)

Dalam situasi ini, individu mencari berbagai pengalaman untuk menghadapi

dan memecahkan masalah-masalahnya. Misalnya, seorang remaja yang

merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas membuat makalah akan

mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca

buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.

c. Penyesuaian diri dengan trial and error

Dalam cara ini, individu melakukan tindakan coba-coba, dalam arti kalau

menguntungkan diteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan.

d. Penyesuaian diri dengan subsitusi (mencari pengganti)

Apabila individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, ia dapat

memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya, gagal

berpacaran secara fisik, ia akan mencari pacar penggati yang sesuai dengan

yang ia inginkan.

e. Penyesuaian diri dengan belajar

Dengan belajar, individu dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan

yang diperlukan untuk membantu penyesuaian dirinya. Misalnya, seorang

guru akan berusaha belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan untuk

meningkatkan kemampuan profesionalismenya.

f. Penyesuaian diri dengan pengendalian diri

Penyesuaian diri akan lebih efektif jika disertai oleh pengetahuan memilih

tindakan yang tepat serta pengendalian diri yang tepat pula. Dalam situasi

ini, individu akan berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan
18

dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan. Cara inilah yang disebut

inhibisi.

g. Penyesuian diri dengan perencanaan yang cermat.

Dalam hal ini, sikap dan tindakan yang dilakukan merupakan keputusan

yang diambil berdasarkan perencanaan yang cermat dan matang. Keputusan

diambil setelah dipertimbangakan dari berbagai segi, seperti untung dan

ruginya (Sunarto dan Hartono, 2002)

Sekolah merupakan tempat siswa berinteraksi, baik dengan guru maupun

sesama temannya. Menurut Djamarah (2008), ketidakmampuan remaja

menyesuaikan diri dan ketidakberdayaan remaja untuk mendapatkan sesuatu

keuntungan lebih banyak dari para guru, membuat remaja kecewa, karena remaja

tidak dapat merealisasikan dorongan-dorongannya untuk menunjukkan

kedewasaan bergaul dengan orang-orang dewasa.

Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara salah, dapat

membangkitkan individu melakukan penyesuaian yang salah. Penyesuaian diri

yang salah bisa dilihat dari tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, sikap

yang agresif dan sebagainya.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri.

Secara keseluruhan kpribadian mempunyai fungsi sebagai penentu dalam

penyesuaian diri. Penentu penyesuaian identik dengan faktor-faktor yang

mengatur perkembangan dan terbetuknya pribadi secara bertahap. Adapun faktor-

faktor tersebut sebagai berikut:


19

a. Kondisi-kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik,

susunan saraf, kelenjar, dan system otot, kesehatan, penyakit, dan sebagainya.

b. Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial,

moral, dan emosional.

c. Penentu psikologi, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya,

pengkondisian, penentuan diri (self-determination), frustasi, dan konflik.

d. Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah.

e. Penentu kulutral, termasuk agama (Sunarto dan Hartono, 2002)

Selain faktor-faktor tersebut, faktor lain yang mempunyai pengaruh besar

dalam penyesuaian diri pada individu diantaranya adalah:

a. Pemuasan kebutuhan pokok dan kebutuhan pribadi.

b. Hendaknya ada kebiasaan-kebiasaan dan keterampilan yang dapat membantu

dalam pemenuhan kebutuhan yang mendesak.

c. Hendaknya dapat menerima dirinya.

d. Kelincahan.

e. Penyesuaian dan persesuaian (Sobur, 2010).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang

dapat mempengaruhu penyesuaian diri adalah faktor psikologi. Salah satu faktor

psikologi yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah konsep diri, karena konsep

diri merupakan semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian seseorang terhadap

dirinya yang dapat mempengaruhinya dalam berhubungan dengan orang lain.


20

B. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Burns (1993) menyatakan bahwa konsep diri merupakan sebagai suatu

seperangkat dari sikap-sikap diri yang memiliki empat komponen yaitu (1) suatu

keyakinan, atau pengetahuan atau komponen kognitif, (2) suatu komponen yang

efektif atau emosional (3) suatu evaluasi (4) suatu kecendrungan untuk memberi

respons. Menurut Kretch, Crutchfied dan Ballachey (dalam Burns, 1993) konsep

diri merupakan suatu sistem evaluasi-evaluasi yang positif dan nogiti, perasaan-

perasaan emosional dan tendensi-tendesi tindakan pro dan kontra yang berkenaan

dengan suatu objek sosial.

Konsep diri merupakan salah satu aspek sekaligus inti kepribadian

seseorang yang didalamnya meliputi segala kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-

cita (Mahmud, 2010). Menurut Seifert dan Hoffung (dalam Desmita, 2010)

konsep diri adalah suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang diri sendiri.

Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat diri sendiri sebagai peribadi,

bagaimana kita merasa tentang diri sendiri dan bagaimana kita menginginkan diri

sendiri menjadi manusia sebagaimana yang kita harapkan

Brooks dalam Rakhmat (2007) mendefisikan bahwa konsep diri sebagai

“those physical, social, dan psychological perceptions of ourselves that we have

derived from experiences and our interaction with others” Jadi, konsep diri adalah

pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini adalah

bersifat psikologi, social dan fisis. Menciptakan konsep diri pada anak yang baik

dan benar dan menghasilkan perilaku anak yang positif, maka diperlukan orang
21

tua, lembaga pendidikan dan guru yang benar-benar mengetahui dan memahami

sehingga remaja yang diberikan pendidikan mampu untuk memahami dan

menjiwai konsep diri yang benar dan bisa mempengaruhi terhada perilaku

(perilaku positif) remaja itu sendiri. Konsep diri adalah sebuah cara yang berguna

untuk meramalkan tingkah laku manusia (Burns, 1993).

Rogers, (dalam Sobur, 2010) konsep diri bagian sadar dari ruang

fenomenal yang sadari dan disimbolisasikan, yaitu “aku” merupakan pusat

referensi setiap pengalaman. Konsep diri ini merupakan bagian inti dari

pengalaman individu yang secara perlahan-lahan dibedakan dan simbolisasikan.

Lebih lanjut Sobur (2010) menyebutkan bahwa konsep diri adalah kesadaran

bathin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dari

bukan aku. Untuk menunjukkan bahwa konsep diri yang konkret sesuai atau

terpisah dari perasaan dan pengalaman organismik.

Berdasarkan beberapa defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep

diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang mencakup kayakinan, pandangan,

dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas

bagaimana cara kita melihat diri sendiri sebagai peribadi, bagaimana kita merasa

tentang diri sendiri dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi

manusia sebagaimana yang kita harapkan.

2. Aspek-aspek Konsep diri

Piers & Harris (dalam Burns, 1993) menyebutkan konsep diri memiliki enam

aspek yaitu, kebahagiaan dan kepuasan, tingkah laku sosial, kegelisahan,


22

popularitas, kompetensi akademis, penampakan fisik. Sementara itu Fitts (dalam

Burns, 1993) mengajukan aspek-aspek konsep diri, yaitu:

a. Diri fisik (physical self). Aspek ini menggambarkan bagaimana individu

memandang kondisi kesehatan, badan, dan penampilan fisiknya.

b. Diri moral & etik (morality & ethical self). Aspek ini menggambarkan

bagaimana individu memandang nilai-nilai moral-etik yang dimilikinya.

Meliputi sifat-sifat baik atau sifat-sifat jelek yang dimiliki dan penilaian dalam

hubungannya dengan Tuhan.

c. Diri sosial (social self). Aspek ini mencerminkan sejauhmana perasaan

mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain.

d. Diri pribadi (personal self). Aspek ini menggambarkan perasaan mampu

sebagai seorang pribadi, dan evaluasi terhadap kepribadiannya atau hubungan

pribadinya dengan orang lain.

e. Diri keluarga (family self). Aspek ini mencerminkan perasaan berarti dan

berharga dalam kapasitasnya sebagai anggota keluarga.

Konsep diri remaja dibentuk dalam proses pembelajaran dimana seorang guru

mempunyai peran yang sangat penting. Oleh karena itu seorang guru harus

memenuhi persyaratan sebagaimana yang disebutkan Syah (2012) sebagai berikut:

a. Perlu dedikasi dan kesadaran akan fungsinya sebagai pamong bagi anak

didik.

b. Menciptakan hubungan yang baik antara staf pengajar dan pimpinan

mencerminkan pula hubungan anatara guru dan siswa

c. System pendidikan dan kurikulum yang mantap


23

d. Adanya fasilitas ruangan yang memadai bagi para guru untuk mencukupi

kebutuhan tempat bertamu antara guru dan siswa

e. Rasio guru dan siswa yang rasional

f. Perlu adanya kesejahteraan guru sehingga tidak perlu mencari sampingan.

Berdasarkan uraian di atas dapat, maka persyaratan seorang guru sangat

diperlukan agar proses belajar mengajar mampu membentuk konsep diri siswa

yang baik. Oleh karena itu seorang guru merupakan yang penting dan sebagai

ujung tombak dalam perubahan siswa. Hal ini diungkapkan dalam penelitian

Pederson dan Zahran yang dikutip oleh Slameto (2010) guru mempunyai

pengaruh yang kuat terhadap konsep diri siswa, guru dapat meningkatkan atau

meningkatkan atau menekannya dengan perkataan lain, guru dapat mempengaruhi

dasar aspirasi dan penampilan siswa.

Selain adanya persyaratan yang harus dimiliki seorang guru, tentu yang

tidak kalah petingnya adalah kemampuan guru itu sendiri yang benar-benar harus

dikuasai. Ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh guru diantaranya

adalah:

a. Menguasai bahan ajar pelajaran

b. Mengelola program belajar mengajar

c. Mengelola kelas

d. Menggunakan media dan sumber

e. Menguasai landasan-landasan kependidikan

f. Mengelola interaksi belajar mengajar

g. Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan pnyuluhan


24

h. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah

i. Memahami prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna

keperluan pengajaran (Daryanto, 2010).

Berdasarkan uriaan di atas maka seorang guru harus memiliki kemampuan

agar proses pembelajaran tidak jemu dan bosan yang dapat mengakibatkan siswa

bolos dalam belajar. Apabila semua itu dikuasai atau dimiliki seorang guru maka

akan mampu melahirkan siswa yang mempnyai perilaku yang positif atau baik

dan dapat mencegah terhadap perilaku membolos dan salah satu penyebab siswa

membolos adalah kejenuhan terhadap belajar.

3. Karakteritik Perkembangan Konsep Diri Remaja

Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir, tetapi konsep diri

terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung sejak masa pertumbuhan

sehingga dewasa, lingkungan, pengalaman, dan pola asuh orang tua turut

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan konsep diri

seseorang. Sikap dan respon orang tua serta lingkungan akan menjadi bahan

informasi bagi remaja untuk menilai siapa dirinya (Burns, 1993).

Seiring dengan pertumbuhan dan perubahan fisik, kognitif dan

kemampuan sosial, anak usia sekolah dasar juga mengalami perubahan dalam

pendangan terhadap dirinya, demikian juga dengan remaja yang duduk dibangku

SMP-SMA), dimana konsep diri mereka mengalami perkembangan yang sangat

komplek dan melibatkan sejumlah aspek dalam diri mereka.

Santrock (dalam Desmita, 2010) menyebutkan sejumlah karakteristik

perkembangan konsep diri pada masa remaja diantaranya adalah


25

a. Abstrak dan idealistik, pada masa remaja, anak-anak lebih mungkin membuat

gambaran tentang diri mereka dengan kata-kata yang abstrak dan idealitstik.

b. Differentiated, konsep diri pada remaja bisa menjadi semakin terdiferensiasi,

dibandingkan dengan anak-anak yang lebih muda, remaja lebih mungkin

menggambarkan dirinya sesuai dengan konteks atau situasi yang semakin

terdiferensiasi.

Berdasarkan karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa remaja

memiliki perkembangan karakteristik yang abstrak dan idealistik yaitu remaja

lebih cenderung mengambarkan dirinya dengan kata-kata yang sulit dimengerti

dan lebih mengutamakan sesuatu yang mereka anggap benar. Karakteristik remaja

selanjutnya adalah differentiated yaitu remaja telah dapat mengambarkan dirinya

secara jelas dan lebih terarah.

C. Kerangka Berfikir

Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori penyesuaian

diri yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) serta teori konsep diri yang

dikemukakan oleh Piers dan Harris, (dalam Burns, 1993).

Schneiders (1964) mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan

suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar

terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya

Individu yang dapat menyesuikan diri dengan baik adalah individu yang dengan

segala keterbatasan dalam dirinya, mampu belajar untuk berinteraksi dan bereaksi

dengan diri dan lingkungannya dnegan cara yang matang, baik dan sesuai,

bermanfaat, efisien, dan memuaskan serta dapat menyelesaikan konflik, frustasi


26

maupun kesulitan-kesulitan yang ada pada dirinya tanpa mengalami gangguan

tingkah laku

Schneiders (1964) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri

adalah keadaan fisik (physical conditions); perkembangan dan kematangan

(development and maturation); keadaan lingkungan (environmental conditions)

meliputi sekolah, rumah, dan keluarga; dan tingkat religiusitas dan kebudayaan

(cultural and religion), kondisi psikologis (psychological determinants) yang

meliputi pengalaman, pendidikan, konsep diri.

Konsep diri menurut Djaali (2012) adalah pandangan seseorang tentang

dirinya sendiri yang menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang

perilakunya, isi pikiran dan perasaannya, serta bagaimana perilakunya tersebut

berpengaruh terhadap orang lain. Anggapan lain tentang konsep diri menurut G.H

Mead (dalam Slameto, 2010) menyebut konsep diri adalah sebagai suatu produk

sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi pengalaman-

pengalaman psikoligis. Pengalaman-pengalaman psikologis ini merupakan hasil

eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan refleksi dari “dirinya

sendiri” yang diterima dari orang-orang yang berpengaruh pada dirinya.

Hurlock (1980) konsep diri menyangkut gambaran fisik dan psikologis.

Aspek fisik berkaitan dengan tampang atau penampakan lahiriah (appearance)

anak, yang menyangkut kemenarikan dan ketidakmenarikan diri dan cocok atau

tidaknya jenis kelamin dan pentingnya bagian-bagian tubuh yang berbeda serta

prestise yang ada pada dirinya, sedangkan konsep diri yang bersifat psikologis

berdasarkan pikiran, perasaan dan emosional. Hal ini berhubungan dengan


27

kualitas dan abilitas yang memainkan peranan penting dalam penyesuaian dalam

kehidupan, seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, kepercayaan diri, aspirasi

dan kemampuan diri dari tipe-tipe yang berbeda.

Hurlock (1980) berpendapata bahwa konsep diri sebagai gambaran yang

dimiliki seseorang tentang dirinya. Dapat diartikan bahwa konsep diri akan

membantu individu merasa menjadi bagian dari suatu lingkungan, penyesuaian

diri individu akan berubah jika konsep diri yang dimiliki berubah. Jadi, untuk

mengubah suatu proses penyesuaian diri siswa yaitu dengan mengubah konsep

diri yang dimiliki. Dengan dapat dilihat bahwa antara konsep diri dan penyesuaian

diri saling berhubungan antara satu sama lain.

Remaja yang sudah mempunyai konsep diri yang positif diduga lebih

mampu melakukan penyesuaian diri dibandingkan dengan yang mempunyai

konsep diri yang negatif. dengan kata lain semakin positif atau tinggi konsep diri

seseorang, semakin baik kemampuan penyesuaian dirinya. Sebaliknya

semakin rendah atau negatif konsep diri seseorang, maka semakin rendah

kemampuan penyesuaian dirinya.

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara konsep diri dengan

penyesuaian diri remaja.

Anda mungkin juga menyukai