PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
BAB II
PEMBAHASAN
I.
personal adjustment. Pengertian penyesuaian diri menurut Sekneiders dapat ditinjau dari
tiga sudut pandang yaitu:
1. Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation)
2. Penyesuaian diri sebagai bentuk konfornitas (konfornity)
3. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)
Ketiga penyesuaian diri diatas sesuai dengan istilah dan konsep-konsep masingmasing memiliki penekanan yang berbeda-beda. Dibawah ini akan dijelaskan lebih rinci
tentang perbedaan penyesuaian diri tersebut.
1. Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation)
Ditinjau dari latar belakang perkembangan, pada mulanya penyesuaian diri
diartikan sama dengan adaptasi (adaptation). Adaptasi ini pada umumnya lebih
mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya
seseorang yang pindah dari daerah yang panas kedaerah dingin maka harus beradaptasi
dengan iklim yang berlaku didaerah dingin tersebut. Selain itu kalau dilihat dari sudut
pandang adaptasi, penyesuaian diri sering diartikan sebagai usaha mempertahankan diri
secara fisik (self-maintenance atau survival).
Penyesuaian diri sebagai adaptasi tidak dapat mencakup penyesuaian diri dalam
arti psikologis, karena hanya memberikan arti usaha mempertahankan diri yang hanya
selaras dengan keadaan fisik saja. Hal ini mengakibatkan adanya kompleksitas
kepribadian individu serta adanya hubungan kepribadian individu dengan lingkungan
menjadi terabaikan. Padahal dalam penyesuaian diri sesungguhnya tidak sekedar
penyesuaian fisik, melainkan yang lebih kompleks dan lebih penting lagi adalah adanya
keunikan dan perbedaan kepribadian individu dalam hubungannya dengan lingkungan.
2. Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity)
Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas dapat diartikan penyesuaian diri
yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Dimana penyesuaian diri sebagai
usaha konformitas menyiaratkan bahwa disana individu seakan-akan mendapat tekanan
kuat untuk dapat selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik
secara moral, sosial, maupun emosional. Dalam sudut pandang ini, individu selalu
diarahkan kepada tuntutan konformitas dan terancam akan tertolak dirinya manakala
perilakunya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Keragaman pada individu menyebabkan penyesuaian diri tidak dapat dimaknai
sebagai usaha konformitas. Misalnya, perilaku pada anak-anak berbakat atau anak-anak
genius ada yang tidak berlaku atau tidak dapat diterima oleh anak-anak berkemampuan
biasa. Namun demikian tidak dapat dikatakan bahwa mereka tidak mampu
menyesuaikan diri. Norma-norma sosial dan budaya kadang-kadang terlalu kaku dan
tidak masuk akal untuk dikenakan kepada anak-anak yang memiliki keunggulan tingkat
intiligensi atau anak-anak berbakat.
Selain itu norma yang berlaku pada suatu budaya tertentu tidak sama dengan
norma pada budaya lainnya sehingga tidak mungkin merumuskan serangkaian prinsipprinsip penyesuaian diri berdasarkan budaya yang dapat diterima secara universal.
Dengan demikian konsep penyesuaian diri sesungguhnya bersifat dinamis dan tidak
dapat disusun berdasarkan konformitas sosial.
3. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)
Sudut pandang berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri dimaknai sebagai
usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan
mengorganisasikan respon dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan
dan frustasi tidak terjadi. Dengan kata lain penyesuaian diri diartikan sebagai
kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan, emosi dan
kebiasaan menjadi terkendali dan terarah. Hal ini juga berarti penguasaan dalam
memiliki kekuatan-kekuatan terhadap lingkungan yaitu kemampuan menyesuaiakan diri
dengan realitas berdasarkan cara-cara yang baik, akurat, sehat dan mampu bekerja sama
dengan orang lain secara efektif dan efisien, serta mampu memanipulasi faktor-faktor
lingkungan sehingga penyesuaian diri dapat berlangsung dengan baik.
Namun demikian, pemaknaan penyesuaian diri sebagai penguasaan (mastery)
mengandung kelemahan, yaitu menyamaratakan semua individu. Padahal, kapasitas
individu antara satu orang dengan yang lain tidak sama dan keterbatasan-keterbatasan
tertentu yang dihadapi oleh individu. Oleh sebab itu, perlu dirumuskan prinsip-prinsip
penting mengenai hakekat penyesuaian diri, yaitu sebagai berikut:
a. Setiap individu memiliki kualitas penyesuaian diri yang berbeda.
Berbagai aspek penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan cara individu
bereaksi terhadap manusia disekitarnya, benda-benda dan hubungan-hubungan yang
membentuk realitas. Secara umum dapat dikatakan bahwa sikap yang sehat terhadap
realitas dan kontak yang baik terhadap realitas itu sangat diperlukan untuk proses
penyesuaian diri yang sehat. Beberapa perilaku seperti sikap anti sosial, kurang berminat
terhadap hiburan, sikap bermusuhan, kenakalan dan semaunya sendiri, semuanya itu
sangat menggangu hubungan antara penyesuaian diri dengan realitas.
Berbagai tuntutan realitas, adanya pembatasan aturan dan norma-norma
menuntut individu untuk terus belajar menghadapi dan mengatur suatu proses kearah
hubungan yang harmonis antara tuntutan internal yang dimanifestasikan dalam bentuk
sikap dengan tuntutan eksternal dari realitas. Jika individu tidak tahan terhadap tuntutantuntutan itu, akan muncul situasi konflik, tekanan dan frestasi. Dalam situasi seperti itu,
organisme didorong untuk mencari perbedaan perilaku yang memungkinkan untuk
membebaskan diri dari ketegangan.
3. Pola dasar proses penyesuaian diri
Dalam penyesuaian diri sehari-hari terhadap suatu pola dasar penyesuaian diri
misalnya, seorang anak membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya yang selalu sibuk.
Dalam situasi ini, anak akan frustasi dan berusaha menemukan pemecahan yang berguna
mengurangi ketegangan antara kebutuhan akan kasih sayang dengan frustasi yang
dinamis. Boleh jadi suatu saat upaya yang dilakukan itu mengalami hambatan. Akhirnya
dia akan beralih pada kegiatan lain untuk mendapatkan kasih sayang yang
dibutuhkannnya, misalnya dengan mengisap-isap ibu jarinya sendiri.
Demikian juga pada orang dewasa, akan mengalami ketegangan dan frustasi
karena terhambatnya keinginan memperoleh rasa kasih sayang, memperoleh anak
meraih prestasi dan sejenisnya. Untuk itu, dia akan mencari kegiatan yang dapat
mengurangi ketegangan yang ditimbulkan sebagai akibat tidak terpenuhi keinginannya.
Ketiga unsur tersebut akan mewarnai kualitas proses penyesuaian diri individu.
Berbagai bentuk aturan pada sekelompok masyarakat tertentu belum tentu dapat
diterima oleh kelompok masyarakat yang lain. Remaja yang cenderung membentuk
kelompok masyarakat tersendiri, sering kali juga membentuk dan memiliki kesepakatan
aturan tersendiri yang kadang-kadang kurang dapat dimengerti oleh lingkungan
masyarakat diluar kelompok remaja tersebut. Dalam kontek ini, penyesuaian diri remaja
terhadap norma sosisal mengarah pada dua dimensi. Pertama, remaja ingin diakui
keberadaannya dalam masyarakat luas, yang berarti remaja harus mampu
menginternalisasikan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat. Kedua, remaja ingin bebas
menciptakan aturan-aturan tersendiri yang lebih sesuai untuk kelompoknya, tetapi
menuntut agar dapat dimengerti dan diterima oleh masyarakat dewasa. Ini dapat
diartikan bahwa perjuangan penyesuaian diri remaja terhadap norma sosial adalah ingin
menginteraksikan antara dorongan untuk bertindak bebas disatu sisi, dengan tuntutan
norma sosial pada masyarakat disisi lain. Tujuannya adalah agar dapat terwujud
internalisasi norma,baik dalam kelompok remaja tersendiri,baik pada kelompok remaja
itu sendiri maupun lingkungannya dimana remaja itu berada.
5. Penyesuaian diri remaja terhadap penggunaan waktu luang
Waktu luang remaja merupakan kesempatan untuk memenuhi dorongan
bertindak bebas. Namun, disisi lain remaja dituntut mampu menggunakan waktu luang
untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya maupun untuk orang lain. Jadi
dalam konteks ini, upaya penyesuaian diri remaja adalah melakukan penyesuaian antara
dorongan kebebasannya serta inisiatif dan kreatifitasnya dengan kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat. Dengan demikian penggunaan waktu luang akan menunjang pengembangan
diri dan manfaat sosial.
6. Penyesuaian diri remaja terhadap penggunaan uang
Dalam kehidupannya, remaja juga berupaya untuk memenuhi dorongan sosial
yang lain yang memerlukan dukungan finansial. Karena remaja belum sepenuhnya
mandiri, dalam masalah finansial, mereka memperoleh jatah dari orang tua sesuai
dengan kemampuan keluarganya. Rangsangan, tantangan, tawaran, inisiatif, kreativitas,
petualangan dan kesempatan-kesempatan yang ada pada remaja seringkali
mengakibatkan melonjaknya penggunaan uang pada remaja sehingga menyebabkan
jatah yang diterima dari orang tuanya sering kali menjadi tidak cukup. Oleh sebab itu
dalam konteks ini perjuangan penyesuaian diri remaja adalah berusaha untuk mampu
bertindak secara profesional, melakukan penyesuaian antara kelayakan pemenuhan
BAB III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
II. Saran
Daftar Pustaka