Anda di halaman 1dari 62

PENYESUAIAN DIRI DAN PERMASALAHAN PADA REMAJA

I. Pendahuluan.
Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental
remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam
hidupnya karena ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri (Mutadin, 2002). Kegagalan
remaja dalam melakukan penyesuaian diri akan menimbulkan bahaya seperti tidak
bertanggung jawab dan mengabaikan pelajaran, sikap sangat agresif dan sangat yakin pada
diri sendiri, perasaan tidak aman, merasa ingin pulang jika berada jauh dari lingkungan yang
tidak dikenal, dan perasaan menyerah. Bahaya yang lain adalah terlalu banyak berkhayal
untuk mengimbangi ketidakpuasannya, mundur ke tingkat perilaku yang sebelumnya, dan
menggunakan mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi, proyeksi, berkhayal, dan
pemindahan (Hurlock, 1997, h. 239).

II. Pengertian
Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada
ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Ia
mengatakan: "Genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce,
and, in animals, raise offspring, this process is called adaptation".(Microsoft Encarta
Encyclopedia 2002).
Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai
reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan
berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk
menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi
dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam
istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment.
Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri
sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri
secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses
dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih
sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut dapat
diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan
yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.

III. Aspek-aspek Penyesuaian Diri


Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan
penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai
berikut :
1. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga
tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari
sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu
bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi
ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol.
kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan
tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa
tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan,
ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara
individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber
terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk
meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
2. Penyesuaian Sosial
Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses
saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola
kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang
mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-
hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian
sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan
berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan
masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas
secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan
dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat
yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang
diberikan oleh sang individu.
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih
belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu
untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang
harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-
norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan
yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur
hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai
berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya
sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah
laku kelompok.
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka
penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika
mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan
sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super
ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan
kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat,
serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.

IV. Pembentukan Penyesuaian Diri


Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai,
kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan
ketegangan jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi
kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati
kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, pada penulisan
ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat
bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan Keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu
dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan
kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga
individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.
Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa
seorang individu. Dalam prakteknya banyak orangtua yang mengetahui hal ini namun
mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini
seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi,
diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu
yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh
terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi
remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat
pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut
akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa
kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan
kualitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata
menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian
diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki rasa
aman.
Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan,
yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman
sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan
persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang
penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya
jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang
sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa
individu tersebut.
Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi
dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan
cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun
pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara
bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku
dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh
orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk
mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan yang mendukung hal tersebut.
Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan
kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain
sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam
proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada
orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama,
keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa
depannya.
b. Lingkungan Teman Sebaya
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-
kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang
sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa
yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia
mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-
dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa
yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.
Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam
penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam
memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin
mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk
berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan
demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang
dimilikinya.
c. Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan
informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian
pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang
menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan
yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu
dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam
pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu
dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan
spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode
yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat
berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.
Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan
dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan
antara orang dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka
disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka,
maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi.

V.Proses Penyesuaian Diri

Menurut Lazarus (1991) ketika seseorang berpikir tentang cara apa yang akan digunakannya,
kondisi-kondisi apa yang dapat mempengaruhi kegitan penyesuaian diri dan konsekuensi apa
yang akan timbul dari cara penyesuaian diri yang dipilihnya, maka penyesuaian diri disini
adalah proses. Penyesuaian diri adalah suatu proses yang kelanjutan selama hidup manusia
(Harber & Runyon 1984), kehidupan manusia selalu merubah tujuannya seiring dengan
perubahan yang terjadi pada lingkungan.
Kesimpulan dari proses penyesuaian diri menurut dua tokoh diatas adalah proses yang
dilakukan manusia yang dipengaruhi oleh dorongan internal dan eksternal yang dapat
berubah-ubah sesuai dengan tujuan hidup yang terjadi pada lingkungannya.
Kartono (2000:270) mengungkapkan aspek-aspek penyesuaian diri yang meliputi: 1)
Memiliki perasaan afeksi yang adekuat, harmonis dan seimbang, sehingga merasa aman, baik
budi pekertinya dan mampu bersikap hati-hati.
2) Memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasi baik terhadap diri sendiri maupun
orang lain, mempunyai sikap tanggung jawab, berfikir dengan menggunakan rasio,
mempunyai kemampuanuntuk memahami dan mengontrol diri sendiri.
3) Mempunyai relasi sosial yang memuaskan ditandai dengan kemampuan untuk
bersosialisasi dengan baik dan ikut berpartisipasi dalam kelompok.
4) Mempunyai struktur sistem syaraf yang sehat dan memiliki kekenyalan (daya lenting)
psikis untuk mengadakan adaptasi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek penyesuaian diri adalah sebagai berikut :
1) Penyesuaian pribadi
Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan individu untuk menerima dirinya, sehingga ia
mampu mengatasi konflik dan tekanan dan menjadi pribadi yang matang, bertanggungjawab
dan mampu mengontrol diri sendiri. Adapun indikator-indikator secara rinci dari penyesuaian
pribadi adalah sebagai berikut :
a) Penerimaan individu terhadap diri sendiri
b) Mampu menerima kenyataan
c) Mampu mengontrol diri sendiri
d) Mampu mengarahkan diri sendiri
2) Penyesuaian sosial
Penyesuaian sosial merupakan kemampuan individu untuk mematuhi norma dan peraturan
sosial yang ada, sehingga ia mampu menjalin relasi sosial dengan baik dan mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam penelitian ini penyesuaian sosial terjadi
dalam lingkup hubungan sosial tempat remaja hidup dan berinteraksi yaitu panti asuhan, baik
dengan pengasuh maupun teman-teman sesama penghuni panti asuhan. Sedangkan indikator-
indikator untuk penyesuaian social adalah :
a) Memiliki hubungan interpersonal yang baik
b) Memiliki simpati pada orang lain
c) Mampu menghargai orang lain
d) Ikut berpartisipasi dalam kelompok
e) Mampu bersosialisasi dengan baik sesuai norma yang ada

VI. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri dipengaruhi oleh banyak faktor, secara garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi penyesuaian diri remaja menurut Hariyadi, dkk (1995:110) dikelompokkan
menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1) Faktor internal
a) Faktor motif, yaitu motif-motif sosial seperti motif berafiliasi, motif berprestasi dan motif
mendominasi.
b) Faktor konsep diri remaja, yaitu bagaimana remaja memandang dirinya sendiri, baik dari
aspek fisik, psikologis, sosial maupun aspek akademik. Remaja dengan konsep diri tinggi
akan lebih memiliki kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri yang menyenangkan
dibanding remaja dengan konsep diri rendah, pesimis ataupun kurang yakin terhadap dirinya.
c) Faktor persepsi remaja, yaitu pengamatan dan penilaian remaja terhadap objek, peristiwa
dan kehidupan, baik melalui proses kognisi maupun afeksi untuk membentuk konsep tentang
objek tersebut.
d) Faktor sikap remaja, yaitu kecenderungan remaja untuk berperilaku positif atau negatif.
Remaja yang bersikap positif terhadap segala sesuatu yang dihadapi akan lebih memiliki
peluang untuk melakukan penyesuaian diri yang baik dari pada
remaja yang sering bersikap negatif.
e) Faktor intelegensi dan minat, intelegensi merupakan modal untuk menalar. Manganalisis,
sehingga dapat menjadi dasar dalam melakukan penyesuaian diri. Ditambah faktor minat,
pengaruhnya akan lebih nyata bila remaja telah memiliki minat terhadap sesuatu, maka
proses penyesuaian diri akan lebih cepat.
f) Faktor kepribadian, pada prinsipnya tipe kepribadian ekstrovert akan lebih lentur dan
dinamis, sehingga lebih mudah melakukan penyesuaian diri dibanding tipe kepribadian
introvert yang cenderung kaku dan statis.
2) Faktor eksternal
a) Faktor keluarga terutama pola asuh orang tua. Pada dasarnya pola asuh demokratis dengan
suasana keterbukaan akan lebih memberikan peluang bagi remaja untuk melakukan proses
penyesuaian diri secara efektif.
b) Faktor kondisi sekolah. Kondisi sekolah yang sehat akan memberikan landasan kepada
remaja untuk dapat bertindak dalam penyesuaian diri secara harmonis.
c) Faktor kelompok sebaya. Hampir setiap remaja memiliki teman-teman sebaya dalam
bentuk kelompok. Kelompok teman sebaya ini ada yang menguntungkan pengembangan
proses penyesuaian diri tetapi ada pula yang justru menghambat proses penyesuaian diri
remaja.
d) Faktor prasangka sosial. Adanya kecenderungan sebagian masyarakat yang menaruh
prasangka terhadap para remaja, misalnya memberi label remaja negatif, nakal, sukar diatur,
suka menentang orang tua dan lain-lain, prasangka semacam itu jelas akan menjadi kendala
dalam proses penyesuaian diri remaja.
e) Faktor hukum dan norma sosial. Bila suatu masyarakat benar benar konsekuen
menegakkan hukum dan norma-norma yang berlaku maka akan mengembangkan remaja-
remaja yang baik penyesuaian dirinya. Sunarto dan Hartono (1994:188) mengemukakan
faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yaitu :
1) Kondisi fisik
Kondisi fisik termasuk di dalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan syaraf, kelenjar dan
sistem otot, kesehatan, penyakit dan sebagainya. Kualitas penyesuian diri yang baik hanya
dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan fisik yang baik.
2) Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral dan
emosional. Penyesuaian diri pada tiap-tiap individu akan bervariasi sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kematangan yang dicapainya.
3) Penentu psikologis
Banyak sekali faktor psikologis yang mempengaruhi prosespenyesuaian diri, diantaranya
yaitu pengalaman, belajar,kebutuhan-kebutuhan, determinasi diri, frustrasi dan konflik.
4) Kondisi lingkungan
Keadaan lingkungan yang damai, tentram, penuh penerimaan, pengertian dan mampu
memberi perlindungan kepada nggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan
memperlancar proses penyesuaian diri.
5) Penentu kultural
Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola
penyesuaian dirinya. Contohnya, tata cara kehidupan di panti asuhan akan mempengaruhi
bagaimana remaja menempatkan diri dan bergaul dengan orang lain di sekitarnya.
Pendapat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yang dikemukakan di
atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal.
1) Faktor internal
Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang meliputi motif, konsep diri, persepsi,
sikap, intelegensi, minat, kepribadian, kondisi fisik, psikologis (diantaranya yaitu
pengalaman, belajar, kebutuhan-kebutuhan, determinasi diri, frustrasi dan konflik),
perkembangan dan kematangan (intelektual, moral, sosial dan emosional).
2) Faktor eksternal
Yaitu faktor yang berasal dari lingkungan atau dari luar individu, seperti lingkungan keluarga,
sekolah, teman sebaya dan masyarakat.

VII. Penyesuaian Diri yang Baik

Penyesuaian diri secara positif pada dasarnya merupakan gejala


perkembangan yang sehat, penyesuaian diri yang positif menurut
Hariyadi, dkk (1995:106) ditandai oleh :
1) Kemampuan menerima dan memahami diri sebagaimana adanya.
2) Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar
dirinya secara objektif.
3) Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang
ada pada dirinya dan kenyataan objektif di luar dirinya.
4) Kemampuan bertindak secara dinamis, luwes dan tidak kaku,
sehingga menimbulkan rasa aman, tidak dihantui oleh kecemasan
dan ketakutan.
5) Rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran.
6) Bersifat terbuka dan sanggup menerima umpan balik.
7) Memiliki kestabilan psikologis terutama kestabilan emosi.
8) Dapat bertindak sesuai dengan norma yang berlaku, serta selaras
dengan hak dan kewajibannya.
Heber dan Runyon (1983) dalam Hutabarat (2004:73) menyebutkan
beberapa tanda pengenal penyesuaian diri yang sehat yaitu :
1) Persepsi yang tepat tentang kenyataan atau realitas Individu yang penyesuaian dirinya baik
akan merancang tujuan secara realitas dan secara aktif ia akan mengikutinya. Kadangkala
karena paksaan dan kesempatan dari lingkungan, individu seringkali mengubah dan
memodifikasi tujuannya dan ini berlangsung terus-menerus dalam kehidupannya.
2) Mampu mengatasi stres dan ketakutan dalam diri sendiri Satu hal penting dalam
penyesuaian diri adalah seberapa baik individu mengatasi kesulitan, masalah dan konflik
dalamhidupnya. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik akan belajar untuk
membagi stres dan kecemasannya pada orang lain. Dukungan dari orang di sekitar dapat
membantu individu dalam menghadapi masalahnya.
3) Dapat menilai diri sendiri secara positif Individu harus dapat mengenali kelemahan diri
sebaik mengenal kelebihan diri. Apabila individu mampu mengetahui dan mengerti dirinya
sendiri dengan cara realistis maka ia dapat menyadari keseluruhan potensi dalam dirinya.
4) Mampu mengekspresikan emosi dalam diri sendiri Emosi yang ditampilkan individu
realistis dan secara umum berada di bawah kontrol individu. Ketika seseorang marah, dia
mampu mengekspresikan dengan cara yang tidak merugikan orang lain, baik secara
psikologis maupun fisik. Individu yang memiliki kematangan emosional mampu untuk
membina dan memelihara hubungan interpersonal dengan baik.
5) Memiliki hubungan interpersonal yang baik Seseorang membutuhkan dan mencari
kepuasan salah satunya dengan cara berhubungan satu sama lain. Individu yang penyesuaian
dirinya baik mampu mencapai tingkatan yang tepat dari kedekatan dalam hubungan
sosialnya. Individu tersebut menikmati rasa suka dan penghargaan orang lain, demikian pula
sebaliknya individu menghargai orang lain.
Sunarto dan Hartono (1994:184) menggolongkan individu yang mampu menyesuaikan diri
secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut :
1) Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional
2) Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis
3) Tidak menunjukkan adanya frustrasi pribadi
4) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri
5) Mampu dalam belajar
6) Menghargai pengalaman
7) Bersikap realistik dan objektif
Sundari (2005:43) menyatakan bahwa seseorang dikatakan memiliki penyesuaian diri yang
positif apabila ia dapat menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut :
1) Tidak adanya ketegangan emosi Bila individu menghadapi masalah, emosinya tetap
tenang, tidak panik, sehingga dalam memecahkan masalah dengan menggunakan rasio dan
dapat mengendalikan emosinya.
2) Dalam memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan rasional, mengarah pada masalah
yang dihadapi secara langsung dan mampu menerima segala akibatnya.
3) Dalam memecahkan masalah bersikap realistis dan objektif Bila seseorang menghadapi
masalah segera dihadapi secara apa adanya, tidak ditunda-tunda. Apapun yang terjadi
dihadapi secara wajar tidak menjadi frustrasi, konflik maupun kecemasan.
4) Mampu belajar ilmu pengetahuan yang mendukung apa yang dihadapi, sehingga dengan
pengetahuan itu dapat digunakan menanggulangi timbulnya masalah.
5) Dalam menghadapi masalah butuh kesanggupan membandingkan pengalaman diri sendiri
maupun pengalaman orang lain. Pengalaman-pengalaman ini tidak sedikit sumbangannya
dalam pemecahan masalah.
Dari karakteristik penyesuaian diri yang baik menurut beberapa tokoh di atas maka dapat
disimpulkan bahwa karakteristik penyesuaian diri yang baik pada individu antara lain :
1) Mampu menerima dan memahami diri sendiri
2) Mampu menerima dan menilai kenyataan secara objektif
3) Mampu bertindak sesuai potensi diri
4) Memiliki kestabilan psikologis
5) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri
6) Mampu bertindak sesuai norma yang berlaku
7) Memiliki hubungan interpersonal yang baik
Menurut Gunarsa (1995), perkembangan penyesuaian diri remaja dapat dilihat dalam tugas-
tugas perkembangan yaitu :
a. Menerima Keadaan Fisiknya.
b. Memperoleh Kebebasan Emosional
c. Mampu Bergaul
d. Menemukan Model untuk Identifikasi
e. Mengetahui dan Menerima Kemampuan Diri Sendiri
f. Memperkuat Penguasaan Diri atas Dasar Skala Nilai dan Norma
g. Meninggalkan Reaksi dan Cara Penyesuaian Kanak-kanak.

Menurut Willis (dalam Gunarsa, 1995) seseorang yang berusia pada masa remaja akhir akan
berpandangan pesimis dan negatif jika menghadapi masalah yang rumit, disebabkan di waktu
kecilnya sering memperoleh pengalaman yang buruk dan gagal dalam menghadapi berbagai
masalah. Beberapa jenis penyesuaian diri bagi remaja, yaitu : penyesuaian diri di dalam
keluarga, penyesuaian diri di sekolah dan penyesuaian diri di masyarakat.
http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=390

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, E. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga Press


Mohammad, A & Mutia, S. (2004). Psikologi remaja perkembangan peserta didik Edisi
Kedua. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Mutadin, Z. 2002. Penyesuaian Diri Remaja. www.e-psikologi.com
Wirawan. 2001. Psikologi Remaja. Jakarta : Rineka Cipta

Diposkan oleh Tryan Hermawan di 15.24


Label: tugas kuliah

0 komentar:

Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

hahaaha
happy tree friends theme mp3 | lyrics
free music downloads | music videos | pictures

Cari ..........

Translate

Powered by Translate

About Me

Tryan Hermawan
Lihat profil lengkapku

Blog Archive
2013 (3)

2012 (28)

2010 (6)

o November (6)

Prof. Masatoshi Koshiba

Meneropong Tumbuh Kembang Anak Perspektif Sosial B...

Pengaruh Budaya terhadap Kepribadian

PENYESUAIAN DIRI DAN PERMASALAHAN PADA REMAJA

PENGGUNAAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING


Kelom...
kehidupan aku terus berjalan setiap detik menjad...
2009 (9)

KLIK DI SINI
Daftar untuk dapat iklan

iklaN
Ads Powered
by:KumpulBlogger.com

Pemahaman penyesuaian diri pada remaja sangat penting dipahami oleh


setiap remaja karena masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Setiap
individu mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis. Maka dari itu situs
belajar psikologi ini memberikan sedikit pemahaman tentang penyesuaian diri
pada remaja.
Seorang ahli bernama Schneiders ( Gunarso, 1989 ) mengemukakan bahwa
penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang
mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang
berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya.Lebih jauh
ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk selalu
melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian diri merupakan
usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan,
frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-
tuntutan dalam dunia sekitar.
Menurut Daradjat (1972) penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamika
yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku agar terjadi hubungan yang
selaras antara dirinya dan lingkungannya. Dikatakan bahwa penyesuaian diri
mempunyai dua aspek, yaitu penyesuaian diri pribadi dan penyesuaian diri
sosial. Penyesuaian diri pribadi adalah penyesuaian individu terhadap dirinya
sendiri dan percaya pada diri sendiri. Sedangakan penyesuaian sosial merupakan
suatu proses yang terjadi dalam lingkungan sosial tempat individu hidup dan
berinteraksi dengannya.
Geringan (1986) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah mengubah diri
sendiri dengan keadaan lingkungan dan juga mengubah lingkungan sesuai
dengan keinginannya, Tentu saja hal ini tidak menimbulkan koflik bagi diri sendiri
dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Menurut
Hillgard (dalam Damayanti, 2002), individu mengadakan penyesuaian diri untuk
menghilangkan konflik dan melepaskan rasa ketidak enakan dalam dirinya.
Menurut Gunarso (1995) penyesuaian diri sebaiknya menjadi dasar dari
pembetukan hidup dengan pola-pola yang berintegrasi tanpa tekanan emosi
yang berarti. Katono (1980) mengartikan penyesuaian diri sebagi usaha untuk
mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungan sehingga rasa
bermusuhan, dengki, iri hati, pasangka, kecemasan, kemarahan sebagai respon
pribadi yang tidak sesuai dengannya terkikis habis.
Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan seseorang.
Setiap saat seseorang mempunyai kebutuhan penyesuaian diri, baik dengan
dirinya sendiri antara kebutuhan jasmani dan rohani, maupun kebutuhan luarnya
yaitu kebutuhan sosial. (Prastyawati, 1999).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri
merupakan usaha individu untuk menyelaraskan kebutuhan dalam diri sendiri
maupun dengan situasi diluar dirinya guna mendapatkan hubungan yang lebih
baik serasi antara diri dan lingkungan yang dihadapinya.
Pada masa penyesuaian diri ini peran orang tua dan lingkungan sangat
berpengaruh dalam mencapai keberhasilan dalam melakukan penyesuaian diri
untuk membangun jati diri yang baik. Orang tua bertugas untuk memberi
tauladan dan mengawasi tindak tanduk tetapi tidak dengan mengekang semua
kegiatanya, serta memberikan kebebasan yang bertanggung jawab, misalnya
berilah kebebasan kepada anak anda untuk bergaul dengan siapapun dan dari
strata manapun asalkan tidak membawa pengaruh yang buruk baginya.
Orang tua hendaknya membiasakan anak untuk mengenal dengan baik
lingkungan sekitarnya agar mereka mampu beradaptasi dengan baik dimanapun
mereka berada. Orang tua hendaknya juga bisa menjadi teman bagi anaknya
terutama pada masa remaja sehingga anak bisa terbuka tentang segala masalah
yang dihadapinya, karena dengan itu orang tua mampu mengawasi secara tidak
langsung kegiatan- kegiatan yang dilakukannya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Menurut Schneiders (dalam Patosuwido, 1993) penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk
mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme
psikologi yang tepat. Sawrey dan Telford (dalam Colhoun & Acocella, 1990) mendefinisikan
penyesuaian diri sebagai interaksi terus-menerus antara individu dengan lingkungannya yang
melibatkan sistem behavioral, kognisi, dan emosional. Dalam interaksi tersebut baik individu
maupun lingkungan menjadi agen perubahan. Penyesuaian dapat didefenisikan sebagai interaksi
yang kontiniu dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia. Ketiga faktor ini secara
konsisten mempengaruhi seseorang. Hubungan ini bersifat timbal balik (Calhoun & Acocella,
1990).
Dari pendapat para ahli di atas, dapat di simpulkan bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan
individu dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya, untuk mempertemukan
tuntutan diri dan lingkungan agar tercapai keadaan atau tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri
dan lingkungannya.
2. Kriteria Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri berlangsung secara terus-menerus dalam diri individu dan lingkungan.
Schneiders (1964) memberikan kriteria individu dengan penyesuaian diri yang baik, yaitu sebagai
berikut :
a. Pengetahuan tentang kekurangan dan kelebihan dirinya.
b. Objektivitas diri dan penerimaan diri
c. Kontrol dan perkembangan diri
Universitas Sumatera Utara
d. Integrasi pribadi yang baik
e. Adanya tujuan dan arah yang jelas dari perbuatannya
f. Adanya perspektif, skala nilai, filsafat hidup yang adekuat
g. Mempunyai rasa humor
h. Mempunyai rasa tanggung jawab
i. Menunjukkan kematangan respon
j. Adanya perkembangan kebiasaan yang baik
k. Adanya adaptabilitas
l. Bebas dari respon-respon yang simtomatis atau cacat
m. Memiliki kemampuan bekerjasama dan menaruh minat terhadap orang lain
n. Memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain
o. Adanya kepuasan dalam bekerja dan bermain
p. Memiliki orientasi yang adekuat terhadap realitas
Individu dengan penyesuaian diri yang baik maka dia memiliki ciri-ciri penyesuaian diri yang
baik tersebut secara terus menerus di dalam hidupnya.
3. Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Schneiders (1964) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri yang baik meliputi enam aspek
sebagai berikut :
a. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebih
Aspek pertama menekankan kepada adanya kontrol dan ketenangan emosi individu yang
memungkinkannya untuk menghadapi permasalahan secara inteligen dan dapat menentukan
berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul hambatan. Bukan berarti tidak ada
emosi sama sekali, tetapi lebih kepada kontrol emosi ketika menghadapi situasi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
b. Tidak terdapat mekanisme psikologis
Aspek kedua menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan respon yang
normal dari pada penyelesaian masalah yang memutar melalui serangkaian mekanisme
pertahanan diri yang disertai tindakan nyata untuk mengubah suatu kondisi. Individu
dikategorikan normal jika bersedia mengakui kegagalan yang dialami dan berusaha kembali
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Individu dikatakan mengalami gangguan penyesuaian
jika individu mengalami kegagalan dan menyatakan bahwa tujuan tersebut tidak berharga untuk
dicapai.
c. Tidak terdapat perasaan frustrasi personal
Penyesuaian dikatakan normal ketika seseorang bebas dari frustasi personal. Perasaan frustasi
membuat seseorang sulit untuk bereaksi secara normal terhadap situasi atau masalah. Individu
yang mengalami frustrasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan tanpa harapan, maka akan
sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku
dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian.
d. Kemampuan untuk belajar
Proses dari penyesuaian yang normal bisa diidentifikasikan dengan pertumbuhan dan
perkembangan dalam pemecahan situasi yang penuh dengan konflik, frustasi atau stres.
Penyesuaian normal yang ditunjukkan individu merupakan proses belajar berkesinambungan dari
perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stres.
e. Pemanfaatan pengalaman masa lalu
Dalam proses pertumbuhan dan perubahan, penggunaan pengalaman di masa lalu itu penting. Ini
merupakan salah satu cara dimana organism belajar. Individu dapat menggunakan
pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui proses belajar.
Universitas Sumatera Utara
Individu dapat melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan
mengganggu penyesuaiannya.
f. Sikap realistik dan objektif
Penyesuaian yang normal secara konsisten berhubungan dengan sikap realistik dan objektif.
Sikap yang realistik dan objektif adalah berdasarkan pembelajaran, pengalaman masa lalu,
pemikiran rasional mampu menilai situasi, masalah atau keterbatasan personal seperti apa adanya.
Sikap yang realistik dan objektif bersumber pada pemikiran yang rasional, kemampuan menilai
situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
g. Pertimbangan rasional dan pengarahkan diri
Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau
konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan
masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian yang normal. Individu tidak
mampu melakukan penyesuaian diri yang baik apabila individu dikuasai oleh emosi yang
berlebihan ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri
Sawrey dan Telford (dalam Calhoun & Acocella, 1995) mengemukakan bahwa penyesuaian
bervariasi sifatnya, apakah sesuai atau tidak dengan keinginan sosial, sesuai atau tidak dengan
keinginan personal, menunjukkan konformitas sosial atau tidak, dan atau kombinasi dari
beberapa sifat di atas. Sawrey dan Telford lebih jauh lagi mengemukakan bahwa penyesuaian
yang dilakukan tergantung pada sejumlah faktor yaitu pengalaman terdahulu, sumber frustrasi,
kekuatan motivasi, dan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Schneiders (1964) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah:
a. Keadaan fisik
Kondisi fisik individu merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan
sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik.
Adanya cacat fisik dan penyakit kronis akan melatarbelakangi adanya hambatan pada individu
dalam
melaksanakan penyesuaian diri.
b. Perkembangan dan kematangan
Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap perkembangan. Sejalan
dengan perkembangannya, individu meninggalkan tingkah laku infantil dalam merespon
lingkungan. Hal tersebut bukan karena proses pembelajaran semata, melainkan karena individu
menjadi lebih matang. Kematangan individu dalam segi intelektual, sosial, moral, dan emosi
mempengaruhi bagaimana individu melakukan penyesuaian diri.
c. Keadaan psikologis
Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya penyesuaian diri yang baik,
sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustrasi, kecemasan dan cacat mental akan dapat
melatarbelakangi adanya hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan
mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun
tuntutan lingkungannya. Variabel yang termasuk dalam keadaan psikologis di antaranya adalah
pengalaman, pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri.
d. Keadaan lingkungan
Keadaan lingkungan yang baik, damai, tentram, aman, penuh penerimaan dan pengertian, serta
mampu memberikan perlindungan kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan
memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu
Universitas Sumatera Utara
tinggal di lingkungan yang tidak tentram, tidak damai, dan tidak aman, maka individu tersebut
akan mengalami gangguan dalam melakukan proses penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang
dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan keluarga. Sekolah bukan hanya memberikan pendidikan
bagi individu dalam segi intelektual, tetapi juga dalam aspek sosial dan moral yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah juga berpengaruh dalam pembentukan minat, keyakinan,
sikap dan nilai-nilai yang menjadi dasar penyesuaian diri yang baik (Schneiders, 1964).
Keadaan keluarga memegang peranan penting pada individu dalam melakukan penyesuaian diri.
Susunan individu dalam keluarga, banyaknya anggota keluarga, peran sosial individu serta pola
hubungan orang tua dan anak dapat mempengaruhi individu dalam melakukan penyesuaian diri.
Keluarga dengan jumlah anggota yang banyak mengharuskan anggota untuk menyesuaikan
perilakunya dengan harapan dan hak anggota keluarga yang lain. Situasi tersebut dapat
mempermudah penyesuaian diri, proses belajar, dan sosialisasi atau justru memunculkan
persaingan, kecemburuan, dan agresi. Setiap individu dalam keluarga memainkan peran sosial
sesuai dengan harapan dan sikap anggota keluarga yang lain. Orang tua memiliki sikap dan
harapan supaya anak berperan sesuai dengan jenis kelamin dan usianya. Sikap dan harapan orang
tua yang realistik dapat membantu remaja mencapai kedewasaannya sehingga remaja dapat
menyesuaikan diri dengan tuntutan dan tanggung jawab. Sikap orang tua yang overprotektif atau
kurang peduli akan menghasilkan remaja yang kurang mampu menyesuaikan diri. Hubungan
anak dengan orang tua dapat mempengaruhi penyesuaian diri. Penerimaan orang tua terhadap
remaja memberikan penghargaan, rasa aman, kepercayaan diri, afeksi pada remaja yang
mendukung penyesuaian diri dan stabilitas mental. Sebaliknya, penolakan orang tua
menimbulkan permusuhan dan kenakalan remaja. Identifikasi anak pada orang tua juga
mempengaruhi penyesuaian diri.
Universitas Sumatera Utara
Apabila orang tua merupakan model yang baik, identifikasi akan menghasilkan pengaruh yang
baik terhadap penyesuaian diri.
e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan
Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis yang dapat digunakan untuk
mengurangi konflik, frustrasi dan ketegangan psikis lain. Religiusitas memberi nilai dan
keyakinan sehingga individu memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk
menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya (Schneiders, 1964).
Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah
laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit
menyesuaikan diri.
5. Penyesuaian Diri Masa Dewasa Madya
Masalah-masalah tertentu yang timbul pada tiap tahap kehidupan membutuhkan penyesuaian diri.
Penyesuaian diri yang yang terlibat lebih sulit dari tahap kehidupan yaitu pada masa dewasa
madya. Menurut Hurlock (1998) penyesuaian sebagai orangtua yang memiliki anak remaja, pola
kehidupan keluarga yang semakin kompleks, munculnya perubahan perubahan jasmani dan
mental merupakan masalah-masalah yang timbul pada masa dewasa madya. Terlebih lagi jika
individu tersebut dihadapi pada keadaan yang mengharuskannya menjadi orangtua tunggal karena
kehilangan pasangan, baik karena bercerai maupun karena kematian pasangan
B. PERUBAHAN FISIK
1. Pengertian Perubahan Fisik
Merill & Verbrugge (dalam Papalia, 2008) mengatakan beberapa perubahan fisiologis merupakan
akibat dari usia dan genetik, faktor perilaku dan gaya hidup yang dimulai dari masa muda dapat
mempengaruhi kecenderungan, penentuan waktu, dan luas perubahan fisik.
Universitas Sumatera Utara
Untuk alasan yang sama, kebiasaan kesehatan dan gaya hidup pada masa paruh baya
mempengaruhi apa yang terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Orang-orang yang membatasi
keterpaparan diri mereka terhadap matahari dapat meminimalisir kerut dan menghindari kanker
kulit, dan orang yang aktif secara fisik dapat mempertahankan kekuatan otot prediktor yang
sangat kuat terhadap kondisi fisik di usia tua, Rantanen ( dalam papalia, 2008).
2. Ciri Ciri Perubahan Fisik
a. Kinerja sensori dan psikomotor
Masalah penglihatan yang berkaitan dengan usia sebagain besar terjadi pada lima daerah : near,
vision, dynamic vision, sensitivity to light, visual search ( misalnya, menemukan lokasi sinyal),
dan kecepatan memproses informasi visual, Kline (dalam Papalia, 2008). Umumnya adalah
sedikit kemunduran dalam visual acuity : atau ketajaman pendengaran. Karena perubahan pada
pupil mata, orang orang usia pertengahan membutuhkan cahaya yang lebih cerah untuk
mengompensasi penurunan tingkat cahaya yang dapat mencapai retina, Belbin (dalam Papalia,
2008).
Banyak orang usia 40 dan lebih tua memerlukan kacamata baca karena prebyopia (rabun jauh),
penurunan kemampuan untuk fokus pada objek dekat kondisi yang dikaitkan dengan usia.
Myopia juga meningkatkan pada usia pertengahan, Merill & Verbrugge (dalam Papalia, 2008) .
Bifocal dan trifocal kacamata yang lensa bacanya digabung dengan lensa untuk pandangan jauh
membantu mata menyesuaikan antara objek dekat dan jauh.
Orang dewasa mulai kehilangan sensitivitas seutuhnya setelah usia 45 tahun, dan terdapat rasa
sakit setelah usia 50 tahun. Akan tetapi, rasa sakit berfungsi sebagai proteksi terus bertahan,
walaupun orang-orang merasa kurang sakit, akan tetapi mereka semakin tidak mampu
menoleransinya, Katchadourian (dalam Papalia, 2008).
Kekuatan dan koordinasi menurun secara perlahan dari puncak sepanjang usia dua puluhan.
Sebagian kehilangan kekuatan otot mulai terlihat pada usia 45 tahun, 10 persen 15
Universitas Sumatera Utara
persen dari kekuatan maksimum mungkin menghilang pada usia 60. Kebanyakan orang
memerhatikan bahwa pelemahan pertama terjadi pada otot betis luar dan dalam lalu kemudian
pada lengan dan bahu dua bagian yang terakhir baru akan terjadi ketika memasuki usia 60-an.
Alasan hilangnya kekuatan ini adalah hilangnya serat otot yang digantikan oleh lemak. Pada usia
paruh baya lemak tubuh yang hanya merupakan 10 persen dari berat tubuh sepanjang masa
remaja mencapai paling tidak 20 persen, Katchadourian (dalam Papalia 2008). Akan tetapi
terdapat perbedaan individu besar disana, dan menjadi semakin besar pada setiap dekade yang
berlalu (Spirduso & MacRae, 1990; Vercruyssen, 1997) (dalam Papalia, 2008). Latihan beban
dapat mencegah kehilangan tersebut dan bahkan mengembalikan kekuatan tersebut, Whitbourne
(dalam Papalia, 2008).
b. Perubahan Struktur dan Sistemik
Perubahan fisik berkaitan dengan tingkat penggantian yang melambat, rambut tanpak semakin
tipis dan keabu-abuan seiring dengan menurunnya reproduksi melanin yang merupakan agen
pigmen. Orang-orang bekeringat semakin sedikit karena jumlah kelenjar keringat menurun.
Mereka cenderung menambah berat badan karena akumulasi lemak tubuh, dan kehilangan tinggi
badan karena pengerutan cakram tulang belakang (Intervertebral disc), Merrill & Verbrugge
(dalam Papalia, 2008).
Densitas tulang umumnya mencapai puncak pasa usia dua puluh atau tiga puluhan. Setelah itu,
orang biasanya akan mengalami kehilangan jaringan tulang beriringan semakin banyaknya
kalsium yang diserap ketimbang yang diganti, menyebabkan tulang menjadi semakin tipis dan
rapuh. Kehilangan tulang mengalami percepatan pada usia lima puluh dan enam puluhan, hal
tersebut terjadi dua kali lebih cepat pada wanita dibandingkan pria, dan terkadang mengarah pada
osteoporosis Merrill & Verbgrugge, (dalam Papalia 2008)
Universitas Sumatera Utara
c. Seksual dan Kinerja Reproduksi
Menopause, terjadi ketika wanita berhenti berovulasi dan menstruasi, dan tidak lagi dapat hamil.
Kondisi ini biasanya terjadi satu tahun setelah periode menstruasi terakhir terjadi. Dalam
perbandingannya satu banding empat, kondisi ini terjadi antara usia 45 dan 55, rata-rata terjadi
pada usia 50 atau 51 tahun (Papalia 2008).
4. Tanda tanda perubahan fisik Usia Dewasa
Adapun tanda-tanda perubahan fisik usia dewasa menurut Papalia (2008) :
a. Berat badan bertambah

Selama usia madya lemak mengumpulkan terutama sekitar perut dan paha.
b. Berkurangnya rambut dan beruban

Rambut pada pria yang berusia dewasa mulai jarang, menipis, dan terjadi kebotakan pada bagian
atas kepala. Rambut di hidung, telinga dan bulu mata menjadi lebih kaku. Sedangkan rambut
pada wajah tumbuh lebih lambat dan kurang subur. Rambut wanita semakin tipis dan rambut di
atas bibir atas dan dagu bertambah banyak. Baik rambut pria maupun rambut wanita mulai
memutih mejelang usia lima puluh tahunan, dan beberapa orang sudah beruban sebelum berusia
madya.
c. Perubahan pada kulit

Kulit pada wajah, leher, lengan dan tangan menjadi lebih kering dan keriput. Kulit dibagian
bawah mata menggembung seperti kantong, dan lingkaran hitam dibagian ini menjadi lebih
permanen dan jelas. Warna merah kebiruan sering muncul di sekitar lutut dan di tengah tengkuk.
Universitas Sumatera Utara
d. Tubuh menjadi gemuk

Bahu seringkali berbentuk bulat, dan terjadi pengemukan seluruh tubuh yang membuat perut
kelihatan menonjol sehingga seseorang kelihatan lebih pendek.
e. Perubahan otot

Umumya otot orang yang berusia madya menjadi lembek dan mengendur disekitar dagu. Pada
lengan bagian atas, dan perut.
f. Masalah Persendian

Beberapa orang berusia madya mempunyai masalah pada persendian, tungkai dan lengan yang
membuat mereka sulit berjalan dan memegang benda yang jarang sekali ditemukan pada orang-
orang muda.
g. Perubahan pada gigi

Gigi menjadi kuning dan harus lebih sering diganti, sebagainya atau seluruhnya dengan gigi
palsu.
h. Perubahan pada mata

Mata kelihatan kurang bersinar daripada ketika mereka masih muda, dan cenderung
mengeluarkan kotoran mata yang menumpuk di sudut mata.
i. Perubahan seksual

Bagi wanita pada masa ini wanita memasuki menopause atau perubahan hidup, dimana masa
menstruasi berhenti, dan merasa kehilangan kemampuan memelihara anak. Sedangkan pada pria
mengalamai masa klimakterik pria.
C. Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik
Salah satu dari sekian banyak penyesuaian yang sulit pria dan wanita berusia madya adalah
mengubah penampilan. Mereka harus benar-benar menyadari bahwa fisiknya sudah tidak mampu
berfungsi sama seperti sediakala pada saat mereka kuat. Mereka yang berusia
Universitas Sumatera Utara
madya harus seperti sediakala pada saat mereka kuat. Mereka yang berusi madya harus dapat
meneriman kenyataan bahwa kemampuan reproduksi sudah berkurang atau akan berakhir, dan
bahkan mungkin mereka akan kehilangan dorongan seks serta daya tarik seksual. Seperti anak-
anak puber yang pada masa kanak-kanaknya berurusan tentang akan jadi apa mereka dan
bagaimana penampilannya bila mereka sudah besar dan siapan yang kemudian menyesuaiakan
diri sehingga realitas penampilan mereka bila tidak bertumbuh sesuai dengan harapan mereka,
demikian juga orang berusia madya harus mengesankan diri terhadap perubahan-perubahan yang
tidak mereka sekai dan yang menandai tibanya usia tua mereka.
Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik terasa sulit karena adanya kenyataan bahwa sikap
individu yang kurang menguntungkan semakin diintensifkan lagi oleh perilaku sosial yang
kurang menyenangkan terhadap perubahan normal yang muncul bersama pada tahun-tahun
selanjutnya Hurlock (1999). Perubahan fisik yang terpenting pada masa dewasa madya adalah
menyesuaiakan diri terhadap perubahan dalam penampilan, perubahan dalam kemampuan indera,
perubahan pada keberfungsian fisiologis, perubahan pada kesehatan, perubahan seksual Hurlock
(1999).
D. Dewasa Madya
1. Pengertian Dewasa Madya
Kata adult berasal dari bahasa Latin, yang berarti tumbuh menjadi dewasa, jadi orang dewasa
adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam
masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya Hurlock (1999). Setiap kebudayaan memiliki
perbedaan tersendiri dalam memberikan batasan usia kapan seseorang dikatakan dewasa. Pada
sebagaian besar kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas sudah selesai
atau hampir selesai dan apabila organ reproduksi anak sudah berkembang dan mampu
berproduksi. Hurlock (1999) membedakan masa dewasa dalam 3 bagian, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Masa dewasa dini (18 40 tahun )

Masa ini ditandai dengan perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang disertai berkurangnya
kemampuan produktif.
2. Masa dewasa madya (40 60 tahun)

Masa menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang tampak jelas pada setiap orang.
3. Masa dewasa lanjut (Usia lanjut)

Dimulai dari usia 60 tahun sampai kematian. Pasa masa ini kemampuan fisik maupun psikologis
cepat menurun, tetapi teknik pengobatan modern, serta upaya dalam hal berpakaian serta
dandanan memungkinkan pria dan wanita berpenampilan, bertindak, dan berperasaan seperti saat
mereka masih lebih muda.
2 Karakteristik Dewasa Madya
Seperti halnya setiap periode dalam rentang kehidupan, usia madya pun diasosiasikan dengan
karakteristik tertentu yang membuat berbeda. Berikut ini akan diuraikan sepuluh karakteristik
dewasa Hurlock (1998).
1. Periode yang sangat ditakuti
Terdapatnya kepercayaan tradisional dimana pada masa ini terjadi kerusakan mental, fisik dan
reproduksi yang berhenti serta merasakan bahwa pentingnya masa muda.
2. Masa transisi
Perubahan pada ciri dan perilaku masa dewasa madya yaitu perubahan pada ciri jasmani dan
perilaku baru. Pada pria terjadi perubahan keperkasaan dan pada wanita terjadi perubahan
kesuburan atau menopause.
3. Masa stres
Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah terutama karena
perubahan fisik dimana terjadi pengrusakan homeostatis fisik dan psikologis.
Universitas Sumatera Utara
Pada wanita terjadi pada usia 40-an yaitu masuk menopause anak-anak meninggalkan rumah dan
pada pria terjadi pada usia 50-an saat masuk pensiun.
4. Usia yang berbahaya
Terjadi kesulitan fisik dimana usia ini banyak bekerja, cemas yang berlebihan, kurang perhatian
terhadap kehidupan dimana hal ini dapat menganggu hubungan suami-isteri dan bisa terjadi
perceraian, gangguan jiwa, alkoholisme, pecandu obat, hingga bunuh diri.
5. Usia canggung
Serba canggung karena bukan muda lagi dan bukan juga tua. Kelompok usia madya seolah
berdiri di antara generasi pemberontak yang lebih muda dan generasi senior.
6. Masa berprestasi
Sejalan dengan masa produktif dimana terjadi puncak karir. Menurut Erikson, usia madya
merupakan masa krisis yaitu generativity (cenderung untuk menghasilkan), stagnasi (cenderung
untuk tetap berhenti) dan dominan terjadi hingga menjadi sukses atau sebaliknya. Peran
kepemimpinan dalam pekerjaan merupakan imbalan atau prestasi yang dicapai yaitu generasi
pemimpin.
7. Masa evaluasi
Terutama terjadi evaluasi diri. Jika berada pada puncak evaluasi maka terjadi evaluasi prestasi.
8. Dievaluasi dengan standar ganda
a. Aspek yang berkaitan dengan perubahan jasmani yaitu rambut menjadi putih, wajah keriput,
otot pinggang mengendur.
b. Cara dan sikap terhadap usia tua yaitu tetap merasa muda dan aktif tetapi menjadi tua dengan
anggun, lambat, hati-hati hidup dengan nyaman.
9. Masa sepi
Universitas Sumatera Utara
Masa sepi atau empty nest terjadi jika anak-anak tidak lagi tinggal dengan orangtua. Lebih terasa
traumatik bagi wanita khususnya wanita yang selama ini mengurus pekerjaan rumah tangga dan
kurang mengembangkan minat saat itu. Pada pria mengundurkan diri dari pekerjaan.
10. Masa jenuh
Pada pria jenuh dengan kegiatan rutin dan kehidupan keluarga dengan sedikit hiburan. Pada
wanita jenuh dengan urusan rumah tangga dan membesarkan anak-anak
3. Tugas-tugas Perkembangan pada Usia Dewasa Madya
Havighurst (dalam Hurlock, 1998) menyatakan bahwa tugas perkembangan adalah tuntutan yang
diberikan kepada individu oleh lingkungan atau masyarakat sekitar terhadap diri individu
tersebut, yang mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya usia. Menurut Havigrust,
dewasa madya memiliki tugas perkembangan sebagai berikut:
1.Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan fisiologis terjadi pada tahap ini

2.Membantu anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia

3.Mengembangkan kegiatan pengisi waktu senggang

4. Pasangan dianggap sebagai suatu individu

5.Mencapai tanggung jawab umum dan sosial dan sebagai warganegara

6.Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier bekerja

7.Menyesuikan diri dengan orang tua yang semakin tua

Havighurst (dalam Hurlock, 1998) membagi tugas perkembangan dewasa madya menjadi 4
kategori utama, yaitu
Universitas Sumatera Utara
1. Tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik

menerima dan menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan fisik yang normal terjadi pada masa
usia madya
2. Tugas yang berkaitan dengan perubahan minat

mengasumsikan tanggungjawab warga negara dan sosial, mengembangkan minat pada waktu
luang yang berorientasi pada kedewasaan, pada kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada
keluarga yang biasa dilakukan pada masa dewasa dini
3. Tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kejuruan (pekerjaan)

pemantapan dan pemeliharaan standar hidup yang relatif mapan


4. Tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga

berkaitan dengan pasangan, menyesuikan diri dengan orang tua yang lanjut usia, dan membantu
anak remaja menjadi orang dewasa yang bertanggun jawab.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada 7 tugas perkembangan dewasa madya yaitu
menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan fisiologis terjadi pada tahap ini,
membantu anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia,
mengembangkan kegiatan pengisi waktu senggang, pasangan dianggap sebagai suatu individu,
mencapai tanggung jawab umum dan sosial dan sebagai warganegara, mencapai dan
mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier bekerja dan menyesuikan diri dengan
orang tua yang semakin tua. Kemudian dari tujuh tugas perkembangan usia madya dapat
digolongkan menjadi empat kategori utama yaitu tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik,
tugas yang berkaitan dengan perubahan minat, tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kejuruan
(pekerjaan) dan tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga Hurlock (1998).
Universitas Sumatera Utara
D. Wanita Bekerja
1. Pengertian Wanita Bekerja
Tingginya tingkat pendidikan dewasa ini membuat banyak wanita usia dewasa awal memasuki
dunia profesionalisme dengan bekerja. Abad 21 juga dicirikan dengan persaingan di dunia kerja
dan peluang tersebut sangat terbuka bagi para wanita (Bhatnagar & Rajadhyaksha, 2001). Suryadi
(dalam Anoraga, 2001) mengartikan wanita bekerja sebagai wanita yang bekerja untuk
menghasilkan uang atau lebih cenderung pada pemanfaatan kemampuan jiwa atau karena adanya
suatu peraturan sehingga memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam pekerjaan, jabatan,
dan lain-lain. Wanita bekerja adalah wanita yang berperan sebagai ibu dan bekerja diluar rumah
untuk mendapatkan penghasilan disamping berada dirumah dan membesarkan anak (Working
Mothers Forum, 2000).
Maheshwari (1999) mengatakan bahwa wanita bekerja adalah wanita yang pergi keluar rumah
dan mendapatkan bayaran atau gaji. Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa wanita bekerja
adalah seorang ibu yang bekerja diluar rumah untuk mendapatkan penghasilan atau gaji
disamping berada dirumah untuk mengatur rumah tangga.
2. Faktor-Faktor yang Mendorong Wanita Bekerja
Rini (2002) mengemukakan beberapa faktor yang mendorong wanita bekerja di luar rumah,
yaitu :
1. Kebutuhan Finansial
Faktor ekonomi umumnya menjadi alasan seorang wanita bekerja karena dengan penghasilan
yang diperoleh, dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2. Kebutuhan Sosial-Relasional
Kebutuhan sosial-relasional merupakan kebutuhan akan penerimaan sosial, identitas sosial yang
diperoleh melalui komunitas kerja.
Universitas Sumatera Utara
3. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Bekerja merupakan salah satu jalan untuk mengaktualisasikan diri, sesuai dengan pendapat
Maslow (dalam Rini, 2002) bahwa salah satu kebutuhan bagi manusia adalah aktualisasi diri.
Dengan bekerja, seseorang dapat bekerja, berkreasi, mencipta, mengekspresikan diri,
mengembangkan diri dengan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman, menghasilkan
sesuatu, mendapatkan penghargaan, penerimaan dan prestasi.
Bagi kebanyakan wanita yang mempunyai tanggung jawab ganda (tugas rumah tangga dan
pekerjaan di luar rumah), biasanya akan memperberatkan masalah hubungan keluarga. Karena
jumlah wanita sedikit dibandingkan dengan kondisi dimana pria lebih banyak bekerja ini dikarena
kan beberapa kondisi yang mempengaruhi wanita dalam bekerja (Hurlock, 1998).
a. Kepuasan kerja
Wanita yang menyukai pekerjaannya mereka akan dapat menyesuaikan diri jauh lebih baik
daripada mereka yang terpaksa melakukan pekerjaannya karena tanggung jawab akan keluarga
dan yang sekarang mereka terperangkap dalam kerjanya.
b. Kesempatan Promosi
Setiap tahun, pada saat bekerja semakain mendekati masa wajib pensiun, kesempatan bagi
mereka untuk dpromosikan semakin sedikit dan mereka lambat laun digeser dari posisi untuk
memberi kesempatan kepada karyawan yang lebih muda. Kondisi seperti ini mempunyai efek
balik pada penyesuaian kerja.
c. Harapan Pekerjaan
Bila masa pensium tiba, para pekerja usia madya menilai prestasi mereka diliat dari prestasi
mereka yang dahulu. Apakah menyenangkan atau tidak, penilaian ini mempunyai efek pada
penyesuaian pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
d.Sikap Pasangan
Jikalau suami tidak puas dengan status istrinya ditempat kerja, gajinya, atau bahwa kerjanya
merampas istrinyaa dari rumah sehingga suaminya kesepian, maka istrinya juga semakin tidak
puas dan senang. Wanita yang suaminya keberatan dan mengeluh terhadap keadaan mereka
dirumah bisa juga mengalami ketidakpuasan kerja.
e. Sikap Terhadap Usaha Besar
Pekerja yang merasa bangga karena bekerja pada perusahaan besar, penuh prestige, penyesuaian
terhadap pekerjaan lebih baik, dibanding mereka menganggap dirinya hanya sebagai sekrup kecil
dari mesin yang besar.
f. Sikap Terhadap Teman Sekerja
Pekerja wanita dalam hal ini harus menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar karena dalam
sebuah pekerjaan akan dituntun saling mendukung dan bekerja sama dengan teman sekerja.
g. Relokasi
Perasaan pekerja yang harus dipindah ditempat atau pindah ke masyarakat lain dengan tujuan
agar mereka tetap bekerja pada pekerjaannya yang sekarang atau untuk dipromosikan pada
kedudukan yang lebih baik, akan mempunyai pengaruh yang sangat mendalam terhadap proses
penyesuaian pekerjaan.
E. Wanita Tidak Bekerja
1. Pengertian Wanita Tidak Bekerja
Adiningsih (2004) mengatakan bahwa dalam UU Perkawaninan No.1/1974 pasal 31 ayat 3
menunjukkan bahwa seorang istri bertanggung jawab akan urusan rumah tangga, yang tidak
mneghasilkan, seingga ia tergantung pada hasil kerja suaminya.
Menurut wikipedia (2006) wanita tidak bekerja (hommaker / housewife) adalah wanita yang
memiliki pekerjaan utama untuk menjaga atau merawat keluarga dan rumah, suatu
Universitas Sumatera Utara
bentuk untuk menggambarkan wanita yang tidak dibayar sebagai tenaga kerja untuk menjaga
keluarganya. www.shaadi.com [online] mengatakan bahwa ibu rumah tangga (housewife) adalah
non-working woman. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wanita tidak bekerja
adalah seorang istri yang bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga atau merawat
keluarga tanpa memiliki pekejaan diluar rumah.
Istri tidak bekerja dapat disebut juga ibu rumah tangga (Housewife). Menurut Kamus Oxford,
pengetian housewife adalah : a merried woman whose main occupation is carryin for her family
and running the household. Jadi dapat diartikan ibu rumah tangga adalah wanita menikah yang
pekerjaan utamanya adalah merawat keluarga dan menjalankan rumah tangga.
Seorang istri atau ibu merupakan sesuatu yang paling mulia dalam kehidupan. Wanita yang tidak
bekerja biasanya sebagai seorang ibu rumah tangga. Biasanya istri melakukan pekerjaan rumah
tangga lebih banyak dari suami. Disini istri yang adalah orang yang bertanggung jawab besar atas
pekerjaan rumah (tidak bekerja) (Schinovacz dalam Santrock, 1995).
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Suryochondro (1990) mengenai wanita dan kerja
menyatakan bahwa alasan para istri tidak bekerja sebagaian besar karena kesibukan rumah
tangga. Alasan yang cukup bayak dilontarkan oleh para istri adalah dilarang suami. Hanya
sebagaian kecil yang menyatakan bahwa penghasilan suami sudah cukup, kurang mampu bekerja,
sibuk di organisasi ataupun alasan kesehatan. Alasan para istri bekerja tidak jauh berbeda antara
golongan menengah dan istri golongan bawah.
Dalam penelitian Suryochondro juga menanyakan kepada istri apakah mereka mempunyai
keinginan untuk bekerja apabila ada kesempatan. Dari jawaban para istri diperoleh kesimpulan
bahwa sebagian besar mempunyai keinginan bekerja. Keinginan ini lebih banyak dilontarkan oleh
istri golongan bawah. Alasan untuk bekerja beberapa antara
Universitas Sumatera Utara
istri dari golongan menengah dan dari golongan bawah. Para istri dari golongan bawah ingin
bekerja lebih karena alasan nenambah penghasilan. Disamping itu, istri dari golongan bawah juga
mengemukakan alasan ingin bekerja supaya mempunyai penghasilan sendiri dan mengisi waktu
luang.
F. Dinamika Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik Wanita Dewasa Madya Bekerja
dan Tidak Bekerja
Penyesuaian diri sebagai bentuk adaptasi pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian dalam
arti fisik, fisiologis atau biologis. Perubahan fisik merupakan akibat dari usia dan genetik, faktor
perilaku dan gaya hidup yang dimulai dari masa muda dapat dipengaruhi kecenderungan,
penentuan waktu, dan luas perubahan fisik. menopause merupakan salah satu perubahan fisik
yang terjadi pada wanita dewasa madya (Papalia, 2008).
Dewasa madya dapat menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisiknya tergantung
pada kemampuan dirinya didalam menerima perubahan yang terjadi apakah dia sudah menerima
dan mengatasi masalahnya atau tidak, juga tergantung dari bagaimana cara berfikir mereka
terhadap perubahan fisik (Papalia, 2008).
Pada masa sekarang ini terdapat perubahan sosial yang menyebabkan wanita lebih mempunyai
kesempatan besar untuk memilih. Wanita dapat melakukan aktifitas berkarier ataupun wanita
tidak berkarier. Pada waktu wanita mengerjakan karier, mereka dihadapkan dengan pertanyaan
apakah mereka bisa bersaing dengan wanita muda atau tidak. (Aderson & Leslie; Gustafson &
Magnusson; Steil & Weltman dalam santrock, 1990). Ada yang bisa menikmati perannya sebagai
wanita karier, namun ada yang merasa kesulitan hingga akhirnya persoalan-persoalan rumit kian
berkembang dalam kehidupan sehari-hari.
Banyaknya wanita dewasa madya yang bekerja sekarang ini karena adanya perubahan gender
yang terjadi dan faktor kebutuhan finansial, kebutuhan sosial-relasional, kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
aktualisasi diri. Banyaknya bentuk pekerjaan yang dilakukan oleh wanita membuat wanita harus
menyesuaikan diri. Wanita bekerja sebenarnya menjadi sesuatu hal yang biasa di tengah
masyarakat. Seorang wanita yang bekerja, pada masa dewasa madya akan mulai memasuki masa
pensiun sehingga akan hilang pula kesibukan rutinnya sehari-hari. Menurut UU Perkawinan
No.1/1974 pasal 31 ayat 3 (Adiningsih, 2004), seorang istri didefinisikan sebagai ibu rumah
tangga. Wanita yang mengatur rumah tangga sedangkan pria bekerja diluar untuk mendapatkan
gaji atau bayaran, wanita tersebut disebut ibu rumah tangga (housewife. Housewife) disebut juga
sebagai non-working woman (Who Is A Working Woman, 2001).
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Suryochondro (1990) mengenai wanita dan kerja
menyatakan bahwa alasan para istri tidak bekerja sebagaian besar karena kesibukan rumah
tangga. Maka dari itu seorang Ibu rumah tangga tidak melakukan kegiatan diluar rumah dan
menganggap perubahan fisik yang terjadi pada dirinya dapat dijalanin tanpa harus ada
kegelisahan.
Pada usia madya masih mempunyai pekerjaan khususnya pekerjaan yang berhubungan dengan
orang lain, didalam pekerjaan ini pula dibutuhkan penampilan yang menarik, tidak sejalan dengan
usia mereka yang sudah tua, mereka harus mengakui bahwa mereka tidak muda lagi, dan pada
dewasa madya ini pula dibutuhkan perubahan penampilan tidak hanya pria wanita juga
memngambil andil dalam dunia pekerjaan. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik terasa sulit
karena adanya kenyataan bahwa sikap individu yang kurang meguntungkan semakin
diintensifkan lagi oleh perilaku sosial yang kurang menyenangkan terhadap perubahan normal
yang muncul bersama pada tahun-tahun selanjutnya. Perubahan fisik yang terpenting yang
terhadapnya orang berusia madya harus menyesuaikan diri (Hurlock, 1999).
Universitas Sumatera Utara
II. F . Hipotesis
Dalam penelitian ini diajukan hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang
telah dikemukan. Adapun hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Terdapat perbedaan penyesuaian diri terhadap perubahan fisik antara wanita dewasa madya
yang bekerja dengan tidak bekerja.
Universitas Sumatera Utara

BLOG NEWBIE

Beranda
SINOPSIS DRAMA KOREA

DUNIA ISLAMI

HEALTH
KUMPULAN LIRIK LAGU JUSTIN BIEBER

Makalah Pengantar Pendidikan


Minggu, 18 Maret 2012 | rivasweet
di 14.19 |

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrahim..

Pertama-tama Puji dan Syukur kami panjatkan ke Khadirat Alloh


SWT,atas Rahmat serta Karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
ini.Makalah ini diajukan untuk melengkapi persyaratan tugas Mata Kuliah
Pengantar Pendidikan.

Meskipun saya sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih


terdapat kekurangan dan kelemahan,namun Insya Alloh makalah ini dapat
brmanfaat bagi saya khususnya,dan bagi pengembangan remaja dalam
upaya penyesuaian diri dalam bidang pendidikan

Garut, Desember 2011

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
......................................................................................................................
i

DAFTAR ISI
......................................................................................................................
ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................................


1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................


2

C. Tujuan...................................................................................................................
2

BAB II ISI

A. Pengertian Penyesuaian Diri .................................................................................


3

B. Pembentukan Penyesuaian Diri ............................................................................


4
C. Proses Penyesuaian Diri .......................................................................................
7

D. Karakteristik Penyesuian Diri ................................................................................


8

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ............................................


10

F. Penyesuaian Diri yang Baik ..................................................................................


12

G. Permasalahan permasalahan Penyesuaian Diri Remaja .....................................


15

H. Implikasi Proses Penyesuaian Remaja ..................................................................


17

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN .........................................................................................................
19

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Permasalahan

Guru mempunyai tugas utama mendidik. Dimana dalam mendidik


tersebut, seorang guru dituntut selalu mengedepankan skill sebagai
seorang pendidik yang selalu siap mengajarkan ilmu yang sudah
digelutinya selama bertahun-tahun di bangku kuliah.Salah satu indikator
demi keberhasilan tugas seorang guru adalah bagaimana ia memahami
akan peserta didik yang dibinannya. Peserta didik atau yang lebih terkenal
dengan sebutan siswa adalah obyek pendidikan dan pengajaran guru.
Seorang siswa adalah individu-individu yang satu sama lain berbeda atau
khas. Siswa pada umumnya berumur mulai 5- 12 tahun untuk SD, 12-14
tahun untuk SMP dan 14-17 tahun untuk SMA.Pada tahap ini siswa
sebagai individu mempunyai tahap-tahap pertumbuhan dan perkem
bangan baik fisik maupun psikis/emosi.

Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada


sejauh mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam
menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada
tuntutan masyarakat. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapat
di sekolah dan di luar sekolah ia memiliki sejumlah pengetahuan,
kecakapan, minat-minat, dan sikap-sikap. Dengan pengalaman-
pengalaman itu ia secara berkesinambungan dibentuk menjadi seorang
pribadi seperti apa yang dia miliki sekarang dan menjadi seorang pribadi
tertentu di masa mendatang.Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan
telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri.
Kondisi fisik, mental dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-
faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang proses
penyesuaian yang baik atau yang salah.

Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan


organisme yang aktif. Ia aktif dengan tujuan dan aktifitas yang
berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan
jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi peluang kepadanya
untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya. Penyesuaian diri adalah
suatu proses. Dan salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat
mentalnya adalah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian
diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungannya. Untuk lebih jelasnya marilah kita tinjau secara lebih rinci
pengertian dan proses penyesuaian diri, karakteristik penyesuaian diri
remaja dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pengertian dari penyesuaian diri itu?

2. Bagaimana pembentukan dan proses penyesuaian diri?


3. Apa saja karakteristik penyesuaian diri?

4. Apa saja faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri?

5. Apa saja permasalahan penyesuaian diri remaja?

6. Bagaimana implikasi proses penyesuaian remaja terhadap


penyelenggaraan pendidikan?

C. Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :

1. Pengertian penyesuaian diri,

2. Proses penyesuaian diri,

3. Karakter penyesuaian diri secara positif,

4. Karakter penyesuaian diri yang salah,

5. Faktor yang mempengarui proses penyesuaian diri,

6. Contoh permasalahan permasalahan penyesuaian diri remaja, dan

7. Implikasi penyesuaian diri remaja terhadap penyelenggaraan pendidikan.

A. Pengertian Penyesuaian Diri

Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan


eksistensinya, atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan
jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan
dengan tuntutan sosial.
Seorang ahli bernama Schneiders ( Gunarso, 1989 )
mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental
dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri
sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat
diterima oleh lingkungannya.Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa
penyesuaian diri itu baik atau buruk selalu melibatkan proses mental dan
respon tingkah laku. Penyesuaian diri merupakan usaha-usaha individu
untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan, frustasi, dan
konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-tuntutan
dalam dunia sekitar.
Menurut Daradjat (1972) penyesuaian diri merupakan suatu proses
dinamika yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku agar terjadi
hubungan yang selaras antara dirinya dan lingkungan nya. Penyesuaian
diri pribadi adalah penyesuaian individu terhadap dirinya sendiri dan
percaya pada diri sendiri. Sedangakan penyesuaian sosial merupakan
suatu proses yang terjadi dalam lingkungan sosial tempat individu hidup
dan berinteraksi dengannya.

Geringan (1986) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah


mengubah diri sendiri dengan keadaan lingkungan dan juga mengubah
lingkungan sesuai dengan keinginannya, Tentu saja hal ini tidak
menimbulkan koflik bagi diri sendiri dan tidak melanggar norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Hillgard (dalam Damayanti,
2002), individu mengadakan penyesuaian diri untuk menghilangkan
konflik dan melepaskan rasa ketidak enakan dalam dirinya. Menurut
Gunarso (1995) penyesuaian diri sebaiknya menjadi dasar dari
pembetukan hidup dengan pola-pola yang berintegrasi tanpa tekanan
emosi yang berarti. Kartono (1980) mengartikan penyesuaian diri sebagi
usaha untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada
lingkungan sehingga rasa bermusuhan, dengki, iri hati, pasangka,
kecemasan, kemarahan sebagai respon pribadi yang tidak sesuai
dengannya terkikis habis.

Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan


seseorang. Setiap saat seseorang mempunyai kebutuhan penyesuaian
diri, baik dengan dirinya sendiri antara kebutuhan jasmani dan rohani,
maupun kebutuhan luarnya yaitu kebutuhan sosial. (Prastyawati, 1999)
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri
merupakan usaha individu untuk menyelaraskan kebutuhan dalam diri
sendiri maupun dengan situasi diluar dirinya guna mendapatkan
hubungan yang lebih baik serasi antara diri dan lingkungan yang dihadapi
nya.
Pada masa penyesuaian diri ini peran orang tua dan lingkungan
sangat berpengaruh dalam mencapai keberhasilan dalam melakukan
penyesuaian diri untuk membangun jati diri yang baik. Orang tua bertugas
untuk memberi tauladan dan mengawasi tindak tanduk tetapi tidak
dengan mengekang semua kegiatannya, serta memberikan kebebasan
yang bertanggung jawab, misalnya berilah kebebasan kepada anak anda
untuk bergaul dengan siapapun dan dari strata manapun asalkan tidak
membawa pengaruh yang buruk baginya. Orang tua hendaknya
membiasakan anak untuk mengenal dengan baik lingkungan sekitarnya
agar mereka mampu beradaptasi dengan baik dimanapun mereka berada.
Orang tua hendaknya juga bisa menjadi teman bagi anaknya terutama
pada masa remaja sehingga anak bisa terbuka tentang segala masalah
yang dihadapinya, karena dengan itu orang tua mampu mengawasi secara
tidak langsung kegiatan- kegiatan yang dilakukannya.

B. Pembentukan Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang,
tidak akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-
benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa yang
bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi
kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya,
serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang,
tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan
lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap
dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan Keluarga

Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau


dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat
keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian
penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu
merasakan bahwa kehidupannya berarti.

Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok


bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak
orangtua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan
mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal
ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya
tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi
berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada
masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan
individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi remaja
hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat
pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa
remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak
akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus
berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan dan
penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata menyerahkannya pada
pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan
pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki
rasa aman.

Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan


berbagai kemam puan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau,
sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga.
Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara
anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang
penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu,
orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang
tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan
olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa individu
tersebut.
Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia
diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu
belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri
dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun
pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari
dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui
pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai
keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau
seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut
untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan yang
mendukung hal tersebut.
Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari
sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara
berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagai nya. Selain itu dalam keluarga
masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan
kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang
lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan,
kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal
tersebut akan berguna bagi masa depannya.

b. Lingkungan Teman Sebaya

Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan


hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa
remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja
menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya
apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan
perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang
rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu
individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang
dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.

Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan


membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini
sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri
yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia
akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk
berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan
kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian
diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.

c. Lingkungan Sekolah

Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada


masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup
tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru,
tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik
yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam
pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan.

Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk


mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem
pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini
berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara
individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut
kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini
sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh
pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat
berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri
individu.
Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan
atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan
seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang
dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa
mereka disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan
dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk
terjadi pertentangan antar generasi.

C. Proses Penyesuaian Diri

Menurut Lazarus (1991) ketika seseorang berpikir tentang cara apa


yang akan digunakan nya, kondisi-kondisi apa yang dapat mempengaruhi
kegitan penyesuaian diri dan konsekuensi apa yang akan timbul dari cara
penyesuaian diri yang dipilihnya, maka penyesuaian diri disini adalah
proses. Penyesuaian diri adalah suatu proses yang kelanjutan selama
hidup manusia (Harber & Runyon 1984), kehidupan manusia selalu
merubah tujuannya seiring dengan perubahan yang terjadi pada
lingkungan.Kesimpulan dari proses penyesuaian diri menurut dua tokoh
diatas adalah proses yang dilakukan manusia yang dipengaruhi oleh
dorongan internal dan eksternal yang dapat berubah-ubah sesuai dengan
tujuan hidup yang terjadi pada lingkungannya.

Kartono (2000:270) mengungkapkan aspek-aspek penyesuaian diri yang


meliputi:

1) Memiliki perasaan afeksi yang adekuat, harmonis dan seimbang,


sehingga merasa aman, baik budi pekertinya dan mampu bersikap hati-
hati.

2) Memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasi baik terhadap diri


sendiri maupun orang lain, mempunyai sikap tanggung jawab, berfikir
dengan menggunakan rasio, mempunyai kemampuanuntuk memahami
dan mengontrol diri sendiri.

3) Mempunyai relasi sosial yang memuaskan ditandai dengan kemampuan


untuk bersosialisasi dengan baik dan ikut berpartisipasi dalam kelompok.

4) Mempunyai struktur sistem syaraf yang sehat dan memiliki kekenyalan


(daya lenting) psikis untuk mengadakan adaptasi.

D. Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Dikatakan bahwa penyesuaian diri mempunyai dua aspek, yaitu

Penyesuaian Diri Pribadi

Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima


dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya
dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya
sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak
obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian
pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau
tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya.
Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau
kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas,
rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan
emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang
dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan
yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber
terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan
kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan
penyesuaian diri.

Penyesuaian Diri Sosial.

Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat


tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih
berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah
laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang
mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-
persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini
dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi
dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi
dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan
dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah,
teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan
masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas.
Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada,
sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya
yang diberikan oleh sang individu.
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi
dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan
penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai
penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang
harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk
mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap
masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah
ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan
individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu
mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut
lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial
pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan
individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan
mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses
penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan
sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai
hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu
dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku
yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi
hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian


Diri

Penyesuaian diri dipengaruhi oleh banyak


faktor, secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian
diri remaja menurut Hariyadi, dkk (1995:110) dikelompokkan menjadi dua
bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1) Faktor internal

a) Faktor motif, yaitu motif-motif sosial seperti motif berafiliasi, motif


berprestasi dan motif mendominasi.
b) Faktor konsep diri remaja, yaitu bagaimana remaja memandang dirinya
sendiri, baik dari aspek fisik, psikologis, sosial maupun aspek akademik.
Remaja dengan konsep diri tinggi akan lebih memiliki kemampuan untuk
melakukan penyesuaian diri yang menyenangkan dibanding remaja
dengan konsep diri rendah, pesimis ataupun kurang yakin terhadap
dirinya.
c) Faktor persepsi remaja, yaitu pengamatan dan penilaian remaja
terhadap objek, peristiwa dan kehidupan, baik melalui proses kognisi
maupun afeksi untuk membentuk konsep tentang objek tersebut.
d) Faktor sikap remaja, yaitu kecenderungan remaja untuk berperilaku
positif atau negatif. Remaja yang bersikap positif terhadap segala sesuatu
yang dihadapi akan lebih memiliki peluang untuk melakukan penyesuaian
diri yang baik dari padaremaja yang sering bersikap negatif.
e) Faktor intelegensi dan minat, intelegensi merupakan modal untuk
menalar. Manganalisis, sehingga dapat menjadi dasar dalam melakukan
penyesuaian diri. Ditambah faktor minat, pengaruhnya akan lebih nyata
bila remaja telah memiliki minat terhadap sesuatu, maka proses
penyesuaian diri akan lebih cepat.

f) Faktor kepribadian, pada prinsipnya tipe kepribadian ekstrovert akan


lebih lentur dan dinamis, sehingga lebih mudah melakukan penyesuaian
diri dibanding tipe kepribadian introvert yang cenderung kaku dan statis.

2) Faktor eksternal

a) Faktor keluarga terutama pola asuh orang tua. Pada dasarnya pola asuh
demokratis dengan suasana keterbukaan akan lebih memberikan peluang
bagi remaja untuk melakukan proses penyesuaian diri secara efektif.

b) Faktor kondisi sekolah. Kondisi sekolah yang sehat akan memberikan


landasan kepada remaja untuk dapat bertindak dalam penyesuaian diri
secara harmonis.

c) Faktor kelompok sebaya. Hampir setiap remaja memiliki teman-teman


sebaya dalam bentuk kelompok. Kelompok teman sebaya ini ada yang
menguntungkan pengembangan proses penyesuaian diri tetapi ada pula
yang justru menghambat proses penyesuaian diri remaja.
d) Faktor prasangka sosial. Adanya kecenderungan sebagian masyarakat
yang menaruh prasangka terhadap para remaja, misalnya memberi label
remaja negatif, nakal, sukar diatur, suka menentang orang tua dan lain-
lain, prasangka semacam itu jelas akan menjadi kendala dalam proses
penyesuaian diri remaja.

e) Faktor hukum dan norma sosial. Bila suatu masyarakat benar benar
konsekuen menegakkan hukum dan norma-norma yang berlaku maka
akan mengembangkan remaja-remaja yang baik penyesuaian dirinya.
Sunarto dan Hartono (1994:188) mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi penyesuaian diri yaitu :
1) Kondisi fisik

Kondisi fisik termasuk di dalamnya keturunan, konstitusi fisik,


susunan syaraf, kelenjar dan sistem otot, kesehatan, penyakit dan
sebagainya. Kualitas penyesuian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan
dipelihara dalam kondisi kesehatan fisik yang baik.

2) Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual,


sosial, moral dan emosional. Penyesuaian diri pada tiap-tiap individu akan
bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang
dicapainya.

3) Penentu psikologis

Banyak sekali faktor psikologis yang mempengaruhi prosespenyesuaian


diri, diantaranya yaitu pengalaman, belajar,kebutuhan-kebutuhan,
determinasi diri, frustrasi dan konflik.

4) Kondisi lingkungan

Keadaan lingkungan yang damai, tentram, penuh penerimaan, pengertian


dan mampu memberi perlindungan kepada nggota-anggotanya
merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri.

5) Penentu cultural

Lingkungan kultural dimana individu berada dan


berinteraksi akan menentukan pola penyesuaian dirinya. Contohnya, tata
cara kehidupan di panti asuhan akan mempengaruhi bagaimana remaja
menempatkan diri dan bergaul dengan orang lain di sekitarnya.Pendapat
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yang
dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

1) Faktor internal

Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang meliputi motif,
konsep diri, persepsi, sikap, intelegensi, minat, kepribadian, kondisi fisik,
psikologis (diantaranya yaitu pengalaman, belajar, kebutuhan-kebutuhan,
determinasi diri, frustrasi dan konflik), perkembangan dan kematangan
(intelektual, moral, sosial dan emosional).
2) Faktor eksternal

Yaitu faktor yang berasal dari lingkungan atau dari luar individu, seperti
lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya dan masyarakat.

F. Penyesuaian Diri yang Baik

Penyesuaian diri secara positif pada dasarnya merupakan gejala


perkembangan yang sehat, penyesuaian diri yang positif menurutHariyadi,
dkk (1995:106) ditandai oleh :

1) Kemampuan menerima dan memahami diri sebagaimana adanya.

2) Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya


secara objektif.

3) Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang ada


pada dirinya dan kenyataan objektif di luar dirinya.

4) Kemampuan bertindak secara dinamis, luwes dan tidak kaku,sehingga


menimbulkan rasa aman, tidak dihantui oleh kecemasan dan ketakutan.

5) Rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran.

6) Bersifat terbuka dan sanggup menerima umpan balik.

7) Memiliki kestabilan psikologis terutama kestabilan emosi.

8) Dapat bertindak sesuai dengan norma yang berlaku, serta selaras


dengan hak dan kewajibannya.
Heber dan Runyon (1983) dalam Hutabarat (2004:73)
menyebutkan
beberapa tanda pengenal penyesuaian diri yang sehat yaitu :
1) Persepsi yang tepat tentang kenyataan atau realitas Individu yang
penyesuaian dirinya baik akan merancang tujuan secara realitas dan
secara aktif ia akan mengikutinya. Kadangkala karena paksaan dan
kesempatan dari lingkungan, individu seringkali mengubah dan
memodifikasi tujuannya dan ini berlangsung terus-menerus dalam
kehidupannya.
2) Mampu mengatasi stres dan ketakutan dalam diri sendiri Satu hal
penting dalam penyesuaian diri adalah seberapa baik individu mengatasi
kesulitan, masalah dan konflik dalamhidupnya. Individu yang memiliki
penyesuaian diri yang baik akan belajar untuk membagi stres dan
kecemasannya pada orang lain. Dukungan dari orang di sekitar dapat
membantu individu dalam menghadapi masalahnya.
3) Dapat menilai diri sendiri secara positif Individu harus dapat mengenali
kelemahan diri sebaik mengenal kelebihan diri. Apabila individu mampu
mengetahui dan mengerti dirinya sendiri dengan cara realistis maka ia
dapat menyadari keseluruhan potensi dalam dirinya.
4) Mampu mengekspresikan emosi dalam diri sendiri Emosi yang
ditampilkan individu realistis dan secara umum berada di bawah kontrol
individu. Ketika seseorang marah, dia mampu mengekspresikan dengan
cara yang tidak merugikan orang lain, baik secara psikologis maupun fisik.
Individu yang memiliki kematangan emosional mampu untuk membina
dan memelihara hubungan interpersonal dengan baik.
5) Memiliki hubungan interpersonal yang baik Seseorang membutuhkan dan
mencari kepuasan salah satunya dengan cara berhubungan satu sama
lain. Individu yang penyesuaian dirinya baik mampu mencapai tingkatan
yang tepat dari kedekatan dalam hubungan sosialnya. Individu tersebut
menikmati rasa suka dan penghargaan orang lain, demikian pula
sebaliknya individu menghargai orang lain.Sunarto dan Hartono
(1994:184) menggolongkan individu yang mampu menyesuaikan diri
secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut :
1) Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional
2) Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis
3) Tidak menunjukkan adanya frustrasi pribadi
4) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri
5) Mampu dalam belajar
6) Menghargai pengalaman
7) Bersikap realistik dan objektif
Sundari (2005:43) menyatakan bahwa seseorang dikatakan memiliki
penyesuaian diri yang positif apabila ia dapat menunjukkan ciri-ciri
sebagai berikut :

1) Tidak adanya ketegangan emosi Bila individu menghadapi masalah,


emosinya tetap tenang, tidak panik, sehingga dalam memecahkan
masalah dengan menggunakan rasio dan dapat mengendalikan emosinya.
2) Dalam memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan rasional,
mengarah pada masalah yang dihadapi secara langsung dan mampu
menerima segala akibatnya.
3) Dalam memecahkan masalah bersikap realistis dan objektif Bila
seseorang menghadapi masalah segera dihadapi secara apa adanya, tidak
ditunda-tunda. Apapun yang terjadi dihadapi secara wajar tidak menjadi
frustrasi, konflik maupun kecemasan.
4) Mampu belajar ilmu pengetahuan yang mendukung apa yang dihadapi,
sehingga dengan pengetahuan itu dapat digunakan menanggulangi
timbulnya masalah.
5) Dalam menghadapi masalah butuh kesanggupan membandingkan
pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain. Pengalaman-
pengalaman ini tidak sedikit sumbangannya dalam pemecahan masalah.

Dari karakteristik penyesuaian diri yang baik menurut beberapa tokoh di


atas maka dapat disim pulkan bahwa karakteristik penyesuaian diri yang
baik pada individu antara lain :

1) Mampu menerima dan memahami diri sendiri

2) Mampu menerima dan menilai kenyataan secara objektif

3) Mampu bertindak sesuai potensi diri

4) Memiliki kestabilan psikologis

5) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri

6) Mampu bertindak sesuai norma yang berlaku

7) Memiliki hubungan interpersonal yang baik


Menurut Gunarsa (1995), perkembangan penyesuaian diri remaja dapat
dilihat dalam tugas-tugas perkembangan yaitu :
a. Menerima Keadaan Fisiknya.
b. Memperoleh Kebebasan Emosional
c. Mampu Bergaul
d. Menemukan Model untuk Identifikasi
e. Mengetahui dan Menerima Kemampuan Diri Sendiri
f. Memperkuat Penguasaan Diri atas Dasar Skala Nilai dan Norma
g. Meninggalkan Reaksi dan Cara Penyesuaian Kanak-kanak.

Menurut Willis (dalam Gunarsa, 1995) seseorang yang berusia pada


masa remaja akhir akan berpandangan pesimis dan negatif jika
menghadapi masalah yang rumit, disebabkan di waktu kecilnya sering
memperoleh pengalaman yang buruk dan gagal dalam menghadapi
berbagai masalah. Beberapa jenis penyesuaian diri bagi remaja, yaitu :
penyesuaian diri di dalam keluarga, penyesuaian diri di sekolah dan
penyesuaian diri di masyarakat.

G. Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri


Remaja

Di antara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam


kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat
adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang
tua.Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat tergantung
pada sikap orangtua dan suasana psikologi dan social dalam
keluarga.Sikap orangtua yang otoriter, yang memaksakan kekuasaan dan
otoritas kepada remaja juga akan menghambat proses penyesuaian diri
remaja. Biasanya remaja berusaha untuk menentang kekuasaan orang tua
dan pada gilirannya ia kan cenderung otoriter terhadap teman-temannya
dan cenderung menentang otoritas yang ada baik di sekolah maupun
dimasyarakat.

Permasalahn-permasalahan penyesusaian diri yang dihadapi remaja


dapat berasal dari suasana psikologis keluaraga. Banyak penelitian
membuktikan bahwa remaja yang hidup dalam rumah tangga yang retak,
mengalami masalah emosi, tampak padanya ada kecendrungan yang
besar untuk marah, suka menyendiri, disamping kuran
kepekaanterhjadsap penerimaan social dan kurang mampu menahan diri
serta lebih gelisa dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah
tangga yang wajar. Terbukti pula bahwa kebanyakan anak-anak yang
dikeluarkan dari sekolah karena tidak dapat menyesuaikan diri adalah
mereka yang datang dari rumah tangga yang pecah/ retak.

Adapula masaalah yang yimbul dari teman remaja; perpindahan


ketempat/ masyarakat baru, berarti kehilangan teman lama dan terpaksa
mencari teman baru. Banyak remaja yang mengalami kesulitan dalam
mencari/ membentuk persahabatan dengan hubungan social yang baru.
Mungkin remaja berhasil baik dalam hubungan di sekolah yang lama,
ketika pindah keskolah yang baru ia menjadi tidak dikenal dan tidak ada
yang memperhatikan. Di sini remaja dituntut untuk dapat lebih mamapu
menyesuaikan diri dengan masyarakat yang baru, sehingga dia menjadi
bagian dari masyarakat yang baru itu.

Penyesusaian diri remaja dengan kehidupan disekolah.


Permasalahan penyesuaian diri di sekolah mungkin akan timbul ketika
remaja mulai memasuki jenjang sekolah yang baru, baik sekolah lanjutan
pertama maupun sekolah lanjutan atas. Mereka mungkin mengalami
permasalahan penyesuaian diri dengan guru- guru, teman, dan mata
pelajaran. Sebagai akibat antara laim adalah prestasi belajar menjadi
menurun dibanding dengan prestasi disekolah sebelumnya.Persoalan-
persoalan umum yang seringkali dihadapi remaja antara lain memilih
sekolah. Jika kita mengharapkan remaja mempunyai penyesuaian diri yang
baik, seyogyianya kita tidak mendikte mereka agar memilih jenis sekolah
tertentu sesuai keinginan kita. Orangtua/ peendidik hendaknya
mengarahkan pilihan sekolah sesuai dengan kemampuan, bakat, dan sifat-
sifat pribadinya. Tidak jarang terjadi anak tidak mau sekolah, tidak mau
belajar, suka membolos, dan sebagainya karena ia dipaksa oleh
orangtuanya untuk masulk sekolah yang tidak ia sukai.
Permasalahan lain yang mungkin timbul adalah penyesuaian diri yang
berkaitan dengan kebiasaan belajar yang baik. Bagi siswa yang baru
masuk sekolah lanjutan mungkin mengalami mkesulitan dalam membagi
waktu belajar, yakni adanya pertentangan antara belajar dan keinginan
untuk ikut aktif dalam kegiatan sosial, kegiatan ekstra kurikuler, dan
sebagainya.
H. Implikasi Proses Penyesuaian Remaja Terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan

Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap


petkembangan jiwa remaja. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran
juga fungsfungsi pendidikan (transformasi norma). Dalam kaitannya
dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari
peranan keluarga, yaitu sebagin rujukan dan tempat perlindunga jika anak
didik mengalami masalah.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proeses
penyesuaian diri remaja khususnya di sekolah adalah:

1. Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa betah (at


home) bagi anak-anak didik , baik secara social , fisik maupun akademis.

2. Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.

3. Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar,


social , maupun seluruh aspek pribadinya.

4. Menggunakan kmetode dan alat mentgajar yang menimbulkan gairah


belajar.

5. Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi


belajar.

6. Ruang kelas yang memenuhi syarat-syrat kesehatan.

7. Peraturan / tata tertib yamg jelas dan dapat dipahami oleh siswa.

8. Teladan ari para guru dalam segi pendidikan.

9. Kerja swama dan saling pengertian dari para guru dalam melaksanakan
kegiatan pendidikan di sekolah.

10. Pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan yang sbaik-baiknya.

11. Situasi kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggungjawab


baik pada murid maupun pada guru.
12. Hubungan yang baik dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang
tua siswa dan masyarakat.

Karena di skolah guru merupakan figur pendidik yang penting dan


besar pengaruhnya terhadap penyesuaian siswa-siswinya, maka dituntut
sifat sifat guru yang efektif, yakni sebagi berikut (Ryans dalam Garrison,
1956).

1. Memberi kezsempatan (alert), tampak antusias dalam berminat dalam


aktivitas siswa dalam kelas

2. Ramah (cheerful) dan optimistis.

3. Mampu mengontrol diri, tidak mudah kacau (terganggu ), dan teratur


tindakannya .

4. Senang kelakar, mempunyai ras humor.

5. Mengetahui dan mengakui kesalahan-kesalahan sendiri.

6. Jujur dan opjektif dalam memperlakukan siswa.

7. Menunjukan pengertian dan ras a simpati dalam bekerja dengan sisiwa-


siswinya.
Jika para guru bersama dengan seluruh staf disekolah dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik , maka anak-anak didik di sekolah itu
yang berada dalam usia remaja akan cenderung brkurang kemugkinannya
untuk menglami permasalahan-permasalahan penyesuaaian diri atau
terlibat dalam masalah yang bisa menyebabkan perilaku yang
menyimpang.
PENUTUP

Kesimpulan

Manusia tidak dilahirkan dalam keadaaan telah mampu


menyesuaikan diri, maka penyesuaian diri terhadap lingkungan hidup,
pertumbuhan dan perkembangan memerlukan proses yang cukup
unik.Penyesuaian diri adalah suatu proses. Dan salah satu cirri pokok dari
kepribadian yang sehat mentalnya ialah memiliki kemampuan
untukmengadakan penyesuaian diri secaara haemonis, baik terhadap
sendiri maupun terhadap lingkungannya.

Proses penyesuaian diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :


kondisi fisik, tingkatan perkembangan dan kematangan, faktor psikologis,
lingkungan, dan kebudayaaan. Permasalahan-permasalahan penyesuaian
diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga
seperti keretakan keluarga. Selain itu permasalahan penyesuaian akan
muncul bagi remaja yang sering pindah tempat tinggal. Remaja yang
keluarganya sering pindah, ia terpaksa pindah dari sekolah ke sekolah
yang lain dan ia akan sangat tertinggal dalam pelajaran, karena guru
berbeda-beda dalam caranya mengajar sehingga membuat dia sangat suli
dalam menyesuaikan diri.

Pengertian penyesuaian diri menurut para ahli


oleh: suksesbosss Pengarang : hernisaada

Summary rating: 3 stars (5 Tinjauan)


Kunjungan : 1472

kata:300

More About : pengertian penyesuaian diri yang positif (adjus...


<a
href='http://a.tribalfusion.com/h.click/aimXhrWdM3TUJ55UixWTjnTaMbPaQLQVYZ
bQF6oPHv6Ws3S4U6pmtZapYaux2tbAPGJC5AYHpWepUHj90bUj1FUj1EiNSrJZdTbB
2Tt32orJxPFBrYTFr5ajk5T7YoTFCXrjgWtMSoAvKns7ppWrJ3TZbg5tyN5ABLmbnKYcf
PYcU00sBvpa7R2UZb2smIhoFX3nnixsHPsq8mtN9esoriYxW2wNBX7PEbPvrMDmU
2CwDm3Os39Uo7SNqPVu9TZdrWBGmpEHpEPyqVXVWs7hQEw3bK/http://ads.pla
net49.com/www/delivery/ck.php?n=a5fa0d04' target='_blank'><img
src='http://ads.planet49.com/www/delivery/avw.php?
zoneid=1724&amp;n=a5fa0d04&amp;ct0=http://a.tribalfusion.com/h.click/aimX
hrWdM3TUJ55UixWTjnTaMbPaQLQVYZbQF6oPHv6Ws3S4U6pmtZapYaux2tbAPGJC
5AYHpWepUHj90bUj1FUj1EiNSrJZdTbB2Tt32orJxPFBrYTFr5ajk5T7YoTFCXrjgWtMSo
AvKns7ppWrJ3TZbg5tyN5ABLmbnKYcfPYcU00sBvpa7R2UZb2smIhoFX3nnixsHPsq
8mtN9esoriYxW2wNBX7PEbPvrMDmU2CwDm3Os39Uo7SNqPVu9TZdrWBGmpEH
pEPyqVXVWs7hQEw3bK/' border='0' alt='' /></a>

Pengertian penyesuaian diri menurut para ahli sebagai berikut :


a. Pengertian penyesuaian diri menurut Mohammad Ali dan Mohammad
Asrori adalah dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment
atau personal adjustment .
b. Menurut Schmeider adalah penyesuian diri dapat ditinjau dari tiga
sudut pandang (adaptation) :
1) Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation)
2) Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity) dan,
3) Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)
Tiga pandangan tersebut sama-sama memaknai penyesuaian
diri, akan tetapi sesuai dengan istilah dan konsep masing-masing
memiliki pendekatan yang berbeda-beda.
c. Pengertian penyesuaian diri menurut Sofyan. S. Willis adalah
Kemampuan siswa untuk hidup dan bergaul secara wajar dalam
lingkungan sekolah, sehingga ia merasa puas terhadap dirinya dan
terhadap lingkungannya tersebut.
d. Menurut Mustofa Fahmi adalah proses dinamika yang bertujuan untuk
menggubah kelakuan seseorang agar terjadi hubungan yang lebih sesuai
antara dirinya dan lingkungannya.
e. Menurut Kartini Kartono adalah usaha manusia untuk mencapai
harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya, sehingga rasa
permusuhan, dengki, iri hati prasangka, depresi, kemarahan dan lainlain

emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang
efisien bisa dikikis habis.
f. Sedangkan menurut Syamsu Yusuf dan A. Jundika Nurihsan adalah
Kegiatan atau tingkah laki individu pada hakekatnya merupakan cara
pemenuhan kebutuhan. Banyak cara yang dapat ditempuh individu
untuk memnuhi kebutuhanya, baik cara-cara yang wajar maupun cara
yang tidak wajar, cara yang disadari maupun tidak disadari. Yang
penting untuk dapat memenuhi kebutuhan ini individu harus dapat
menyesuaikan antar kebutuhan dengan segala kemungkinan yang ada
dalam lingkungan disebut sebagai proses penyesuaian diri.
Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
penyesuaian diri merupakan proses kemampuan diri untuk dapat
mempertahankan eksistensialnya untuk dapat hidup dengan survive dan
memperoleh kesejahteraan jasamani dan rohani juga dapat mengadakan
relasi yang memuaskan dengan tuntutan-tuntutan sosial di
lingkungannya.

Diterbitkan di: 17 Maret, 2011

Mohon
12345
dinilai :

Menulis sendiri tulisanmu Komentar

More About : pengertian penyesuaian diri yang positif (adjus...

Anda mungkin juga menyukai