Anda di halaman 1dari 29

PARAPHILIA

DAN GENDER IDENTITY DISORDER

Mata Kuliah: Psikologi Abnormal


Dosen Pengampu: Lidwina Tri Ariastuti, FCJ., M.A.

Disusun oleh :

Valensia Putri A. – 149114087


Intan Wulandari – 149114133
C. Maria Dumondor – 149114137
Ivana Angela – 149114138

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PENGANTAR

Seksualitas menurut KBBI adalah ciri, sifat, atau peranan seks; dorongan seks;
kehidupan seks. Seksualitas ini dimiliki oleh setiap orang yang memiliki hasrat dan fantasi.
Hal itu merupakan fungsi seksual yang normal. Dikatakan menjadi tidak normal atau
mengalami gangguan saat hasrat dan fantasi tersebut mulai membahayakan diri kita dan
orang lain, maka hasrat dan fantasi tersebut itu dapat digolongkan sebagai abnormalitas yang
disebut gangguan seksual atau sexual disorders.

Dalam DSM IV-TR pembahasan mengenai gangguan tersebut terdapat dalam satu bab
yang dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu: Sexual Dysfunctions, Gender Identity Disorder,
dan Paraphilia. Sedangkan dalam DSM V bab mengenai gangguan seksual dibagi menjadi 3
bab yang terpisah, yaitu Sexual Dysfunctions, Gender Dysphoria (yang mana Gender
Dysphoria ini adalah istilah lain dari Gender Identity Disorder yang dipakai pada DSM IV-
TR), dan Paraphilic Disorders (istilah lain dari Paraphilias yang dipakai pada DSM IV-TR).
Panduan yang kami ikuti dalam makalah ini adalah DSM-IV TR bagian Gender Identity
Disorder dan Paraphilia. Berikut pembahasannya :

A. PARAPHILIA
1. Pengertian
Dalam DSM IV-TR paraphilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup
ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktifitas seksual yang tidak pada
umumnya (Gerald et al, 2004). Adanya perilaku, fantasi, atau dorongan yang harus
berlangsung setidaknya selama 6 bulan yang menyebabkan distress. Orang yang mengidap
paraphilia akan mencari pasangan yang tidak begitu saja menurutinya atau dengan
melanggar hak orang lain secara ofensif, gangguan ini seringkali memiliki konsekuensi
hukum karena dianggap melanggar hukum yang berlaku dan budaya modern yang berlaku.
Orang yang menderita parafilia dan melanggar hukum, maka mereka disebut sebagai penjahat
seks atau sex offender.
Parafilia merupakan aktifitas seksual yang melibatkan (1) benda tak hidup, (2)
dilakukan tanpa izin kepada orang yang tak dikenal, (3) menyebabkan penderitaan atau
menghina orang lain atau pasangan, atau (4) anak-anak.
2. Etiologi Paraphilia
- Perspektif Psikodinamika
Parafilia dipandang sebagai tindakan defensive, melindungi ego supaya tidak merasa
takut dan memori yang direpres dan mencerminkan fiksasi di tahap pregenital dalam
perkembangan psikoseksual. (Hoeksema, 2011) Orang dengan paraphilia dipandang sebagai
orang yang merasa takut terhadap hubungan heteroseksual yang wajar, bahkan terhadap
hubungan heteresosial yang melibatkan seks. Perkembangan sosial dan seksualnya tidak
matang, tidak berkembang dan tidak memadai untuk dapat menjalani hubungan sosial dan
heteroseksual orang dewasa umumnya (Lanyon,1986).
- Perspektif Behavior
Dalam perspektif ini menjelaskan bahwa perilaku seksual yang dialami oleh orang
dengan paraphilia disebabkan oleh classical conditioning dan operant conditioning yang
pernah dialami orang tersebut. Berdasarkan studi apabila para penderita dibandingkan dengan
penjahat yang melakuan beragam aksi kriminal tanpa menderita paraphilia, maka hasilnya
para penderita paraphilia cenderung mengalami emotional abused pada masa kecil dan
memiliki disfungsi keluarga serta pernah mengalami sexual abuse. Sexual abused adalah
predictor paling kuat pada penderita pedophilia. Selain itu reinforces yang diasosiasikan
antara stimulus yang didapat oleh seorang individu saat mengintip seseorang yang sedang
melakukan seks dengan gairah seksual yang didapat dapat membentuk suatu kebiasaan dan
berkembang menjadi gangguang paraphilia (Hoeksema, 2011)
Perspekif Biologis
Perspektif ini menganggap karena sebagian besar orang yang mengidap paraphilia
adalah laki-laki maka terjadi spekulasi bahwa androgen berperan dalam gangguan ini. Karena
awalnya janin manusia terbentuk sebagai perempuan yang kemudian menjadi kelakian karena
pengaruh hormonal. Disfungsi pada lobus temporalis dapat memiliki relevansi dengan
sejumlah kecil kasus paraphilia yaitu Sadism dan Exhibitionisme.

3. Treatment Paraphilia
Treatment secara umum :
Tingkat dan jenis treatmen yang diberikan kepada orang yang mengalami haraphilia
tergantung dari :

1. Seberapa jauh klien menyadari akan manfaat kesembuhan dirinya dan memberi
dampak positif untuk mengubah tingkah lakunya.
2. Seberapa jauh proses ego-dystonic (tidak senada bertentangan dengan ego)
ataukah ego-syntonic (serasi dengan egonya yang berlangsung kepada dirinya).
Sebab semakin kuat ego sintonik semakin terperangkap erat struktur kepribadian
dan perkembangan seksual seseorang dalam kebiasaan seksual yang menyimpang
maka semakin kecil kemungkinan kesembuhannya.
3. Bergantung pada sub kultur yang menyimpang, semakin kecil perubahan tingkah
laku seksualnya.
4. Bergantung pada struktur kepribadian seseorang. Apakah orang itu memiliki
temperamen tertentu, kemampuan menjalin relasi interpersonal, dsb.
5. Usia yang masih muda; sebab jika sudah berusia lebih dari 35 tahun, maka
kemungkinan untuk dapat disembuhkan tidaklah mudah.

Pengobatan pada penderita paraphilia dapat dilakukan melalui:


a. Intervensi Biologis

Intervensi biologis yang banyak diberikan dua generasi yang lalu adalah melakukan
kastrasi atau pengangkatan testis untuk mengurangi tindakan seksualnya.
Fluoxetine (Prozac) telah digunakan, karena obat tersebut kadang-kadang efektif
untuk mengobati obsesi dan kompulsi.

Intervensi Biologi lain yaitu dengan cara:


 Pengebiran untuk menghentikan produksi androgen, digunakan untuk
mengurangi perilaku seksual yang tidak tepat.
 Pada psikoterapi dapat diberikan obat antiandrogen untuk menekan
produksi testoteron sehingga orang yang mengalami gangguan paraphilia
dapat menurunkan perilaku mereka.
 The Selective Serotonin Reuptake Inhibitor ( SSRIs) dapat digunakan
untuk mengurangi dorongan seksual pada orang yang mengalami
gangguan paraphilia.
 Terapi Modifikasi Perilaku (secara umum dapat digunakan dan sukses
ketika orang dengan gangguan paraphilia memiliki keinginan untuk
merubah perilaku mereka.)
 Aversion Therapy digunakan untuk memadamkan respon seksual pada
objek atau situasi yang dapat membangkitkan perilaku.
 Prosedur Desensitisasi dapat digunakan untuk mengelola kecemasan
seseorang yang terlibat dalam aktivitas seksual orang dewasa.

b. Intervensi Tingkah Laku


Intervensi tingkah laku digunakan untuk mengkondisikan gairah pada objek
penderita paraphilia. Terapi aversif dilakukan dengan memberikan kejutan fisik
ketika seoseorang berperilaku yang berkaitan dengan paraphilia. Metode lainnya
adalah satiation yaitu seseorang dengan gangguan paraphilia diminta untuk
bermasturbasi untuk waktu lama, sambil berfantasi dengan lantang. Kedua terapi
tersebut, jika digabungkan dengan terapi lain seperti pelatihan kemampuan sosial,
dapat bermanfaat terhadap pedophilia, transvestisme, dan eksibisionisme. Cara
lain yang dilakukan adalah orgasmic reorientation, yang bertujuan membuat
pasien belajar untuk menjadi lebih terangsang pada stimulus seksual yang
konvensional.

c. Terapi Psikoanalisis
Pandangan yang paling sering muncul adalah gangguan ini timbul karena adanya
gangguan karakter, yang dahulu disebut gangguan kepribadian, sehingga sulit
ditangani dengan keberhasilan yang memadai. Meskipun pandangan
psikoanalisis berdampak terhadap pendangan mengenai penyebab, hanya sedikit
kontribusi terhadap terapi yang efektif bagi gangguan ini.

d. Terapi Kognitif
Terapi ini digunakan untuk mengatasi distorsi pikiran pada individu. Contohnya
seorang eksibisionis mengklaim anak perempuan yang jadi sasarannya terlalu
muda untuk merasa terluka karena apa yang dilakukannya. Maka terapis akan
meluruskan distorsi itu dengan mengatakan bahwa semakin muda usia korban,
maka efeknya semakin negatif. Pelatihan lain adalah pelatihan empati dengan
mengajak subjek untuk memikirkan efek negatif dari yang dilakukannya bagi
orang lain agar mereka tidak melakukannya lagi.

e. Hukum Megan
Adalah hukum dimana para pelaku dipaksa untuk mendaftarkan diri sehingga
polisi bisa mengetahui dimana mereka tinggal. Polisis juga diperbolehkan untuk
mempublikasikan keberadaan para pelaku pada masyarakat. Masyarakat juga
boleh menggunakan komputer kepolisian untuk melihat apakah pelaku tinggal di
daerah sekitar mereka atau tidak.

4. Jenis-jenis Paraphilia
Jenis-jenis gangguan dalam Paraphilia:
a. Exshibitionism
Exshibitionism adalah gejala seseorang mendapatkan kepuasan seksual dengan
memperlihatkan alat kelaminnya di depan umum (misalnya: jalan raya, bus) biasanya
ekshibisionis ini banyak terjadi dikalangan kaum pria. Awal mula ekshibitionis ini
karena adanya perasaan tidak aman dan rasa rendah diri sehigga dia memiliki
keinginan untuk diakui kejantanannya. Biasanya yang menderita ekshibisionis ini
orangnya pemalu, pasif, pendiam serta umumnya memiliki ibu yang dominan. Cara
penyembuhannya dengan psikoterapi yang intensif dan cukup lama.

b. Fetishism
Fetishism adalah kondisi patologis dalam kegairahan seksual dan pemuasannya
dilakukan dengan memegang atau meraba-raba obyek-obyek atau bagian-bagian
tubuh yang non-seksual dari lawan jenisnya. (J.P. Chaplin 198, dalam Kartini Kartono
233).
Seorang fetishisme memiliki benda yang dipujanya sebagai simbol seksnya.
Biasanya benda tersebut berasal dari kekasihnya. Simbol-simbol tersebut dapat berupa
pakaian dalam, kaos kaki, bra, rambut, saputangan, sepatu, topi, dll.
Biasanya orang yang mengalami fetishisme akan membelai-belai benda tersebut,
melihat-lihat, menciuminya, bahkan digunakan sebagai alat melakukan masturbasi.
Untuk mencapai kepuasannya mereka dapat melakukan pencurian terhadap benda-
benda yang dianggapnya sebagai pemuasan seksualnya.
Mereka melakukan fetishisme karena hal tersebut merupakan bentuk regresi
seksual, karena benda yang disenanginya tersebut ada kaitannya dengan benda-benda
yang disayanginya pada masa kanak-kanak. Sehingga dengan memanipulasi benda-
benda tersebut maka ia mendapat kepuasan seks. Orang-orang yang melakukan
fetishisme ini biasanya bersifat infantil, sekaligus memiliki rasa agresif (sebagai
kompensasi akan infantilismenya). Selain itu, mereka juga bersifat asosial, dan selalu
dibayang-bayangi oeh kecemasan akan impoten. Fetishisme biasanya dialami oleh
kaum laki-laki.

c. Frottage
Frottage adalah kepuasan seseorang dalam mencapai orgasme dengan menggoso-
gosokan alat kelaminnya pada pakaian lawan jenis di tengah-tengah kerumunan
orang. (J.P. Chaplin, 1981, dalam Kartono Kartini).
Frottage biasanya dilakukan seseorang yang memiliki sifat yang sangat pemalu
dan tidak mempunyai keberanian sama sekali untuk melakukan hubungan seksual
dengan lawan jenisnya. Mereka selalu diselimuti oleh perasaan rendah diri, malu, dan
tidak berdaya. Para pengidap frottage dapat dibimbing secara intensif dengan
meggunakan psikoterapi, dengan menghilangkan perasaan-perasaan tidak mapan pada
dirinya.

d. Pedophilia
Pedophilia berasal dari kata pais, paidos=anak; phileo, philos=mencinta.
Pedofiia adalah rasa tertarik dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual pada
orang dewasa dengan melakukan persetubuhan dengan anak-anak kecil.
Praktek pedofilia ini dapat berupa:
1) Perbuatan ekshibisionis, dengan memperlihatkan alat kelamin sendiri pada anak-
anak.
2) Memanipulasikan tubuh anak-anak (membelai-belai, menciumi, mengeloni,
menimang, dan lainnya).
3) Melakukan hubungan seksual dengan anak-anak.
Pedofil ini biasanya dilakukan oleh laki-laki dewasa yang memiliki kelainan
mental, bersifat psikotis, psikopat, dan alkoholik. Rata-rata umur mereka kurang lebih
35-45 tahun. Pedofilia dapat ditangani dengan melakukan psikoterapi atau pengobatan
secara psikis terhadap penderitanya.

e. Masochism dan Sadomasochism


1) Masokhisme adalah gangguan seksual di mana individu memperoleh kepuasan
seksual melalui kesakitan dalam dirinya baik siksaan secara mental dan fisik pada
diri sendiri. Kesakitan yang dirasakan merupakan pelengkap untuk mendapatkan
orgasme. (J.P. Chaplin, 1981, dalam Kartono Kartini).
Masokhisme merupakan lawan dari sadism. Masokhisme banyak dialami
seorang wanita karena diibaratkan sebagai “kepasifan wanita”. Terdapat beberapa
jenis masokhisme :
a) Masokhisme moril merupakan masokhisme karena adanya unsur-unsur rasa
bersalah dalam diri dan rasa berdosa, terutama kepada istri atau suami atau
pasangan kekasihnya.
b) Masokhisme erotik merupakan masokhisme yang berupa kesediaan untuk tunduk
secara erotis (benar-benar tunduk, patuh) pada pasangan seksnya.
2) Sadomasokhisme adalah peranan yang berganti sebagai laki-laki dan perempuan
ketika melakukan hubungan seks. Biasanya hal ini dilakukan oleh kaum
homoseksual dan lesbian. Mereka akan bergantian untuk memainkan peran laki-
laki yang bersikap aktif dan sadistis, juga seorang perempuan yang bersikap pasif
masokhitis.
Sadomasokhisme biasanya terjadi karena :
a) Ketidakpuasan dalam relasi heteroseksual mereka.
b) Adanya pengidentifikasian akan orangtua yang sangat dominan, yang sangat
dibencinya namun juga sangat dicintainya. Atau akan kekasihnya yang agresif
namun juga dicintainya dengan sangat mendalam.
c) Mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh orangtuanya pada daerah
erogennya, namun ketika melakukan kekerasan tersebut ia justru mendapatkan
kepuasan seks yang sangat mendalam pada saat pemukulan tersebut.
Masokhitis dan sadistis yang ringan dapat disembuhkan dengan psikoterapi.
Tetapi apabila sudah berat, penyembuhan hampir tidak dapat dilakukan tanpa
adanya kesadaran diri dan pengorbanan yang berat dari individu tersebut.

f. Sadism
Sadism adalah kelainan seksual di mana kepuasan seksual diasosiasikan dengan
penderitaan, kesakitan, dan hukuman.
Mereka yang melakukan hubungan seksual dengan sadism biasanya mereka akan
mendapatkan kepuasan seks dengan menyiksa partnernya secara fisik dan psikologis
dengan melakukan tindak kekejaman.
Sebab-sebab dari sadism antara lain:
1) Memperoleh pendidikan yang salah tentang seks, yang mengatakan bahwa seks
itu adalah kotor, sehingga perlu ditindak dengan kekejaman dan kekerasan dengan
melakukan tindakan sadistis.
2) Didorong oleh nafsu berkuasa yang ekstrim, sehingga seseorang perlu
menampilkan perbuatan kejam dan penyiksaan pasangan seksnya.
3) Memiliki pengalaman traumatis dengan ibu atau seorang wanita, sehingga oleh
rasa dendam yang ia miliki, seorang pria mengembangkan pola sadistis dalam
melakukan hubungan seksnya, baik secara sadar maupun tidak sadar.
4) Pola kepribadian yang psikopatis. Seperti di dalam melakukan hubungan seks
biasanya partnernya akan ditampar, digigit, dicekik, melukai anggota tubuh dari
partnernya dengan benda tajam, mengancam partnernya, dsb.
Puncak dari sadisme ketika pasangannya disiksa dan akhirnya dibunuh untuk
mendapatkan kepuasan seks, di mana tubuh korban dirusak dan dibunuh dengan
kejam. Biasanya yang sampai melakukan hal tersebut memiliki kondisi kejiwaan yang
psikotis, sehingga seperti ada obsesi karena adanya penolakan dari seorang wanita
terhadapnya. Biasanya orang yang sadism memiliki sifat agresif, dendam, dan benci
yang hebat, yang diungkapkan dalam perilaku sadism seksual.

g. Transvestitism
Adalah gejala kepuasan seks dengan menggunakan pakaian dari lawan jenis.
Gangguan ini dapat muncul karena adanya kebiasaan dari masa kanak-kanaknya
karena orangtuanya merasa tidak puas terhadap jenis kelamin anaknya sehingga anak
menginternalisasikan kebiasaan psikis yang menjadii self-definition. Hal ini berarti
orang tersebut akan merasa pribadinya merupakan jenis kelamin lain.

h. Voyeurism
Voyeurism adalah gangguan pada kepuasan seksual yang dirasakan dengan diam-
diam melihat orang lain bertelanjang atau melihat orang melakukan hubungan
seksual, dengan cara melubangi lubang kunci, lubang angin, dsb. Voyeurism biasanya
dialami oleh kaum laki-laki dikarenakan kaum wanita tidak senang untuk melihat
gambar-gambar atau film-film yang tidak bermoril.
Voyeurism terjadi menurut psikoanalisa terjadi karena fiksasi terhadap
pengalaman di masa anak-anak melihat orangtuanya melakukan hubungan seksual.
i. Bestiality
Bestiality (bestialitas) adalah relasi seksual dan kepuasan seksual dengan cara
melakukan “persetubuhan” dengan binatang.
Gangguan ini biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki yang bertempat tinggal di
daerah peternakan. Bahkan dalam beberapa budaya tertentu bestialitas merupakan hal
yang biasa dilakukan, sehingga tidaklah dianggap aneh dalam budaya tersebut. Kaum
lelaki yang melakukan bestialitas karena mereka takut mengalami kegagalan dan
kekecewaan dalam melakukan hubungan seksual dengan wanita.

j. Zoophilia
Zoophilia berasal dari kata zoooon = binatang; phileoo = mencintai. Sehingga
zoofiia adalah bentuk cinta yang sangat mendalam dan abnormal terhadap binatang.
Biasanya orang yang mengalami zoofilia akan melakukan bestialitas dengan
binatang mereka. Awalnya mereka hanya tidur dengan binatang kesayangannya,
membelai-belai binatangnya, kemudian memanipulasi tubuh binatang sebagai simbol
akan seksualitas, hingga melakukan bestialitas.

k. Necrophilia
Necrophilia adalah relasi seksual dan kepuasan seksual dengan mayat. Atau dapat
dikatakan memiliki rasa tertarik dengan mayat.
Penyebab dari nekrofilia biasanya dikarenakan oleh: pelakunya memiliki rasa
inferior yang begitu hebat karena mengalami trauma yang serius, sehingga dia tidak
berani mengadakan relasi seks dengan seorang wanita yang masih hidup. Biasanya dia
dihinggapi pula rasa-rasa kecemasan atau ketakutan dan dendam yang cukup kronis
dan dalam.
Terkadang para nekrofilia ini tidak hanya melakukan hubungan seksualnya
dengan mayat, tetapi juga melakukan mutilasi terhadap mayat tersebut. Sehingga
gejala nekrofilia ini dapat mengarah kepada sifat psikotis, karena oleh nafsu seksnya
yang abnormal. Para nekrofilia bisa membunuh seseorang untuk dijadikannya sebagai
mayat untuk memenuhi hasrat seksnya. Bahkan terkadang beberapa bagian dari tubuh
mayat tersebut dimakan olehnya, sehingga mengarah kepada kanibalisme.
l. Geronto-Seksuality
Geronto-seksuality adalah gejala orang muda lebih senang melakukan hubungan
seks dengan orang yang sudah lanjut usia.
Biasanya para pengidap geronto-seksualitas melakukannya karena faktor
ekonomi. Sehingga mereka akan bersedia menikah dengan orang yang jauh lebih tua
dengan dirinya. Biasanya mereka melakukan hal itu karena adanya dorongan akan
keinginan seks sebagai bentuk cinta-kasih terhadap orangtuanya.

m. Incest
Incest adalah hubungan seks yang dilakukan antara pria dan wanita di dalam atau
di luar pernikahan, di mana mereka terkait dengan hubungan kekerabatan atau
keturunan yang dekat sekali secara biologis.
Incest banyak terjadi di kalangan masyarakat dari tingkat sosial-ekonomi yang
sangat rendah dan pada orang-orang keturunan darah campuran. Juga pada kalangan
kaum bangsawan untuk menjamin keturunan “darah biru” dan menjamin
terpusatkannya harta kekayaan yang mereka miliki. Kebanyakan dari mereka tidak
keberatan dan bukan karena paksaan untuk melakukan hal ini. Akan tetapi, anak-anak
yang mereka lahirkan justru akan cacat baik secara jasmani maupun secara psikologi.

n. Saliromania
Saliromania adalah periaku seorang pria yang mendapatkan kepuasan seks dengan
cara menodai badan dan pakaian wanitanya.
Orang yang mengalami saliromania biasanya adalah orang yang diselimuti oleh
rasa kebencian, dendam, dan kompulsi-kompulsi tertentu yang mereka lampiaskan
dengan cara menodai atau mengotori tubuh wanita atau patung wanita dengan telur
busuk, tinta, cat, zat asam, bahkan feses.

o. Misophiilia, Koprophilia, dan Urophilia


Miseo = kotoran; kopron = benda najis; Ouron = air kencing, air seni. Sehingga
Misofilia, Koprofilia, dan Urofilia adalah kelainan dalam memenuhi keinginan seks
mereka bersama dengan kotoran-kotoran (hal-hal yang najis).
Kelainan tersebut disebabkan karena sejak kecil sudah mengembangkan asosiasi
yang salah diantara seksualitas dan dengan kekotoran. Sehingga pola akan keinginan
melakukan seks dan hal-hal yang najis tersebut menjadi tingkah laku yang menetap.
Kropofilia sering terjadi pada kaum laki-laki dan Urofilia terjadi pada kaum wanita.

p. Skoptophilia
Skoptophilia adalah gejala kepuasan seks dan orgasme dengan cara melihat
proses persetubuhan orang lain serta melihat alat kelamin orang lain.

q. Troilism
Troilism adalah gangguan seksual dimana seseorang tersebut menginginkan
adanya kehadiran orang ketiga untuk melihatnya melakukan hubungan seksual
dengan pasangannya.
Hal ini karena adanya perasaan sombong diri yang ingin mengeksposkan
kejantanannya pada orang lain termasuk pasangannya. Gangguan ini kebanyakan
terjadi pada kaum pria.

5. Tabel Symptom DSM – IV & DSM – V

DSM IV-TR

Nama Symptom

Exhibitionism - Kriteria A: Berulang, intens, dan terjadi dalam periode minimal 6


bulan, fantasi, dorongan, perilaku yang menimbulkan gairah seksual
yang berkaitan dengan memamerkan alat kelamin kepada orang yang
tidak dikenal yang tidak menduganya.

- Kriteria B: Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan


dorongan tersebut, atau dorongan dan fantasi tersebut menyebabkan
orang tersebut mengalami distress atau mengalami masalah
interpesonal.

Fetishism - Kriteria A: Berulang, intens, dan terjadi dalam periode minimal 6


bulan, fantasi, dorongan, perilaku yang menimbulkan gairah seksual
yang berkaitan dengan penggunaan benda-benda mati.

- Kriteria B: Menyebabkan distress atau hendaya yang jelas dalam


fungsi sosial atau pekerjaan.

- Kriteria C: Benda-benda yang menimbulkan gairah seksual tidak


terbatas pada bagian pakaian perempuan yang dikenakannya sebagai
lawan jenis atau alat-alat yang dirancang untuk menstimulasi alat
kelamin secara fisik, seperti vibrator.

Frotteurism Kriteria A :Berulang, intens, dan terjadi dalam periode minimal 6


bulan, fantasi, dorongan, atau perilaku yang menimbulkan gairah
seksual yang berkitan dengan menyentuh atau menggosokkan bagian
tubuhnya pada orang yang tidak menghendakinya.

Kriteria B :Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan


tersebut, atau dorongan dan fantasi tersebut menyebabkan distress
atau mengalami masalah interpersonal

Pedophilia - Kriteria A: Berulang, intens, dan terjadi dalam periode minimal 6


bulan, fantasi, dorongan, perilaku yang menimbulkan gairah seksual
yang berkaitan dengan melakukan kontak seksual dengan seorang
anak prapubertas.

- Kriteria B: orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan


dorongan tersebut, atau dorongan dan fantasi tersebut menyebabkan
orang yang bersangkutan mengalami distress atau masalah
interpersonal.

- Kriteria C: orang yang bersangkutan minimal berusia 16 tahun dan 5


tahun lebih tua dari anak yang menjadi korbannya.

Sexual Masochism - Kriteria A: Berulang, intens, dan terjadi dalam periode minimal 6
bulan, fantasi, dorongan, perilaku yang menimbulkan gairah seksual
yang berkaitan dengan tindakan (bukan fantasi) yang dilakukan oleh
orang lain untuk mempermalukan atau memukul dirinya.

- Kriteria B: Menyebabkan distress bagi orang yang bersangkutan


atau mengalami hendaya dalam fungsi sosial atau pekerjaan.
Sexual Sadism - Kriteria A: Berulang, intens, dan terjadi dalam periode minimal 6
bulan, fantasi, dorongan, perilaku yang menimbulkan gairah seksual
yang berkaitan dengan tindakan (bukan fantasi) mempermalukan atau
menyebabkan penderitaan fisik pada orang lain.

- Kriteria B: Menyebabkan distress bagi yang bersangkutan atau


mengalami hendaya dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau orang
tersebut bertindak berdasarkan dorongan tersebut kepada orang lain
yang tidak menghendakinya.

Transvestic - Kriteria A: Berulang, intens, dan terjadi selama periode setidaknya 6


Fetishism bulan pada laki-laki heteroseksual, fantasi, dorongan atau perilaku
yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan memakai
pakaian lawan jenis.

- Kriteria B: Menyebabkan distress atau hendaya yang jelas dalam


fungsi sosial atau pekerjaan.

Voyeurism - Kriteria A: Berulang, intens, dan terjadi dalam periode minimal 6


bulan, fantasi, dorongan, perilaku yang menimbulkan gairah seksual
yang berkaitan dengan tindakan mengintip orang lain yang sedang
tanpa busana atau sedang melakukan hubungan seksual tanpa
diketahui yang bersangkutan

- Kriteria B: Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan


dorongan tersebut, atau dorongan dan fantasi menyebabkan orang
tersebut sangat menderita atau mengalami masalah interpersonal.

DSM V

NAMA SYMPTOM

A. Periode terjadi minimal 6 bulan, berulang, dan gairah seksual yang


Exhibitionistic intens untuk menunjukan alat kelaminnya kepada orang lain, baik itu
Disorder karena fantasi, dorongan, atau perilaku.
B. Individu telah bertindak karena dorongan seksual dengan orang
lain, atau fantasi yang menyebabkan penderitaan atau gangguan klinis
yang signifikan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting.

A. Periode terjadi minimal 6 bulan, berulang, dan gairah seksual yang


intens baik dari penggunaan benda tak hidup atau fokus yang sangat
spesifik pada bagian tubuh genital, yang termanifestasi oleh fantasi,
mendesak, atau perilaku.
B. fantasi, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan
Fetishistic Disorder atau gangguan klinis yang signifikan dalam bidang sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting.
C. benda yang digunakan untuk memuaskan hasratnya tidak terbatas
pada pakaian yang digunakan (seperti dalam gangguan transvestic)
tetapi bisa pada perangkat khusus yang dirancang dengan tujuan
perangsang sentuhan kelamin (misalnya, vibrator atau alat penggetar).
A. Periode terjadi minimal 6 bulan, berulang, dan gairah seksual yang
intens dengan menggosokan atau menyentuh alat kelaminnya kepada
Frotteuristic orang lain, baik itu karena fantasi, dorongan, atau perilaku.
Disorder B. Individu telah bertindak karena dorongan seksual dengan orang
lain, atau fantasi yang menyebabkan penderitaan atau gangguan klinis
yang signifikan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting.
A. Selama periode minimal 6 bulan, berulang, dan intens dari fantasi,
dorongan seksual, atau perilaku yang melibatkan aktivitas seksual
dengan anak praremaja atau anak-anak (umumnya usia 13 tahun atau
lebih muda).
B. Individu telah bertindak atas dorongan seksual, atau fantasi
menyebabkan penderitaan ditandai atau kesulitan interpersonal.
Pedophilic Disorder
C. Individu setidaknya usia 16 tahun dan setidaknya 5 tahun lebih tua
dari anak.

Catatan: Jangan menyamakan seorang individu pada masa remaja


akhir yang terlibat dalam hubungan seksual yang sedang berlangsung
dengan berusia 12 tahun sampai atau 13 tahun.
A. Periode terjadi minimal 6 bulan, berulang, dan gairah seksual yang
Sexual Masochism
intens dengan tindakan dihina, dipukuli, diikat, atau dibuat menderita
Disorder saat melakukan hubungan seksual, baik itu karena fantasi, dorongan,
atau perilaku.
B. Individu telah bertindak karena dorongan seksual dengan orang
lain, atau fantasi yang menyebabkan penderitaan atau gangguan klinis
yang signifikan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting.
A. Periode terjadi minimal 6 bulan, berulang, dan gairah seksual yang
intensdari penderitaan fisik atau psikologis orang lain saat melakukan
Sexual Sadism hubungan seksual, baik itu karena fantasi, dorongan, atau perilaku.
Disorder B. Individu telah bertindak karena dorongan seksual dengan orang
lain, atau fantasi yang menyebabkan penderitaan atau gangguan klinis
yang signifikan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting.
A. Periode minimal 6 bulan, berulang, dan gairah seksual yang intens
dengan menggunakanpakaian lawan jenisnya, yang termanifestasi
fantasi, mendesak, atau perilaku.
Transvestic Disorder
B. fantasi, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan
atau gangguan klinis yang signifikan dalam bidang sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting.
A. Periode terjadi minimal 6 bulan, terjadi berulang, dan gairah
seksual yang intens dari mengamati orang yang telanjang, atau terlibat
dalam aktivitas seksual, baik itu secara fantasi, atau perilaku.
B. Individu telah melakukannya atas dorongan seksual dengan orang
Voyeuristic Disorder lain, atau dorongan seksual atau fantasi yang menyebabkan

penderitaan atau gangguan klinis yang signifikan dalam bidang sosial,


pekerjaan, atau fungsi penting.
C. Individu mengalami gairah dan dorongan tersebut terjadi pada umur
18 tahun.
necrophilia
Menyebabkan distress klinis signifikan atau penurunan bidang sosial,
(corpses), zoophilia
pekerjaan, atau penting berfungsi mendominasi tetapi tidak memenuhi
(animals),
kriteria penuh untuk salah satu gangguan dalam gangguan paraphilic
coprophilia (feces),
kelas diagnostik.
klismaphilia
Telah terjadi selama minimal 6 bulan dan menyebabkan penderitaan
(enemas), or
atau gangguan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting.
urophilia (urine)
B. GENDER IDENTITY DISORDER
1. Pengertian

Sebelum mempelajari lebih dalam apakah itu Gender Identity Disorder (GID) atau
Gangguan Identitas Gender, ada baiknya jika jika memahami yang dimaksud dengan
seksualitas yang normal. Seksualitas yang normal adalah ketika seseorang melakukan
hubungan seksual dengan lawan jenisnya secara sadar dan bertanggung jawab

Gangguan identitas gender adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah


seorang pria atau wanita, walau pada kenyataannya ia berjenis kelamin yang berlawanan
dengan yang dimilikinya, dimana terjadi konflik antara anatomi gender seseorang dengan
identitas gendernya. Identitas jenis kelamin adalah keadaan psikologis yang mencerminkan
perasaan dalam diri seseorang sebagai laki-laki atau wanita, sebuah keadaan psikologis yang
merefleksikan perasaan daam diri seseorang yang berkaitan dengan keberadaan diri sebagai
laki-laki dan perempuan didasarkan pada sikap, perilaku, atribut lainnya yang ditentukan
secara kultural dan berhubungan dengan maskulinitas atau femininitas.

Di zaman ini, konsep tentang normal dan abnormal dipengaruhi oleh faktor sosial
budaya yang telah dianut. Perilaku seksual dianggap normal apabila sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat dan dianggap abnormal apabila menyimpang dari kebiasaan yang
ada di masyarakat.

2. Etiologi

Saat ini, masih belum dapat diketahui secara mendetail penyebab munculnya
gangguan identitas gender karena masih adanya perdebatan antara nature atau
nurture. Walaupun terdapat beberapa data tentatif bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh
faktor biologis, yaitu sebabkan oleh hormon, namun data yang tersedia tidak dapat
mengatribusikan munculnya transeksualisme hanya pada hormone saja (Carroll, 2000).
Faktor biologis lain, seperti kelainan kromosom dan struktur otak, juga tidak dapat
memberikan penjelasan yang konklusif sampai saat ini.

Faktor lain yang dianggap dapat menyebabkan munculnya gangguan identitas seksual
adalah faktor sosial dan psikologis. Lingkungan rumah yang memberi reinforcement kepada
anak yang melakukan cross-dressing, misalnya, orangtua melakukan erkontribusi besar
terhadap konflik antara anatomi sex anak dan identitas gender yang diperolehnya (Green,
1974, 1997; Zuckerman & Green, 1993). Walaupun demikian, faktor sosial tidak dapat
menjelaskan mengapa seorang laki-laki yang dibesarkan sebagai perempuan, bahkan dengan
organ seks perempuan, tetap tidak memiliki identitas gender perempuan dan akhirnya
memilih untuk hidup sebagai laki-laki.

Teori belajar menekankan tidak adanya figur seorang ayah pada kasus anak laki – laki
menyebabkan ia tidak mendapatkan model seorang pria.

Teori psikodinamika dan teori belajar lainnya menjelaskan bahwa orang dengan
gangguan identitas gender tidak dipengaruhi tipe sejarah keluarganya. Faktor keluarga
mungkin hanya berperan dalam mengkombinasikan dengan kecenderungan biologisnya.
Orang yang mengalami gangguan identitas gender sering memperlihatkan gender yang
berlawanan dilihat dari pemilihan alat bermainnya dan pakaian pada masa anak – anak.
Hormon prenatal yang tidak seimbang juga mempengaruhi. Pikiran tentang maskulin dan
feminin dipengaruhi oleh hormon seks fase-fase tertentu dalam perkembangan prenatal.

3. Kriteria Gender Identity Disorder

Menurut Nevid, 2002:

- Identifikasi yang kuat dan persisten terhadap gender lainnya: adanya ekspresi yang
berulang dari hasrat untuk menjadi anggota dari gender lain, preferensi untuk
menggunakan pakaian gender lain, adanya fantasi yang terus menerus mengenai
menjadi lawan jenis, bermain dengan lawan jenis,
- Perasaan tidak nyaman yang kuat dan terus menerus, biasa muncul pada anak-anak
dimana anak laki-laki mengutarakan bahwa alat genitalnya menjijikkan, menolak
permainan laki-laki, sedangkan pada perempuan adanya keinginan untuk tidak
menumbuhkan buah dada, memaksa buang air kecil sambil berdiri.
- Penanganannya sama seperti menangani gangguan seksual
4. Terapi
- Body Alterations

Pada terapi jenis ini, usaha yang dilakukan adalah mengubah tubuh seseorang agar
sesuai dengan identitas gendernya. Untuk melakukan body alterations, seseorang terlebih
dahulu diharuskan untuk mengikuti psikoterapi selama 6 hingga 12 bulan, serta menjalani
hidup dengan gender yang diinginkan (Harry Benjamin International Gender Dysphoria
Association, 1998). Perubahan yang dilakukan antara lain bedah kosmetik, elektrolisis
untuk membuang rambut di wajah, serta pengonsumsian hormon perempuan. Sebagian
transeksual bertindak lebih jauh dengan melakukan operasi perubahan kelamin.

Keuntungan operasi perubahan kelamin telah banyak diperdebatkan selama


bertahun-tahun. Di satu sisi, hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada keuntungan
sosial yang bisa didapatkan dari operasi tersebut. Namun penelitian lain menyatakan
bahwa pada umumnya transeksual tidak menyesal telah menjalani operasi, serta mendapat
keuntungan lain seperti kepuasan seksual yan lebih tinggi.

Sebelum tindakan operasi kelamin ada beberapa hal yang harus diperhatikan
individu. Ada beberapa tahap yang harus dialaui sebelum tindakan operasi kelamin
dilakukan. Tahap – tahap tersebut adalah memastikan kemantapan dalam mengambil
keputusan. Jika terdapat delusi paranoid dalam memutuskan mengganti kelamin, maka
ahli bedah harus menolak permintaanya.

Orang yang ingin merubah dari pria menjadi wanita, estrogennya ditingkatkan
untuk menumbuhkan karakteristik alat kelamin sekunder wanita. Sedangkan pada wanita
yang ingin menjadi pria, hormon androgennya ditingkatkan untuk mengembangkan
karakteristik alat kelamin sekunder pria.

Sebelum operasi orang itu diwajibkan hidup selama satu tahun sebagai orang dari
gender lawan jenisnya untuk memprediksi penyesuaian setelah operasi. Untuk orang yang
mengganti kelamin dari pria menjadi wanita, penis dan testis dibuang. Kemudian jaringan
dari penis digunakan untuk membuat vagina buatan. Jika dari wanita menjadi pria, ahli
bedah membuang organ kelamin internal dan meratakan payudaranya dengan membuang
jaringan lemak.
- Pengubahan Identitas Gender

Walaupun sebagian besar transeksual memilih melakukan body alterations sebagai


terapi, ada kalanya transeksual memilih untuk melakukan pengubahan identitas gender,
agar sesuai dengan tubuhnya. Pada awalnya, identitas gender dianggp mengakar terlalu
dalam untuk dapat diubah. Namun dalam beberapa kasus, pengubahan identitas gender
melalui behavior therapy dilaporkan sukses. Orang-orang yang sukses melakukan
pengubahan gender kemungkinan berbeda dengan transeksual lain, karena mereka
memilih untuk mengikuti program terapi pengubahan identitas gender.

5. Tabel Symptom DSM – IV & DSM – V


DSM IV-TR
Nama Symptom
Transseksualisme Transeksualisme ini biasanya terlihat sejak anak berumur 2
tahun yang pada DSM-IV-TR memiliki kriteria:

 Identifikasi yang kuat dan menetap terhadap lawan jenis


 Pada anak-anak memiliki ciri :
a. Berulang kali menyatakan keinginan bahwa ia ingin
menjadi lawan jenis
b. Lebih suka memakai pakaian lawan jenis
c. Lebih suka berperan sebagai lawan jenis dalam bermain
atau terus menerus berfantasi menjadi lawan jenis.
d. Lebih suka melakukan permainan yang merupakan
streotip lawan jenis
e. Lebih suka bermain dengan teman-teman lawan jenis.
 Pada remaja atau orang dewasa simtom-simtom seperti
keinginan untuk menjadi lawan jenis, berpindah ke
kelompok lawan jenis, ingin diperlakukan sebagai lawan
jenis, keyakinan bahwa emosinya adalah tipikal lawan
jenis.
 Rasa tidak nyaman yang terus menerus dengan jenis
kelamin biologisnya atau rasa terasing dari peran gender
jenis kelamin tersebut
a. Pada anak-anak dalam salah satu hal diantaranya :
merasa jijik dengan penisnya dan berpikir bahwa penis
itu suatu saat akan hilang
b. Pada remaja dan orang dewasa terwujud dalam salah
satu hal, misalnya keinginan kuat untuk menghilangkan
karakteristik jenis kelamin sekunder melalui pemberian
hormone atau operasi.
 Tidak sama dengan kondisi fisik antar jenis kelamin
 Menyebabkan distress atau hendaya dalam fungsi sosial
dan pekerjaan

DSM V

Nama Symptom

Terjadi sesuatu yang tidak kongruen antara gender yang


dimiliki dengan gender yang diekspresikan selama 6 bulan
dan termanifestasi pada setidaknya 6 dari beberapa hal berikut
ini (nomor 1 harus terpenuhi):
1) Keinginan yang besar untuk memiliki gender yang
berbeda dari yang ia miliki(assigned gender).
2) Pada laki-laki (assigned gender), memiliki kecenderungan
untuk berdandan layaknya perempuan. Sedangkan pada
perempuan (assigned gender) memiliki kecenderungan
Gender Dysphoria
untuk memakai pakaian yang bersifat maskulin.
pada anak-anak
3) Kecenderungan untuk berfantasi memiliki gender yang
berlawanan.
4) Kecenderungan untuk memankan mainan atau aktifitas
yang seharusnya dilakukan oleh gender yang berbeda dari
yang dimilikinya.
5) Memiliki kecenderungan untuk memilih teman bermain
dengan gender yang berbeda.
6) Pada laki-laki (assigned gender) menghindari mainan-
mainan atau aktifitas-aktifitas yang berbau maskulin.
Sedangkan pada perempuan (assigned genderi) menolak
untuk bermain dengan mainan atau aktifitas yang berbau
feminim.
7) Ketidaksukaan yang yang besar pada anatomi seksual.
8) Keinginan yang kuat untuk memiliki secondary sex
characteristic yang berbeda dari yang dimilikinya saat ini.

Kondisi yang terjadi pada seorang GID diasosiasikan dengan


distress dan/atau ketidakmampuan menjalin relasi secara
sosial yang sudah diuji secara klinis.

Terjadi sesuatu yang tidak kongruen antara gender yang


dimiliki dengan gender yang diekspresikan selama 6 bulan
dan termanifestasti pada setidaknya dua hal dari berikut ini:

1) Terjadi sesuatu yang tidak kongruen antara gender yang


dimiliki dengan gender yang diekspresikan (secondary sex
characteristici).
2) Memiliki keinginan yang kuat untuk menghindari
perkembangan dari primary/secondary sex characteristic
karenya adanya ketidak-konguren-an dengan gender yang ia

Gender dysphoria ekspresikan atau ia alami.

pada remaja atau 3) Memiliki keinginan yang kuat untuk memiliki

orang dewasa primary/secondary sex characteristi dari milik orang lain.


4) Memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi gender yang
lain (yang berbeda dengan gender yang dimilikinya).
5) Keinginan yang kuat untuk diperlakukan seperti gender
lain (gender yang berlawanan dengan yang dimilikinya)
6) Memiliki keyakinan yang kuat bahwa ia memiliki
perasaan dan reaksi yang dimiliki oleh gender lain (gender
yang berbeda dari dirinya).
Kondisi yang terjadi pada seorang GID diasosiasikan dengan
distress dan/atau ketidakmampuan menjalin relasi secara
sosial yang sudah diuji secara klinis.
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders, (Fourth Edition), Text Revision. Washington: American
Psychiatric Publishing.
Kring, Ann M; Johnson, Sheri L; Davison, Gerald C; Neale, John M. (2012).
Abnormal Psychology 12th. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Nolen-Hoeksema, S. (2011). Abnormal Psychology (5thed.). Boston: McGraw-Hill.
Nevid, Jeffrey S., Spencer A. Rathus., Beverly Green. (2005) Psikologi Abnormal
(Abnormal Psychology in a Changing World 5th), terj. Tim Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia, Tanpa Tempat Terbit: Erlangga.
Dr. Kartono Kartini. (1989). Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual.
Bandung: Penerbit Mandar Maju
LAMPIRAN

Refleksi Valencia Putri A (149114087)


Setelah lebih dari satu bulan, saya dan kelompok berdinamika bersama dalam tugas
presentasi mengenai beberapa tema gangguan jiwa yang kami dapatkan. Perasaan dominan
saya yaitu bahagia dan lega. Kenapa?, saya senang karena selama berdinamika dalam
kelompok kami saling berbagi dan membantu satu sama lain. Awalnya kami mempelajari apa
yang kami dapatkan masin-masing, kemudian kami share bahan yang sudah kami miliki
kepada teman-teman satu kelompok agar masing-masing dari kami memahami benar tentang
materi kelompok yang kami dapatkan secara keseluruhan. Di dalam berdinamika kelompok,
saya dan teman kelompok tidak pernah bosan untuk bertemu dan membahas materi kelompok
ini karena kami berdinamika dengan santai dengan canda tawa yang kami selipkan selama
berdinamika ini. Perasaan lega mulai mendominan ketika hasil dari dinamika kelompok kami
ini selesai. Karena segala perjuangan kami dalam mencari refrensi buku dan beberapa film
yang tidaklah mudah, dikarenakan tidak semua buku dan film menghadirkan materi yang
kelompok kami butuhkan.

Selama tugas kelompok ini dan terkait dengan materi, saya mendapatkan banyak
pelajaran-pelajaran kecil yang mungkin tidak terlihat dan tidak kita sadari. Mengenai materi
saya belajar bahwa ternyata ada ya orang-orang yang mengalami rasa ketakutan, rasa
kecemasan, rasa putus asa dan tidak pernah dianggap oleh orang disekitarnya, dan perasaan
depresi, serta keinginan untuk bisa dihargai dan dicintai oleh orang lain yang tidak
didapatkan, sampai mengalami gangguan seksualitas. Yang saya tangkap di sini adalah
bahwa kasih dan cinta itu tanpa batas. Semua orang baik yang masih bayi hingga sudah tua
sekalipun membutuhkan yang namanya cinta dan kasih dari orang lain, seperti rasa dihargai
akan kehadirannya dan diterima oleh sosialnya. Hanya saja mungkin beberapa budaya masih
menganggap bahwa ketika orang yang sudah dewasa masih memiliki rasa ingin untuk
diperhatikan maka orang tersebut akan dikatakan seperti anak kecil dan tidak memiliki rasa
malu. Sehingga ketika perasaan orang tersebut tidak tersalurkan maka dirinya akan
mengalami gangguan yang mungkin saja mengarah kepada gangguan seksualitasnya dan
kepribadiannya. Dengan demikian, saya belajar untuk dapat menghargai orang lain dan
memberi kasih untuk mereka yang membutuhkan, tidak harus dengan wujud benda tetapi
dapat berupa perhatian seperti mau mendengarkan orang lain.
Pencerahan baru yang saya dapatkan yaitu belajar untuk menghargai orang lain dan
harus memahami mengapa orang yang satu menjadi orang yang demikian dan yang lain tidak
karena mereka memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Dan saya belajar untuk dapat
menghadapi setiap orang yang satu dengan yang lainnya, karena pada dasarnya setiap orang
ingin dapat dimengerti oleh orang lain terlepas dari segala gangguan diri yang mereka miliki
sekalipun. Saya belajar untuk tidak menjauh dari mereka yang mengalami gangguan, tetapi
belajar dari kehidupan yang mereka telah jalani. Sehingga ketika kita tahu latar belakang
mereka dan kita menghargai segala kelebihan serta kekurangan mereka, maka sebenarnya
kita turut membantu mereka untuk mengalami sebuah pemulihan dan penyembuhan dalam
diri mereka.

Dengan materi yang saya telah pelajari selama berdinamika kelompok ini dan
pencerahan baru yang saya miliki meskipun mungkin sederhana, saya akan lebih
menunjukkan sikap menghargai dan memahami orang lain. Seperti tidak membuat
kesimpulan negatif tentang orang lain yang mungkin berperilaku negatif, terus belajar untuk
rendah hati kepada sesama sehingga kita dapat melihat sisi-sisi positif dari seseorang yang
mungkin tidak terlihat oleh orang lain terhadap seseorang itu. Karena setiap orang dapat
berubah bisa menjadi lebih baik atau justru menjadi lebih buruk. Oleh karenanya ketika kita
sebagai mahasiswa psikologi yang lebih mempelajari tentang manusia, maukah kita
mengubah hidup kita untuk menjadi seorang penolong bagi mereka yang tidak dihargai oleh
dunia ini? Demikian refleksi singkat dari saya, dengan ini saya berharap agar saya jauh lebih
baik dan terus berkembang menjadi manusia yang dapat menerima diri sendiri dan orang lain.
Refleksi Intan Wulandari (149114133)

1. Perasaan dominan saya adalah puas, senang, namun juga ada perasaan takut juga.
Puas dan senangnya adalah saya dan teman-teman sekelompok saya berhasil
menyelesaikan tugas abnormal tepat waktu dan tidak keteteran seperti teman-teman
yang lainnya. Kalau dilihat teman-teman yang lainnya baru mengerjakan tugas kurang
dari seminggu waktu pengumpulan sedangkan kelompok kami sudah menyicilnya
dari sebulan yang lalu. Untuk perasaan takutnya adalah, apa yang kami kerjakan
takutnya masih belum sesuai harapan dari suster sendiri. Atau saat presentasi kami
menyampaikannya kurang maksimal. Walaupun waktu presentasi kelompok kami
masih lama. Tapi menurut saya itu hal yang wajar karena tidak mudah
mempertanggung-jawabkan sebuah tugas yang besar.
2. Yang saya pelajari dari saya sendiri, saya tidak bisa bekerja sendirian. Mengingat saya
orangnya juga panikan. Tanpa adanya teman-teman saya mungkin saya tidak akan
bisa maju. Terutama bahan untuk tugas ini sangat banyak dan sumber refrensinya pun
bermacam-macam.
3. Pencerahan baru yang saya dapatkan, saya adalah orang yang beruntung bisa
mendapatkan teman-teman kelompok yang baik seperti mereka. Mengingat mereka
sangat suportif dalam mengerjakan tugas dan peka terhadap anggota kelompok yang
mungkin kesulitan dan saya sendiri secara pribadi sangat tertolong dengan mereka
4. Hal kongkrit yang akan saya lakukan adalah memperlakukan anggota kelompok saya
lebih baik lagi karena perlakukan mereka yang benar-benar baik kepada saya.
Mungkin ketika mereka kesusahan saya akan berusaha lebih peka untuk bisa
membantu mereka. Tidak hanya pada konteks kegiatan perkuliahan namun juga diluar
kegiatan perkuliahan. Agar hubungan kami kedepannya bisa lebih baik lagi.
Refleksi C. Maria Dumondor (149114137)
Perasaan yang saya rasakan setelah tugas ini telah rampung adalah sangat puas dan
pastinya senang karena kelompok saya tidak perlu mengejar waktu deadline seperti teman-
teman dari kelompok lainnya karena kami sudah mempersiapkannya sejak pertama kali tugas
ini di sampaikan oleh Suster Wina. Selain itu saya pun merasa puas dengan hasil yang ada,
baik dari paper, PPT sampai kasus, kami sekelompok terutama saya, merasa sangat terbantu
dengan waktu yang sangat cukup yang diberikan oleh Suster Wina untuk tugas ini sehingga
apa yang akan kami sajikan nanti benar-benar telah kami pahami, walau saya sendiri masih
agak takut jika nanti di presentasi akan gugub karena tiba-tiba blank.

Dari tugas ini saya belajar banyak hal. Hal-hal yang kata teman-teman sekelompok
adalah sesuatu yang lebih saya pahami dibanding dengan mereka. Ya, jujur saja saya
lumayan mengerti dengan kasus-kasus sexual disfunction dan nondisfunction. Sejak SMP
saya memang bercita-cita untuk menjadi seorang psikolog, saya tertarik dengan berbagai ke-
abnormal-an yang terjadi pada manusia, mulai dari bercita-cita menjadi psikolog klinis,
berubah menjadi staff HRD, kemudian berubah lagi saat awal perkulihan untuk menjadi
psikolog keluarga yang membahas tentang pernikahan dan hubungan yang ada di dalamnya
(maaf saya tidak tahu pasti istilahnya, ya kira-kira seperti Pak Siswa). Niat saya yang itu
disebabkan karena rasa ingin tahu saya yang cukup besar, termasuk pada hal-hal yang bagi
teman-teman sekelompok saya itu tidak lumrah untuk dicari-cari tahu (ya dalam kasus ini
tentang seksualitas). Seksualitas memang masih dianggap tabu untuk diperbincangan di
Negara ini, apa lagi untuk seorang mahasiswa semester tengah dan seorang perempuan.
Banyak yang masih berpikiran bahwa itu adalah sesuatu yang tidak pantas. Tidak pantas? Ya,
kalau itu menjurus pada hal-hal yang negatif, tapi bagi saya, lain halnya jika tujuan kita itu
untuk kepentingan bersama. Banyak kasus anak-anak dibawah umur terjerumus ke dunia seks
bebas yang disebabkan hanya karena tidak adanya sex education. Penyakit menular seksual
dan gangguan seksualitas kebanyak terjadi karena adanya pemahaman yang salah dan juga
perlakuan yang salah. Maka dari itulah, saya tertarik dengan kasus ini, dan Puji Tuhan
sayadiberi kesempatan untuk mempelajarinya lebih dalam lagi melalui tugas ini.

Dalam proses pengerjaan tugas ini ada dua hal baru yang saya dapatkan, yaitu yang
pertama; prepare makes perfection dan with whom you make friends then you'll be like them
when you act and think. Hal yang pertama memang bukan hal baru ditelinga saya, namun
merupakan hal yang baru saja saya alami. Melihat teman-teman kelas Abnormal yang lain,
baik dari kelas saya dan dari kelas lain, kelabakan megerjakan tugas ini saat diberi tahu kalau
akan segera dikumpulkan, saya merasa sangat senang karena saat diumumkan itu tugas kami
sudah pada tahap penyatuan topik paraphilia dan gender identity disorder ke dalam satu
dokumen dan pembuatan PPT sehingga persiapan kami terasa lebih matang dibanding dengan
yang lain. Hal yang kedua, mendukung yang pertama karena saya pun merasa beruntung
berada dalam kelompok yang seluruh anggotanya tidak ada yang suka menunda-nunda
pekerjaan dan yang lebih penting adalah saling mendukung sehingga tugas ini akhirnya dapat
selesai tepat waktu.

Dengan adanya pencerahan baru yang saya dapatkan itu, saya pun bertekad untuk
lebih siap dengan apapun yang akan saya hadapi, tidak akan lagi menunda-nunda pekerjaan ,
lebih giat mengejar apa yang menjadi tujuan saya dan lebih pandai lagi dalam menjalin
hubungan.
Refleksi Ivana Angela (149114138)

A. Perasaan saya yang dominan adalah rasa senang karena saya dan kelompok saya telah
lebih mempersiapkan tugas ini lebih awal daripada teman-teman kami yang lain. Sehingga
saat ada pemberitahuan akan dikumpulkan hari Kamis tanggal 21 April 2016 kami telah siap.
Dan tidak mengerjakan terburu-buru. Saya senang sekali dalam kelompok diskusi saya
mengenai GID dan paraphilia memiliki teman sekelompok yang rajin dan mau diajak kerja
sama sehingga tidak ada kesulitan yang berarti bagi kami yang belum selesai.

B. Saya belajar untuk dapat menghidupi apapun yang saat ini ada dihadapan saya. Saya perlu
mengembangkan lagi ketelitian dan keahlian berbahasa dalam diri saya. Karena saat saya
mengerjakan tugas ini. Saya mendapat bagian yang mana melihat buku DSM IV & V yang
mana buku ini dalam bahasa Inggris. Saat pengartian symptom paraphilia dan GID saya
kurang percaya diri akan bahasa yang saya terjemahkan. Tapi ya itu lah yang saya sadari
mengenai kemampuan diri saya yang masih lemah tersebut.

C. Pencerahan baru yang saya temukan adalah untuk belajar lebih siap sebelum batas yang
ada. Sekalipun pengumpulan tugas itu masih jauh, namun tidak apa untuk bersusah-susah
dahulu. Dan ketika tiba-tiba batas pengumpulan maju tidak ada al yang perlu ditakutkan atau
kuatirkan karena sudah siap lebih awal. Jadi saya di sini melihat tidak ada yang sia-sia dari
apapun yang sudah kita kerjakan dengan segenap hati. Sekalipun itu jauh lebih awal
dikerjakan maupun diakhir tentu semua akan selesai mau tidak mau. Yang membedakan
adalah hasilnya. Karena apa ? Kesiapan yangmatang akan diperoleh ketika kita mengerjakan
dalam keadaan tenang tidak tergesa-gesa, ide yang jernih dapat muncul saat kita menyadari
diri kita yang sedang mengerjakan sesuatu.

D. Apa yang akan saya lakukan secara konkret adalah mulai sekarang mencoba untuk lebih
awal mengerjakan tugas yang datang. Tidak masalah ketika merasa sedikit berat namun hal
yang baik tetap akan membuahkan hasil yang baik juga. Mencoba untuk terus menjalani apa
yang datang dihadapan saya dengan tulus menerima tidak ada kata mengeluh , karena
mengeluh saja saya menyadari hal itu tidak akan memiliki dampak apapun untuk membuat
tugas selesai malah hanya akan menjadi terbebani dan sikap saya terhadap proses pengerjaan
menjadi tidak baik.

Anda mungkin juga menyukai