Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyesuaian Diri

1. Pengertian Penyesuaian Diri

Sunarto dan Hartono (2002: 221-222) penyesuaian dapat diartikan atau

dideskripsikan sebagai berikut: Penyesuaian berarti adaptasi, dapat

mempertahankan eksistensinya, atau bisa “survive” dan memperoleh kesejahtraan

jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan

tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang

berarti menyesuaikan sesuatu dengan standart atau prinsip.Penyesuaian dapat

diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana

dan mengorganisasi respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi

segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien. Individu

memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang

adekuat/memenuhi syarat. Penyesuaian dapat diartikan penguasaan dan

kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif

memiliki respon emosional yang tepat pada setiap situasi. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai

keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungan.

10
11

Ali dan Asrori (2008: 175) menyatakan penyesuaian diri adalah suatu

proses yang mencakup respon-respon mental dan behavioral yang diperjuangkan

individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal,

ketegangan, frustasi, konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara

tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan

tempat individu berada. Menurut Schneider (dalam Susanto, 2018: 81)

penyesuaian diri sebagai usaha individu untuk mencapai keharmonisan pada diri

sendiri, orang lain, dan lingkungannya untuk memperoleh keamanan,

kenyamanan, dan terpenuhi kebutuhan hidup, baik fisik maupun psikis atau

psikologis.

Desmita (2017: 193) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah suatu

proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dengan mana individu

berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam diri,

ketegangan-ketegangan, konflik-konflik dan frustrasi yang dialami, sehingga

terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan

apa yang diharapkan oleh lingkungan tempat tinggal. Menurut Schneiders (dalam

Agustiani, 2006: 146) penyesuaian diri merupakan satu proses mencakup respon-

respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil

mengatasi kebutuhan, ketegangan konflik dan frustasi yang dialami di dalam

dirinya. Usaha siswa tersebut bertujuan untuk memperoleh keselarasan dan

keharmonisan antara tuntutan dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh

lingkungan. Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang,

dengan keterbatasan yang ada pada dirinya, belajar untuk bereaksi terhadap
12

dirinya dan lingkungan dengan cara matang bermanfaat, efisien, dan memuaskan,

serta dapat menyelesaikan konflik, frustrasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi

dan sosial tanpa mengalami gangguan tingkah laku.

Berdasarkan urian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri

adalah proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku yang dilakukan

individu untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan lingkungan.

2. Karakteristik Penyesuaian Diri

Menurut Sunarto dan Hartono (2002: 224-229) menjelaskan bahwa

karakteristik yang memengaruhi penyesuaian diri antara lain:

a. Penyesuaian diri secara positif

Individu yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif

ditandai hal-hal sebagai berikut:

1) Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional

2) Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis

3) Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi

4) Memiliki pertimbangan rasional dan pengrahan diri

5) Mampu dalam belajar

6) Menghargai pengalaman

7) Bersikap realistik dan objektif

Dalam melakukan penyesuaian diri yang positif, individu akan

melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain:

1) Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung


13

2) Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan)

3) Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba

4) Penyesuaian dengan substisusi (mencari pengganti)

5) Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri

6) Peyesuaian dengan belajar

7) Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri

8) Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat

b. Penyesuaian diri yang salah

Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat

mengakibatkan individu melakukan penyesuaian yang salah.Penyesuaian diri

yang salah ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak

terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif, dan sebagainya. Ada tiga

bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu:

1) Reaksi bertahan (defence reaction)

Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak

menghadapi keggalan.Indivudu selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa

dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:

rasionalisasi, represi, proyeksi dan “sour grapes” (anggur kecut).

2) Reaksi menyerang (aggressive reaction)

Individu yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan

tingkah laku yng bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya. Ia tidak mau

menyadari kegagalannya. Reaksi-reaksi ini tampak dalam tingkah laku:Selalu

membenarkan diri sendiri, mau berkuasa dalam setiap situasi, mau memiliki
14

segalanya, bersikap senang mengganggu orang lain, menggertak baik dengan

ucapan maupun dengan perbuatan, menunjukkan sikap permusuhan secara

terbuka, menunujukkan sikap menyerang dan merusak, keras kepala dalam

perbuatannya, bersikap balas dendam, memperkosa hak orang lain, tindakan yang

serampangan, marah secara sadis

3) Reaksi melarikan diri (escape reaction)

Individu akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan konflik atau

kegagalan. Reaksi tampak dalam tingkah laku sebagai berikut: suka berfantasi

untuk memuaskan keinginan-keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk anggan-

anggan (seolah-olah sudah tercapai), banyak tidur, suka minuman keras, bunuh

diri, atau menjadi pecandu narkoba, regresi yaitu kembali pada tingkah laku

kekanak-kanakan.

Menurut Ali dan Asrori (2008: 179-181) ada tujuh karakteristik dalam

penyesuaian diri, yaitu:

a.Penyesuaian diri remaja terhadap peran dan identitasnya

b. Penyesuaian diri remaja terhadap pendidikan

c. Penyesuaian diri remaja terhadap kehidupan seks

d. Penyesuaian diri remaja terhadap norma sosial

e. Penyesuaian diri remaja terhadap penggunaan waktu luang

f. Penyesuian diri remaja terhadap penggunaan uang

g. Penyesuaian diri remaja terhadap kecemasan, konflik, dan frustasi

Menurut Scheneider (dalam Susanto, 2018: 81) penyesuaian diri yang baik

ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut:


15

a. Terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan, merugikan atau kurang mampu

mengontrol diri

Penyesuaian diri yang normal ditandai dengan tidak adanya emosi yang

berlebihan dan tidak terdapat gangguan dalam hal emosi. Sebaliknya individu

yang kurang tanggap atau terlalu berlebihan dalam menghadapi sesuatu atau

situasi tertentu akan menunjukkan kontrol emosi yang tidak baik dan mengarah

pada penyesuaian diri yang buruk.

b. Terhindar dari mekanisme-mekanisme psikologis

Kejujuran dan keterusterangan terhadap adanya masalah atau konflik yang

dihadapi siswa akan lebih terlihat dengan reaksi yang normal daripada dengan

reaksi yang diikuti dengan mekanisme pertahanan diri.

c. Terhindar dari perasaan frustasi, kecewa karena suatu kegagalan

Penyesuaian diri yang normal ditandai dengan baik adanya frustasi yang

dapat membuat individu mengalami kesulitan untuk bereaksi secara wajar

terhadap situasi atau masalah yang dihadapi dan tidak adanya tingkah laku yang

menyimpang.

d. Memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional

Kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau

konflik serta kemampuan mengorganisasikan pikiran, tingkah laku, dan perasaan

untuk pemecahan masalah dalam kondisi sulit sekali pun menunjukkan

penyesuaian normal. Individu yang tidak mampu mempertimbangkan masalah

secara rasional akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian dirinya.


16

e. Mampu belajar untuk mengembangkan kualitas dirinya

Individu dengan penyesuaian diri yang baik adalahindividu yang mampu

belajar. Proses belajar dilihat dari hasil kemampuan individu tersebut mempelajari

pengetahuan yang mendukung apa yang dihadapi, sehingga pengetahuan yang

diperoleh dapat mengatasi masalah yang dihadapi.

f. Mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu

Individu dapat belajar dari pengalamannya maupun pengalaman orang

lain. Pengalaman masa lalu yang baik terkait dengan keberhasilan maupun

kegagalan untuk mengembangkan kualitas hidup yang baik.

g. Bersikap objektif dan realistis sehingga mampu menerima kenyataan hidup

yang dihadapi secara wajar

Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah sesorang yang

mampu menerima keadaan dirinya dan keterbatasan yang dimiliki seseorang

seabagaimana keadaan sebenarnya dan yakin terhadap kemampuan dirinya.

Fatimah (2010: 195-198) menyatakan bahwa terdapat beberapa

karakteristik penyesuaian diri, yaitu:

1. Penyesuaian diri secara positif

Individu yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif

ditandai hal-hal sebagai berikut:

a. Tidak menunjukan adanya ketegangan emosional yang berlebihan.

b. Tidak menunjukkan adanya mekanisme pertahanan yang salah.

c. Tidak menunjukkan adanya frustrasi pribadi.

d. Memiliki pertimbangan rasional dalam pengarahan diri.


17

e. Mampu belajar dari pengalaman.

f. Bersifat realistik dan objektif.

Dalam penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukan berbagai

bentuk berikut ini:

a. Penyesuaian diri dalam menghadapi masalah secara langsung

b. Penyesuaian diri dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan)

c. Penyesuaian diri dengan trial and error

d. Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti)

e. Penyesuaian diri dengan belajar

f. Penyesuaian diri dengan pengendalian diri

g. Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri

h. Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat

2. Penyesuaian diri yang salah

Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat

mengakibatkan individu melakukan penyesuaian yang salah. Penyesuaian diri

yang salah ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak

terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif, dan sebagainya. Ada tiga

bentuk reaksi dalam penyesuaian diri yang salah, yaitu:

a. Reaksi bertahan (Defence Reaction)

Individu berusaha untuk mempertahankan diri, seolah olah tidak

menghadapi kegagalan. Individu akan berusaha untuk menunjukan bahwa dirinya

tidak mengalami kesulitan dengan rasionalisasi, represi, proyeksi dan sour grapes

(anggur kecut).
18

b. Reaksi menyerang (aggressive reaction)

Individu yang salah akan menunjukkan sikap dan perilaku yang bersifat

menyerang atau konfrontasi untuk menutupi kekurangan ata kegagalan. Orang

tersebut tidak mau menyadari kegagalan atau tidak mau menerima kenyataan.

Reaksi-reaksinya, antara lain: selalu membenarkan diri sendiri, selalu ingin

berkuasa dalam setiap situasi, merasa senang bila mengganggu orang lain, suka

menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan, menunjukan sikap

permusuhan secara terbuka, bersikap menyerang dan merusak, keras kepala dalam

sikap dan perbuatannya, suka bersikap balas dendam, memerkosa hak orang lain,

tindakannya yang serampangan.

c. Reaksi melarikan diri (escape reaction)

Individu akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan konflik atau

kegagalan. Reaksi tampak sebagai berikut: suka berfantasi untuk memuaskan

keinginan-keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk anggan-anggan (seolah-

olah sudah tercapai), banyak tidur, suka minuman keras, bunuh diri, atau menjadi

pecandu narkoba, regresi yaitu kembali pada tingkah laku kekanak-kanakan.

Siswanto (2007: 36-3) menyatakan bahwa penyesuaian diri yang efektif

meliputi, sebagai berikut:

1. Memiliki persepsi yang akurat terhadap realita

Persepsi masing-masing individu berbeda dalam menghadapi realita, tapi

orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik memiliki persepsi yang relatif

obyektif dalam memahami realita. Persepsi obyektif ini adalah bagaimana orang
19

mengenali konsekuensi-konsekuensi tingkah lakunya dan mampu bertindak sesuai

dengan konsekuensi tersebut.

2. Kemampuan untuk beradaptasi dengan tekanan atau stres dan kecemasan

Orang yang mampu menyesuaiakan diri, tidak selalu menghindar

munculnya tekanan dan kecemasan.Kadang orang tersebut justru belajar untuk

mentoleransi tekanan dan kecemasan yang dialami dan mau menunda pemenuhan

kepuasan selama itu diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu yang lebih penting

sifatnya.

3. Mempunyai gambaran diri yang positif tentang dirinya.

Pandangan individu terhadap dirinya dapat menjadi indikator dari kualitas

penyesuaian diri yang dimiliki. Pandangan tersebut lebih mengarah pada apakah

individu bisa melihat dirinya secara harmonis atau sebaliknya individu tersebut

melihat adanya berbagai konflik yang berkaitan dengan dirinya.

4. Kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya

Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dicirikan memiliki

kehidupan emosi yang baik.

5. Relasi interpersonal yang baik

Individu mampu bertingkah laku secara berbeda terhadap orang yang

berbeda karena kedekatan relasi interpersonal antar orang yang berbeda pula.

Individu mampu menikmati hal-hal yang disukai dan direspek oleh orang lain di

satu sisi, tetapi juga mampu memberikan respek dan menyukai orang lain.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakteristik

penyesuaian diri meliputi tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional yang


20

berlebihan, dapat menghadapi masalah secara langsung, bersikap realistik dan

objektif, tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi, dan relasi interpersonal yang

baik.

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri

Schneiders (dalam Nurihsan dan Agustin, 2011: 69) bahwa kemampuan

seseorang dalam melakukan penyesuaian diri dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu:

a. Kondisi fisik dan faktor-faktor yang memengaruhinya, meliputi hereditas,

kondisi fisik, kesehatan, sistem syaraf, kelenjar, dan otot.

b. Perkembangan dan kematangan, khususnya intelektual, sosial, moral, dan

emosi.

c. Kondisi psikologis, meliputi pengalaman, proses belajar, pembiasaan, frustasi,

dan konflik.

d. Kondisi lingkungan, khususnya lingkungan rumah, keluarga, sekolah, dan

masyarakat.

e. Faktor kebudayaan, termasuk agama.

Sunarto dan Hartono (2002: 229) menyatakan bahwa penyesuain diri dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Kondisi-kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik,

susunan saraf, kelenjar, dan sistem otot, kesehatan, penyakit, dan sebagainya.

b. Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial,

moral, dan emosional.


21

c. Penentu psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya,

pengkondisian, penentuan diri (self-determination), frustrasi, dan konfilk.

d. Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah.

e. Penentu kultural, termasuk agama.

Menurut Schneiders (dalam Ali dan Asrori, 2008: 181-189) ada lima

faktor yang dapat memengaruhi proses penyesuaian diri remaja, yaitu:

a. Kondisi fisik

a) Hereditas dan konstitusi fisik

Dalam mengidentifikasi pengaruh hereditas terhadap penyesuaian diri,

lebih digunakan pendekatan fisik karena hereditas dipandang lebih dekat

dan tak terpisahkan dari mekanisme fisik.

b) Sistem utama tubuh

Termasuk ke dalam sistem utama tubuh yang memiliki pengaruh terhadap

penyesuaian diri adalah sistem syaraf, kelenjar, dan otot.

c) Kesehatan fisik

Penyesuaian diri seseorang akan lenih mudah dilakukan dan dipelihara

dalam kondisi fisik yang sehat daripada yang tidak sehat. Kondisi fisik

yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri,

dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan

bagi proses penyesuaian diri.

b. Kepribadian

a) Kemauan dan kemampuan untuk berubah (modifiability)


22

Kemauan dan kemampuan untuk berubah merupakan karakteristik

kepribadian yang pengaruhnya sangat menonjol terhadap proses

penyesuaian diri. Sebagai suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan,

penyesuaian diri membutuhkan kecenderungan untuk berubah dalam

bentuk kemauan, perilaku, sikap, dan karakteristik sejenis lainnya.

b) Pengaturan diri (self regulation)

Pengaturan diri sama pentingnya dengan proses penyesuaian diri dan

pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan untuk mengatur diri, dan

mengarahkan diri. Kemampuan mengatur diri dapat mencegah individu

dari keadaan malasuai dan penyimpangan kepribadian. Kemampuan

pengaturan diri dapat mengarahkan kepribadian normal mencapai

pengendalian diri dan realisasi diri.

c) Realisasi diri (self-realization)

Telah dikatakan bahwa kemampuan pengaturan diri mengimplikasikan

potensi dan kemampuan ke rah realisasi diri. Proses penyesuaian diri dan

pencapaian hasilnya secara bertahap sangat erat kaitannya dengan

perkembangan kepribadian.

d) Inteligensi

Kemampuan pengaturan diri sesungguhnya muncul tergantung pada

kualitas dasar lainnya yang penting peranannya dalam penyesuaian diri,

yaitu kualitas inteligensi.Tidak sedikit, baik buruknya penyesuaian diri

seseorang ditentukan oleh kapasitas intelektualnya dan inteligensinya.

Intligensi sangat penting bagi perolehan perkembangan gagasan, prinsip,


23

dan tujuan yang memainkan peranan penting dalam proses penyesuaian

diri.

c. Edukasi/pendidikan

a) Belajar

Kemauan belajar merupakan unsur penting dalam penyesuaian diri

individu karena pada umumnya respons-respons dan sifat-sifat

kepribadian yang diperlukan bagi penyesuaian diri diperoleh dan

menyerap ke dalam diri individu melalui proses belajar. Oleh karena itu,

kemauan belajar menjadi sangat penting karena proses belajar akan

terjadi dan berlangsung dengan baik dan berkelanjutan mana kala

individu yang bersangkutan memiliki kemauan yang kuat untuk belajar.

b) Pengalaman

Ada dua jenis Pengalman yang memiliki nilai signifikan terhadap proses

penyesuaian diri, yaitu pengalaman yang menyehatkan dan pengalaman

traumatik. Pengalaman yang menyehatkan adalah peristiwa-peristiwa

yang dialami oleh individu dan dirasakan sebagai sesuatu yang

mengenakkan, mengasyikan, dan bahkan dirasa ingin mengulangnya

kembali. Pengalaman seperti ini akan dijadikan dasar untuk ditransfer

oleh individu ketika harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang

baru. Adapun pengalaman traumatik adalah peristiwa-peristiwa yang

dialami oleh individu dan dirasakan sebagai sesuatu yang sangat tidak

mengenakkan, menyedihkan, atau bahkan sangat menyakitkan sehingga

individu tersebut sangat tidak ingin peristiwa itu terulang kembali.


24

Individu yang mengalami pengalaman traumatik akan cenderung ragu-

ragu, kurang percaya diri, gamang, rendah diri, atau bahkan merasa takut

ketika harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.

c) Latihan

Latihan merupakan proses belajar yang diorientasikan kepada perolehan

keterampilan atau kebiasaan. Penyesuaian diri sebagai suatu proses yang

kompleks yang mencakup di dalamnya proses psikologis dan sosiologis

maka memerlukan latihan yang sungguh-sungguh agar mencapai hasil

penyeuaian diri yang lebih baik.

d) Determinasi diri

Berkaitan erat dengan penyesuaian diri adalah bahwa sesuangguhnya

individu itu sendiri harus mampu menentukan dirinya sendiri untuk

melakukan proses penyesuaian diri. Ini menjadi penting karena

determinasi diri merupakan faktor yang sangat kuat yang dapat

digunakan untuk kebaikan atau keburukan untuk mencapai penyesuaian

diri secara tuntas, atau bahkan untuk merusak diri sendiri.

d. Lingkungan

a) Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan utama yang sangata

penting atau bahkan tidak ada yang lebih penting dalam kaitannya

dengan penyesuaian diri individu.


25

b) Lingkungan sekolah

Sebagaimana lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga dapat

menjadi kondisi yang memungkinkan berkembangnya atau terhambatnya

prosesperkembangan diri.

c) Lingkungan masyarakat

Karena keluarga dan sekolah itu berada di dalam lingkungan masyarakat,

lingkungan masyarakat juga menjadi faktor yang dapat berpengaruh

terhadap perkembangan penyesuaian diri.

e. Agama dan budaya

Agama berkaitan erata dengan faktor budaya.Agama memberikan

sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik yang memberi makna sangat

mendalam, tujuan, serta, kestabilan dan keseimbangan hidup individu.Agama

secara konsisten dan terus-menerus kontinu mengungatkan manusia tentang nilai-

nilai instrinsik dan kemuliaan manusia yang diciptakan oleh Tuhan, bukan sekedar

nilai-nilai instrumental seabagaimana yang dihasilkan oleh manusia.Dengan

demikian, faktor agama memiliki sumbangan yang berarti terhadap perkembangan

penyesuaian diri individu.Selain agama, budaya juga merupakan faktor yang

sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu.

Gunarsa dan Gunarsa (2003: 90) menyatakan bahwa penyesuaian diri

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Keadaan fisik dan faktor-faktor keturunan, konstitusi fisik meliputi sistem

persyarafan, kelenjar, otot-otot, serta kesehatan dan penyakit.


26

b. Perkembangan dan kematangan terutama kematangan intelektual, sosial dan

emosi.

c. Faktor psikologis, pengalaman belajar, kondisioning, frustrasi dan konflik, self

determination.

d. Keadaan lingkungan: rumah, keluarga, dan sekolah.

e. Faktor kebudayaan, adat istiadat dan agama.

Scheneider (dalam Susanto, 2018: 84-85) menyatakan bahwa faktor-faktor

yang memengaruhi penyesuaian diri diantaranya sebagai berikut:

a. Keadaan fisik

Kondisi fisik individu merupakan faktor yang memengaruhi penyesuaian

diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi tercipta

penyesuaian diri yang baik. Adanya cacat fisik dan penyakit kronis akan

melatarbelakangi adanya hambatan pada individu dalam melaksanakan

penyesuaian diri.

b. Perkembangan dan kematangan

Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap

perkembangan. Hal tersebut bukan karena proses pembelajaran semat, melainkan

karena individu menjadi lebih tenang. Kematangan individu dalam segi

intelektual, sosial, moral dan emosi memengaruhi bagaimana individu melakukan

penyesuaian diri.

c. Keadaan psikologis

Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi terciptanya

penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dilakukan bahwa adanya


27

frustrasi,kecemasan dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi adanya

hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong

individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal

maupun tuntutan lingkungan.

d. Keadaan lingkungan

Keadaan lingkungan yang baik, damai, tenteram, aman, penuh penerimaan

dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan pada anggota-anggotanya

merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri.

e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan

Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis yang

dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustrasi dan ketegangan psikis lain.

Religiusitas memberikan nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki arti,

tujuan dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan

perubahan yang terjadi dalam hidup. Kebudayaan bagi suatu masyarakat

merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk

menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit

menyesuaikan diri.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

memengaruhi penyesuaian diri meliputi faktor eksternal dan faktor internal.Faktor

eksternal yaitu faktor yang berasal dari lingkungan meliputi lingkungan rumah,

sekolah dan masyarakat. Faktor internal meliputi unsur-unsur kepribadian antara

lain kemauan dan kemampuan untuk berubah, pengaturan diri(self regulation),

realisasi diri, daninteligensi


28

B. Regulasi Diri

1. Pengertian Regulasi Diri

Cervone dan Pervin (2012: 254) menyatakan bahwa proses kepribadian

yang melibatkan perilaku motivasi diri secara langsung disebut regulasi diri (self

regulation). Istilah ini menunjukkan bahwa individu memiliki kapasitas untuk

menyusun tujuan-tujuan pribadi, merencanakan strategi, serta mengevaluasi dan

memodifikasi perilaku yang akan mereka lakukan. Regulasi ini tidak hanya

melibatkan awalan dalam pencapaian tujuan, tetapi juga menghindari lingkungan

dan impuls emosional yang akan mengganggu perkembangan seseorang. Menurut

Bandura (dalam Ormrod, 2009: 29) regulasi diri dapat meningkatkan performa

siswa dikelas, efikasi diri yang tinggi bukanlah satu-satunya yang memengaruhi

perform. Siswa harus menguasai pengetahuan dan keterampilan yang membuat

performa yang tinggi itu menjadi mungkin.Setiap individu mempunyai tujuan,

untuk mencapai tujuan tersebut individu harus fokus dan melakukan regulasi diri

supaya tujuan tersebut dapat tercapai (dalam Rahman, 2013: 68).

Ketika individu semakin tersosialisasikan, individu tidak lagi bergantung

kepada penghargaan dan penghukuman eksternal, melainkan semakin bisa

mengatur tingkah lakunya sendiri.Artinya, individu menciptakan standar-standar

internalnya sendiri, lalu menghukum dan menghargai diri sendiri menurut standar

tersebut (dalam Crain,2007: 314). Menurut Horward dan Mirriam (dalam Fitriya

dan Lukmawati, 2016: 67) regulasi diri adalah proses dimana seseorang dapat

mengatur pencapaian dan aksi mereka sendiri, menentukan target untuk diri
29

sendiri, mengevaluasi kesuksesan saat mencapai target tersebut dan memberikan

penghargaan pada diri mereka sendiri karena telah mencapai tujuan tersebut.

Individu memiliki kemampuan berpikir, dengan kemampuan itu individu

dapat memanipulasi lingkungan sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat

kegiatan individu, balikannya dalam bentuk determinis resiprokal berarti individu

dapat mengatur sebagian dari tingkah lakunya sendiri. Menurut Bandura, akan

terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri. Strategi reaktif dipakai

untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi proaktif

menentukan tujuan baru yang lebih tinggi (dalam Alwisol, 2009: 285).Menurut

Hidayah dan Atmoko (2014: 49) regulasi diri adalah proses aktif dan konstruktif

individu dalam mengatur belajarnya atas inisiatifnya sendiri dengan meggunakan

pikiran,perasaan, dan perilaku untuk mencapai tujuan belajar.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa regulasi diri adalah

proses aktif dan konstruktif individu dalam mengatur diri atas inisitaif sendiri

dengan meggunakan pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan.

2. Apek-aspek Regulasi Diri

Cervone dan Pervin (2012: 254) menyatakan bahwa kemampuan dalam

regulasi diri yang dimiliki individu dapat tercemin dari beberapa aspek, antara

lain:

a. Memiliki kapasitas untuk memotivasi diri sendiri

b. Menyusun tujuan-tujuan pribadi

c. Merencanakan strategi
30

d. Mengevaluasi memodifikasi yang akan dilakukan

Menurut Bandura (dalam Ormrod, 2009: 30), ada enam aspek regulasi diri

yaitu:

a. Standar dan tujuan yang ditentukan sendiri

Sebagaimana manusia yang mengatur sendiri, kita cenderung memiliki standar

yang yang terjadi kriteria untuk mengevaluasi pencapaian kita dalam situasi

tertentu. Individu juga membuat tujuan-tujuan yang dianggap bernilai dan menjadi

arah dan sasaran perilaku kita.Memenuhi standar-standar dan meraih tujuan-

tujuan memberi individu kepuasan (self satisfaction), meningkatkan self efficacy

individu memacu individu untuk meraih lebih besar lagi.

b. Pengaturan emosi

Pengaturan emosi adalah selalu menjaga atau mengelola perasaan gembira,

sedih, marah, gelisah, dan benci agar tidak berlebihan yang berakibat

menghasilkan respon-respon yang kontraproduktif. Pengaturan emosi yang efektif

melibatkan dua cabang, yaitu pembelajaran mengontrol pengungkapan perasaan

individu dan menafsirkan kembali berbagai peristiwa dalam rangka memberikan

makna yang positif pada kondisi-kondisi yang bagi orang lain mungkin

membangkitkan amarah atau kesedihan.

c. Instruksi diri

Instruksi diri adalah instruksi yang diberikan oleh seseorang kepada

dirinya sendiri dalam rangka mengingatkan diri sendiri tentang tindakan-tindakan

yang tepat. Terkadang individu hanya membutuhkan pengingat apa yang harus

dilakukan pada situasi-situasi tertentu.


31

d. Monitoring diri

Monitoring diri adalah mengamati diri sendiri saat sedang melakukan

sesuatu.Individu harus menyadari seberapa baik yang telah dilakukan agar mebuat

kemajuan ke arah tujuan-tujuan penting.

e. Evaluasi diri

Evaluasi diri adalah penilaian terhadap perilaku diri sendiri. Kemampuan

individu dalam melakukan evaluasi diri secara objektif dan akurat sangat penting

bagi kesuksesan jangka panjang saat individu memasuki dunia orang dewasa.

f. Kontingensi yang ditentukan sendiri

Kontingensi yang ditetapakan sendiri adalah merupakan penguatan atau

hukuman yang ditetapkan sendiri yang menyertai suatu perilaku.

Zimmerman (dalam Lukmawati dan Fitri, 2016: 67) menyebutkan aspek-

aspek regulasi diri, yaitu:

a. Metakognitif

Pemahaman dan kesadaran tentang proses kognitif atau pikiran tentang

berpikir. Metakognisi merupakan suatu proses yang penting, karena pengetahuan

seseorang tentang koginisinya dapat membimbing dirinya mengatur atau menata

peristiwa yang akan dihadapi dan meilih strategi yang sesuai.

b. Motivasi

Fungsi dari kebutuhan dasar untuk mengontrol dan berkaitan dengan

kekmpauan yang ada pada setiap individu.


32

c. Perilaku

Upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi, dan memanfaatkan

maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitasnya.

Menurut Hidayah dan Atmoko (2014: 49) aspek regulasi diri terdiri dari

tiga hal, yaitu :

a. Kognisi

Kemampuan indovidu dalam merencanakan, mengorganisasikan,

menginstruksikan, diri memonitor, dan melakukan evaluasi dalam aktivitas

belajar.

b. Motivasi

Pendorong pada diri individu mencakup persepsi terhadap keyakinan

terhadap keyakinan dan keberhasilan dan kompetensi otonomi dalam aktivitas

belajar.

c. Perilaku

Upaya individu mengatur diri, menyeleksi, dan memanfaatkan lingkungan,

maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar.

Berdasarkan uraian tersebut, disimpulkan bahwa aspek-aspek regulasi diri

yaitu menyusun tujuan pribadi, merencanakan strategi, pengaturan emosi dan

evaluasi diri.
33

C. Hubungan antara Regulasi Diri denganPenyesuaian Diri pada Siswakelas


XI SMK Marsudirini Santo Fransiskus Semarang

Seringkali penyesuaian diri dimengerti sebagai kemampuan individu untuk

menyamakan diri dengan harapan kelompok. Individu yang sehat semestinya

mampu memahami harapan kelompok dimana tempat individu yang bersangkutan

menjadi anggotanya dan melakukan tindakan yang sesuai dengan harapan yang

ada dalam dirinya maupun tuntutan dari lingkungan. Individu yang memiliki

penyesuaian diri yang baik adalah individu yang mampu menyelaraskan hal

tersebut. Penyesuaian lebih menekankan pada perubahan lingkungan yang terjadi

pada individu agar tetap bisa menyesuaikan dengan dirinya. Maka dari itu

penyesuiaian diri dapat dikatakan sebagai cara yang dilakukan oleh individu untuk

bereaksi terhadap tuntutan diri atau tuntutan dari lingkungan yan dihadapinya.

Semiun (2006: 37) menyatakan bahwa penyesuaian diri yaitu proses yang

melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu

berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustrasi-

frustrasi, dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini

dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya.

Dalam hasil wawancara diketahui bahwa sepuluh orang siswa yang

memiliki penyesuaian diri dan regulasi diri yang baik berjumlah tiga siswa

sedangkan tujuh siswa yang lain memiliki regulasi diri yang baik namun siswa-

siswa tersebut mengalami kesulitan menyesuaikan diri pada lingkungan kelas

yang baru.
34

Penyesuaian diri dipengaruhi oleh faktor-fakor tertentu, diantaranya:

kondisi fisik, kepribadian (yang didalamnya terdapat unsur regulasi diri),

edukasi/pendidikan, lingkungan, agama dan budaya (Schneiders, dalam Ali dan

Asrori, 2008: 181-189). Self regulation merupakan salah satu faktor yang

memengaruhi penyesuaian diri, pengaturan diri (self regulation) sama pentingnya

dengan proses penyesuaian diri dan pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan

untuk mengatur diri, dan mengarahkan diri. Kemampuan mengatur diri dapat

mencegah individu dari keadaan malasuai dan penyimpangan kepribadian.

Regulasi digunakan untuk menunjuk pada konsep yang lebih umum mengenai

perilaku-perilaku yang diarahkan dalam pencapaian tujuan baik secara sadar

maupun tidak sadar. Regulasi diri adalah suatu upaya untuk mengendalikan

pikiran, perasaan, dan perilaku dalam rangka mencapai suatu tujuan (Vohs dan

Baummeiter, dalam Agus, 2013: 68).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Nabila dan Laksmiwati

(2019: 133) yang berjudul hubungan antara regulasi diri dengan penyesuaian diri

pada santri remaja pondok pesantren Darut Taqwa Ponorogo mengemukakan

bahwa “ada hubungan antara regulasi diri dengan penyesuaian diri pada santri

remaja pondok pesantren Darut Taqwa Ponorogo” diterima. Besar hubungan

antara regulasi diri dengan penyesuaian diri mempunyai koefisien korelasi

product moment sebesar 0,626 dengan taraf signifikansi 0,000. Hubungan tersebut

bersifat positif, yang berarti hubungan berjalan searah. Hal ini berarti semakin

tinggi regulasi diri pada santri remaja pondok pesantren Darut Taqwa Ponorogo

akan semakin tinggi pula penyesuaian dirinya. Sebaliknya, semakin rendah


35

regulasi diri pada santri remaja pondok pesantren Darut Taqwa Ponorogo akan

semakin rendah penyesuaian dirinya. Hal ini dapat diartikan artinya jika regulasi

siswa baik maka penyesuaian diri siswa juga baik, dan sebaliknya jika regulasi

diri siswa kurang maka penyesuaian diri siswa juga kurang.

D. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan diatas, maka peniliti

mengajukan hipotesis, yaitu ada hubungan positif antara regulasi diri dengan

penyesuaian diri, artinya semakin tinggi regulasi diri maka semakin tinggi pula

penyesuaian diri dan begitu juga sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai