Anda di halaman 1dari 19

A.

Pengertian Penyesuaian diri


Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal
adjustment. Membahas tentang pengertian penyesuaian diri, menurut scheneiders
(1984) dapat ditinjau dari 3 sudut pandang,yaitu :
1. Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaption)
2. Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan
3. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan
Tiga sudut pandang tersebut sama-sama memaknai penyesuaian diri. Akan tetapi
sesuai dengan istilah dan konsep masing-masing memiliki penekanan yang
berbeda-beda. Penjelasan secara lebih rinci adalah sebagaimana dijelaskan sebagai
berikut ini.
1. Penyesuaian diri sebagai Adaptasi (Adaption)
Dilihat dari latar belakang perkembangannya,pada mulanya penyesuaian diartikan
sama dengan adaptasi (adaptation). Padahal adaptasi ini pada umumnya lebih
mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik,fisiologis, atau biologis. Misalnya,
sesorang yang pindah dari tempat yang panas ke tempat yang dingin harus
beradaptasi dengan iklim yang berlaku didaerah dingain tersebut. Dengan demikian
dilihat dari sudut pandang ini penyesuaian diri cendrung diartikan sebagai usaha
mempertahankan diri secara fisik (self maintenance atau survival). Oleh sebab itu
jika penyesuaian diri hanya diartikan sama dengan usaha mempertahankan diri maka
hanya selaras dengan keadaan fisik saja, bukan penyesuaian dalam arti psikologis.
Akibatnya,adanya kompleksitas keperibadian individu serta adanya hubungan
kepribadian individu dan lingkungannya menjadi terabaikan. Padahal dalam
penyesuaian diri sesungguhnya tidak sekedar penyesuaian fisik, melainkan yang
lebih kompleks dan lebih penting lagi adalah adanya keunikan dan keberbedaan
kepribadian individu dangan hubungannya dengan lingkungan.
2. Penyesuaian diri sebagai bentuk komformitas (comformity)
Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup
komformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun
terlalu banya membawa akibat lain. Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai
usaha komformitas, menyiratkan bahwa disana individu seakan-akan mendapat
tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan
prilaku, baik secara moral, sosial, maupun emosional. Dalam sudut pandang
ini,individu selalu diarahkan kepada tuntutan komformitas dan terancam akan
tertolak dirinya manakala prilakunya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Keragaman pada individu menyebabkan penyesuaian diri tidak dapat dimaknai
sebagai usaha komformitas.misalnya, pola prilaku pada anak-anak berbakat atau
anak-anak genius ada yang tidak berlaku atau tidak dapat diterima oleh anak-anak
berkemampuan biasa. Namun demikian, tidak dapat dikatakan bahwa mereka tidak
mampu menyesuaikan diri. Norma-norma sosial dan budaya kadang-kadang terlalu
kaku dan tidak masuk akal untuk dikenakan pada anak-anak yang memiliki
keunggulan tingkat itelegensi atau anak-anak berbakat. Selain itu, norma yang
berlaku pada suatu budaya tertentu tidak sama dengan norma pada budaya
lainnyasehingga tidak mungkin merumuskan serangkaian prinsip-prinsip penyesuaian

diri berdasarkan budaya yang dapat diterima secara universal. Dengan demikian,
konsep penyesuaian diri sesungguhnya bersifat dinamis dan tidak dapat disusun
berdsarkan komformitas sosial.
3. Penyesuaian Diri sebagai usaha Penguasaan (Mastery)
Sudut pandang berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri dimaknai sebagai usaha
penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan
mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik,
kesulitan dan frustasi tidak terjadi. Dengan kata lain, penyesuaian diri diartikan
sebagai kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan
emosi dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah. Hal itu juga berarti penguasaan
dalam memiliki kekuatan-kekuatan terhadap lingkungan, yaitu kemampuan
menyesuaiakan diri secara realitas berdasarkan cara-cara yang baik, akurat, sehat dan
mampu berkerjasama dengan orang lain secara efektif dan efisien, serta mampu
memanipulasi faktor-faktor lingkungan sehingga penyesuaian diri dapat berlangsung
dengan baik.
Namun demikian, pemaknaan penyesuaian diri sebagai penguasaan (mastery)
mengandung kelemahan, yaitu menyemaratkan semua individu. Padahal, Padahal,
kapasitas antara individu yang satu dan lainnya tidak sama. Ada keterbatasanketerbatasan tertentu yang dihadapi oleh individu. Oleh sebab itu, perlu dirumuskan
prinsip-prinsip penting mengenai hakikat penyesuaian diri, yaitu sebagai berikut:
a. Setiap individu memiliki kualitas penyesuaian diri yang berbeda
b. Penyesuaian diri sebagian ditentukan oleh kapasitas internal atau
kecendrungan yang telah dicapainnya.
c. Penyesuaian diri ditentukan oleh faktor internal dalam hubungannya dengan
tuntutan lingkungan individu yang bersangkutan.
Dengan demikian, semakin tampak bahwa penyesuaian diri dilihat dari pandangan
psikologis pun memiliki makna yang beragam. Hanya sedikit saja kualitas
penyesuaian diri yang dapat diidentifikasi. Selain itu, kesulitan lain yang muncul
adalah bahwa penyesuaian diri tidak dapat dinilai baik atau buruk, melainkan sematamata hanya menunjuk kepada cara bereaksi kepada tuntutan internal atau situasi
eksternal. Hanya saja, reaksi yang dipandang memuaskan,efektif, efisien sering kali
diartikan sebagai penyesuaian diri yang baik, sebaliknya reaksi yang tidak
memuaskan, tidak efektif,dan tidak efisien seringkali diartikan sebagai penyesuaian
diri yang kurang baik, buruk, atau dikenal dengan istilah malasuai (maladjustment).
Berdasarkan tiga sudut pandang tentang makna penyesuaian diri sebagaimana
didiskusikan di atas, akhirnya penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses
yang mencakup respons-respons mental dan behavioral yang diperjuangkan individu
agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan,
frustasi,konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari
dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu
berada.
B. PENYESUAIAN DIRI YANG BAIK

Seseorang dikatakan memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik( well adjusted
person) jika mampu melakukan respons-respons yang matang, efisiens, memuaskan
dan sehat. Dikatakan efisien artinya mampu melakukan respons dengan mengeluarkan
tenaga dan waktu sehemat mungkin. Dikatakan sehat artinya bahwa respons-respons
yang dilakukan ssesuai dengan hakikat individu, lembaga, atau kelompok antar
individu dan hubungan antar individu dan penciptanya. Bahkan dapat dikatakan
bahwa sifat sehat ini adalah gambaran karakteristik yang paling menonjol untuk
melihat atau menentukan bahwa suatu penyesuaian diri itu dikatakan baik.
Dengan demikian, orang dipandang mempunyai penyesuaian diri yang baik adalah
individu yang telah belajar bereaksi terhadap dirinya dan lingkungannyadengan caracara yang matang,efisien, memuaskan, sehat serta dapat mengatasi konflik mental,
frustasi, kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengembangkan prilaku simptomatik dan
gangguan psikomatik yang mengganggu tujuan-tujuan moral,sosial,agama,dan
pekerjaan. Orang seperti itu mampu menciptakan dan mengisi hubungan antar pribadi
dan kebahagiaan timbal balik yang mengandung realisasi dan perkembangan
kepribadian secara terus-menerus.
C Proses penyesuaian diri
Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (1984) setidaknya melibatkan tiga unsur,
yaitu:
1. Motivasi,
2. Sikap terhadap realitas
3. Pola dasar penyesuaian diri
Tiga unsur diatas akan mewarnai kualitas proses penyesuaian diri individu .
penjelasan keterlibatan masing-masing unsur adalah sebagai berikut:
1. Motivasi dan Proses Penyesuaian Diri
Faktor motivasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses penyesuaian diri.
Motivasi, sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan emosi merupakan kekuatan internal
yang menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan dalam organisme. Ketegangan dan
ketidakseimbangan merupakan kondisi yang tidak menyenangkan karena swsungguhnya
kebebasan dari ketegangan dan keseimbangan dari kekuatan-kekuatan internal lebih wajar
dalam organisme apabila dibandingkan dengan kedua kondisi tersebut. Ini sama dengan
konflikdan frustasi yang juga tidak menyenangkan, berlawanan dengan kecendrungan
organisme untuk meraih keharmonisan internal, ketentraman jiwa,dan kepuasan dari
pemenuhan kebutuhan dan motivasi. Ketegangan dan ketidakseimbangan memberikan
pengaruh kepada kekacauan perasaan patologis dan emosi yang berlebihan atau kegagalan
mengenal pemuasan kebutuhan secara sehat karena mengalaml frustasi dan konflik.
Respons penyesuaian diri, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai
suatu upaya organisme untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara
keseimbangan yang lebih wajar. Kualitas respons, apakah itu sehat, efisien, merusak atau
patologis ditentukan terutama oleh kualitas motivasi, selain juga hubungan lndividu dengan
lingkungan.
2. Sikap terhadap Realitas dan Proses Penyesuaian Diri
berbagai aspek penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi
terhadap manusia di sekitarnya, benda-benda, dan hubungan-hubungan yang membentuk
realitas Secara umum dapat dikatakan bahwa sikap yang sehat terhadap relitas dan kontak
yang baik terhadap realitas itu sangat diperlukan bagi proses penyesuaian diri yang sehat.

Beberapa perilaku seperti sikap antisosial kurang berminat terhadap hiburan sikap
bermusuhan, kenakalan, dan semaunya sendiri semuanya itu sangat mengganggu hubungan
antara penyesuaian diri dengan realitas
Berbagai tuntutan realitas adanya pembatasan, aturan dan norma-norma menuntut
individu untuk terus belajar menghadapi dan mengatur suatu proses ke arah hubungan yang
harmonis antara tuntutan Internal yang dimanifestasikan dalam bentuk sikap dengan tuntutan
eksternal dari realitas jika individu tidak tahan terhadap tuntutan-tuntutan itu, akan muncul
situasi konflik, tekanan dan frustasi Dalam situasi seperti itu organisme didorong untuk
mencari perbedaan prilaku yang memungkinkan untuk membebaskan diri dari ketegangan.
3. Pola Dasar Proses Penyesuaian Diri
Dalam penyesuaian diri sehari-hari terdapat suatu pola dasar penyesuaian diri
misalnya sering anak membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya yang selalu sibuk Dalam
situasi itu anak akan frustasi dan berusaha menemukan pemecahan yang berguna mengurangi
ketegangan antara kebutuhan akan kasih sayang dengan frustasi yang dialami Boleh Jadi,
suatu saat upaya yang dilakukan itu mengalami hambatan akhirnya dia akan beralih kepada
kegiatan lain untuk mendapat kasih sayang yang dibutuhkan misalnya dengan mengisap-isap
ibu Jarinya sendiri demikian juga pada orang dewasa akan mengalami ketegangan dan
frustasi karena terhambatnya keinginan memperoleh rasa kasih sayang memperoleh anak,
meraih prestasi dan sejenisnya untuk itu,dia akan berusaha mencari kegiatan yang dapat
mengurangi ketegangan yang ditimbulkan sebagai akibat tidak terpenuhi kebutuhannya.
Sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip penyesuaian diri yang ditujuk kepada diri
sendiri orang lain, maupun lingkungan maka proses penyesuaian diri menurut Sunarto
(1998), dapat ditujukan sebagal berikut.
1. Mula-mula lndlvidu, di satu sisi merupakan dorongan keinginan untuk memperoleh
makna dan eksistensi dalam kehidupannya dan di sisi lain mendapat peluang atau
tuntutan dari luar dirinya sendiri
2. Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya secara
objektif sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan rasional dan perasaan
3. Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi kemampuan yang ada pada dirinya dan
kenyataan objektif di luar dirinya
4
Kemampuan bertindak secara dinamis luwes dan tidak kaku sehingga menimbulkan
rasa aman tidal dihantui oleh kecemasan atau ketakutan
5 Dapat bertindak sesuai dengan potensi-potensi positif yang layak dikembangkan
sehingga dapat menerima dan diterima lingkungan tidak disingkirkan oleh lingkungan
maupun menentang dinamika lingkungan.
6. Rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran, selalu menunjukkan
perilaku hormat seksual dengan harkat dan martabat manusia serta dapat mengerti dan
menerima keadaan orang lain meskipun sebenarnya kurang serius dengan keadaan
dirinya
7. Kesanggupan merespons frustasi konflik, dan stress secara wajar sehat, dan
profesional dapat mengontrol dan mengendalikannya sehingga dapat memperoleh
manfaat tanpa harus menerima kesedihan yang mendalam
8 Kesanggupan bertindak secara terbuka dan sanggup menerima kritik dan tindakannya
dapat bersifat murni sehingga sanggup memperbaiki tindakan - tindakan yang sudah
tidak sesuai lagi
9 Dapat bertindak sesuai dengan norma yang dianut oleh lingkungannya serta selaras
dengan hak dan kewajibannya.
10 Secara positif ditandai oleh kepercayaan terhadap diri sendiri, orang lain, dan segala
sesuatu dl luar dirinya sehingga tidak pernah merasa tersisih dan kesepian.

D. KARAKTERISTIK PENYESUAIAN DIRI REMAJA


Sesuai dengan kekhasan perkembangan fase remaja maka penyesuaian diri di
kalangan remaja pun memiliki karakteristik yang khas pula Adapun karakteristik penyesuaian
diri remaja adalah sebagaimana dipaparkan berikut ini.
1. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Peran dan ldentitasnya
Pesatnya perkembangan fisik dan psikis seringkali menyebabkan remaja mengalami
krisis peran dan identitas Sesungguhnya, remaja senantiasa berjuang agar dapat
memainkan perannya agar sesuai dengan perkembangan masa peralihannya dari masa
anak-anak menjadi masa dewasa Tujuannya adalah memperoleh identitas diri yang
semakin jelas dan dapat dimengerti serta diterima oleh lingkungannya, baik
lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Dalam konteks ini penyesuaian
diri remaja secara khas berupaya untuk dapat berperan sebagai subjek yang
kepribadiannya memang berbeda dengan anak-anak ataupun orang dewasa.
2. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Pendidikan
Krisis identitas atau masa topan dan badai pada diri remaja seringkali menimbulkan
kendala dalam penyesuaian diri terhadap kegiatan belajarnya. Pada umumnya, remaja
sebenarnya mengetahui bahwa untuk menjadi orang yang sukses harus rajin belajar
Namun karena dipengaruhi oleh upaya pencarian identitas diri yang kuat
menyebabkan mereka seringkali lebih senang mencari kegiatan-kegiatan selain belajar
tetapi menyenangkan bersama-sama dengan kelompoknya. Akibatnya, yang muncul
di permukaan adalah seringkali ditemui remaja yang malas dan tidak disiplin dalam
belajar Tidak jarang remaja ingin sukses dalam menempuh pendidikannya, tetapi
dengan cara yang mudah dan tidak perlu belajar susah payah.
Jadi dalam konteks ini penyesuaian diri remaja secara khas berjuang ingin meraih
sukses dalam studi tetapi dengan cara-cara yang menimbulkan perasaan babas dan
senang terhindar dari tekanan dan konflik atau bahkan frustasi
3. 3. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Kehidupan Seks
Secara fisik, remaja telah mengalami kematangan pertumbuhan fungsi seksual
sehingga perkembangan dorongan seksual juga semakin kuat.Artinya, remaja perlu
menyesuaikan penyaluran kebutuhan seksualnya dalam batas-batas penerimaan
lingkungan sosialnya sehingga terbebas dari kecemasan psikoseksual, tetapi juga tidak
melanggar nilai-nilai moral masyarakat dan agama. Jadi, secara khas penyesuaian diri
remaja dalam konteks ini adalah mereka ingin memahami kondisi seksual dirinya dan
lawan jenisnya serta mampu bertindak untuk menyalurkan dorongan seksualnya yang
dapat dimengerti dan dibenarkan oleh norma sosial dan agama.
4. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Norma Sosial
Dalam kehidupan keluarga, sekolah, maupun masyarakat, tentunya memiliki ukuranukuran dasar yang dijunjung tinggi mengenal apa yang dikatakan baik atau buruk,
benar atau salah yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dalam bentuk norma-norma
hukum nilai-nilai moral, sopan santun maupun adat lstiadat berbagai bentuk aturan
pada sekelompok masyarakat tertentu belum tentu dapat diterima oleh kelompok
masyarakat yang lain remaja yang cendrung membentuk kelompok masyarakat
tersendiri remaja Juga membentuk dan memillkl kesepakatan aturan tersendiri yang
kadang-kadang kurang dapat dimengerti oleh lingkungan masyarakat dl luar
kelompok remaja tersebut Dalam konteks ini penyesualan diri remaja terhadap norma
sosial mengarah pada dua dimensi Pertama, remaja ingin diakui keberadaanya dalam
masyarakat luas yang berarti remaja harus mampu menginternalisasikan nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat Kedua, remaja ingin babas menciptakan aturan-aturan
tersendiri yang lebih sesuai untuk kelompoknya, tetapi menuntut agar dapat

dimengerti dan diterima oleh masyarakat dewasa ini dapat diartikan bahwa
perjuangan penyesuaian diri remaja terhadap norma sosial adalah ingin
menginteraksikan antara dorongan untuk bertindak babas di satu sisi dengan tuntutan
norma sosial pada masyarakat di sisi lain Tujuannya adalah agar dapat terwujud
lnternalisasi norma, baik pada kelompok remaja itu sendiri, lingkungan
keluarga,sekolah, maupun masyarakat luas
5. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Penggunaan Waktu Luang
Waktu luang remaja merupakan kesempatan untuk memenuhi dorongan bertindak
bebas. Namun, di sisi lain, remaja dituntut mampu menggunakan waktu luangnya
untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Jadi, dalam
konteks ini upaya penyesuaian diri remaja adalah melakukan penyesuaian antara
dorongan kebebasannya serta inisiatif dan kreativitasnya dengan kegiatan-kegiatan
yang bermanfaat. Dengan demikian penggunaan waktu luang akan menunjang
pengembangan diri dan manfaat sosial 6.
Penyesuaian Diri Remaja terhadap Penggunaan Uang Dalam kehidupannya, remaja
juga berupaya untuk memenuhi dorongan sosial lain yang memerlukan dukungan
finansial Karena remaja belum sepenuhnya mandiri, dalam masalah finansial mereka
memperoleh jatah dari orang tua sesuai dengan kemampuan keluarganya.
Rangsangan, tantangan tawaran inisiatif, kreativitas, petualangan, dan kesempatankesempatan yang ada pada remaja seringkali mengakibatkan melonjaknya
penggunaan uang pada remaja sehingga menyebabkan jatah yang diterima dari orang
tuanya seringkali menjadi tidak cukup Oleh kebab itu, dalam konteks ini perjuangan
penyesuaian diri remaja adalah berusaha untuk mampu bertindak secara proporsional
melakukan penyesuaian
6. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Penggunaan Uang
Dalam kehidupannya, remaja juga berupaya untuk memenuhi dorongan sosial lain yang
memerlukan dukungan finansial. Karena remaja belum sepenuhnya mandiri. Dalam masalah
finansial, mereka memperoleh jatah dari orang tua sesuai dengan kemampuan keluarganya.
Rangsangan, tantangan tawaran, inisiatif, kreativitas, petualangan dan kesempatankesempatan yang ada pada remaja seringkali mengakibatkan melonjaknya penggunaan uang
pada remaja sehingga menyebabkan jatah yang diterima dari orang tuanya sering kali menjadi
tidak cukup. Oleh sebab itu,dalam konteks ini perjuangan penyesuaian diri remaja adalah
berusaha untuk mampu bertindak secara proporsional,melakukan penyesuaian antara
kelayakan pemenuhan kebutuhannya dengan kondisi ekonomi orang tuanya Dengan upaya
penyesuaian, dlharapkan penggunaan uang akan menjadi efektif dan efisien serta tidak
menimbulkan keguncangan pada diri remaja itu sendiri .
7. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Kecemasan,KOnflik danFrustrasi Karena dinamika
perkembangan yang sangat dinamis remaja seringkali dihadapkan pada kecemasan, konflik
dan frustasi srategi penyesuaian diri terhadap kecemasan. konflik dan frustasi tersebut
biasanya melalui suatu mekanisme yang oleh Slgmund Freud (Corey, 1989) disebut dengan
mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) several kompensasi, rasionalisasi, proyeksi,
sublimasi, ldentlfikasl, regresi dan fiksasi Cara-cara yang dltempuh tersebut ada yang
cendrung negatif atau kurang sehat dan ada pula yang relatif positif misalnya sublimasi
Dalam batas-batas kewajaran dan situasi tertentu untuk sementara cara-cara tersebut memang
masih memberikan manfaat dalam upaya penyesualan diri remaja Namun, Jika caracara
tersebut seringkali ditempuh dan menjadi kebiasaan, hal Itu akan menjadi tidak sehat
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYESUAIAN
REMAJA

Menurut Schneiders (1984), setldaknya ada lima faktor yang dapat mempengaruhi proses
penyesuaian diri remaja yaitu 1. kondisi fisik 2. kepribadian 3 proses belajar 4 lingkungan,
dan 5. agama serta budaya Bagaimanakah masing-masing faktor tersebut memengaruhi
penyesuaian diri remaja adalah sebagaimana pembahasan berikut ini
1. Kondisi Fisik
Seringkali kondisi fisik berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian diri remaja Aspekaspek berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat memengaruhi penyesuaian diri remaja
adalah (a) hereditas dan konstitusi fisik (b) sistem utama tubuh, dan (c) kesehatan fisik
Masing-masing dijelaskan sebagai berikut
a. Hereditas dan Konstitusi Fisik
Dalam mengidentifikasi pengaruh hereditas terhadap penyesuaian diri lebih dlgunakan
pendekatan fislk karena hereditas dipandang lebih dekat dan tak
terpisahkan dari mekanisme fisik dari sini berkembang prinsip umum bahwa semakin dekat
kapasitas , sifat, atau kecenderungan berkaitan dengan konstitusi fisik maka akan semakin
besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri Bahkan dalam hal tertentu, kecenderungan ke
arah malasuai (maladJustment) diturunkan secara genetis khususnya melalui media
temperamen Temperamen merupakan komponen utama karena dari temperamen ltu muncul
karakteristik yang paling dasar dari kepribadian, khususnya dalam memandang hubungan
emosi dengan penyesuaian diri jadi ada kemungkinan besar disposisi yang bersifat mendasar,
seperti periang sensitif pemarah, penyabar, dan sebagainya sebagian ditentukan secara genetis
yang berarti merupakan kondisi hereditas terhadap penyesuaian diri meskipun tidak secara
langsung Faktor lain berkaitan dengan konstitusi tubuh yang dapat mempengaruhi
penyesuaian diri adalah intelegensi dan imajinasi Dua faktor memainkan peranan penting
dalam penyesuaian diri
b. Sistem Utama Tubuh
Termasuk ke dalam sistem utama tubuh yang memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri
adalah sistem syaraf kelenjar dan otot Sistem syaraf yang berkembang dengan normal dan
sehat merupakan syarat mutlak bagi fungsi- fungsi psikologis agar dapat berfungsi secara
maksimal yang akhirnya berpengaruh secara baik pula kepada penyesuaian diri individu
Dengan kata lain fungsi yang memadai dari sistem syaraf merupakan kondisi umum yang
diiperlukan bagi penyesuaian diri yang baik Sebaliknya, penyimpangan di dalam sistem
syaraf akan berpengaruh terhadap kondisi mental yang penyesuaian dirinya kurang baik
gejala psikosomatis merupakan salah satu contoh nyata dari keberfungsian sistem syaraf yang
kurang baik sehingga memengaruhi penyesuaian diri yang kurang baik pula c. Penyesuaian
Fisik Penyesuaian diri seseorang akan lebih mudah dilakukan dan dipelihara dalam kondisi
fisik yang sehat darlpada yang tidak sehat kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan
penerimaan diri percaya diri harga diri dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat
menguntungkan bagi proses penyesuaian diri Sebaliknya, kondisi fisik yang tidak sehat dapat
menyebabkan perasaan rendah diri kurang percaya diri atau bahkan menyalahkan diri
sehingga akan berpengaruh kurang baik bagi proses penyesuaian diri Contoh yang sederhana
saja misalnya seseorang yang sangat lelah akan menjadi kurang percaya diri dan kurang
mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik dan penuh tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
2. Kepribadian
Unsur-unsur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap penyesuaian diri adalah (a)
kemauan dan kemampuan untuk berubah, (b) pengaturan diri (c) realisasi diri dan (d)
intelegensi masing-masing unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut a. Kemauan dan
Kemampuan untuk Berubah (Modifiability) Kemauan dan kemampuan untuk berubah
merupakan karakteristik kepribadian yang pengaruhnya sangat menonjol terhadap proses

penyesuaian diri sebagai suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan, penyesuaian diri
membutuhkan kecenderungan untuk berubah dalam bentuk kemauan, perilaku, sikap, dan
karakteristik sejesnis lainnya. Oleh sebab itu semakin kaku dan tldak ada kemauan serta
kemampuan untuk merespons lingkungan, semakin besar kemungkinannya untuk mengalami
kesulitan dalam penyesuaian diri Kemauan dan kemampuan untuk berubah ini akan
berkembang melalui proses belajar bagi individu yang dengan sungguh-sungguh belajar
untuk dapat berubah kemampuan penyesuaian dirinya akan berkembang juga sebaliknya
kualitas kemampuan untuk berubah akan berkurang atau menurun disebabkan oleh sikap dan
kebiasaan yang kaku, kecemasan yang sering dialami, frustasi yang sering muncul dan sifatsifat neurotik lainnya b. Peagaturan Diri (Self-Regulation) Pengaturan diri sama pentingnya
dengan proses penyesuaian diri dan pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan untuk
mengatur diri dan mengarahkan diri Kemampuan mengatur diri dapat mencegah individu dari
keadaan malasuai dan penyimpangan kepribadian. Kemampuan pengaturan diri dapat
mengarahkan kepribadian normal mencapai pengendalian diri dan realisasi diri Realisasi Diri
(Self-Realization) Telah dikatakan bahwa kemampuan pengaturan diri mengimplikasikan
potensi dan kemampuan ke arah realisasi diri. Proses penyesuaian diri dan pencapaian
hasilnya secara bertahap sangat erat kaitannya dengan perkembangan kepribadian jika
perkembangan kepribadian berjalan normal sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, di
dalamnya tersirat potensi laten dalam bentuk sikap, tanggung jawab, nilai-nilai, penghargaan
diri dan lingkungan, serta karakteristik lainnya menuju pembentukan kepribadian dewasa.
Semua itu unsurunsur penting yang mendasari realisasi diri.
d. lnteligensi
Kemampuan pengaturan diri sesungguhnya muncul tergantung pada kualitas dasar lainnya
yang penting peranannya dalam penyesuaian diri yaitu kualitas inteligensi. tidak sedikit, baik
buruknya penyesuaian diri seseorang ditentukan oleh kapasitas intelcktualnya atau
lnteligensinya. lnteligensi sangat penting bagi perolehan perkembangan gagasan, prinsip, dan
tujuan yang memainkan peranan penting dalam proses penyesuaian diri. Misalnya, kualitas
pemikiran seseorang dapat memungkinan orang tersest melakukan pemilihan dan mengambil
keputusan penyesuaian diri secara inteligen dan akurat.
3. Edukasi/Pendidikan
Termasuk unsur-unsur penting dalam edukasi/pendidikan yang dapat mempengaruhi
peyesuaian diri individu. adalah (a) belajar. (b) pengalaman, (c) latihan, dan (d) determinasi
diri. Penjelasan pengaruh masing-masing unsur terhadap penyesuaian diri adalah sebagai
berikut.
a. Belajar
Kemauan belajar merupakan unsur penting dalam penyesuaian diri individu karena
pada umumnya respons-respon dan sifat-sifat kepribadian yang diperlukan bagi
penyesuian diri diperoleh dan menyerap ke dalam diri individu melalui proses belajar.
Oleh karena itu, kemauan belajar menjadi sangat penting karena proses belajar akan
terjadi dan berlangsung dengan baik dan berkelanjutin mana kala individu yang
bersangkutan memiliki kemauan yang kuat untuk belajar. Bersama-sama dengan
kematangan, belajar akan muncul dalam bentuk kapasitas dari dalam atau disposisi
terhadap respond. Oleh sebab itu, perbedaan pola-pola penyesuaian diri sejak dari
yang normal sampai dengan yang malasuai sebagian besar merupakan basil perubahan
yang dipengaruhi oleh belajar dan kematangan. pengaruh proses belajar itu akan
muncul dalam bentuk mencoba-coba dan gagal (trial and error ), pengondisisan

(conditioning), dan menghubung-hubungkan (association) berbagai factor yang ada di


mana individu itu melakukan proses prnyesuaian diri.
b. Pengalaman
Ada dua jenis pengalaman yang memiliki nilai signifikan terhadap proses penyesuaian
diri, yaitu ( 1 ) pengalaman yang menyehatkan (salutary experiences) dan (2)
pengalaman traumatic (traumatic experiences).
Pengalarnan yang menyehatkan adalah peristiwa-peristiwa yang dialami oleh individu
dan dirasakan sebagai sesuatu yang mengenakkan mengasyikkan, dan bahkan dirasa
ingin mengulangnya kembali. Pengalaman seperti ini akan dijadikan dasar untuk
ditransfer oleh indiviu ketika harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
Adapun pengalarnan traumatic adalah peristiwa- peristiwa yang dialami oleh individu
dan dirasakan sebagai sesuatu yang sangat tidak mengenakkan menyedihkan atau
bahkan sangat menyakitkan sehingga individu tersebut sangat tidak ingin peristiwa itu
terulang kembali. lndividu yang mengalami pengalaman traumatic akan cendrung
ragu-ragu, kurang percaya diri, gamang, rendah diri atau bahkan merasa takut ketika
harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
c. Latihan
Latihan merupakan proses belajar yang diorientasikan kepada perolehan keterampilan
atau kebiasaan. Penyesuaian diri sebagai suatu proses yang komplex yang mencakup
di dalamnya proses psikologis dan sociologic maka memerlukan latin yang sungguhsungguh agar mencapai hasil penyesuaian diri yang baik. Tidak jarang seseorang yang
sebelumnya memiliki kemampuan penyesuaian diri yang kurang baik dan kaku tetapi
karena melakukan latican secara sungguh-sungguh, akhirnya lambat laun menjadi
bagus dalam setiap penyesuaian diri dengan lingkungan baru.
d. Determinasi Diri
Berkaitan erat dengan penyesuaian diri adalah bahwa sesungguhnya individu itu
sendiri harus mampu menentukan dirinya sendiri untuk melakukan proses
penyesuaian diri ini menjadi penting karena determinacy diri merupakan factor yang
sangat kuat yang dapat digunakan untuk kebaikan atau keburukan untuk mencapai
penyesuaian diri secara tunas atau bahkan untuk merusak diri sendiri. Contolnya,
perlakuan orang tua di masa kecil yang menolak kehadiran anaknya akan
menyebabkan anak tersebut menganggap dirinya akan ditolak di Iingkungan manapun
tempat dirinya melakukan penyesuaian diri, Dengan determinisi diri, seseorang
sebenarnya dapat secara bertahap mengatasi penolakan diri tersebut maupun pengaruh
buruk lainnya.
4. Lingkungan
Berbicara faktor Iingkungan sebagai variabel yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri
sudah tentu meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
a. Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan utama yang sangat peting atau bahkan tidak ada
yang lebih penting dalam kaitannya dengan penyesuaian diri individu. Unsur-unsur di dalam
keluarga. seperti konstelasi keluarga. interaksi orang tua dengan anak interaksi antaranggota
keluarga. peran social dalam keluarga, karakteristik anggota keluarga. kekohesifan keluarga,
dan gangguan dalam keluarga akan berpengaruh terhadap penyesuaian diri individu
anggotanya. Dalam konstelasi keluarga yang memiliki organisasi keluarga yang kompleks
dan menuntut para anggotanya menyesuaikan perilakunya terhadap hak dan harapan anggota
keluarga yang lain akan sangat mendukung bagi perkembangan penyesuaian diri individu
yang ada di dalamnya. Namun, di sisi lain ada juga pengaruh negatifnya. yaitu dapat

meningkatkart proses persaingan, kecemburuan social, agresititas, atau bahkan ada yang
mengarah kepada permusuhan jika tidak dikelola dengan baik. Pengaruh konstelasi keluarga
juga tergantung pada faktor-faktor lain, seperti sikap dan harapan orang tua yang secara jelas
direfleksikan dalam piranan yang diciptakan orang tua terhadap anaknya. Misalnya, anak
sulung diharapkan memiliki peran otoritas dan tanggung jawab sehingga akan membantu
proses kematangan dan kedewasaan dalam penyesuaian diri. Sebaliknya, anak yang selalu
dimanja akan menyebabkan kelambatan dalam proses kedewasaannya sehingga kelak
dikemudian hari akan mengganggu proses penyesuaian diri anak tersebut. Derajat
keanggotaan keluarga juga dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu karena factor ini
sesungguhnya menjadi sumber pengaruh sosialisasi yang menjadi syarat proses penyesuaian
diri. Kekohesifan keluarga atau gangguan keluarga juga dapat mempengaruhi penyesuaian
diri individu karena kekohesifan maupun gangguan keluarga akna menciptakan iklim
psikologis dalam kehidupan keluarga. Ada sejumlah karakteristik menonjol dalam interaksi
orang tua dengan anak yang memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri, yaitu sebagai
berikut
1) Penerimaan (acceptance)
Penerimaan orang tua terhadap anaknya yang diwujudkan dalam bentuk
perhatian,kehangatan, kasih sayang,akan memberikan sumbangan yang berarti bagi
berkembangnya penyesuaian diri yang baik pada anak.Sebaliknya, penolakan orang
tua terhadap anak juga akan berpengaruh necatif terhadap perkembangan penyesuaian
diri pada anak.
2) Identifikasi (identifaication)
Anak memiliki kecenderungan untuk mengidentifikasikan dirinya terhadap pola sikap
dan perilaku orang tuanya. Proses identifikasi ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan penyesuaian diri anak. Jika orang tua dapat dijadikan model
identifikasi yang baik, akan berpengaruh positif pula terhadap perkembangan
penyesuaian diri anak.
3) Idealisasi ( idealization)
Idealisasi merupakan suatu bentuk proses iderttifikasi yang sifatnya lebih Mendalam.
Proses idealisasi diwujudkan dalam bentuk mengidealkan sosok salah satu dari kedua
orang tuanya yang dipilih, baik dalam cara berpikir, bersikap. maupun berperilaku.
Jika identifikasi memengaruhi perkembangan penyesuaian diri, idealisasi sebagai
suatu bentuk identifikasi yang bersifat mandalam juga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan penyesuaian diri anak.
4) Identifikasi negatif ( negative identifiction)
Proses ini muncul jika anak justru mengidentifikasi sifat-sifat negatif dari orang
tuanya. Jika ada tanda-tanda bahwa proses identifikasi negatif yang justru
berkembang pada anak, harus segera dilakukan pencegahan karena akan mengganggu
perkembangan penyesuaian diri ke arah yang baik. Satu cara yang amit efektif untuk
mencegah timbulnya identitikasi negatif ini adalah orang tua harus berusaha
semaksimal mungkin manghilangkan sifat-sifat negatifnya. Jika masih sulit
menghilangkan sifat-sifat negatif, diusahakan tidal sampan memperlihatkan sifat-sifat
negatif itu di depan anaknya.
5) Identifikasi menyilang (cross identification)
ldentifikasi menyilang adalah identifikasi yang dilakukan oleh anak kepada orang
tuanya yang berlawanan jenis. Misalnya, anak laki-laki mengidentifikasikan dirinya
kepada figur ibunya, sedangkan anak perempuan mengidentifikasikan dirinya kepada
figur ayahnya. Identiftkasi menyilang seperti ini berpengaruh kurang menguntungkan
terhadap perkembangan penyesuaian diri anak. Anak laki-laki yang
mengidentifikasikan dilinya kepada figur ibunya dapat berkembang sifat-sifat

feminitas, seperti kurang tegas, kurang berani,kurang tegar, kurang berani mengambil
res, atau kurang berani mengambil keputusan. Sedangkan perempuan yang
mengidentifikasikan dirinya kepada figur ayahnya dapat berkembang sifat-sifat
maskulinitas, seperti kasar, kurang lembut, kurang ramah, dan sifat-sifat lain yang
menyebabkan anak itu menjadi kurang menarik dan kurang disenangi oleh laki-laki.
Akibat lebih jauh dan lebih parah lagi, menurut Schneiders (1984) adalah bahwa
prilaku homoseksual dan lesbi merupakan akibat fatal dari proses identifikasi
menyilang pada anak yang tidak segera dicegah atau diluruskan.
6) Tindakan human dan disiplin yang terlalu keras (punishment and overdiscipline)
Pemberian human dan disiplin yang terlalu keras juga berakibat kurang baik terhadap
perkembangan penyesuaian diri anak karena dapat menimbulkan perasaan terancam,
tidak aman, atau bahkan resah turun harkat dan martabat kemanusiaannya. Oleh
karena itu, penerapan human dan disiplin menuntut keterampilan orang tua agar
dilakukan dengan bijaksana dan memberikan iklim yang menimbulkan afeksi
penghargaan.
7) Kecemburuan dan Kebencian ( jealousy and hatred)
Kecemburuan dan kebencian biasanya muncul karena pemberian hukuman dan
peraturan kedisiplinan yang terlalu keras sehingga mengakibatkan anak membenci
orang tua dan orang tua membenci anak. Padahal, sesungguhnya anak sangat
membutuhkan perhatian, rasa aman, perasaan ingin memiliki dan dimiliki, serta
penghargaan. Kebutuhan-kebutuhan ini tidak akan terpenuhi jika suasana kebencian,
kecemburuan, dan penolakan orang tua justru berkembang di dalam keluarga. Kondisi
seperti ini akan berpengaruh tidak baik terhadap perkembangan penyesuaian diri
anak.
8) Pemanjaan dan perlindungan yang berlebihan (overindulgence and over-protection)
Pemanjaan dan perlindungan yang berlebihan secara sepintas seolah- olah
memberikan perasaan aman terhadap anak, tempo sesungguhnya secara psikologis
yang sifatnya mendasar justru menimbulkan perasaan tidak aman, kecemburuan,
gugup, kurang percaya diri, dan jenisjenis kesulitan lainnya dalam penyesuaian diri
Anakyang terlalu dimanja biasanya mengembangkan sifat memusatkan segala
sesuatunya kepada dirinya sendiri, memanjakan diri sendiri dan ciri-ciri kepribadian
lainnya yang cenderung mementingkan diri sendiri sehingga akan berpengaruh tidak
baik bagi perkembangan penyesuaian diri anak.
9) Penolakan(rejection)
Penolakan orang tua terhadap anak merupakan pengalaman yang paling tidak
mengenakkan, sangat tidak menguntungkan, dan bahkan dapat merusak anak. Dengan
penolakan orang tua, anak akan merasa dirinya tidak berharga, tidak berguna, tidak
bermartabat, meskipun sebenarnya ingin atau bahkan susah berbuat sebaik-baiknya
menurut ukuran mereka.perasaan seperti itu akan sangat berpengaruh tidak baik
terhadap perkembangan penyesuaian diri anak.
Selain interaksi orang tua dengan anak, malinteraksi antar saudara di dalam keluarga juga
sangat penting pengaruhnya terhadap perkembangan penyesuaian diri anak. Jika antar
saudara dalam lingkungan keluarga tercipta saling memberi dan menerima, persahabatan,
saling menghargai. dan saling bekerja sama akan memberikan sumbangan sangat berarti bagi
proses sosialisasi yang akhirnya sangat membantu perkembangan penyesuaian diri anak.
b. Lingkungan Sekolah
Sebagaimana lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga dapat menjadi kondisi
yang memungkinkan berkembangnya atau terhambatnya proses perkembangan
penyesuaian diri. Pada umumnya, sekolah dipandang sebagai media yang sangat

berguna untuk memengaruhi kehidupan dan perkembangan intelektual, sosial, nilainilai, sikap, dan moral siswa. Apalagi bagi anak-anak SD, seringkali figur guru sangat
disegani, dikagumi, dan dituruti. Tidak jarang anak-anak SD lebih mendengarkan dan
menuruti apa yang dikatakan oleh gurunya dari pada oleh orang tuanya. Oleh sebab
itu. proses sosialisasi yang dilakukan melalui iklim kehidupan sekolah yang
diciptakan oleh guru dalam interaksi edukatifnya sangat berpengaruh terhadap
perkembangan penyesuaian diri anak.
c. Lingkungan Masyarakat
Karena keluarga dan sekolah itu berada di dalam lingkungan masyarakat, lingkungan
masyarakat juga menjadi faktor yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan
penyesuaian diri. konsistensi nilai-nilai, sikap, aturan-aturan, norma-norma, moral,
dan perilaku masyarakat akan diidentifikasi oleh individu yang berada dalam
masyarakat tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap proses perkembangan
penyesuaian dirinya. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak sedikit kecenderungan ke
arah penyimpangan perilaku dan kenakalan remaja, sebagai salah satu bentuk
penyesuaian diri yang tidak baik. berasal dari pengaruh lingkungan masyarakat.
5. Agama dan Budaya
Agama berkaitan erat dengan faktor budaya. Agama memberikan sumbangan nilainilai, keyakinan, praktik-praktik yang memberi makna sangat mandalam. tujuan, serta
kestabilan dan keseimbangan hidup individu. Agama secara konsisten dan terusmenerus kontinu mengingatkan manusia tentang nilai-nilai intrinsik dan kemuliaan
manusia yang diciptakan oleh Tuhan, bukan sekedar nilai-nilai instrumental
sebagaimana yang dihasilkan oleh manusia. Dengan demkian, faktor agama memiliki
sumbangan yang berarti terhadap perkembangan penyesuaian diri individu. Selain
agama, budaya juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan
individu. Hal ini terlihat jika dilihat dari adanya karakteristik budaya yang diwariskan
kepada individu melalui berbagai media dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat. Selain itu, tidak sedikit konflik pribadi, kecemasan, frustasi, serta
berbagai perilaku neurotik atau penyimpangan perilaku yang disebabkan, secara
langsung atau tidak langsung, oleh budaya sekitarnya.
Sebagaimana faktor agama, faktor budaya juga memiliki pengaruh yang berarti bagi
perkembangan penyesuaian diri individu.
F. Dinamika Penyesuaian Diri Remaja
Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang bersifat dinamis. Dinamika penyesuaian diri
melibatkan sejumlah faktor-faktor psikologis dasar yang mengantarkan individu kepada
perilaku yang ajastif/penyesuaian diri yang baik (adjustive behavior). Perilaku ajastif adalah
respons-respons yang diarahkan kepada usaha memenuhi tuntutan internal dan eksternal.
Tujuan dari respons-respons yang ajastif adalah untuk menyiapkan hubungan yang tepat dan
akurat antara individu dan realitas. Dilihatdari sudut pandang yang lebih dalam, tujuannya
adalah mengenal ekspresi dan kepuasan faktor-faktor dinamis di dalam kepribadian,
misalnya.
pengurangan ketegangan, konflik, dan frustasi. Namun demikian, dalam hubungannya
dengan kebutuhan dasar, perilaku ajastif tidak selalu mengarahkan respons kepada orientasi
pengurangan dan pemuasan kebutuhan dasar, baik berupa dorongan biologis, psikologis,
maupun sosial.
Ada sejumlah faktor psikologis dasar yang memiliki pengaruh kuat terhadap dinamika
penyesuaian diri, yaitu
1. kebutuhan (need),
2. motivate (motivation),

3. persepsi Q|erceptionjs
4. kemampuan (capacity), Dan
5. kepribadian (personality).
Bagaimanakah masing-masing faktor psikologis dasar itu memengaruhi dinamika
penyesuaian diri remaja seperti penjelasan berikut ini.
1. Kebutuhan (Need)
Kebutuhan yang dimaksud merupakan kebutuhan yang bersifat internal. Dari faktor
ini, penyesuaian diri ditafsirkan sebagai suatu jenis respons yang diarahkan untuk
memenuhi tuntutan yang harus diatasi oleh individu. Tuntutan-tuntutan untuk
mengatasinya dalam sebuah prosesnya didorong secara dinamis oleh kebutuhankebutuhan internal yang disebut dengan need tersebut.
2. Motivasi (Motivation)
Penafsiran terhadap karakter dan tujuan respons individu dan hubungannya dengan
penyesuaian tergantung pada konsep-konsep yang menerangkan hakikat motivasi. Ada
lima teori motivasi yang dapat digunakan untuk menerangkan dinamika penyesuaian
diri, yaitu sebagai berikut.
a. Teori Stimulus-Respons
Dari perspektif teori ini, motivasi dianggap sebagai sesuatu yang kurang berarti
sebab semua perilaku, termasuk penyesuaian diri, muncul hanya sebagai
pengondisian untuk merespons stimulus sehingga perilaku refleks dan kebiasaan
membentuk totalitas respons individu. Padahal, perilaku ajastif tidak semata-mata
hanya ditentukan oleh pengondisisan. Oleh karena itu, penyesuaian diri menurut
teori ini diartikan dengan sangat sederhana dan sangat sempit.
b. Teori Fisiologis
Teori ini erat kaitannya dengan teori stimulus-respons, dan berpandangan bahwa
pengurangan motivasi atau usaha pemuasan motif tertentu ditentukan oleh
stimulus. Padahal, sebenarnya banyak motif dan kebutuhan psikologis lainnya
yang cukup berarti bagi penyesuaian diri yang perlu diintegrasikan ke dalam setiap
teori motivasi. Teori fisiologis ini tidak dapat menjawab tantangan itu. Oleh karena
itu, untuk dapat memahami kekhususan nilai penyesuaian diri harus berpaling pula
kepada hal-hal di luar unsur fisiologis.
c. Teori Interinsik
Teori ini memiliki beberapa bentuk, tergantung pada landasan filosofinya, tetapi
ada dua yang sangat menonjol dalam hubungannya dengan penyesuaian diri, yaitu
pandangan hornic dan psikoanalisis. Menurut pandangan hornic yang dikemukakan
oleh William McDougall (Schneiders, 1984) mengatakan bahwa semua perilaku
individu itu dimunculkan untuk malayani dan memenuhi insting dasar. Oleh karena
itu, insting dasar merupakan penentu internal yang utama dalam penyesuaian diri
individu. Pada awalnya, teori ini banyak diminati, namun dalam perkembangan
selanjutnya banyak dikecam orang. Adapun pandangan psikoanalisis yang
dikemukakan oleh Sigmund Freud (Schneiders, 1984) membagi dua jenis insting,
yaitu insting kehidupan (eros) dan insting kematian (thanathos). Dalam
hubungannya dengan penyesuaian diri, Sigmund Freud berpandangan bahwa
insting seksual yang merupakan salah satu bentuk insting kehidupan sebagai
penentu perkembangan penyesuaian diri individu. Teori insting dari Sigmund
Freud dapat digunakan untuk memahami penyesuaian diri individu berdasarkan
tahap-tahap perkembangan.
d. Teori Motivasi Tak Sadar
Teori ini juga didominasi dan dikemukakan oleh Sigmund Freud. Sebagai salah

satu bukti adanya motivasi tak sadar sebagai faktor yang memengaruhi dinamika
penyesuaian diri dibuktikan oleh Sigmund Freud dalam eksperimennya melalui
pengalaman-pengalaman psikologi klinisnya yang menemukan bahwa orang-orang
yang berperilaku malasuai (maladjusted) maupun yang berperilaku ajastif
(adjusted) mengungkapkan bahwa motivasi yang mendasari gejala perilakunya itu
sering tidak diketahui atau tidak disadari.
e. Teori Hedonistik
Teori ini masih berhubungan dengan teori Sigmund Freud tentang prinsip-prinsip
pemuasan kesenangan (pleasure principles). Menurut teori ini, suasana hedonisme
berarti perilaku yang diarahkan untuk memenuhi kesenangan individu. Ini
dianggap penting karena pada dasarnya kebutuhan merupakan tuntutan internal
yang harus dipuaskan agar dapat mencapai penyesuaian diri yang baik. Kebutuhan
merupakan kecenderungan yang bersifat dinamis yang berorientasi kepada objek,
kualitas, dan pengalaman yang diperlukan untuk mengetahui keadaan fisik,
psikis,dan sosial suatu organisme. Jika salah satu bentuk kecenderungan yang
bersifat dinamis itu terganggu karena tidak terpenuhi, organisme akan cenderung
membentuk perilaku yang tidak memadai, simptomatik, dan patologis. lni berarti
bahwa penyesuaian diri individu menjadi sangat terganggu sehingga tidak dapat
berkembang dengan baik.
3. Persepsi (Perception)
Setiap individu dalam menjalani hidupnya selalu mengalami apa yang disebut persepsi
sebagai basil penghayatannya terhadap berbagai perangsang (stimulus) yang berasal
dari lingkungan. Tidak jarang persepsi dipahami sebagai suatu pencerminan yang
sempurna tentang realitas. Padahal, sesungguhnya tidaklah demikian. Davidof (1981)
mengemukakan tiga alasan yang mendukung bahwe persepsi itu bukanlah cermin
realitas, yaitu pertama. Indera yang dimiliki oleh manusia tidak dapat memberikan
respons terhadap semua aspek yang ada dalam lingkungan; kedua, manusia seringkali
melakukan persepsi terhadap stimulus-stimulus yang pada kenyataannya tidak ada;
ketiga, persepsi manusia itu tergantung pada apa yang diharapkan, pengalaman yang
dimilikinya, dan motivasi yang ada pada dirinya.
Dengan demikian, persepsi sesungguhnya bukanlah merupakan suatu
gambaran
yang persis sama dengan realitas yang ada, melainkan gambaranyang perwujudannya
sudah diwarnai oleh interprestasi individu.
Atkinson dan Hilgard (1983) mengemukakan bahwa persepsi merupakan proses
menginterprestasikan dan mengorganisasikan pola-pola stimulus yang berasal dari
lingkungan. Dalam pengertian ini terdapat dua unsur penting, yaitu interpretasi dan
pengorganisasian. Interpretasi itu sangat panting dalam suatu persepsi karena realitas
yang ada di dunia ini sangat bervariasi sehingga tidak jarang memerlukan upaya
pemahaman dari individu agar menjadi bermakna bagi individu yang bersangkutan.
Sedangkan pengorganisasian diperlukan dalam Persepsi karena berbagai informasi
yang sampai pada reseptor individu seringkali membingungkan dan tidak
terorganisasikan. agar informasi yang sampai pada reseptor menjadi jelas dan
bermakna maka individu masih perlu mengorgariisasikannya ketika informasi itu
diterima oleh reseptor.
ahli lain yaitu Levine dan Shefner (Eysenck, 1993) mengemukakan pengertian
persepsi adalah cara-cara individu menginterpretasikan informasi yang diperoleh di
dasarkan atas pemahaman individu itu sendiri. Dengan kata lain, individu menyadari
adanya kehadiran suatu stimulus, tetapi individu itu mengintepretasikan stimulus
tersebut. Dalam definisi ini terkandung dua makna: pertama, persepsi itu tergantung

pada sensasi-sensasi yang didasarkan pada informasi sensori dasar (basic sensory
information; kedua, sensasi-sensasi itu memerlukan interprestasi agar persepsi dapat
terjadi. Yang dimaksud dengan informasi sensori dasar di sini adalah informasi yang
sesungguhnya terjadi yang sampai pada alat indra kita.Misalnya, suara gonggongan
anjing yang sampai pada telinga kita. Jadi, kita tidak akan mendengar suara
gonggongan anjing jika suara gonggongan anjing itu memang tidak ada. Namun,
bagaimana gonggongan anjing itu mengganggu kita atau tidak, sangat tergantung pada
bagaimana interpretasi kita terhadap suara itu. Di sinilah letak terjadinya persepsi.
Dengan persepsi, individu dapat menentukan bagaimana seharusnya ia bereaksi
terhadap stimulus yang ada di sekitarnya karena persepsi merupakan rangkaian
peristiwa yang menjembatani stimulus dan perilaku tertentu (Stagner dan Solley,
1970). Morgan (198 1) lebih menekankan pada proses interpretasi terhadap apa yang
dialami dan dirasakan untuk membuatnya bermakna. Untuk membuat sesuatu agar
lebih bermakna diperlukan adanya keterlibatan aktif dari aktivitas indrawi yang
berhubungan dengan pengamatan dan interpretasi.
Yang masih sering menjadi bahan perdebatan sampai dengan saat ini adalah apakah
persepsi itu dibawa sejak lahir ataukah merupakan hasil dari proses belajar atau
pengalaman. John Lock dan para pengikutnya berpendapat bahwa persepsi itu tidak
dibawa sejak lahir melainkan merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman.
Bahkan mereka menegaskan bahwa persepsi hanya mungkin terjadi pada individu
setelah melalui proses pengalaman dan belajar yang cukup lama (Eysenck, 1993).
Sebaliknya, para psikolog Jerman, terutama para penganut Gestalt, berpendapat bahwa
persepsi itu merupakan pembawaan sejak lahir. Mereka secara tegas mengatakan
bahwa yang paling penting dalam proses persepsi adalah yang dibawa sejak lahir dan
tidak tergantung secara langsung pada pengalaman.
Eysenck (1993) mempersoalkan pendapat para penganut Gestalt ini. Ia mengatakan
jika persepsi itu merupakan pembawaan sejak lahir. seharusnya setiap individu dapat
mempersepsi sesuatu secara kuat. Namun, kenyataannya pada bayi yang baru saja lahir
barangkali sudah dapat mempersepsi stimulus yang ada di sekelilingnya, tetapi ia tidak
dapat memanifestasikan dan mendeskripsikan persepsinya itu. Dengan demikian,
persepsi sesungguhnya memerlukan proses belajar dan pengalaman, meskipun ada
beberapa keterampilan perseptual tidak menuntut pengalaman; misalnya, anak bayi
sudah mampu mendengarkan suara-suara yang ada di sekelilingnya.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa persepsi
adalah proses individual dalam menginterpretasikan, mengorganisasikan, dan memberi
makna kepada stimulus yang berasal dari lingkungan di mana individu itu berada yang
merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman.
Persepsi yang ada pada individu tidak terjadi dengan sendirinya tetapi melalui suatu
proses, objek kejadian yang dialami oleh individu akan menimbulkan stimulus yang
kemudian mengenai alat indra. Proses ini dinamakan proses kealaman.
Stimulus yang diterima alat indra ini dilanjutkan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses
ini disebut proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di dalam otak sehingga
individu dapat menyadari apa yang diterima melalui alat indranya. Proses yang terjadi
dalam otak ini disebut proses psikologis. Pada tahap ini individu memberi makna
terhadap apa yang diterima melalui indranya itu.
Menurut Atkinson dan Hilgard (1983) proses terjadinya persepsi tergantung pada
pengalaman masa lalu dan pendidikan yang telah diperoleh individu, perangsang
spesifik yang menimbulkan reaksi alat-alat indra pada waktu itu dan interpretasi
individu dalam menafsirkan informasi yang diterimanya. Serangkaian penghayatan
dan proses belajar yang dilakukan oleh individu akan dipakai sebagai pedoman dalam

bertingkah laku. Dalam menafsirkan suatu kejadian atau situasi, persepsi setiap
individu dapatberbeda, tergantung pada bagaimana individu tersebut mengamati dan
menanggapinya.
Sejalan dengan pendapat-pendapat di atas, Stagner dan Solley (1970) mengemukakan
bahwa persepsi terjadi pada individu melalui tahap-tahap: (1) adanya stimulus yang
ditangkap melalui pancaindra,
(2) adanya kesadaran individu terhadap stimulus,
(3) individu menginterpretasikan stimulus tersebut, dan
(4) individu mewujudkannya ke dalam tindakan.
Dalam kaitannya dengan proses persepsi ini, Krech dan Crutchfield
(Rakhmad,1988) mengemukakan bahwa persepsi itu dalam prosesnya dipengaruhi
oleh faktor fungsional dan struktural. Yang dimaksud dengan faktor fungsional adalah
faktor yang berasal dari kebutuhan,pengalaman masa lalu, dan hal-hal yang bersifat
personal. Sedangkan faktor struktural, adalah faktor-faktor yang semata-mata berasal
dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang bersifat personal.
Sedangkan faktor struktural,adalah faktor yang semata-mata berasal dari sifat stimulus
fisik dan pengaruh syaraf individu.
Persepsi remaja memiliki pengaruh yang berarti terhadap dinamika penyesuaian
diri karena persepsi memiliki peranan penting dalam prilaku, yaitu sebagai berikut.
a. Sebagai pembentukan pengembangan sikap terhadap suatu objek atau peristiwa
yang berarti akan berpengaruh terhadap prilaku penyesuaian diri yang lebih
terarah.
b. Sebagai pengembangan fungsi kognitif, afektif, dan kognitif sehingga berpengaruh
terhadap penyesuaian yang lebih utuh dan proposional sesuai dengan
pertimbangan dan pengalaman-pengalaman yang relevan.
c. Meningkatkan keaktifan,kedinamisan dan kesadaran terhadap lingkungan sehingga
dapat menggerakan motivasi untuk penyesuaian diri secara lebih sadar.
d. Meningkatkan pengamatan dan penilaiansecara objektif terhadap lingkungan
sehingga perilaku penyesuaian diri menjadi lebih rasional dan realitis.
e. Mengembangkan kemampuan mengelola pengalaman dalam kehidupan sehari-hari
secara berkelanjutan sehingga dapat mendorong ke arah proses sosialisasi yang
semakin mantap.
4. Kemampuan (Capacity)
Perkembangan kemampuan remaja dalam aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotor,juga dapat mewarnai dinamika penyesuaian dirinya. Pengaruh aspek-aspek
itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Kemampuan kognitif seperti pengamatan, perhatian, tanggapan, fantasi, dan
berpikir, merupakan sarana dasar untuk pengambilan keputusan oleh remaja dalam
melakukan penyesuaian diri.
b. Kemampuan afeksi seperti sikap, perasaan, emosi, dan penghayatan terhadap nilainilai dan moral akan menjadidasar pertimbangan bagi kognisi dalam proses
penyesuaian diri remaja.
c. Kemampuan psikomotorik menjadi somber kekuatan yang mendorong
remaja
untuk melakukan penyesuaian diri disesuaikan dengan
dorongan dan
kebutuhannya.
Ketiga kemampuan itu akan membangun suatu hubungan dialektis yang dinamis
dalam dinamika proses penyesuaian diri remaja. Dinamika proses penyesuaian diri remaja
akan berlangsung lancar dan baik, manakala ketiga kemampuan itu membentuk suatu kerja
sama yang terpadu dan harmonis. Sebaliknya jika terjadi ketidakharmonisan antara ketiga
kemampuan itu, dapat menimbulkan konflik, kecemasan, atau bahkan frustasi.

5. Kepribadian (Personality)
Remaja yang sedang mengalami perkembangan pesat dari segala aspeknya,
kepribadiannya pun menjadi sangat dinamis. Kedinamisan kepribadian remaja itu akan
sangat mewarnai dinamika penyesuaian dirinya. Remaja yang sudah mencapai tahapan
berpikir operasional formal, sudah menyadari akan pentingnya nilai-nilai dan norma
yang dapat dijadikan pegangan hidupnya, sudah mulai berkembang ketertarikan
dengan lawan jenis, memiliki kohesivitas kelompok yang kuat, serta cenderung
membangun budaya kelompoknya senderi, akan sangat memberikan warna tersendiri
terhadap dinamika penyesuaian diri remaja.
G. Implikasi proses penyesuaian diri remaja bagi pendidikan
Perkembangan penyesuaian diri remaja yang ditandai dengan dinamika yang sangat tinggi,
membawa implikasi imperatif akan pentingnya intervensi pendidikan yang dilakukan secara
sistematis, serius, dan terprogram guna membantu proses perkembangannya agar
berkembang ke arah yang lebih baik. lntervensi edukatif yang dapat dilakukan antara lain
sebagai berikut.
l . Dalam kehidupan keluarga hendaknya diciptakan interaksi edukatif yang memberikan
perasaan aman bagi remaja untuk memerankan dirinya ikut ambil
bagian dalam berbagai kegiatan keluarganya. Dengan cara demikian, remaja akan terlatih
melakukan penyesuaian diri dalam bentuk interaksi yang bermanfaat bagi dirinya dan orang
lain.
2.Orang tua hendaknya jangan menimbulkan stimulus yang dapat mengembangkan
identifikasi negatif pada remaja karena sesungguhnya orang tua harus dapat dijadikan model
bagi remaja dalam segala tingkah lakunya. Oleh karena itu, orang tua sedapat mangkin
menghilangkan perilaku negatifnya karena akan ditiru oleh remaja dan kalau suatu saat orang
tua melarangnya berbuat tidal baik, remaja akan protes keras jika orang Tuanya masih
menampilkan Perilaku negatif. Paling tidak jika masih sulit untuk menghilangkannya. Jangan
sampai memperlihatkan di depan anak remajanya.
3.Hindarkanlah perkembangan identifikasi menyilang pada remaja. karena akan Sangat
mengganggu proses perkembangan penyesuaian diri remaja. Jika terlihat anak remajanya
mengidentifikasikan kepada orang tua yang berbeda jenis kelaminnya, sebaiknya segera
hindarkan dan cegah perkembangan lebih jauh lagi.
4. Perlu menciptakan kegiatan-kegiatan yang bersifat edukatif dan di dalamnya menuntut
kemampuan remaja untuk melakukan interaksi, proses sosialisasi, dan penyesuaian diri
terhadap diri sendiri, kegiatan yang diikuti, maupun orang lain yang sama-sama ikut aktif
dalam proses kegiatan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai