Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TUGAS KELOMPOK

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

Perkembangan Penyesuaian Diri

Disusun oleh kelompok 11

- Ulqi Nurhusna

- Wilda Luciana Hutapea

Dosen Pengampu : Elya Siska Anggraini

PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guru mempunyai tugas utama mendidik. Dimana dalam mendidik tersebut, seorang guru
dituntut selalu mengedepankan skill sebagai seorang pendidik yang selalu siap mengajarkan
ilmu yang sudah digelutinya selama bertahun-tahun di bangku kuliah.Salah satu indikator demi
keberhasilan tugas seorang guru adalah bagaimana ia memahami akan peserta didik yang
dibinannya. Peserta didik atau yang lebih terkenal dengan sebutan siswa adalah obyek
pendidikan dan pengajaran guru. Seorang siswa adalah individu-individu yang satu sama lain
berbeda atau khas. Siswa pada umumnya berumur mulai 5- 12 tahun untuk SD, 12-14 tahun
untuk SMP dan 14-17 tahun untuk SMA.Pada tahap ini siswa sebagai individu mempunyai
tahap-tahap pertumbuhan dan perkem bangan baik fisik maupun psikis/emosi.

Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah
dipelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan
hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapat
di sekolah dan di luar sekolah ia memiliki sejumlah pengetahuan, kecakapan, minat-minat, dan
sikap-sikap. Dengan pengalaman-pengalaman itu ia secara berkesinambungan dibentuk
menjadi seorang pribadi seperti apa yang dia miliki sekarang dan menjadi seorang pribadi
tertentu di masa mendatang.Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu
menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental dan emosional
dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan
berkembang proses penyesuaian yang baik atau yang salah.

Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme yang aktif. Ia aktif dengan
tujuan dan aktifitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan kebutuhan-
kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi peluang kepadanya untuk
berfungsi sebagai anggota kelompoknya. Penyesuaian diri adalah suatu proses. Dan salah satu
ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya adalah memiliki kemampuan untuk
mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungannya. Untuk lebih jelasnya marilah kita tinjau secara lebih rinci pengertian dan proses
penyesuaian diri, karakteristik penyesuaian diri remaja dan faktor-faktor yang mempengaruhi
proses penyesuaian diri.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Apa pengertian dari penyesuaian diri?

2. Bagaimana pembentukan penyesuaian diri?

3. Apa aspek-aspek dan karakteristik penyesuaian diri?

4. Apa fakor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri?

5. Bagaimana implikasi penyesuaian diri dalam pendidikan?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah:

1. Mampu mengetahui pengertian penyesuaian diri

2. Mampu mengetahui pembentukan penyesuaian diri

3. Mampu mengetahui karakteristik penyesuaian diri

4. Mampu mengetahui faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri

5. Mampu mengetahui implikasi penyesuaian diri dalam pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyesuaian diri

Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa survive dan
memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang
memuaskan dengan tuntutan sosial (Rivaswett).

Seorang ahli bernama Schneiders ( Gunarso, 1989 ) mengemukakan bahwa penyesuaian diri
merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk
menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat
diterima oleh lingkungannya.Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu baik
atau buruk selalu melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian diri
merupakan usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan,
frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-tuntutan dalam
dunia sekitar (Rivaswett).

Menurut Daradjat (1972) penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamika yang bertujuan
untuk mengubah tingkah laku agar terjadi hubungan yang selaras antara dirinya dan lingkungan
nya. Penyesuaian diri pribadi adalah penyesuaian individu terhadap dirinya sendiri dan percaya
pada diri sendiri. Sedangakan penyesuaian sosial merupakan suatu proses yang terjadi dalam
lingkungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengannya (Rivaswett).

Geringan (1986) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah mengubah diri sendiri dengan
keadaan lingkungan dan juga mengubah lingkungan sesuai dengan keinginannya, Tentu saja hal
ini tidak menimbulkan koflik bagi diri sendiri dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat. Menurut Hillgard (dalam Damayanti, 2002), individu mengadakan
penyesuaian diri untuk menghilangkan konflik dan melepaskan rasa ketidak enakan dalam
dirinya. Menurut Gunarso (1995)penyesuaian diri sebaiknya menjadi dasar dari pembetukan
hidup dengan pola-pola yang berintegrasi tanpa tekanan emosi yang berarti. Kartono (1980)
mengartikan penyesuaian diri sebagi usaha untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan
pada lingkungan sehingga rasa bermusuhan, dengki, iri hati, pasangka, kecemasan, kemarahan
sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dengannya terkikis habis (Rivaswett).

Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan seseorang. Setiap saat
seseorang mempunyai kebutuhan penyesuaian diri, baik dengan dirinya sendiri antara
kebutuhan jasmani dan rohani, maupun kebutuhan luarnya yaitu kebutuhan social Berdasarkan
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan usaha individu untuk
menyelaraskan kebutuhan dalam diri sendiri maupun dengan situasi diluar dirinya guna
mendapatkan hubungan yang lebih baik serasi antara diri dan lingkungan yang dihadapi nya
(Rivaswett).

Pada masa penyesuaian diri ini peran orang tua dan lingkungan sangat berpengaruh dalam
mencapai keberhasilan dalam melakukan penyesuaian diri untuk membangun jati diri yang
baik. Orang tua bertugas untuk memberi tauladan dan mengawasi tindak tanduk tetapi tidak
dengan mengekang semua kegiatannya, serta memberikan kebebasan yang bertanggung
jawab, misalnya berilah kebebasan kepada anak anda untuk bergaul dengan siapapun dan dari
strata manapun asalkan tidak membawa pengaruh yang buruk baginya. Orang tua hendaknya
membiasakan anak untuk mengenal dengan baik lingkungan sekitarnya agar mereka mampu
beradaptasi dengan baik dimanapun mereka berada. Orang tua hendaknya juga bisa menjadi
teman bagi anaknya terutama pada masa remaja sehingga anak bisa terbuka tentang segala
masalah yang dihadapinya, karena dengan itu orang tua mampu mengawasi secara tidak
langsung kegiatan- kegiatan yang dilakukannya (Rivaswett).

B. Pembentukan penyesuain diri

Menurut Martaniah (1964:97) berikut beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan
penyesuaian diri yang cukup sehat diantaranya, yaitu:

1. Lingkungan Keluarga

Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu
dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan
kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga
individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.

Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa
seorang individu. Dalam prakteknya banyak orangtua yang mengetahui hal ini namun
mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini
seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi,
diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang
cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap
kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini
kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak
menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan,
cemas dan stres.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa
kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas
pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata menyerahkannya
pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain
karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki rasa aman.

Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi
dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara
penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun
pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul
dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi
orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau
seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu
menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan yang mendukung hal tersebut.

Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan
kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagai
nya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses
pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain
atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan,
kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.

2. Lingkungan Teman Sebaya

Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-
kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang
sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa
yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia
mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-
dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang
dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.

Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam
penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam
memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin
mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha
untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia
akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.

3. Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi
saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan
guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi
pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang
menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan

Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu
dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam
pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu
dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan
spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang
digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan
penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.

Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan
dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan
antara orang dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka
disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka,
maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi.

C. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri

Menurut Gerungan (1987:104) penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu, penyesuaian diri
pribadi dan penyesuaian diri sosial.

a. Penyesuaian Pribadi

Penyesuaian pribadi adalah kemampuan seorang untuk menerima diri demi tercapainya
hubungan yang harmonis antara dirinya dan lingkungan sekitarnya. Ia menyatakan sepenuhnya
siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak objektif
sesuai dengan kondisi dan potensi dirinya. Keberhasilan penyesuaian diri pribadi ditandai oleh
tidak adanya rasa benci, tidak ada keinginan untuk lari dari kenyataan, atau tidak percaya pada
potensi dirinya. Sebaliknya, kegagalan penyesuaian pribadi ditandai oleh adanya keguncangan
dan emosi, kecemasan, pribadi, ketidakpuasan, dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebagai akibatnya adanya jarak pemisah antara kemampuan individu dan tuntutan yang
diharapkan oleh linkungannya

b. Penyesuaian Sosial
Dalam kehidupan di masyarakat terjadi proses saling mempengaruhi satu sama lain yang terus
menerus dan silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan pola
tingkah laku yang sesuai dengan aturan hukum adat-istiadat, nilai, dan norma sosial yang
berlaku di dalam masyarakat. Proses ini dikenal dengan istilah proses penyesuaian sosial.
Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial ditempat individu itu hidup dan
berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan sosial tersebut mencakup hubungan
dengan anggota keluarga, masyarakat sekolah, teman sebaya, atau anggota masyarakat luas
secara umum. Apa yang diserap yang dipelajari individu dalam proses interaksi dengan
masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang
memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial sangat baik. Proses
berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk
mematuhi nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Setiap kelompok atau suku
bangsa memiliki sistem nilai yang berbeda-beda. Dalam proses penyesuaian sosial, individu
berkenalan dengan nilai dan norma sosial yang berbeda-beda lalu berusaha untuk
mematuhinya, sehingga menjadi bagian dan membentuk kepribadiannya. Seperti yang
dikatakan oleh Sigmud Freud bahwa hati nurani atau super ego, akan berusaha mengendalikan
kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku
yang disukai dan diterima oleh masyarakat serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak
diterima oleh masyarakat

D. Karakteristik Penyesuaian Diri

Dalam kenyataan, tidak selamanya individu akan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri.
Hal itu disebabkan adanya rintangan atau hambatan tertentu yang menyebabkan ia tidak
mampu melakukan penyesuaian diri secara optimal. Rintangan-rintangan tersebut, ada
individu-individu yang mampu melakukan penyesuian diri secara positif, tetapi ada pula yang
melakukan penyesuaian diri secara tidak tepat. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan
karakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah (Rina Puji
Lesari,2013:64).

1. Penyesuaian Diri yang Positif

Diantaranya ditandai hal-hal sebagai berikut:

a) Tidak menunjukan adanya ketegangan emosional yang berlebihan, b) Tidak menunjukan


adanya mekanisme pertahankan yang salah, c) Tidak menunjukan adanya frustasi pribadi, d)
Memiliki pertimbangan yang rasional dalam pengarahan diri, e) Mampu belajar dari
pengalaman, f) Bersikap realisktik dan objektif.
Menurut Rina Puji Lesari(2013:65) dalam penyesuaian diri secara positif, individu akan
melakukan berbagai bentuk berikut ini:

1) Penyesuian diri dalam menghadapi masalah secara langsung

Dalam situasi ini, individu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibat. Ia akan
melakukan tindakan yang sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Misalnya seorang remaja
yang hamil sebelum menikah akan menghadapinya secara langsung dan berusaha
mengemukakan segala alasan kepada orangtuanya.

2) Penyesuian diri dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan)

Dalam situasi ini, individu mencari berbagai pengalaman untuk menghadapi dan memecahkan
masalah-masalahnya. Misalnya, seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan
tugas membuat makalah akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut,
dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.

3) Penyesuaian diri dengan trial and error

Dalam cara ini, individu melakukan tindakan coba-coba, dalam arti kalau menguntungkan
diteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan. Misalnya, seorang pengusaha mengadakan
spekulasi untuk meningkatkan usahanya.

4) Penyesuaian diri dengan subsitusi (mencari pengganti)

Apabila individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, ia dapat memperoleh penyesuaian
dengan jalan mencari pengganti. Misalnya, gagal berpacaran secara fisik, ia akan mencari pacar
penggati yang sesuai dengan yang ia inginkan.

5) Penyesuaian diri dengan belajar

Dengan belajar, individu dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk membantu penyesuaian dirinya. Misalnya, seorang guru akan berusaha belajar tentang
berbagai ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan profesionalismenya.

6) Penyesuaian diri dengan pengendalian diri

Penyesuaian diri akan lebih efektif jika disertai oleh pengetahuan memilih tindakan yang tepat
serta pengendalian diri yang tepat pula. Dalam situasi ini, individu akan berusaha memilih
tindakan mana yang harus dilakukan dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan.Cara inilah
yang disebut inhibisi.

7) Penyesuian diri dengan perencanaan yang cermat


Dalam hal ini, sikap dan tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil
berdasarkan perencanaan yang cermat dan matang. Keputusan diambil setelah
dipertimbangakan dari berbagai segi, seperti untung dan ruginya.

2. Penyesuaian diri yang salah

Menurut Rina Puji Lesari (2013:67) kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif,
dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian yang salah. Penyesuaian diri yang salah
ditandai dengan sikap dan tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang
tidak realistik, membabi buta, dan sebagainya. Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang
salah, yaitu rekasi bertahan, reaksi menyerang, dan reaksi melarikan diri.

a. Reaksi bertahan (defence reaction)

Individu berusaha mempertahankan dirinya dengan seolah-olah ia tidak menghadapi kegagalan,


ia akan menunjukkan dirinya tidak mengalami kesulitan. Adapun bentuk khusus dari reaksi ini
yaitu:

1) Resionalisasi, yaitu mencari cari alasan yang masuk akal untuk membenarkan tindakanya
yang salah.

2) Represi, yaitu menekan perasaannya yang dirasakan kurang enak ke alam tidak sadar. Ia akan
berusaha melupakan perasaan atau pengalamannya yang kurang menyenangkan atau
menyakitkan.

3) Proyeksi, yaitu menyalahkan kegagalan dirinya pada pihak lain atau pihak ketiga untuk
mencari alasan yang bisa diterima. Misalnya, seorang siswa yang tidak lulus hal itu disebabkan
guru-gurunya membenci dirinya.

4) “Saur Grapes” (anggur kecut) yaitu memutar balikkan fakta atau kenyataan. Misalnya,
seorang remaja yang gagal menulis sms mengatakan bahwa handphonenya rusak, padahal dia
sendiri tidak bisa menggunakan HP.

b. Reaksi menyerang (Aggrresive Action)

Individu yang salah akan menunjukkan sikap dan perilaku yang bermanfaat menyerang atau
konfrontasi untuk menutupi kekurangan atau kegagalannya. Ia tidak mau menyadari
kegagalannya atau tidak mau menerima kenyataan. Reaksi-reaksinya, antara lain:

1) Selalu membenarkan diri sendiri, 2) Selalu ingin berkuasa dalam setiap situasi, 3) Merasa
senang bila mengganggu orang lain, 4) Suka menggertak, baik dengan ucapan maupun
perbuatan, 5) Menunjukan sikap permusuhan secara terbuka, 6) Bersikap menyerang dan
merusak, 7) Keras kepala dalam sikap dan perbuatannya, 8) Suka bersikap balas dendam, 9)
Memperkosa hak orang lain, 10) Tindakannya suka serampangan, 11) Marah secara sadis

c. Reaksi melarikan diri (escape reaction)

Dalam reaksi ini, individu akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan konflik atau
kegagalannya. Reaksinya tampak sebagai berikut:

1) Suka berfantasi untuk memuaskan keinginan yang tidak tercapai dengan bentuk angan-
angan (seolah-olah sudah tercapai)

2) Banyak tidur, suka minuman keras, bunuh diri, atau menjadi pecandu narkoba,

3) Regresi, yaitu kembali pada tingkah laku kekanak-kanakan. Misalnya, orang dewasa yang
bersikap dan berperilaku seperti anak kecil.(karakerisik dari makaah

E. Faktor-faktor penyesuaian diri

Menurut Desmita (2014:196-197) faktor – faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dilihat
dari konsep psikogenik dan sosiopsikogenik. Psikogenik memandang bahwa penyesuaian diri
dipengaruhi oleh riwayat kehidupan sosial individu, terutama pengalaman khusus yang
mebentuk perkembangan psikologis. Pengalaman khusus ini lebih banyak berkaitan dengan
latar belakang kehidupan keluarga, terutama menyangkut aspek-aspek:

1. Hubungan orangtua-anak, yang merujuk pada iklim hubungan sosial dalam keluarga,
apakah hubungan tersebut bersifat deokratis atau otoriter yang mencakup:

a. Penerimaan-penolakan orangtua terhadap anak.

b. Perlindungan dan kebebasan yang diberikan kepada anak.

c. Sikap dominatif-integratif ( permisif atau sharing )

d. Pengembangan sikap mandiri-ketergantungan

2. Iklim intelektual keluarga, yang merujuk pada sejauh mana iklim memberikan kemudahan
bagi perkembangan intelektual anak,pengebangan berpikir logis atau irrasional,yang
mencakup :

a. Kesempatan untuk berdialog logis, tukar pendapat dan gagasan

b. Kegemaran membaca dan minat cultural


c. Pengembangan kemampuan memecahkan masalah

d. Pengembangan hobi

e. Perhatian orangtua terhadap kegiatan belajar anak

3. Iklim emosional keluarga, yang merujuk pada sejauh mana stabilitas hubungan dan
komunikasi di dalam keluarga terjadi,yang mencakup;

a. Intensitas kehadiran orangtua dalam keluarga

b. Hubungan persaudaraan dala keluarga

c. Kehangatan hubungan ayah-ibu

Sementara itu dilihat dari konsep sosiopsikogenik, penyesuaian diri dipengaruhi oleh faktor
iklim lembaga sosial dimana individu terlihat didalamnya.Bagi peserta didik,faktor
sosiopsikogenik yang dominan mempengaruhi penyesuaian dirinya adalah sekolah,yang
mencakup ;

1. Hubungan guru-siswa, yang merujuk pada iklim hubungan sosial dalam sekolah,apakah
hubungan tersebut bersifat deikratis atau otoriter, yang mencakup;

a. Peneriaan-penolakan guru terhadap siswa

b. Sikap dominatif ( otoriter,kaku,banyak tuntutan ) atau integrative ( permisif ,


sharing,menghargai dan mengenal perbedaan individu)

c. Hubungan yang bebas ketegangan atau penuh ketegangan.

2. Iklim intelektual sekolah, yang merujuk pada sejauh mana perlakuan guru terhadap siswa
dalam meberikan kemudahan bagi perkembangan intelektual siswa sehingga tumbuh perasaan
kompeten,yang mencakup;

a) Perhatian terhadap perbedaan individual siswa, b) Intensitas tugas-tugas belajar, c)


Kecenderungan untuk mandiri atau berkonfirmitas pada siswa, d) Sistem penilaian, e) Kegiatan
ekstrakulikuler, f) Pengembangan inisiatif siswa

F. lmpikasi Penyesuaian Diri

Lingkungan sekolah sangat berpengaruh pada perkembangan jiwa remaja, karena selain
berfungsi sebagai pengajaran, sekolah juga berfungsi sebagai transformasi norma (Muhammad
Abdul Malik,2014:73).
Menurut Muhammad Abdul Malik(2014:73) dalam hal ini sekolah memiliki peranan yang tidak
jauh dari keluarga, terutama wali kelas dan guru-guru Bp. Maka untuk tujuannya itu sekolah:

a. Menciptakan situasi “betah”, b. Menciptakan suasana yang menyenangkan, c. Memahami


anak didik menyeluruh, d. Menggunakan metode dan alat belajar yang menggairahkan, e.
Menggunakan prosedur evaluasi yang memotivasi belajar, f. Ruangan kelas yang sehat, g. Tata
tertib yang dipahami, h. Teladan dari para guru.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Kesimpulan makalah ini adalah sebagai berikut:

Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa survive dan
memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang
memuaskan dengan tuntutan sosial

Lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat, yaitu:
Lingkungan Keluarga, Lingkungan Teman Sebaya, Lingkungan Sekolah.

Penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu, penyesuaian diri pribadi dan penyesuaian diri sosial;
Karakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah dilihat dari konsep psikogenik dan
sosiopsikogenik. Psikogenik memandang bahwa penyesuaian diri dipengaruhi oleh riwayat
kehidupan sosial individu, terutama latar belakang keluarga. Sementara itu dilihat dari konsep
sosiopsikogenik, penyesuaian diri dipengaruhi oleh faktor iklim lembaga sosial dimana individu
terlihat didalamnya. Bagi peserta didik,faktor sosiopsikogenik yang dominan mempengaruhi
penyesuaian dirinya adalah sekolah.

Implikasi penyesuaian diri di lingkungan sekolah sangat berpengaruh pada perkembangan jiwa
remaja, karena selain berfungsi sebagai pengajaran, sekolah juga berfungsi sebagai
transformasi norma.

Anda mungkin juga menyukai