Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat


mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Dunia pendidikan merupakan
salah satu dari aspek tersebut. Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh
kualitas sumber daya manusia (SDM). Kualitas SDM sangat bergantung pada
kualitas pendidikan. Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan
bangsa karena berhasilnya pembangunan di bidang pendidikan akan sangat
berpengaruh terhadap pembangunan di bidang yang lainnya. Oleh karena itu,
pembangunan dalam bidang pendidikan sekarang ini semakin giat dilaksanakan.
Berbagai carapun ditempuh untuk memperoleh pendidikan, baik pendidikan
secara formal maupun pendidikan secara nonformal.
Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang
cerdas, damai, terbuka dan demokratis. UU RI No. 20 Pasal 1 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional telah ditetapkan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang
cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Sistem pendidikan nasional menyebutkan,
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai
tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri dalam kegiatan belajar
mengajar, siswa adalah subjek dari kegiatan pendidikan. Karena itu, inti proses
pendidikan tidak lain adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan

1
2

pendidikan. Tujuan pendidikan tentu saja akan dapat tercapai jika siswa berusaha
aktif untuk mencapainya.
Kegiatan utama dalam proses pendidikan di sekolah adalah kegiatan belajar
mengajar. Proses belajar mengajar yang ada merupakan penentu keberhasilan
dalam mencapai tujuan pendidikan. Siswa yang belajar diharapakan mengalami
perubahan baik dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap.
Perubahan tersebut dapat tercapai bila ditunjang berbagai macam faktor. Faktor
yang dapat menghasilkan perubahan juga berpengaruh untuk meningkatkan hasil
belajar. Proses pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik
dengan guru sebagai pengajar proses pembelajaran dilaksanankan dengan
menggunakan pedagogi yang mencakup strategi atau cara mengajar.
Ada banyak hal yang menyebabkan rendahnya hasil belajar, salah satunya
adalah proses pembelajaran yang tidak berpihak kepada siswa. Dalam
pembelajaran siswa bersifat hanya pendengar saja dan guru yang bersifat dominan
(teacher centered). Dominasi guru dalam pembelajaran ini menyebabkan siswa
lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada menemukan sendiri
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan. Salah satu mata pelajaran
yang memiliki nilai rendah adalah mata pelajaran Sistem Rem. Sistem Rem
merupakan salah satu bagian terpenting dalam kendaraan.
Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di sekolah SMK Negeri 2
Doloksanggul, melalui guru bidang studi Sistem Rem bahwasanya hasil ujian
siswa kelas XI TKR SMK Negeri 2 Doloksanggul masih rendah dengan kategori
dibawah nilai 75. Pada T.P. 2013/2014 rata-rata nilainya 60 dan pada T.P.
2014/2015 rata-rata nilainya 66. Data ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata ujian
Sistem Rem kelas XI TKR SMK Negeri 2 Doloksanggul untuk kedua Tahun
Pelajaran tersebut masih tergolong rendah.
Rendahnya hasil belajar Sistem Rem yang diperoleh oleh siswa salah
satunya disebabkan karena model pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang
bervariasi. Model pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah tersebut adalah
model pembelajaran ekspositori. Model pembelajaran ekspositori adalah model
pembelajaran yang lazim diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari yang sudah
3

terbiasa dilakukan di kelas, sifatnya berpusat pada guru (teacher centered


learning) dan kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar.
Berdasarkan kenyataan tersebut, perlu diterapkan suatu model pembelajaran
yang sesuai dan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu alternatif
model pembelajaran yang memungkinkan diterapkan adalah model contextual
teaching and learning (CTL). Model CTL merupakan suatu konsepsi yang
membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya
dalam kehidupan mereka (Trianto, 2011 : 104). Dengan demikian, pembelajaran
akan lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat, akan
tetapi secara fungsional apa yang dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan
dengan siatuasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi di lingkungannya.
Pendekatan Kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan
dunia nyata dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-
hari. Karena pada mata diklat sistem rem menuntut siswa untuk berperan aktif.
Sedangkan pembelajaran pendekatan Kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa
melakukan dan mengalami, tidak hanya mencatat dan pengembangan kemampuan
sosialisasi. Terdapat tujuh asas dalam pembelajaran Pendekatan Kontekstual
sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu (1) konstruktivisme, (2)
inquiri, (3) questioning (bertanya), (4) learning community (masyarakat belajar),
(5) modeling (pemodelan), (6) reflection (refleksi), (7) authentic assessment
(penelitian yang sebenarnya).
Alasan dipilihnya model pembelajaran pendekatan kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) karena, (1) situasi pembelajaran lebih
kondusif, karena siswa dilibatkan secara penuh dalam pembelajaran, (2) guru
tidak lagi menggunakan metode konvensional, sehingga pembelajaran lebih
berpusat pada siswa, (3) guru akan termotivasi untuk mencari media pembelajaran
baru (modeling) dari berbagai sumber. Selain itu siswa juga diajak untuk terlibat
langsung mulai dari pemahaman materi, diskusi, pembentukan kelompok belajar
hingga praktek.
4

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan


penelitian dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) terhadap Hasil Belajar Sistem Rem
Siswa Kelas XI TKR SMK Negeri 2 Doloksanggul T.A 2016/2017.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas beberapa masalah yang dapat


diidentifikasikan:
1. Rendahnya hasil belajar siswa
2. Model atau metode pembelajaran yang digunakan masih didominasi oleh guru.
3. Siswa tidak berperan aktif dalam perolehan pengetahuan.
4. Model atau metode pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru kurang
bervariasi.

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan,


sehingga memungkinkan tujuan penelitian. Batasan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model contextual teaching and
learning.
2. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI TKR SMK Negeri 2 Doloksanggul
T.A 2016/2017
3. Materi yang dikaji dalam penelitian ini adalah sistem rem.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas yang menjadi rumusan masalah


dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hasil belajar siswa dengan menggunakan model kontekstual
(contextual teaching and learning) pada materi sistem rem pada siswa kelas XI
TKR SMK N 2 Doloksanggul T.A 2016/2017?
5

2. Bagaimanakah hasil belajar sistem rem siswa dengan menggunakan model


ekspositori pada materi sistem rem pada siswa kelas XI TKR SMK N 2
Doloksanggul T.A 2016/2017?
E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:


1. Untuk melihat hasil belajar siswa kelas di XI TKR SMK N 2 Doloksanggul T.A
2016/2017 yang diajarkan dengan menggunakan model kontekstual
(contextual teaching and learning) pada materi sistem rem.
2. Untuk melihat hasil belajar siswa kelas XI TKR SMK N 2 Doloksanggul T.A
2016/2017 yang diajarkan dengan menggunakan model ekspositori pada materi
sistem rem.
3. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran contextual teachingang
learning terhadap hasil belajar siswa pada materi sistem rem di kelas XI TKR
SMK N 2 Doloksanggul T.A 2016/2017

F. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:


1. Sebagai informasi hasil belajar siswa dengan penerapan model contextual
teaching and learning pada materi sistem rem di kelas XI TKR SMK Negeri 2
Doloksanggul.
2. Sebagai bahan informasi alternatif dalam pemilihan model pembelajaran di
sekolah.
3. Menjadi bahan perbandingan dan referensi bagi peneliti lain dalam melakukan
penelitian lebih lanjut.
6

BAB II
KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS

A. Kajian Teoritis

1. Hakekat Hasil Belajar Sistem Rem

a. Hakekat Belajar

Salah satu hal utama yang dilakukan untuk memperoleh ilmu pengetahuan
adalah dengan belajar, dan dengan belajar akan terjadi proses interaksi individu
dengan lingkungannya. Secara formal interaksi tersebut dapat berupa siswa
belajar di sekolah, siswa akan berinteraksi dengan guru, dengan teman-temannya,
dengan buku-buku perpustakaan dan peralatan laboratorium/workshop, di rumah
mereka berinteraksi dengan catatan siswa, melaksanakan tugas dari guru serta
buku pelajaran. Belajar akan berdampak pada perilaku, pandangan dan pola pikir
seseorang terhadap suatu hal.
Hampir semua kegiatan manusia yang meliputi kecakapan, keterampilan,
kegemaran, kebiasaan, pengetahuan dan sikap manusia terbentuk dan berkembang
karena adanya belajar. Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Belajar
mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai
interaksi yang terjadi antara pengajar dengan yang diajar. Interaksi yang bernilai
edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan.
Ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan itu amat
bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di
lingkungannya. Trianto (2011: 16) menjelaskan bahwa belajar secara umum

6
7

diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan
bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik
seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja
maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu
perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan
perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan
yang baru yang diperoleh individu. Hal ini dikuatkan juga dengan teori dari
Hilgard dalam Sanjaya (2008: 112) yang berpendapat bahwa belajar adalah bukan
sekedar mengumpulkan pengetahuan, belajar merupakan proses mental yang
terjadi dalam diri seseorang sehingga menyebabkan munculnya perubahan
perilaku. Proses mental yang misalnya seperti aktivitas berfikir, memahami,
menyimpulkan, menyimak, menelaah, membandingkan, membedakan,
mengungkapkan, menganalisis, dan sebagainya. Relevan dengan pengertian
tersebut, belajar adalah berubah, artinya suatu perubahan pada individu-individu
yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu
pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian,
harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Perubahan ini bisa dilakukan
dengan suatu aktivitas yaitu dengan membaca, mengamati, mendengarkan,
meniru, dan sebagainya. Seseorang yang sedang melakukan kegiatan maupun
aktivitas secara sadar untuk mencapau tujuan perubahan tertentu, maka orang
tersebut dikatakan sedang belajar.
Dalam kegiatan pembelajaran perlu ada strategi yang mendukung proses
pembelajaran dapat berjalan dengan baik guna meningkatkan hasil belajar.
Menurut Aqib (2013 : 71) strategi pembelajaran adalah cara-cara yang akan
digunakan oleh pengajar untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan
selama proses pembelajaran. Pemilihan tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan dan
karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka pencapai tujuan
pembelajaran tertentu. J. R. David (1976) dalam Sanjaya (2008: 126) menjelaskan
bahwa strategi pembelajaran adalah sebagai perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
8

Yang termasuk dalam strategi pembelajaran merupakan metode yang digunakan


dalam proses belajar. Misalnya, dalam proses belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran seorang guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab atau
bahkan diskusi kelompok dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia
termasuk penggunaan media pembelajaran. Strategi tidak sama dengan metode.
Sanjaya (2008: 127) membedakan strategi dengan metode adalah sebagai berikut:
strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan
metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan
yang bernilai eduktif yang didalamnya terjadi interaksi antara pengajar dan yang
diajar dan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan melalui proses dan pengalaman
langsung untuk menghasilkan pengetahuan yang bermanfaat yang didapat dari
lingkungannya sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku, dan untuk
menciptakan suasana yang dapat menumbuhkan gairah belajar dan meningkatkan
prestasi belajar maka perlu pengorganisasian proses belajar yang baik, dalam hal
ini adalah strategi pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud adalah guru itu
sendiri, siswa lain, kepala sekolah, petugas perpustakaan, bahan atau materi ajar.

b. Hakekat Hasil Belajar

Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Sudjana


(2009:22) mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya Setelah siswa belajar,
maka terjadi perubahan di dalam dirinya baik itu dari segi pengetahun (pola pikir)
dan dari tingkah lakunya dan ini dinamakan dengan hasil belajar. Hasil belajar
merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajar dari hasil interaksi berupa respon terhadap stimulus yang ada. Hasil belajar
memegang peranan penting dalam proses belajar. Menurut pendapat Haryati
(2009: 13) penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru selain
memantau proses, kemajuan, dan perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai
dengan potensi yang dimiliki. Dalam penilaian, guru dapat menetapkan apakah
seorang siswa termasuk dalam kelompok siswa pandai, sedang, kurang, atau
9

cukup baik di kelasnya, jika dibandingkan dengan teman-temannya. Selanjutnya


Haryati (2009: 13) metode dan teknik penilaian sebagai bagian dari penilaian
internal (internal assessment) untuk mengetahui proses dan hasil belajar peserta
didik terhadap penguasaan kompetensi yang diajarkan oleh guru. Hal ini bertujuan
untuk mengukur tingkat ketercapaian ketuntasan kompetensi oleh peserta didik.
Kemampuan-kemampuan ini diukur melalui pengamatan langsung/
observasi atau melalui tes hasil belajar siswa setelah siswa mengikuti
pembelajaran yang diberikan pengajar atau guru kepada siswa sehingga hasil
belajar tidak hanya dinilai dari kemampuan intelektual saja namun juga dari segi
tingkah laku siswa dalam proses belajar yang terjadi di dalam kelas. Tes hasil
belajar harus mengukur apa yang dipelajari dalam proses belajar mengajar sesuai
dengan tujuan instruksional yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku karena
tujuan pengajaran adalah kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah
menyelesaikan pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang yang diukur
merefleksikan tujuan pengajaran. Perubahan perilaku akibat kegiatan belajar
mengakibatkan siswa memiliki penguasaan terhadap materi pengajaran yang
disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran.
Dengan memperhatikan berbagai teori di atas, dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan perilaku
disebabkan karena siswa mencapai pengusaan atas sejumlah bahan yang diberikan
dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran
yang ditetapkan. Hasil belajar dapat berupa perubahan dalam aspek kemampuan
kognitif (bidang pengetahuan dan pemahaman), afektif (bidang nilai dan sikap),
dan psikomotor (bidang keterampilan) dan dinyatakan dalam bentuk angka, huruf
atau kalimat pandai, sedang, cukup baik, atau kurang melalui pengamatan maupun
penilaian langsung.

c. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa

Dalam interaksi belajar-mengajar ditemukan bahwa proses belajar yang


dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar. Proses belajar
merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar. Aktivitas mempelajari
10

bahan tersebut memakan waktu. Lama waktu mempelajari tergantung pada jenis
dan sifat bahan belajar. Jika bahan belajarnya sukar, dan siswa kurang mampu,
maka dapat diduga bahwa proses belajar akan memakan waktu yang lama. Dan
sebaliknya, jika bahan belajar mudah, dan siswa berkemampuan tinggi, maka
proses belajar memakan waktu singkat. Aktivitas belajar dialami oleh siswa
sebagai suatu proses, yaitu proses belajar sesuatu. Aktivitas belajar tersebut juga
dapat diketahui oleh guru dari perlakuan siswa terhadap bahan belajar. Dengan
kata lain, proses belajar sesuatu dialami oleh siswa dan aktivitas belajar sesuatu
dapat diamati oleh guru.
Proses belajar merupakan hal yang kompleks. Siswa-lah yang menentukan
terjadi atau tidak terjadi belajar. Untuk bertindak belajar siswa menghadapi
masalah-masalah secara internal dan eksternal. Faktor internal yang dialami dan
dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar dalam Dimyati, dkk
(2002: 239-247) adalah sebagai berikut: (1) Sikap terhadap belajar, (2) Motivasi
belajar, (3) Konsentrasi Belajar, (4) Mengelola bahan belajar, (5) Menyimpan
perolehan hasil belajar, (6) Menggali hasil belajar yang tersimpan, (7)
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, (8) Rasa percaya diri, (9)
Intelegensi dan keberhasilan belajar, (10) Kebiasaan belajar, (11) Cita-cita siswa.
Proses belajar juga akan dapat terjadi, atau akan menjadi bertambah kuat
bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar dapat
meningkat bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program
pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru disekolah merupakan faktor
eksternal belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa faktor
eksternal yang berpengaruh pada proses belajar.
Faktor-faktor eksternal tersebut menurut Dimyati, dkk (2002: 248-254)
sebagai berikut: (1) Guru sebagai pembina siswa, (2) Prasarana dan sarana
pembelajaran, (3) Kebijakan penilaian, (4) Lingkungan sosial siswa di sekolah,
(5) Kurikulum sekolah.
11

d. Pembelajaran Sistem Rem

Tujuan Program Keahlian Mekanik Otomotif secara umum mengacu pada


isi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU/RI No.20 Tahun 2003)
Pasal 3 mengenai Tujuan Pendidikan Nasional dan penjelasan Pasal 18 yang
menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang
mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Mata diklat Sistem Rem merupakan salah satu pelajaran kelompok
produktif yang termasuk dalam bagian chasis di Sekolah Menengah Kejuruan
bidang teknologi dan rekayasa. Secara khusus tujuan dari mata diklat Sistem Rem
adalah membekali peserta didik dengan keterampilan, pengetahuan dan sikap agar
kompeten dalam hal: 1) menjelaskan prinsip kerja Sistem Rem dengan benar, 2)
memahami konstruksi Sistem Rem dan komponen-komponennya, 3)
mengidentifikasi komponen-komponen utama dari sistem rem , 4) memelihara
dan merawat sistem rem dan komponen-komponen sistem pengoperasiannya.
Proses pembelajaran mata diklat ini merupakan teori dan praktek. Adapun
materi yang diajarkan pada mata diklat ini adalah:
1. Fungsi dan cara kerja sistem rem dan komponennya.
2. Macam-macam sistem rem dan sistem operasinya.
3. Membongkar dan memasang (memperbaiki) sistem rem dan sistem
operasinya.
Dari teori-teori di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa hasil belajar
memelihara sistem rem adalah perubahan perilaku yang terjadi pada siswa setelah
mendapatkan pengalaman belajar pada satu pelajaran yang dalam hal ini adalah
Memelihara Sistem Rem. Perubahan perilaku disebabkan karena siswa mencapai
pengusaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar.
Perubahan yang terjadi berupa perubahan intelektual (kognitif), sikap (afektif),
dan keterampilan (psikomotor) sesuai dengan tujuan pembelajaran yang sudah
ditetapkan sebelumnya dan diberi kriteria tuntas apabila mendapat hasil 70 dan
belum tuntas apabila mendapatkan hasil < 70.
12

2. Hakekat Model Pembelajaran

Menurut KBBI (2011: 773) model pembelajaran adalah sebagai pola


(contoh, acuan, ragam, dan sebagainya) dari sesuatu yang akan dibuat atau
dihasilkan dalam pembelajaran. Model pembelajaran merupakan desain
pengajaran yang menggambarkan proses khusus dan penyediaan iklim belajar
tertentu yang dapat membuat siswa berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi
perubahan perilaku misalnya dari tidak tahu menjadi tahu.
Meyer dalam Trianto (2010: 21), menyatakan bahwa secara kaffah model
dimaknai sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk
merepresentasikan sesuatu hal yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk
yang lebih komprehensif. Selanjutnya Soekamto dalam buku yang sama
mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar.
Joyle dan Weil dalam Rusman (2011: 133) berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-
bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas.
Rusman (2011: 136), mengemukakan ciri-ciri model pembelajaran
yaitu sebagai berikut:
1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di
kelas.
4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-
langkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-pinsip reaksi; (3)
sistem sosial; (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan
pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak
tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang
dapat diukur; (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan
pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.
13

Berdasarkan pendapat diatas dapat dipahami bahwa model pembelajaran


adalah kesatuan utuh yang dirangkai membentuk pola pembelajaran yang terdiri
dari pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, dan
teknik pembelajaran dalam merencanakan aktivitas pembelajaran di kelas untuk
mencapai tujuan belajar mengajar.
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan
kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Dengan demikian pemilihan
model yang sesuai dapat meningkatkan hasil belajar dan pemahaman siswa
terhadap materi, serta guru akan merasakan adanya kemudahan di dalam
pelaksanaan pembelajaran di kelas, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai
dan tuntas sesuai dengan yang diharapkan.

a. Model Pembelajaran Pendekatan Kontekstual (Contetextual Teaching and


Learning)

1) Latar Belakang Pendekatan Kontekstual


Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja
dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi
pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
member informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa).
Sesuatu yang baru, datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.
Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
14

a) Pemikiran tentang belajar


Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kencenderungan pemikiran
tentang belajar sebagai berikut :

(1) Proses Belajar


(a) Belajar tidak hanya sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan
pengetahuan dibenak mereka sendiri.
(b) Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari
pengetahuan baru dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
(c) Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu
terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu
persoalan.
(d) Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi
yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
(e) Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
(f) Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
(g) Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan stuktur otak itu
berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan
ketermpilan seseorang.

(2) Transfer Belajar


(a) Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
(b) Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas
(sedikit demi sedikit).
(c) Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana dia
menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.

(3) Siswa sebagai pembelajar


15

(a) Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan
seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal
baru.
(b) Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang
baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
(c) Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru
dengan yang sudah diketahui.
(d) Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, member kesempatan
kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan
menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
16

(4) Pentingnya lingkungan belajar


(a) Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa.
Dari guru acting didepan kelas, siswa menonton ke siswa acting bekerja dan
berkarya, guru mengarahkan.
(b) Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan
pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan disbandingkan
hasilnya.
(c) Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian
yang benar.
(d) Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

2) Hakekat Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata. Hal itu, mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Proses ini melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif,
yakni : konstruktivisme (Contructivism), bertanya (Questioning), menemukan
(Inquiri), komunitas belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan
penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).

3) Pengertian CTL (Contextual Teaching and Learning)


Aqib (2014: 4) Mengartikan bahwa CTL merupakan suatu proses
pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa. Pembelajaran ini
digunakan untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan
mengaitkan materi tersebut dalam konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi, social dan kultural). Sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan
yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu
permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.
Sanjaya (2008: 255) CTL adalah suatu stategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
17

kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam


kehidupan mereka.
Trianto (2010: 107) CTL adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa, Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang mengaktifkan siswa
sehingga mampu menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks
kehidupan kesehariannya untuk menemukan makna dari pengalamannya. Dengan
memberikan makna pengalaman-pengalaman baru yang merangsang otak
membuat hubungan-hubungan baru, guru bertugas untuk membantu siswa
menemukan makna baru sehingga siswa mampu memahami isi pelajaran secara
langsung dengan menghubungkan materi pelajaran dengan kondisi faktual, juga
bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media, dan
lain sebagainya.
Dalam penelitian ini, model pembelajaran pendekatan kontekstual
(Contextual Teaching and Learning ) diartikan sebagai model pembelajaran yang
membantu siswa untuk memahami isi/ materi yang disampaikan oleh guru,
dimana proses pembelajarannya menggunakan media ajar yaitu simulator rem
mobil yang diharapkan dengan adanya media keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan makna dari materi yang dipelajari dengan
pengalamannya sendiri secara langsung dan menghubungakannya dengan situasi
kehidupan mereka sehari-hari.
Menurut Aqib (2014: 7) ada tujuh asas pendekatan kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) sehingga dapat membedakan dengan model
lainnya, yaitu :
1. Konstruktivisme
a. Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar
pada pengetahuan awal.
18

b. Pembelajarn harus dikemas menjadi proses mengkonstuksi bukan


menerima pengetahuan.
2. Inquiry (menemukan)
a. Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
b. Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis.
3. Questioning (bertanya)
a. Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan
berpikir siswa.
b. Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang
berbasis inquiry.
4. Learning Community (komunitas belajar)
a. Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
b. Belajar bekerja sama dengan orang lain lebih baik dari belajar sendiri.
c. Tukar pengalaman.
d. Berbagi ide.
5. Modeling (pemodelan)
a. Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan
belajar.
b. Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
6. Reflection (refleksi)
a. Cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari.
b. Mencatat apa yang telah dipelajari
c. Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic Assessment (penilaian yang sebenarnya)
a. Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
b. Penilaian produk atau kinerja
c. Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.
19

4) Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas


Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja,
bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan
Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Menurut Aqib (2014: 6) secara garis
besar, langkahnya sebagai berikut ini:
Tabel 1. Langkah-langkah Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Fase Kegiatan Guru
Menjelaskan kompetensi yang harus dicapai
Fase 1
serta manfaat dari proses pembelajaran dan
Mengembangkan pemikiran
pentingnya materi pelajaran yag akan
siswa
dipelajari
Fase 2 Merancang kegiatan yang merujuk pada
Melaksanakan kegiatan inquiri kegiatan menemukan
Fase 3
Mengembangkan sifat ingin tahu siswa
Kembangkan rasa ingin tahu
melalui pengajuan pertanyaan
siswa dengan bertanya
Guru membagi kelompok dan menjelaskan
Fase 4 kepada siswa bagaimana caranya
Menciptaan kelompok belajar membentuk kelompok belajar

Fase 5 Menghadirkan model sebagai contoh


Menghadirkan model pembelajaran
Memberikan kesempatan kepada siswa
Fase 6
untuk memikirkan dan mengigat apa yang
Refleksi
baru dilakukan atau dipelajari
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
Fase 7 materi yang telah dipelajari atau masing-
Penilaian/ evaluasi masing kelompok mempersentasikan hasil
kerjanya.

Tabel 2. Keunggulan dan kelemahan metode konstektual


Keunggulan metode konstektual Kelemahan metode konstektual
a. Siswa secara aktif dalam proses a. Waktu yang dibutuhkan relatif
belajar mengajar lama
b. Siswa dapat belajar melalui b. Banyaknya masalah yang dihadapi
teman diskusi kelompok guru disebabkan karena tidak
c. Pembelajaran dikaitkan dengan
semua guru dapat melaksanakan
situasi nyata
pembelajaran CTL secara optimal
d. Keterampilan dikembangkan atas
c. Membutuhkan perhatian terhadap
dasar pemahaman
perkembangan belajar siswa
20

b. Hakekat Pembelajaran Ekspositori


Penggunaan metode ekspositori merupakan metode pembelajaran
mengarah kepada tersampaikannya isi pelajaran kepada siswa secara langsung.
Wina Sanjaya (2008:179) berpendapat bahwa metode pengajaran ekspositori
adalah metode pengajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi
secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar
siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Pada metode ini, setelah
guru beberapa saat memberikan informasi guru mulai dengan menerangkan suatu
konsep, mendemonstrasikan keterampilannya mengenai pola, aturan dan dalil
tentang konsep tersebut, siswa bertanya, guru memeriksa apakah siswa sudah
mengerti atau belum. Kegiatan selanjutnya ialah guru memberikan contoh-contoh
soal aplikasi konsep tersebut, selanjutnya meminta siswa menyelesaikan soal di
papan tulis atau di mejanya. Siswa mungkin bekerja individual atau bekerjasama
dengan teman yang duduk di sampingnya dan sedikit ada tanya jawab. Adapun
kegiatan terakhir adalah siswa mencatat materi yang telah diterangkan yang
mungkin dilengkapi dengan soal-soal pekerjaan rumah.
Metode pengajaran ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan
materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama
dalam kegiatan belajar mengajar, oleh karena itu orang (guru) sering
mengidentikannya dengan ceramah. Materi pelajaran yang disampaikan adalah
materi pelajaran yang sudah jadi seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu
yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berfikir ulang. Tujuan
utama pembelajaran adalah penguasaan materi itu sendiri, artinya setelah proses
pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar
dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.
21

Menurut Wina Sanjaya (2008: 185-190) ada 5 langkah dalam prosedur


penggunaan metode ekpositori, adalah sebagai berikut:
1. Persiapan (preparation) Guru mempersiapkan bahan pelajaran yang lengkap
dan sistematis.
2. Penyajian (presentation) Guru menyajikan bahan pelajaran secara lisan dan
menyampaikannya dengan persiapan yang telah dilakukan.
3. Menghubungkan (correlation) Langkah menghubungkan materi pelajaran
dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan
siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang
telah dimilikinya.
4. Menyimpulkan (generalization) Tahapan untuk memahami inti dari materi
pelajaran yang telah disajikan, dan meminta siswa mengambil kesimpulan
materi yang telah diajarkan dengan kata-katanya sendiri.
5. Penerapan (aplication) Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan
siswa setelah siswa menyimak penjelasan guru. Guru memberikan tugas yang
relevan atau tes dari materi yang diajarkan.
Dari berbagai penjelasan di atas, metode mengajar ekspositori merupakan
metode mengajar yang didominasi oleh guru karena materi disampaikan oleh guru
secara langsung dengan maksud agar materi dapat dikuasai oleh siswa secara
optimal. Metode ekspositori akan efektif jika guru menyampaikan bahan-bahan
baru serta kaitannya dengan yang akan dan harus dipelajari siswa (over view).
Tabel 3. Keunggulan dan kelemahan metode ekspositori

Keunggulan Ekspositori Kelemahan Ekspositori


a. Guru bisa mengontrol urutan dan a. Hanya mungkin dapat dilakukan pa
keluasan materi pelajaran, dengan siswa yang memiliki kemampuan
demikian ia dapat mengetahui mendengar dan menyimak secara
sampai sejauh mana siswa baik.
b. Strategi ini tidak mungkin dapat
menguasai bahan pelajaran yang
melayani perbedaan setiap individu
disampaikan.
b. Strategi pembelajaran ekspositori baik perbedaan kemampuan,
danggap sangat efektif apabila perbedaan pengetahuan, minat dan
22

materi pelajarn yang harus bakat serta perbedaan gaya belajar.


c. Keberhasilan strategi ini sangat
dikuasai siswa cukup luas,
terantug pada apa yan dimiliki guru
sementara itu waktu yang dimiliki
seperti persiapan, pengetahuan,
untuk belajar terbatas.
c. Siswa dapat mendengar melalui rasa percaya diri, semangat,
penuturan tentang suatu materi kemampuan bertutur dan
pelajaran, sekaligus siswa dapat kemampuan mengolah kelas.
d. Karena gaya komunikasi strategi
melihat atau mengobservasi
pembelajaran ini lebih banyak satu
(melalui pelaksanaan demonstrasi)
d. Strategi pembelajaran ini dapat arah, maka kesempatan untuk
digunakan untuk jumlah siswa dan mengontrol pemahaman siswa
ukuran kelas yang besar akan materi pembelajaran akan
sangat terbatas pula.

B. Penelitian Yang Relevan


Pada penelitian Bintang Immanuel Lumbantobing (2016) Penelitian ini
dilaksanakan di SMK Negeri 2 Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara dengan
subjek penelitian siswa kelas XI TKR sebanyak 29 orang siswa. Jenis penelitian
ini adalah PTK dengan menggunakan 2 siklus. Hasil dari penilitian ini
menunjukkan bahwa dengan menggunakan model CTL dalam pembelajaran
Memelihara Final Drive pada siswa kelas XI TKR mengalami peningkatan
dengan nilai yang cukup memuaskan. Hasil belajar Memelihara Final Drive
sebesar 22,83% (5 siswa dinyatakan tuntas) pada pre tes, meningkat menjadi
55,17% (17 siswa dinyatakan tuntas) pada siklus I. Terjadi peningkatan hasil
belajar siswa sebesar 86,20% (25 siswa dinyatakan tuntas). Jadi dapat dikatakan
bahwa ketuntasan belajar siswa dari siklus I ke siklus II meningkat sebesar
31,01%.
Pada penelitian Rangga Prayogo (2012) Penelitian ini dilaksanakan di
SMK Negeri 1 Pangkatan Kab. Labuhan dengan subjek penelitian siswa kelas X
AV sebanyak 24 orang siswa yang terdiri dari 16 laki-laki dan 8 perempuan. Jenis
penelitian ini adalah PTK dengan menggunakan 2 siklus. Hasil dari penilitian ini
menunjukkan bahwa dengan menggunakan model CTL dalam pembelajaran Dasar
23

Elektronika pada siswa kelas X AV mengalami peningkatan dengan nilai yang


cukup memuaskan. Hasil belajar Dasar Elektronika sebesar 22,83% (5 siswa
dinyatakan tuntas) pada pre tes, meningkat menjadi 54,17% (13 siswa dinyatakan
tuntas) pada siklus I. Terjadi peningkatan hasil belajar siswa sebesar 87,50% (21
siswa dinyatakan tuntas). Jadi dapat dikatakan bahwa ketuntasan belajar siswa
dari siklus I ke siklus II meningkat sebesar 33,34%.
Pada penelitian Geri Suandri Purba (2014) Penelitian ini dilaksanakan di
SMK Negeri 1 Merdeka Berastagi dengan subjek penelitian siswa kelas XI TITL
sebanyak 24 orang siswa. Jenis penelitian ini adalah PTK dengan menggunakan 2
siklus. Hasil dari penilitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan model
CTL dalam pembelajaran Dasar Elektronika pada siswa kelas XI TITL mengalami
peningkatan dengan nilai yang cukup memuaskan. Hasil belajar Instalasi Listrik
Perumahan Sederhana dengan MA 18,125 lebih besar dibanding kelompok siswa
yang diajar dengan strategi konvensional dengan MA 17,333 dan nilai rata-ratanya
6,667sesuai dengan KKM 7,00.

C. Kerangka Berpikir

Rendahnya hasil belajar Sistem Rem karena siswa kurang tertarik dalam
proses pembelajaran yang disampaikan guru. Guru menyampaikan pembelajaran
masih menggunakan metode ekspositori, hal ini membuat proses pembelajaran
monton dan membosankan karena tidak adanya variasi dalam belajar yaitu metode
ceramah , mendengar dan mencatat yang membuat proses pembelajaran tidak
kreatif dan membosankan. Karena guru terlalu dominan dalam pembelajaran.
Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang meng-
aktifkan peserta didiknya sehingga tercapai kwalitas hasil belajar siswa yang baik.
Hasil belajar pada hakekatnya adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajar dari hasil interaksi berupa respon terhadap stimulus
yang ada. Hasil belajar dipengaruhi oleh proses belajar yang terjadi. Setelah
melakukan observasi di SMK Negeri 2 Doloksanggul ditemukan berbagai
masalah diantaranya adalah siswa kurang tertarik dengan proses pembelajaran
24

pada mata diklat Sistem Rem. Persoalan ini diakibatkan karena strategi guru
dalam menyampaikan pelajaran kurang bervariasi sehingga peserta didik bosan
dan menganggap hanya sekedar rutinitas saja. Hal ini mengakibatkan rendahnya
motivasi belajar siswa yang berdampak tidak adanya aktivitas siswa dalam kelas
sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa yang kurang memuaskan dan belum
terampil dalam bidangnya.
Melihat keadaan yang demikian, perlu diadakan upaya pemecahan melalui
penerapan pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Dengan berkembangnya
teknologi dan ilmu pengetahuan, guru dituntut untuk memiliki kreativitas dalam
proses pembelajaran, terutama dalam menentukan strategi pembelajarannya. Salah
satu strategi pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual yang memanfaatkan media sebagai bahan alat bantu
proses belajar dalam kelas yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat
dijadikan sebagai sumber belajar oleh guru dalam melaksanakan kegiatan
mengajarnya. Sebagai fasilitator guru harus mampu memberikan kemudahan-
kemudahan belajar dalam suasana yang menyenangkan, dan memotivasi semangat
belajar siswa agar pembelajaran Sistem Rem menjadi pembelajaran yang aktif,
kreatif, efektif dan menyenangkan.
Pembelajaran dengan menggunakan media ajar simulator rem mobil
dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah
kegiatan yang dilakukan untuk membantu atau memudahkan guru dalam
menyampaikan materi ajar kepada siswa, siswa secara mudah mendapatkan
kemampuan pemahaman konsep, dapat mengalami langsung dalam kehidupan
nyata. Sehingga kelas bukanlah tempat untuk mencatat atau menerima informasi
dari guru, akan tetapi kelas digunakan untuk saling membelajarkan. Dengan
memanfaatkan media ajar memungkinkan penyampaian informasi tidak
menimbulkan verbalisme dan kesalahan persepsi bagi siswa. Jadi dengan
diterapkannya model pembelajaran pendekatan kontekstual (Contextual Teaching
and Learning) diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya siswa
dibidang kejuruan.
25

D. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir, maka hipotesis pada penelitian ini adalah :


Ada pengaruh model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) terhadap hasil belajar Sistem Rem pada siswa kelas XI Program
Keahlian Teknik Kendaraan Ringan SMK Negeri 2 Doloksanggul Tahun Ajaran
2016/2017.
Hipotesis Statistiknya :
H0 : 1 = 2

Ha : 1 2
Dimana :

H0 = tidak ada pengaruh model kontekstual terhadap hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol

Ha = ada pengaruh model kontekstual terhadap hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017
di kelas XI TKR pada semester II di SMK Negeri 2 Doloksanggul Tahun
Pelajaran 2016/2017.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Negeri 2
Doloksanggul Tahun ajaran 2016/2017 yang terdiri dari 3 kelas.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel dengan teknik random sampling (pemilihan
sampel secara acak). Langkah dalam menentukan sampel caranya kita mengambil
sebuah sampel yang besarnya dua dari sebuah populasi yang terdiri dari tiga kelas.
Kita tulis nama kelas tadi masing-masing pada secarik kertas, dan kertas tersebut
kita gulung. Lalu kita masukkan dalam sebuah kotak dan kita kocok. Kemudian
kita tarik satu gulungan kertas, lalu kita tarik satu gulungan kertas lain tanpa
memasukkan kembali gulungan kertas pertama. Nama-nama pada gulungankertas
tadi merupakan anggota dari sampel kita yang kitatariktadi secara undian (Moh.
Nazir 2009 : 280). Sampel dalam penelitian ini dua kelas. Dimana 1 kelas sebagai
kelas eksperimen yang menggunakan model pendekatan Kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) dan 1 kelas lagi sebagai kelas kontrol menggunakan
model ekspositori.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ada dua jenis yaitu variabel bebas dan variabel
terikat. Variabel bebas adalah variabel yang dapat dimanipulasi atau dapat

25
27

dijadikan sebagai bentuk perlakuan, sedangkan variabel terikat adalah hasil dari
pengaruh variabel bebas.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran
konstektual dan pembelajaran ekspositori.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa pada
materi pokok sistem rem.

D. Jenis dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen, yaitu penelitian yang
dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari suatu yang dikenakan
pada subjek yaitu siswa.
2. Desain Penelitian
Penelitian ini melibatkan dua kelas yang diberi perlakuan berbeda. Untuk
mengetahui hasil belajar sistem rem siswa dilakukan dengan memberikan tes pada
kedua kelas sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Rancangan penelitian ini
sebagai berikut :
Tabel 4 : Two Group Pretest-Postest Design
Kelas Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen T X1 T
Kontrol T X2 T

Keterangan :
X1 = Pembelajaran dengan menggunakan model pendekatan Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) pada materi sistem rem di kelas XI
TKR semester II SMK Negeri 2 Doloksanggul T.P 2016/2017.
X2 = Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran ekspositori pada materi
pokok sistem rem di kelas XI TKR semester II SMK Negeri 2 Doloksanggul
T.P 2016/2017.
T = Pretes dan postes diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum
dan setelah perlakuan.
28

E. Prosedur Penelitian

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka peneliti melakukan


prosedur penelitian sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan Penelitian
a) Memberikan informasi kepada pihak sekolah tentang perihal kegiatan
penelitian.
b) Menyusun jadwal penelitian.
c) Menentukan populasi dan sampel penelitian.
d) Menentukan materi pokok yang ingin diteliti.
e) Menyusun program dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
f) Menyiapkan instrumen penelitian (alat pengumpulan data).
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
a) Menentukan dua kelas sampel.
b) Melaksanakan pretes kepada dua kelas sampel untuk mengetahui
kemampuan awal siswa terhadap materi yang diajarkan.
c) Melakukan analisis data pretes yaitu dengan uji normalitas, uji
homogenitas, dan uji kesamaan nilai rata-rata pretes siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
d) Memberikan perlakuan kepada kedua kelas. Pada kelas eksperimen diberi
perlakuan dengan model pendekatan kontekstual (Contextual Teaching
and Learning) dan pada kelas kontrol diberi perlakuan dengan
pembelajaran ekspositori.
e) Memberikan postes kepada kedua kelas untuk mengetahui hasil belajar
siswa terhadap materi yang telah diajarkan.
f) Melakukan pengolahan data postes, yaitu uji normalitas, uji homogenitas
dan uji hipotesis dengan uji t.
g) Menyimpulkan hasil penelitian.
3. Tahap Akhir Penelitian
29

Tahap akhir penelitian adalah penyusunan laporan penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar siswa.


1. Tes Hasil Belajar
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar
siswa berjumlah empat puluh soal sebelum divalidasi.
Tes disusun berdasarkan analisa kurikulum tingkat satuan pendidikan,
buku pegangan guru dan siswa serta soal-soal ujian/tes yang pernah diberikan
untuk suatu kelas/kelompok. Sebelum tes digunakan, terlebih dahulu ditinjau
validitas isi menggunakan dasar penyusunan tes yang selanjutnya dituangkan pada
tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 5. Perincian Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar Siswa
Ranah kognitif Ju
Sub materi
No mla
pokok C1 C2 C3 C4 C5 C6 h
1 Konstruksi dan 1,2,3,4 28 12 5,6 17 9
sistem operasi
komponen rem
tromo dan rem
cakram
2 Analisis 21,29, 7,11, 13,14 15,31, 32, 34
gangguan pada 38 42 , 19,25 , 20 33,34, 50,
sistem rem 44, 45, , 37,39, 51
46, 43 10, 41,
47,49,59 54, 57,
, 58,
60, 47
3 Prosedur 23,30 8 24,40, 6
penggantian 55,
kampas rem
tromol
dancakram
4 Prosedur 22,48, 27, 9,16,18 26 12
penggantian 52,53, 36 ,35
minyak rem 56
30

Ranah kognitif Ju
Sub materi
No mla
pokok C1 C2 C3 C4 C5 C6 h
Jumlah 23 6 7 20 4 1 60

Keterangan :
C1 = Pengetahuan/Ingatan C4 = Analisis
C2 = Pemahaman C5= Mengevaluasi
C3 = Aplikasi/Penerapan C6= Mencipta
Bentuk tes yang diberikan kedua kelas adalah pilihan berganda, dengan
jumlah 60 soal dan terdiri dari 5 pilihan jawaban. Jawaban yang benar diberi skor
1 dan yang salah diberi skor 0. Penskoran pilihan ganda dapat dirumuskan:
Jumlah soal yang benar
Nilai= 100
Jumlah soal

G. Uji Coba Instrumen Penelitian

1. Uji Tingkat Kesukaran


Menurut Crocker dan Algina (dalam Purwanto, 2011 : 99) Uji tingkat
kesukaran dapat didefenisikan sebagai proporsi siswa peserta tes yang menjawab
benar. Untuk tingkat kesukaran dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

B
TK= (Purwanto, 2011 : 99)
P
Keterangan :
TK = Tingkat Kesukaran
B = Jumlah siswa yang menjawab benar
P = Jumlah siswa peserta tes
Nilai rentang butir Tingkat Kesukaran dari rentang 0-1. Semakin nilai butir
mendekati satu maka semakin mudah butir soal tersebut dan sebaliknya.
Berikut ini tabel pembagian kategori Tingkat Kesukaran yang dibagi menjadi tiga
kelompok sehingga hasil dari pengerjaan rumus Tingkat Kesukaran dapat
dipahami :
Tabel 6. Tingkat Kesukaran
31

Rentang Tingkat Kesukaran Kategori


0,00 0,32 Sukar
0,33 0,66 Sedang
0,67 1,00 Mudah
Sumber: Purwanto (2011;101)
32

2. Uji Daya Pembeda Tes


Daya pembeda (Discriminating power) adalah kemampuan butir soal atau
tes untuk membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan rendah
(Dalam Purwanto, 2011 : 102).
Menurut Purwanto (2011; 102) daya pembeda tes harus diusahakan positif
dan setinggi mungkin sehingga butir soal yang mempunyai daya pembeda tes
positif dan tinggi berarti butir tersebut dapat membedakan dengan baik siswa
kelompok atas atau siswa yang tergolong pandai atau siswa yang yang mencapai
skor total hasil belajar tinggi dan siswa kelompok bawah atau siswa yang tidak
terlalu pandai atau siswa yang siswa yang memperoleh skor total hasil belajar
yang rendah.
Cara menghitung besaran daya pembeda tes adalah sebagai berikut
DB = PT - PR
Atau
TB RB
DB=
T R
(Purwanto, 2011: 102)
Keterangan :
PT = Proporsi siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa yang
mempunyai kemampuan tinggi
PR = Proporsi siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa yang
mempunyai kemampuan rendah
TB = Jumlah peserta yang menjawab benar pada kelompok siswa yang
mempunyai kemampuan tinggi
T = Jumlah kelompok siswa yang mempunyai kemampuan tinggi
RB = Jumlah peserta yang menjawab benar pada kelompok siswa yang
mempunyai kemampuan rendah
R = jumlah kelompok siswa yang mempunyai kemampuan rendah
33

3. Uji Reliabilitas
Menurut Purwanto (2011), Reliabilitas berhubungan dengan kemampuan
alat ukur dalam melakukan pengukuran. Rumus yang digunakan untuk mencari
harga reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah Kudder-Ricardson 20 (KR-20)

r11 = [ ][
n
n1
S21 pq
S21 ]
(dalam Purwanto,2011;169)
Keterangan:
r11 = koefisien reabilitas yang dicari
n = jumlah butir
S12 = varians total
p = proporsi skor yang diperoleh
p = proporsi skor maksimum dikurangi skor yang diperoleh

pq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q
Pemberian interprestasinya

r11 0,70 (reliabilitas tes rendah)


r11 0,71 (reliabilitas tes tinggi)

4. Uji Validitas
Untuk menghitung validitas tes digunakan rumus korelasi product moment
angka kasar yaitu:
N xy ( x )( y )

rxy = { N x ( x ) }{N y ( y ) }
2 2 2 2

(Arikunto,2013;213)
Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi
N : Jumlah seluruh responden
x : Jumlah skor untuk x
y : Jumlah skor untuk y
xy : Jumlah perkalian skor untuk x dan y
34

x2 : Jumlah kuadrat skor distribusi x


y2 : Jumlah kuadrat skor distribusi y
Bila rxy hitung > rxy tabel dengan dk = n - 2 dengan taraf signifikan (
= 0,05) maka disimpulkan bahwa butir item yang disusun sudah valid (sahih).

H. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :


1. Uji Persyaratan Analisis Data
Untuk menguji hipotesis yang dikemukakan, dilaksanakan dengan
membandingkan rata-rata nilai hasil belajar yang dicapai baik kelompok
eksperimen maupun kelompok kontrol. Data yang diperoleh ditabulasikan
kemudian dicari rata-ratanya. Sebelum dilakukan penganalisisan data, terlebih
dahulu ditentukan nilai masing-masing kelompok sampel lalu dilakukan
pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menghitung nilai rata-rata dan simpangan baku
Untuk menghitung nilai rata-rata digunakan rumus :
Xi
X = n (Sudjana, 2005 : 67)
Untuk menghitung simpangan baku (s) digunakan rumus :


2
n x 2( x i )
i
S=
n ( n1 ) (Sudjana, 2005 : 94)

b. Uji Normalitas
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah sampel berdistribusi normal atau
tidak. Uji yang digunakan adalah uji lilliefors dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Mencari nilai baku dengan rumus :
X i X
Zi=
S (Sudjana, 2005 : 99)
35

Dimana: X = Nilai rata-rata


S = Simpangan baku sampel
b. Untuk setiap bilangan baku ini menggunakan daftar distribusi normal baku,
kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z Zi)
c. Menghitung proporsi Z1, Z2, Z3, ................Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Zi jika proporsi ini dinyatakan dengan S (Zi), maka :
banyaknya z1 , z2 , z 3 , z n yang yang zi
S(Zi) = n
d. Menghitung selisih F(Zi)-S(Zi), kemudian menghitung harga mutlaknya.
e. Mengambil harga yang paling besar dari selisih harga mutlak F(Z i)-S(Zi)
sebagai L0. Untuk menerima atau menolak distribusi normal data penelitian
dapatlah dibandingkan L0 dengan nilai kritis L yang diambil dari daftar tabel
uji Liliefors dengan taraf nyata = 0,05.
Jika L0 < Ltabel maka sampel berdistribusi normal.
Jika L0 > Ltabel maka sampel tidak berdistribusi normal.

c. Uji Homogenitas Data


Uji homogenitas berfungsi untuk mengetahui apakah kedua sampel berasal
dari populasi yang homogen. Menurut Sudjana (2005:249), untuk uji homogenitas
data populasi digunakan uji kesamaan varians dengan rumus.

S
12
F=
S
22

S
Dimana : 12 = varians dari kelompok besar
S
22 = varians dari kelompok kecil
Kriteria pengujian :
- Fhitung > Ftabel berarti kedua sampel tidak berasal dari populasi yang homogen.
- Fhitung < Ftabel berarti kedua sampel berasal dari populasi yang homogen.
Keterangan :
- Ftabel = F (dk varians terkecil 1 dan dk varians terbesar - 1)
36

- Taraf signifikan () = 0,05.

2. Pengujian Hipotesis (Uji t)


Pengujian hipotesis dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Uji kesamaan rata-rata pretest (uji t dua pihak)
Uji t dua pihak digunakan untuk mengetahui kesamaan kemampuan awal
siswa pada kedua kelompok sampel. Hipotesis yang diuji berbentuk :

H0 : X 1 = X 2 (kemampuan awal siswa sama)

Ha : X 1 X 2 (kemampuan awal siswa tidak sama)

Keterangan :
X1 : rata-rata hasil belajar siswa sebelum penerapan model pembelajaran
inquiry training.
X2 : rata-rata hasil belajar siswa sebelum penerapan pembelajaran
konvensional.
Bila sampel berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji
hipotesis menggunakan uji t dengan rumus :
x 1 x 2
t=
S
1 1
+
n1 n2 (Sudjana, 2005 : 239)
Pengujian hipotesis apabila populasi tidak homogen adalah dengan
menggunakan rumus (Sudjana, 2005: 241) :
X 1 X 2
t ,=

S 21
n1
+
S22
n2

Dimana S adalah varians gabungan yang dihitung dengan rumus :


( n1 1 ) S 12 + ( n2 1 ) S 22
S 2= n1 +n2 2 (Sudjana, 2005 : 239)
Dengan t = distribusi t
37

x 1= nilai rata-rata kelas eksperimen

x 2= nilai rata-rata kelas kontrol

n 1 = jumlah siswa di kelas eksperimen

n 2 = jumlah siswa di kelas kontrol


2
S 1 = varians kelas eksperimen
2
S 2 = varians kelas kontrol
Menurut Sudjana (2005: 239), Kriteria pengujian adalah : terima H0 jika -
t1 1/2 < t < t 1 1/2 dimana t1 1/2 didapat dari daftar distribusi t dengan

dk = ( n1 + n2 - 2) dan peluang ( 1 1/2 ) dan = 0,05 . Untuk


harga t lainnya H0 ditolak.

Jika analisis data menunjukkan bahwa, t 1 <t t 1 maka hipotesis


1 1
2 2

H0 diterima, berarti kemampuan awal siswa pada kelas kontrol sama dengan
kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen. Dan jika analisis data
menunjukkan harga t yang lain, maka H0 ditolak atau terima Ha, berarti
kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen tidak sama dengan kemampuan
awal siswa pada kelas kontrol.
Jika sampel tidak normal dan tidak homogen maka digunakan uji statistik
non parametrik yaitu uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon digunakan jika besar maupun
arah perbedaan diperhatikan dalam menentukan apakah ada perbedaan nyata
antara data pasangan yang diambil dari satu sampel atau sampel yang
berhubungan.
Adapun langkah-langkah uji Wilcoxon adalah sebagai berikut :
a. Memberi nomor urut untuk setiap harga mutlak selisih (X i - Yi). Harga mutlak
terkecil diberi nomor urut atau peringkat satu. Harga mutlak selisih
berikutnya diberi nomor urut dua. Dan akhirnya nomor dua. Dan akhirnya
nomor urut terbesar diberi nomor urut n. jika terdapat selisih harga mutlak
yang sama besar, untuk nomor urut diambil rata-ratanya.
b. Untuk tiap nomor urut diberikan pula tanda yang didapat dari selisih (Xi - Yi)
38

c. Menghitung jumlah nomor urut yang bertanda positif dan negatif


d. Untuk jumlah nomor urut yang diperoleh dari langkah sebelumnya, diambil
jumlah mutlak yang paling kecil. Setelah jumlahnya sama dengan J, maka
jumlah J inilah yang digunakan untuk menguji hipotesis.
39

H0 = tidak ada perbedaan pengaruh kedua perlakuan


Ha = terdapat perbedaan pengaruh kedua perlakuan
Untuk menguji hipotesis di atas dengan taraf nyata = 0,01 atau = 0,05,
kemudian J dibandingkan dengan J yang diperoleh pada daftar nilai-nilai kritis J
untuk uji Wilcoxon. Jika J dari perhitungan lebih kecil atau sama dengan J dari
daftar berdasarkan taraf nyata yang dipilih maka H 0 ditolak. Dalam hal lainnya H a
diterima.
b. Uji kesamaan rata-rata postest (uji t satu pihak)
Uji t satu pihak digunakan untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa
dengan menerapkan model pembelajaran konstektual lebih baik dibandingkan
dengan penerapan pembelajaran ekspositori pada materi sistem rem.
Hipotesis yang diuji berbentuk :

H0 : X1 = X2

Ha : X1 > X2

Keterangan :
X 1 : rata-rata hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran

konstektual
X 2 : rata-rata hasil belajar siswa setelah penerapan pembelajaran ekspositori

X 1 = X 2 : Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa akibat pengaruh model

pembelajaran contextual teaching and learning dengan


pembelajaran ekspositori pada materi sistem rem di kelas XI TKR
semester II SMK Negeri 2 Doloksangul T.P 2016/2017
X1 > X2 : Ada perbedaan hasil belajar siswa akibat pengaruh model
pembelajaran contextual teaching and learning dengan
pembelajaran ekspositori pada materi sistem rem di kelas XI TKR
semester II SMK Negeri 2 Doloksangul T.P 2016/2017
Bila sampel berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji
hipotesis menggunakan uji t dengan rumus :
40

x 1 x 2
t=
S
1 1
+
n1 n2 (Sudjana, 2005 : 239)
Dimana S adalah varians gabungan yang dihitung dengan rumus :
( n1 1 ) S 12 + ( n2 1 ) S 22
S2 = n1 +n2 2 (Sudjana, 2005 : 239)
Dengan: t = distribusi t
x 1 = Nilai rata-rata kelompok eksperimen
x 2 = Nilai rata-rata kelompok kontrol
n1 = Jumlah siswa kelompok eksperimen
n2 = Jumlah siswa kelompok kontrol
S12 = Varians kelompok eksperimen
S22 = Varians kelompok kontrol
Kriteria pengujian adalah : terima H0 jika t < t1- dimana t1- didapat dari
daftar distribusi t dengan peluang (1-) dan dk = n1 + n2 2 dan = 0,05. Untuk
harga t lainnya H0 ditolak.
Jika analisis data menunjukkan bahwa, t> t 1 atau nilai t hitung yang
diperoleh lebih dari t 1 , maka hipotesis H0 ditolak dan Ha diterima. Dapat
diambil kesimpulan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi
daripada hasil belajar siswa kelas kontrol, maka model pembelajaran inquiry
training berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
41

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. (2014). Model-model, Media dan Strategi Pembelajaran


Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya
Dimyati & Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Haryati, M. (2009). Model & Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan.
Jakarta: Gaung Persada Press
Nazir Moh (2009). Metode Penelitian, Galia Indonesia, Darussalam
Purwanto, (2011), Evaluasi Hasil Belajar, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran.Jakarta: KENCANA PRENADA
MEDIA GROUP
Suandri, G. (2014). Pengaruh Srategi Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Instalasi
Listrik Perumahan Sederhana Pada Siswa Kelas XI Program Keahlian
Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMK Negeri 1 Merdeka Berastagi. Medan:
Skripsi
Sudjana, (2005), Metode Statistika Edisi 6, Tarsito, Bandung
Sudjana, N,. (2009), Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Tobing, B., (2016). Upaya Peningkatan Hasil Belajar Dengan Menggunakan
Model Pembelajaran Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) Pada Mata Diklat Memelihara Unit Final Drive/Gardan Kelas
XI Teknik Kendaraan Ringan SMK Negeri 2 Siatas Barita Tahun Ajaran
2016/2017.Medan: Skripsi
Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana
42

Anda mungkin juga menyukai