Anda di halaman 1dari 9

Artikel Perkembangan Psikologi Remaja

Penyesuaian Diri Remaja

Kategori Individual
Oleh : Zainun Mutadin, SPsi. MSi.
Jakarta, 04 September 2002

Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu.
Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak-
mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam
masyarakat pada umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan depresi
disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan.

Pengertian

Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi
yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Ia mengatakan: "Genetic
changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this
process is called adaptation".(Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).

Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap
berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya.
Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah
psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment.

Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan
lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan
lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-
menerus menyesuaikan diri.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang
bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan
lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup
untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.

Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk
lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

1. Penyesuaian Pribadi

Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan
yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya
sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya
tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau
tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai
dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak
puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan
dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang
diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam
rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.

2. Penyesuaian Sosial

Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling
mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah
laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai
penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal
dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu
hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan
masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam
hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu
menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat)
diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu.

Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup
untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian
pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam
penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial
kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan
dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses
penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut
lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola
tingkah laku kelompok.
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian
sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses
penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal
inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu
dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh
masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.

Pembentukan Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali bila
kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa yang
bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta
berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang,
tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.

Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, pada penulisan ini beberapa
lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya
adalah sebagai berikut:

a. Lingkungan Keluarga

Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam
keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian
penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya
berarti.
Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang
individu. Dalam prakteknya banyak orangtua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan
alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga
dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa
bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam
jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh
terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini
kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menutup
kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus
diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan
dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai
semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak
tidak memiliki rasa aman.
Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang
dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam
keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang
dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu.
Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti
olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus
asa pada jiwa individu tersebut.
Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan
anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri
dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam
lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya
terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan.
Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh
karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan yang
mendukung hal tersebut.

Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam
makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga
masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang
sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi,
kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi
masa depannya.

b. Lingkungan Teman Sebaya

Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan
semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja
menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam
hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas
tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan
telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu
dengannya.
Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam penerimaan
terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-
ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu
akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui
kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat
sessuai dengan potensi yang dimilikinya.
c. Lingkungan Sekolah

Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja,
akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru,
tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa
depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu dan mampu
menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses
pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh
lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat
bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi
disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.

Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan
paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang
dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima
sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan
untuk terjadi pertentangan antar generasi.
Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk
(2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock,
2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan
para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja
sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan
remaja yang diperpendek.

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh
pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall.
Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan
(storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.

Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas
diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat
status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan
identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988).
Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering
menimbulkan masalah pada diri remaja.

Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai
permasalahan pada diri remaja, yaitu:

1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.


2. Ketidakstabilan emosi.
3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang
dengan orang tua.
6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi
semuanya.
7. Senang bereksperimentasi.
8. Senang bereksplorasi.
9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-
perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan
pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun
beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial.
Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik
yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami
oleh remaja.

Permasalahan Fisik dan Kesehatan


Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka
mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan
akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka
terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang
diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-
idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine
& Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada
dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha.
Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami
ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini
sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi,
rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice
& Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda
awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999;
Thompson et al).

Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang
banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang.
Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik
mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi.

Permasalahan Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang

Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan.
Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus penggunaan narkoba
ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/ napza
yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada orang
dewasa. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba
yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan
lingkungan, maupun untuk kompensasi.

• Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua,
supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah,
perceraian dan perpisahan orang tua.
• Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan
sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka
pendek dan kepuasan hedonis, dll.
• Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang
memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk,
dll.
• Cinta dan Hubungan Heteroseksual
• Permasalahan Seksual
• Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua
• Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama
Lain halnya dengan pendapat Smith & Anderson (dalam Fagan,2006), menurutnya kebanyakan
remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai bagian dari proses perkembangan yang
normal. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok,
alkohol dan narkoba (Rey, 2002). Tiga jenis pengaruh yang memungkinkan munculnya
penggunaan alkohol dan narkoba pada remaja:

Salah satu akibat dari berfungsinya hormon gonadotrofik yang diproduksi oleh kelenjar
hypothalamus adalah munculnya perasaan saling tertarik antara remaja pria dan wanita. Perasaan
tertarik ini bisa meningkat pada perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis (romantic love)
yaitu luapan hasrat kepada seseorang atau orang yang sering menyebutnya “jatuh cinta”.

Santrock (2003) mengatakan bahwa cinta romatis menandai kehidupan percintaan para remaja
dan juga merupakan hal yang penting bagi para siswa. Cinta romantis meliputi sekumpulan
emosi yang saling bercampur seperti rasa takut, marah, hasrat seksual, kesenangan dan rasa
cemburu. Tidak semua emosi ini positif. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Bercheid &
Fei ditemukan bahwa cinta romantis merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami
depresi dibandingkan dengan permasalahan dengan teman.

Tipe cinta yang lain adalah cinta kasih sayang (affectionate love) atau yang sering disebut cinta
kebersamaan yaitu saat muncul keinginan individu untuk memiliki individu lain secara dekat dan
mendalam, dan memberikan kasih sayang untuk orang tersebut. Cinta kasih sayang ini lebih
menandai masa percintaan orang dewasa daripada percintaan remaja.

Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan mengakibatkan munculnya
dorongan-dorongan seksual. Problem tentang seksual pada remaja adalah berkisar masalah
bagaimana mengendalikan dorongan seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan
mana yang tidak boleh dilakukan, adanya “ketidaknormalan” yang dialaminya berkaitan dengan
organ-organ reproduksinya, pelecehan seksual, homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan
sebagainya (Santrock, 2003, Hurlock, 1991).

Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja yang dapat mempengaruhi
hubungan orang tua dengan remaja adalah : pubertas, penalaran logis yang berkembang,
pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, teman
sebaya, persahabatan, pacaran, dan pergaulan menuju kebebasan.

Beberapa konflik yang biasa terjadi antara remaja dengan orang tua hanya berkisar masalah
kehidupan sehari-hari seperti jam pulang ke rumah, cara berpakaian, merapikan kamar tidur.
Konflik-konflik seperti ini jarang menimbulkan dilema utama dibandingkan dengan penggunaan
obat-obatan terlarang maupun kenakalan remaja.

Beberapa remaja juga mengeluhkan cara-cara orang tua memperlakukan mereka yang otoriter,
atau sikap-sikap orang tua yang terlalu kaku atau tidak memahami kepentingan remaja.

Akhir-akhir ini banyak orang tua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa anak-anak
mereka terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja sendiri juga sering
dihadapkan pada dilema-dilema moral sehingga remaja merasa bingung terhadap keputusan-
keputusan moral yang harus diambilnya. Walaupun di dalam keluarga mereka sudah ditanamkan
nilai-nilai, tetapi remaja akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata nilai-nilai
tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi bersama teman-temannya maupun di
lingkungan yang berbeda.

Pengawasan terhadap tingkah laku oleh orang dewasa sudah sulit dilakukan terhadap remaja
karena lingkungan remaja sudah sangat luas. Pengasahan terhadap hati nurani sebagai pengendali
internal perilaku remaja menjadi sangat penting agar remaja bisa mengendalikan perilakunya
sendiri ketika tidak ada orang tua maupun guru dan segera menyadari serta memperbaiki diri
ketika dia berbuat salah.

Dari beberapa bukti dan fakta tentang remaja, karakteristik dan permasalahan yang
menyertainya, semoga dapat menjadi wacana bagi orang tua untuk lebih memahami karakteristik
anak remaja mereka dan perubahan perilaku mereka. Perilaku mereka kini tentunya berbeda dari
masa kanak-kanak. Hal ini terkadang yang menjadi stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh
karenanya, butuh tenaga dan kesabaran ekstra untuk benar-benar mempersiapkan remaja kita
kelak menghadapi masa dewasanya.

REFERENSI :

Choate, L.H. (2007). Counseling Adolescent Girls for Body Image Resilience: Strategi for
School Counselors. Profesional School Counseling. Alexandria: Feb 2007. Vol. 10, Iss. 3; pg.
317, 10 pgs. Diakses melalui http://ezproxy.match.edu/menu pada 9 Mei 2008

Fagan, R. (2006). Counseling and Treating Adolescents with Alcohol and Other Substance Use
Problems and their Family. The Family Journal: Counseling therapy For Couples and Families.
Vol.14. No.4.326-333. Sage Publication diakses melalui
http://tfj.sagepub.com/cgi/reprint/14/4/326 pada 18 April 2008

Gunarsa, S. D. (1989). PsikologiPperkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK. Gunung


Mulia.

Hurlock, E.B. (1991). Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan
(Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Mongks, F. J. , Knoers, A. M. P. , & Haditono, S. R. (2000). Psikologi Perkembangan:


Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Muss, R. E. , Olds, S. W. , & Fealdman (2001). Human Developmen. Boston: McGraw-Hill


Companies.

Rey, J. (2002). More than Just The Blues: Understanding Serious Teenage Problems. Sydney:
Simon & Schuster.

Rini, J.F. (2004). Mencemaskan Penampilan. Diakses dari e-psikologi.com pada tanggal 22
April 2006.
Santrok, J. W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Setiono, L.H. (2002). Beberapa Permasalahan Remaja. Diakses dari www.e-psikologi.com pada
tanggal 22 April 2006.

Tambunan, R. (2001). Diakses dari www.e-psikologi.com pada tanggal 22 April 2006.

Mitos-mitos Seputar “Gak Bakal Hamil”. Diakses dari www.e-psikologi.com pada tanggal 22
April 2006.

Anda mungkin juga menyukai