Anda di halaman 1dari 38

COVER

PSIKOLOGI ABNORMAL DAN PSIKOPATOLOGIS

Disusun Oleh :
KELOMPOK 11
Faidhatun Najiah 1710914220012
Equisetifolia Putri Pamungkas 1710914220010
Siti Dzakiroh 1710914220054
Wilhalma Yana Eka Kati 1710914120036
Nor Atikah 1710914320066
Reza Yunus Andowi 1610914310086
Rizky Ramadhan 1710914210050

Dosen Pengampu :
Sukma Noor Akbar, M. Psi, Psikolog
Jehan Safitri, M. Psi, Psikolog
Rahmi Fauzia, M. Psi, Psikolog

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PSIKOLOG
BANJARBARU
2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang.Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah Swt. yang telah
melimpahkan hidayah, kasih sayang, dan inayah-Nya kepada kami sehingga bisa
menyelesaikan makalah tentang disfungsi seksual, Paraphilia dan gangguan
Gender Dysphoria,.

Makalah ini kami susun sebaik mungkin dibantu dengan referensi dari
berbagai sumber buku dan jurnal. Harapan kami, makalah ini dapat bermanfaat
dan memberi pengetahuan bagi siapapun yang membacanya.

Disebabkan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang kami


miliki,kami menyadari dalam makalah ini masih terdapat kekurangan.Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk lebih
menyempurnakan makalah kami.

Banjarbaru, September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER .................................................................. Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3

C. Tujuan .......................................................................................................... 3

D. Manfaat ........................................................................................................ 4

BAB II ISI ............................................................................................................... 5

A. disfungsi seksual ............................................ Error! Bookmark not defined.

B. PARAPHILLIA .............................................................................................. 6

C. Gender Dysphoria (Gangguan Identitas Gender) ............................................. 19

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 34

A. Kesimpulan ................................................................................................... 34

B. Saran ............................................................................................................. 34

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan seksual paraphilia adalah gangguan seksual dimana seseorang
mengalami dorongan seksual yang berulang dan fantasi yang melibatkan objek
bukan manusia atau pasangan yang tidak tepat atau tanpa persetujuan, atau situasi
yang menyakitkan atau merendahkan. Paraphilia diambil dari akar Bahasa
Yunani, yaitu para (pada sisi lain) dan philos (mencintai). “Individu dengan
paraphilia menunjukkan keterangsangan seksual sebagai respon terhadap
stimulus yang tidak biasa.”
Kaplan (2002) mengatakan parafilia adalah gangguan seksual yang
ditandai oleh khayalan seksual yang khusus dan desakan serta praktek seksual
yang kuat, biasanya berulang kali dan menakutkan. Parafilia mengacu pada
sekelompok gangguan yang melibatkan ketertarikan seksual terhadap obyek yang
tidak biasa atau aktifitas seksual yang tidak biasa (Davidson dan Neale dalam
Fausiah, 2003). Tipe-tipe gangguan seksual paraphilia yaitu Eksibisionisme,
Voyeurisme, Masokisme seksual, Fetishisme, Froterisme, Sadisme seksual,
Fetishisme Transvestik, Pedofilia.
disfungsi seksual atau parafilia adalah bangkitnya gairah seksual secara
terus-menerus terhadap objek, situasi, atau individu tertentu yang tidak
lazim. Beberapa kasus disfungsi seksual terjadi tidak hanya pada orang dewasa,
namun juga pada anak-anak. Kata parafilia sendiri berasal dari bahasa Yunani,
yaitu para yang berarti di samping (sekitar) dan philia yang berarti persahabatan
atau cinta. Parafilia atau disfungsi seksual secara medis diartikan sebagai
ketertarikan atau fantasi seksual yang tidak wajar terhadap benda, situasi, atau
kelompok individu tertentu.
Penyebab disfungsi seksual sejauh ini belum dapat dipastikan. Namun,
para ahli menduga bahwa terdapat berbagai faktor yang dapat
melatarbelakanginya, seperti faktor biologis berupa kelainan struktur dan kinerja
otak, dan faktor psikologis, misalnya trauma masa kecil akibat pelecehan seksual.

1
Biasanya disfungsi seksual ini lebih banyak dialami saat remaja atau dewasa
muda.
Jenis-jenis disfungsi seksual, di antaranya yaitu Pedofilia, Froteurisme,
Ekshibisionisme, Voyeurisme. Selain itu, terdapat beberapa disfungsi seksual lain,
seperti nekrofilia (ketertarikan seksual pada mayat), skatologia (kepuasan seksual
melalui telepon), coprophilia (tertarik secara seksual terhadap feses), zoofilia
(ketertarikan seksual pada hewan), masokisme yaitu kepuasan seksual saat
disakiti, dihina, atau dilecehkan orang lain, dan sadisme seksual (kepuasan
seksual ketika menyakiti, menghina, atau melecehkan orang lain). Akan tetapi,
disfungsi seksual tersebut merupakan bentuk yang lebih ekstrem dari hasrat
seksual yang tidak terkendali.
Penanganan untuk penderita disfungsi seksual, lebih ditujukan untuk
menyadarkan penderita terhadap dampak yang dapat ditimbulkan oleh perilaku
menyimpangnya, dan membimbing mereka melalui psikoterapi dan konseling.
Pemberian obat-obatan tertentu mungkin bermanfaat pada setiap penderita
disfungsi seksual. Pelaku disfungsi seksual juga perlu diingatkan terhadap risiko
dan konsekuensi hukum yang berlaku, jika melakukan tindakan seksual yang
ilegal. Kondisi ini perlu ditangani oleh psikiater atau psikolog, dan seringkali
memerlukan penanganan jangka panjang.
Disforia gender (gender dysphoria), sebelumnya dikenal sebagai
gangguan identitas gender, adalah suatu kondisi yang diderita orang-orang yang
dikenal dengan sebutan transgender, di mana seseorang mengalami
ketidaknyamanan atau rasa tertekan karena ada ketidakcocokan antara jenis
kelamin biologis dengan identitas gender mereka. Gender dysphoria adalah suatu
kondisi medis nyata yang diakui oleh American Psychiatric Assocation, dan pada
kasus tertentu diperlukan pengobatan medis. Akan tetapi, gender dysphoria
bukanlah penyakit kejiwaan.
Sejumlah studi mengindikasikan bahwa kondisi ini tidak hanya
disebabkan oleh ketidakselarasan kerja otak, namun bisa diakibatkan oleh
penyebab biologis yang terkait dengan perkembangan identitas gender sebelum
kelahiran. Gender dysphoria mungkin disebabkan oleh suatu kondisi medis

2
langka, seperti hiperplasia adrenal bawaan (congenital adrenal hyperplasia/CAH),
dan kondisi interseks (dikenal juga sebagai hermaphroditisme).
Menurut buku panduan psikiatri Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM-5), bagi seseorang untuk dapat didiagnosis dengan
gender dysphoria, harus ada perbedaan yang nyata antara gender yang ia sendiri
yakini dan gender yang dipersepsikan orang lain, dan harus berkelanjutan
setidaknya selama enam bulan. Pada anak, keinginan untuk mengubah gender
harus nyata dan tampak, serta diutarakan langsung dari individu tersebut. Gender
dysphoria menyebabkan tekanan atau depresi klinis dalam aspek sosial, pekerjaan,
atau bidang-bidang lainnya yang bisa menghambat kualitas hidup individu
pengidapnya. Dampak gangguan bisa menjadi sangat luas, sehingga kehidupan
mental orang tersebut hanya berpusat pada sejumlah kegiatan tertentu yang bisa
mengurangi tekanan akibat stigma gender yang mereka hadapi. Pengidap gender
dysphoria sering disibukkan dengan penampilan, terutama di awal transisi ke
hidup dengan gender “baru”-nya. Hubungan dengan orangtua juga mungkin akan
sangat terganggu. Tidak jarang pula orang-orang transgender atau pengidap
gender dysphoria menerima pengasingan dari keluarga dan teman.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan paraphilia, disfungsi seksual, dan
gangguan gender dysphoria ?
2. Apa penyebab dari gangguan paraphilia, disfungsi seksual, dan
gangguan gender dysphoria ?
3. Apa dampak yang di timbulkan dari gangguan paraphilia, disfungsi
seksual, dan gangguan gender dysphoria ?
4. Apa perawatan atau penanganan yang tepat untuk pengidap gangguan
paraphilia, disfungsi seksual, dan gangguan gender dysphoria ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan
paraphilia, disfungsi seksual, dan gangguan gender dysphoria.

3
2. Untuk mengetahu dan memahami apa penyebab dari gangguan
paraphilia, disfungsi seksual, dan gangguan gender dysphoria.
3. Untuk mengetahui dan memahami apa dampak yang di timbulkan dari
gangguan paraphilia, disfungsi seksual, dan gangguan gender
dysphoria.
4. Untuk mengetahui dan memahami apa perawatan atau penanganan
yang tepat untuk pengidap gangguan paraphilia, disfungsi seksual, dan
gangguan gender dysphoria.

D. Manfaat
Manfaat dari makalah ini yaitu untuk mengetahui dan lebih memahami
tentang pengertian, penyebab, dampak yang ditimbulkan, dan perawatan atau
penanganan dari gangguan paraphilia, disfungsi seksual, dan gangguan gender
dysphoria.

4
BAB II ISI

A. Disfungsi Seksual
a. Pengertian

Dalam DSM-V Sexual Dysfunctions, disfungsi seksual adalah segala


bentuk disfungsi seksual, baik arah, minat maupun orientasi seksual. Disfungsi
adalah gangguan atau kelainan.

Perilaku disfungsi seksual atau disfungsi seksual dalam DSM-V termasuk:

1. Ejakulasi yang tertunda 302.74 (F52.32) keterlambatan atau


ketidakmampuan untuk mecapai ejakulasi diakibatkan karena tekanan
hubungan yang parah atau stressor signifikan lainnya tidak terkait dengan
obat-obatan medis. Tidak terbatas atau Hanya terjadi npada beberapa jenis
stimulus,situasi atau pasangan tertentu.
2. Kelainan ereksi 302.72 (F52.21) kesulitan dalam memperoleh ereksi dalam
ektivitas seksual, kesulitan mempertahankan ereksi, penurunan kekauan
ereksi.
3. Kelainan orgastmik wanita 302.73 (F52.31) jarangnya atau tidak adanya
orgasme, inyensitas sensai orgsme berkurang. Diakibatkan dari tekanan
hubungan yang para misalnya kekerasan pasangan.
4. Kelainan ketertarikan/gairah seksual wanita 302.72 (F52.22) tidak ada atau
berkurangnya minat dalam aktivitas seksual, berkurangnya atau tidak ada
pemikiran aktivitasseksual, tidak menerima keinginan pasangan untuk
memulai. Tidak disebebkan pengobatan medis atau obat-obatan biasanya
disebebkan susahan signifikan sebuah hubungan
5. Kelainan genito/panggul/gangguan penetrasi 302.76 (F52.6) kesulitan
penetrasi vagina selama hubungan seksual, nyeri vulvovagina atau
panggul, takut dan cemas/
6. Kelainan hasrat seksual pria hipoaktif 302.71 (F52.0) kurangnya pikiran
fantasi seksual atau keinginan seksual yang terus menerus. Disebabkan

5
karena usia, osial budaya dan kehidupan individu. Disebabkan oleh
kesusahan hubungan yang parah, stress dan penggunaan obat tertentu.
7. Ejakulai dini 302.75 (F52.4) kecepatan ejakulasi setelah 1 menit penetrasi
vagina.
8. Disfungsi yang dipicu oleh zat atau obat

Dalam DSM-V Disfungsi seksual ditandai dengan adanya gangguan signifikan


secara klinis pada kemampuan seseorang untuk merespon secara seksual atau
mengalami kenikmatan seksual. Seseorang dapat mengalami disfungsi seksial
seksual pada saat yang bersamaan.

Sejumlah Faktor perlu dipertimbangkan selama penilaian diagnosis disfungsi


seksual pada tingkat yang berbeda pada indvidu :

1. Faktor pasangan (status kesehatan pasangan)


2. Faktor hubungan (komunikasi yang buruk, perbedaan dalam keinginan
aktivitas seksual)
3. Faktor kerentanan individu (citra tubuh yang buruk, riwayat pelecehan
seksual dan emosional)
4. Faktor budaya atau agama (terkait dengan larangan terhadap aktivitas
atau kesengan seksual)
5. Faktor medis yang relevan dengan prognosis, perjalanan, atau perawatan.

B. Paraphilia

1. Exhibitionistic Disorder DSM-5 302.4 (F 65.3)

American Psychiatric Association (APA) mengklasifikasikan kondisi


Exhibitionistic Disorder sebagai penyakit kesehatan mental yang berpusat pada
kebutuhan untuk mengekspos alat kelamin seseorang kepada orang lain. Korban
dari gangguan perilaku ini biasanya orang asing yang tidak curiga; hasilnya
adalah kepuasan seksual bagi pelakunya. Kelainan Ekshibisionistik
diklasifikasikan dalam kategori Kelainan Paraphilic yang lebih besar. Mayoritas

6
peserta pameran adalah laki-laki; dan orang-orang dengan kelainan dapat dengan
sengaja mengatur untuk diamati saat berhubungan seks dengan orang lain.
Perilaku tersebut mungkin disengaja atau tidak disadari; dan gangguan tersebut
mungkin mulai bermanifestasi pada remaja akhir atau dewasa awal. DSM-5
menunjukkan bahwa meskipun semua orang dengan gangguan eksibisionis
memiliki pola perilaku seksual yang disebut eksibisionisme; tidak semua pelaku
memenuhi syarat untuk diagnosis ini (American Psychiatric Association, 2013).

Gejala Gangguan

DSM-5 menyatakan bahwa perilaku yang terkait dengan Gangguan


Pameran akan terjadi selama enam bulan, berulang dan menghasilkan gairah
seksual yang kuat dari pemaparan alat kelamin seseorang kepada orang asing atau
individu yang tidak curiga. Ini adalah dorongan seksual yang tidak terkendali
yang secara sengaja ditujukan untuk orang yang tidak peduli. Gangguan
Exhibitionistic mengakibatkan tekanan klinis yang signifikan dan merusak fungsi
sosial, pekerjaan dan / atau kehidupan normal lainnya. Penting bagi ahli
diagnostik untuk menentukan apakah perilaku paparan khusus untuk anak-anak
atau orang dewasa; dan lingkungan di mana ia paling mungkin terjadi.

Diagnosis yang akurat dari Gangguan Pameran seperti yang didefinisikan


oleh DSM-5 harus dimulai dengan riwayat pasien lengkap yang mencakup
penilaian status mentalnya; dan pemeriksaan fisik serta neurologis. Ini dilakukan
sebagai langkah pertama untuk membantu dalam evaluasi sementara
mengesampingkan patologi fisiologis atau psikologis utama lainnya. Pemeriksaan
psikologis akan memperhitungkan segala bukti penyalahgunaan zat dan gangguan
kormorbid. Sikap pasien tentang perilaku dan perasaannya tentang pelanggaran
dan korban juga harus diperhitungkan.

Pengobatan Kelainan Ekshibisionistik

Gangguan Eksibisi Eksistensial seperti yang dijelaskan dalam DSM-5


membutuhkan pengobatan yang umumnya merupakan kombinasi dari opsi
psikoterapi dan farmakologis.

7
Orang dewasa dengan gangguan eksibisionis telah berhasil dalam sesi
terapi kelompok yang menargetkan keterampilan sosial dan intervensi yang
menangani pelanggaran tambahan. Terapi kelompok juga telah membantu
menghambat remaja dengan memberikan keterampilan yang ditetapkan untuk
mengatasi rasa malu sebagai gejala gangguan pameran; dan sesi terapi satu-satu
telah membantu untuk semua dengan gangguan ini (Strack, Millon, 2013)

Farmakoterapi mungkin akan menyertai psikoterapi. Dokter dapat


meresepkan obat antidepresan / anti-kecemasan; terutama SSRI (inhibitor
reuptake serotonin selektif). Jika ini tidak terbukti efektif dalam mengurangi
perilaku eksibisionis, fantasi dan dorongan maka antiandrogen - atau obat yang
mencapai efeknya dengan memblokir testosteron hormon seks pria atau
menurunkan tingkat normal produksi testosteron tubuh - dapat ditentukan.

2. Fetishistic Disorder DSM-5 302.81 (F65.0)

Penggunaan kata Fetishist yang tercatat pertama kali pada tahun 1897,
untuk menunjukkan perilaku seseorang yang terangsang karena bagian tubuh, atau
objek tertentu (Harper, 2014). Fetishistic Disorder dalam DSM-5, diagnosis yang
ditujukan untuk individu yang mengalami gairah seksual dari benda-benda atau
bagian tubuh tertentu yang biasanya tidak dianggap erotis. Hampir semua bagian
tubuh atau benda bisa menjadi Fetish. Contohnya termasuk: pakaian, sepatu, kaus
kaki, sarung tangan, rambut, atau lateks (Comfort, 1987). Fetishists dapat
menggunakan artikel yang diinginkan untuk kepuasan seksual dengan tidak
adanya pasangan, dengan menyentuh, mencium, menjilati, atau masturbasi dengan
itu (Meston & Frohlich, 2013). Fetisisme terlihat hampir secara eksklusif pada
pria, dan 25% pria dengan Fetis adalah homoseksual (Meston dan Frohlich, 2013).

Gejala Gangguan Fetisisme

Menurut DSM-5, ada tiga kriteria untuk Fetishistic Disorder, dan empat
penentu yang dapat diterapkan:

8
A. Selama periode enam bulan, individu telah mengalami dorongan
seksual yang berfokus pada bagian tubuh non-genital, atau benda mati, atau
rangsangan lainnya, dan telah melakukan dorongan, fantasi, atau perilaku.

B. Fantasi, desakan, atau perilaku menyebabkan kesusahan, atau gangguan


dalam fungsi.

C. Benda fetisisme bukanlah barang pakaian yang digunakan dalam


balutan busana, atau alat rangsangan seksual, seperti vibrator.

Komorbiditas

DSM-5 menunjukkan bahwa Gangguan Fetishistik dapat menjadi penyerta


dengan Hiperseksualitas dan paraphillia lainnya. Gangguan Fetishistik juga dapat
terjadi dalam konteks gangguan neurologis, meskipun ini jarang terjadi (American
Psychiatric Association, 2013).

Perawatan untuk Gangguan Fetisisme

DSM-5 tidak menentukan opsi perawatan untuk Gangguan Fetishistik


(American Psychiatric Association, 2013). Jika etiologi gangguan adalah perilaku
yang dipelajari, CBT (Cognitive Behavioral Therapy) menggunakan bentuk
desensitisasi sistematis - paparan bertahap pada objek Fetishistic, ditambah
dengan respon netral, daripada respon seksual dapat bekerja untuk menurunkan
atau menghilangkan gairah seksual. terkait dengan suatu objek.

Dampak dari gangguan

Gangguan Fetisisme dapat memengaruhi hubungan intim. Jika Fetish tidak


hadir dalam hubungan seksual, itu dapat mengakibatkan disfungsi seksual, seperti
ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi (American
Psychiatric Association, 2013). Tercatat bahwa parafilia secara umum, termasuk
fetishisme, berkorelasi dengan gangguan psikososial umum, termasuk menjadi
korban pelecehan fisik, tingkat pendidikan yang lebih rendah, perawatan rawat
inap kesehatan mental atau penyalahgunaan obat-obatan, kecacatan,
pengangguran, keterlibatan dengan peradilan pidana, peningkatan risiko IMS

9
(Infeksi Menular Seksual) dan gangguan kesehatan mental komorbiditas (Marsh,
Odlaug, Thomarios, Davis, Buchanan, Meyer, & Grant, 2010). Perilaku kriminal
mungkin terkait dengan Gangguan Fetisisme, seperti melanggar dan masuk untuk
mencuri barang-barang pakaian, atau kontak yang tidak diinginkan, seperti
menyentuh kaki wanita asing di depan umum. Individu dengan Gangguan
Fetisisme mungkin mengalami rasa bersalah, malu, dan penghinaan jika mereka
tidak dapat menahan keinginan mereka dan bertindak di depan umum.

3. Frotteuristic Disorder DSM-5 302.89 (F65.81)

Frotteuristic Disorder adalah perilaku menyentuh atau menggosok-


gosokkan organ seksualnya terhadap orang lain yang tidak dikenal di tempat
umum untuk mendapatkan kenikmatan atau rangsangan seksual.

Gejala Gangguan Frotteuristic

Gejala-gejalanya harus ada selama minimal 6 bulan dan individu harus


mengalami tekanan yang signifikan atau dampak negatif pada fungsi. Juga harus
dicatat apakah individu berada dalam lingkungan yang terkendali, seperti
pelembagaan dengan akses terbatas kepada orang lain, atau dalam remisi penuh,
di mana desakan belum ditindaklanjuti dan kesulitan serta kerusakan belum terjadi
selama minimal 5 tahun (The American Psychiatric Association, 2013).

Diagnosis Gangguan Frotteuristik

Diagnosis gangguan frotteuristic dapat terjadi tanpa diikuti dengan


perilaku menyentuh selama tekanan yang cukup mengenai impuls dicatat.
Gangguan frotteuristic dapat didiagnosis baik pada individu yang secara bebas
mengungkapkan fantasi dan perilaku frotteuristic mereka, dan pada mereka yang
menyangkal salah satu dari dorongan mereka, perilaku yang dihasilkan, atau
keduanya, meskipun ada bukti kuat yang bertentangan (The American Psychiatric
Association, 2013).

Onset of Frotteuristic Disorder

10
Gejala awal dari sentuhan sembunyi-sembunyi dapat dimulai sedini akhir
masa remaja. Pada fase paling awal, remaja dapat bergesekan atau menyikat
anggota keluarga, teman sebaya, atau guru tanpa hasil dari gairah seksual,
meskipun perilaku ini dapat menimbulkan emosi menyenangkan non-seksual.
Perlu juga dicatat bahwa perilaku frotteuristic dapat terjadi karena melakukan
gangguan atau faktor lain tanpa memenuhi kriteria untuk gangguan frotteuristic.
(The American Psychiatric Association, 2013).

Prevalensi Gangguan Frotteuristik

Diperkirakan bahwa sebanyak 30% pria dewasa mungkin terlibat dalam


tindakan frotteuristic, dan 10-14% pria yang didiagnosis dengan gangguan
paraphil juga memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan frotteuristic.
Sementara diketahui bahwa gangguan frotteuristic jauh lebih umum di antara pria
daripada wanita, dengan tindakan yang paling umum dilakukan terhadap wanita,
statistik spesifik mengenai diagnosis wanita tidak tersedia (The American
Psychiatric Association, 2013).

Pengobatan Gangguan Frotteuristic

Pengobatan gangguan frotteuristic berfokus pada pengurangan dorongan


dan perilaku seksual melalui terapi perilaku, yang digunakan untuk
mengidentifikasi pemicu dan perilaku pengalihan, dan intervensi psikofarmasi
(The American Psychiatric Association, 2013).

4. Pedophilic Disorder DSM-5 302.2 (F65.4)

Pedophilic Disorder adalah DSM-5 diagnosis ditetapkan untuk orang


dewasa (didefinisikan sebagai usia 16 tahun ke atas) yang memiliki hasrat seksual
untuk anak-anak praremaja (American Psychiatric Association, 2013a)

Gejala Gangguan Pedofilik

Menurut DSM-5, ada tiga kriteria :

11
• Seseorang yang telah membangkitkan fantasi tentang, dorongan
untuk, atau perilaku dengan anak praremaja atau anak-anak.

• Individu telah memerankan hasrat seksual ini, atau sedang


mengalami kesulitan atau kesulitan yang signifikan sebagai akibat dari hasrat-
hasrat ini.

• Individu tersebut berusia 16 tahun, dan setidaknya lima tahun lebih


tua daripada anak atau anak-anak yang disebutkan dalam Kriteria A.

Onset

DSM-5 mencatat bahwa laki-laki dengan Gangguan Pedofilik


mulai merasakan ketertarikan seksual terhadap anak-anak tentang masa pubertas
(American Psychiatric Association, 2013a).

Komorbiditas

DSM-5 menunjukkan bahwa Gangguan Pedofilik dapat menjadi penyerta


dengan gangguan penyalahgunaan zat, gangguan bipolar, gangguan depresi,
gangguan kecemasan, dan paraphilias lainnya (American Psychiatric Association,
2013a).

Perawatan untuk Gangguan Pedofilik

DSM-5 tidak menentukan opsi perawatan untuk (American Psychiatric


Association, 2013a). Secara umum, Gangguan Pedofilik tidak dapat diterima oleh
Psikoterapi, meskipun banyak metode telah dicoba, termasuk model Relapse-
Prevention, dan CBT (Cognitive Behavioral Therapy). Farmakoterapi
menggunakan estrogen atau SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors)
untuk menekan hasrat seksual, dan pengebirian. Penelitian telah menunjukkan
bahwa hasil jangka panjang dalam hal residivisme lebih buruk bagi pelanggar
yang menerima terapi Pencegahan Kambuh (Harvard University, 2010).

Farmakoterapi melibatkan kepatuhan dengan minum obat, dan


pemantauan dan pengawasan kepatuhan, tugas-tugas yang mungkin tidak

12
memiliki cukup staf untuk melakukan perbaikan. Pengebirian fisik pelanggar seks
dipraktikkan di Amerika Serikat hingga 1975 (Scharf, 1989), dan pada 2012, di
sembilan negara, pengebirian kimia melalui penggunaan estrogen sintetik dapat
digunakan, di beberapa negara sebagai syarat untuk mendapatkan status
pembebasan bersyarat. Namun, bahkan pengebirian mungkin tidak menghalangi
pelaku yang gigih dan gigih, karena mereka akan menggunakan benda asing untuk
melakukan penetrasi, menonton orang lain melakukan pelanggaran terhadap
korban, atau menonton video atau gambar porno. Perbedaannya adalah bahwa
keinginan sesat ada dalam pikiran pelaku, bukan tubuh. Opsi yang paling layak
saat ini adalah penahanan jangka panjang, dan pemantauan dan pengawasan pasca
pelepasan (Universitas Harvard, 2010) melalui pembebasan bersyarat atau tahanan
Rumah (jika berlaku karena ini tidak tersedia di semua yurisdiksi).

Dampak dari gangguan

Gangguan Pedofilik berpotensi berdampak pada banyak area fungsi.


Mereka dengan Gangguan Pedofilik biasanya menjalani kehidupan ganda. Mereka
menjaga kerahasiaan, menghadirkan gambaran tentang kenormalan, kehormatan,
tanggung jawab, dan fungsi seksual orang dewasa. Beberapa menikah dan
memiliki keluarga, dan bahkan pasangan mereka tidak menyadari keinginan dan
kegiatan mereka yang menyimpang. (Salter, 2003).

Perbedaan diagnosa

Ada aturan diagnostik untuk dokter untuk mempertimbangkan untuk


Pedophilic Disorder. Dalam DSM -5, dicatat bahwa OCD (Obsessive Compulsive
Disorder) dapat menyebabkan pikiran seksual intrusi, tidak sadar, ego-dystonic
anak-anak, tetapi seseorang dengan OCD menganggap pikiran dan gambar ini
membenci, dan sesuai dengan kriteria diagnostik DSM-5 untuk OCD, melakukan
upaya untuk menolak atau mengabaikan mereka. DSM 5 menyatakan bahwa
seseorang yang lebih menyukai orang dewasa secara seksual, dapat terlibat dalam
perilaku seksual dengan seorang anak ketika berada di bawah pengaruh obat-
obatan atau alkohol (American Psychiatric Association, 2013a). Sementara DSM-

13
5 membedakan perilaku ini dari Gangguan Pedofilik, dapat dikatakan bahwa efek
disinhibitif suatu zat akan membebaskan keinginan yang menyimpang dari
keinginan individu yang tertindas saat mabuk.

5. Sexual Masochism Disorder DSM-5 302.83 (F65.51)

Masokis merupakan bagian dari kelainan seksual atau parafilia. Kalainan


parafilia sendiri terkait dengan dorongan, perilaku, fantasi, dan keinginan untuk
membangkitkan gairah seksual yang kuat melalui perilaku seks yang
menyimpang. Kelainan seksual ini dapat dan berpotensi melukai diri sendiri dan
orang lain. Pelaku masokis seksual bisa mewujudkan hasrat dari fantasi
seksualnya dengan cara menyakiti diri sendiri. Tak jarang pula pelaku masokis
baraksi dengan pasangannya yang memiliki perilaku sadistis, yakni suatu kelainan
seksual di mana seseorang mengalami kepuasan seksual ketika menyakiti
pasangannya secara fisik dan psikis. Kebanyakan pelaku sadistis terkait dengan
masokis seksual untuk mendapatkan kepuasan secara timbal balik. Pelaku sadistis
bisa mendapatkan kepuasan dengan menyakiti pasangannya, sedangkan masokis
bisa merasa puas saat dirinya disakiti atau direndahkan.

Salah satu bentuk perilaku masokis seksual yang paling berbahaya adalah
asfiksia seksual. Pelaku masokis akan merasa terangsang dan mendapat kepuasan
seksual dengan cara dicekik, atau dijerat dengan menggunakan tali, kantung
plastik, bahan kimia, atau memberikan tekanan pada area dada. Bentuk masokis
jenis ini tidak jarang berakibat fatal, bahkan hingga menyebabkan kematian.

Menurut DSM-5, ada dua kriteria untuk sexual masochism disorder:

A. Selama periode setidaknya 6 bulan, gairah seksual berulang dan


intens dari tindakan dihina, dipukuli, diikat, atau dibuat menderita, sebagaimana
dimanifestasikan oleh fan-

B. Fantasi, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan tekanan


atau gangguan, dorongan, atau perilaku yang signifikan secara klinis. di bidang
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

14
DSM-5 menyatakan bahwa fitur-fiturpendukung adalah penggunaan luas
pornografi yang melibatkan tindakan dipermalukan, dipukuli, diikat, atau dengan
cara lain dibuat untuk menderita kadang-kadang merupakan fitur yang
diasosiasikan dengan gangguan massochism seksual. Gangguan masokisme
seksual per definisi membutuhkan satu atau lebih faktor yang berkontribusi, yang
dapat berubah seiring waktu dengan atau tanpa pengobatan. Ini termasuk tekanan
subyektif (mis., Rasa bersalah, malu, frustrasi seksual, kesepian), morbiditas
psikiatris, hiperseksualitas dan impulsif seksual, dan gangguan psikososial. Oleh
karena itu, perjalanan gangguan masokisme seksual cenderung bervariasi dengan
usia. Usia lanjut cenderung memiliki efek pengurangan yang sama pada
preferensi seksual yang melibatkan masokisme seksual seperti halnya pada
perilaku seksual para- philic atau normophilic lainnya. Gangguan Masokisme
Seksual Konsekuensi fungsional dari gangguan masokisme seksual tidak
diketahui. Namun, maschochis beresiko meninggal karena kecelakaan saat
mempraktikkan asfiksiaofilia atau prosedur autoerotik lainnya. Gangguan yang
terjadi bersamaan dengan gangguan masokisme seksual biasanya termasuk
gangguan paraphilic lainnya, seperti fetishisme transvestik.

6. Sexual Sadism Disorder DSM-5 302.84 (F65.52)

Gangguan sadisme seksual adalah kondisi mengalami gairah seksual


dalam menanggapi rasa sakit yang ekstrem, penderitaan, atau penghinaan orang
lain. Beberapa istilah lain telah digunakan untuk menggambarkan kondisi
tersebut, dan kondisi tersebut mungkin tumpang tindih dengan kondisi lain yang
melibatkan rasa sakit. Ini berbeda dari situasi di mana individu yang memberikan
persetujuan menggunakan rasa sakit ringan atau simulasi atau penghinaan untuk
kesenangan seksual. Kata-kata sadisme dan sadis berasal dari Marquis de Sade.

DSM-5 menyatakan ada dua kriteria yang terdapat pada gangguan sexual
sadism disorder yaitu :

15
A. Selama periode setidaknya 6 bulan, gairah seksual berulang dan
intens dari penderitaan fisik atau psikologis orang lain, seperti yang
dimanifestasikan oleh fantasi, dorongan, atau perilaku.

B. Individu telah bertindak atas dorongan seksual ini dengan


nonkonsentrasi. orang, atau dorongan atau fantasi seksual menyebabkan tekanan
atau gangguan signifikan secara sosial dalam bidang sosial, pekerjaan, atau bidang
fungsi penting lainnya.

Diagnostik untuk gangguan sadisme seksual dimaksudkan untuk yang


secara bebas mengakui memiliki kepentingan parafilik dan untuk mereka yang
menyangkal minat seksual apa pun dalam penderitaan fisik atau psikologis orang
lain meskipun ada bukti objektif yang substansial yang bertentangan. Fitur Terkait
Diagnosis Pendukung Penggunaan luas pornografi yang melibatkan penderitaan
rasa sakit dan penderitaan kadang-kadang merupakan fitur terkait gangguan
sadisme seksual.

Diagnosis Banding Banyak kondisi yang dapat menjadi diagnosis banding


untuk gangguan sadisme seksual (mis. Gangguan kepribadian antisosial,
gangguan masokisme seksual, hiperseksualitas, gangguan penggunaan zat)
kadang-kadang terjadi juga sebagai diagnosis komorbiditas. Oleh karena itu,
perlu untuk secara hati-hati mengevaluasi bukti untuk gangguan sadisme seksual,
menjaga kemungkinan paraphilias lain atau gangguan mental sebagai bagian dari
diagnosis banding. Mayoritas individu yang aktif dalam jaringan komunitas yang
mempraktikkan perilaku sadis dan masok tidak menunjukkan ketidakpuasan
terhadap minat seksual mereka, dan perilaku mereka tidak akan memenuhi kriteria
DSM-5 untuk gangguan sadisme seksual. Minat sadis, tetapi bukan kelainan,
dapat dipertimbangkan dalam diagnosis banding. komorbiditas dengan kelainan
sadisme seksual sebagian besar didasarkan pada individu (hampir semua laki-laki)
yang dihukum karena tindakan kriminal yang melibatkan korban sadis. Oleh
karena itu, komorbiditas ini mungkin tidak berlaku untuk semua individu yang
tidak pernah terlibat dalam aktivitas sadis dengan korban yang tidak melakukan
konseling tetapi yang memenuhi syarat untuk diagnosis seksual terhadap

16
gangguan sadisme tanpa konseling berdasarkan pada tekanan subjektif atas minat
seksual mereka. Gangguan yang biasanya komorbiditas dengan kelainan sadisme
seksual termasuk kelainan paraphilic lainnya.

7. Transvestic Disorder 302.3 (F65.1)

Fetishisme transvestik adalah diagnosis psikiatrik yang diterapkan pada


mereka yang dianggap memiliki minat seksual atau erotis berlebihan dalam
berpakaian lintas minat ini sering diekspresikan dalam perilaku autoerotik. Ini
berbeda dari cross-dressing untuk hiburan atau tujuan lain yang tidak melibatkan
gairah seksual, dan dikategorikan sebagai paraphilia dalam Manual Diagnostik
dan Statistik Gangguan Mental. Gairah seksual dalam menanggapi mengenakan
pakaian khas seks adalah homeovestisme.

DSM-5 menyatakan bahwa ada dua kriteria dalam menentukan transvestic


disorder yaitu :

A. Selama periode setidaknya 6 bulan, gairah seksual berulang dan


intens dari cross-dressing, sebagaimana dimanifestasikan oleh fantasi, dorongan,
atau perilaku.

B. Fantasi, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan tekanan


atau gangguan signifikan secara sosial dalam bidang sosial, pekerjaan, atau bidang
fungsi penting lainnya.

Dengan ditentukan jika,

Dengan fetisisme: Jika terangsang secara seksual oleh kain, bahan, atau
pakaian. Dengan autogynephllia: Jika terangsang secara seksual oleh pikiran atau
gambar diri sebagai wanita.

Tetapkan jika: Dalam lingkungan yang terkontaminasi: Spesifikator ini


terutama berlaku untuk individu yang tinggal di lingkungan kelembagaan atau
lainnya di mana peluang untuk melakukan cross-dress dibatasi. Dalam remisslon
penuh: Tidak ada kesulitan atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi lainnya selama setidaknya 5 tahun saat berada dalam lingkungan yang

17
tidak terkendali. Pada DSM-5 menentukan bahwa Keberadaan fetishisme
mengurangi kemungkinan disforia gender pada pria dengan gangguan transvestik.
Kehadiran autogynephilia meningkatkan kemungkinan disforia gender pada pria
dengan gangguan transvestic. Gangguan transvestik tidak berlaku untuk semua
individu yang berpakaian sebagai lawan jenis, bahkan mereka yang melakukannya
dengan kebiasaan. Ini berlaku untuk individu yang melakukan cross-dressing atau
pemikiran mengenai cross-dressing selalu atau sering disertai dengan gairah
seksual (Kriteria A) dan yang secara emosional tertekan oleh pola ini atau merasa
itu merusak fungsi sosial atau interpersonal (Kriteria B).

DSM-5 juga menyatakan bahwa fitur pendukung pada transvstik disorder


adalah Gangguan transvestik pada pria sering disertai dengan autogynephilia
(misalnya, Kecenderungan para pria untuk secara seksual terangsang oleh
pemikiran atau citra dirinya sebagai seorang wanita). Fantasi dan perilaku
autogynephilic dapat fokus pada gagasan memamerkan fungsi-fungsi fisiologis
wanita (misalnya, Laktasi, menstruasi), terlibat dalam perilaku stereotip feminin
(mis., Rajutan), atau memiliki anatomi wanita (misalnya, Payudara).

Menurut DSM-IV, fetisisme ini terbatas pada pria heteroseksual; namun,


DSM-5 tidak memiliki batasan ini, dan membukanya untuk wanita dan pria
dengan minat ini, terlepas dari orientasi seksual mereka. Ada dua kriteria kunci
sebelum diagnosis psikiatrik "fetisisme transvestik" dibuat:

Individu harus terangsang secara seksual dengan tindakan berpakaian


silang.

Individu harus mengalami tekanan atau gangguan yang signifikan - secara


sosial atau pekerjaan - karena perilaku mereka.

8. Other Specified Paraphilic Disorder 302.89 (F65.89)

Gangguan paraphilic spesifik lainnya adalah istilah yang digunakan oleh


edisi kelima Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5) untuk

18
merujuk ke salah satu dari banyak gangguan paraphil lainnya yang tidak
disebutkan secara eksplisit dalam manual.

Terdapat beberapa contoh dalam DSM-5 adalah scatologia telepon,


necrophilia, zoophilia, coprophilia, klismaphilia, dan urophilia. Partialisme
dianggap sebagai Paraphilia NOS dalam DSM-IV, tetapi dimasukkan ke dalam
gangguan fetishistik oleh DSM-5. Agar dapat didiagnosis, minat harus berulang
dan intens, hadir setidaknya selama enam bulan, dan menyebabkan tekanan atau
gangguan yang nyata pada area fungsi yang penting. Ketika paraphilia spesifik
tidak dapat diidentifikasi atau dokter memilih untuk tidak menentukannya karena
alasan lain, diagnosis gangguan paraphil yang tidak spesifik dapat digunakan
sebagai gantinya.

9. Gangguan Paraphilic Tidak Tertentu 302.9 (F65.9)

Kategori ini berlaku untuk presentasi di mana gejala karakteristik


gangguan paraphilic yang menyebabkan tekanan signifikan atau gangguan klinis,
sosial, pekerjaan, atau bidang fungsi penting lainnya mendominasi tetapi tidak
memenuhi kriteria penuh untuk setiap dari gangguan di kelas diagnostik
gangguan paraphilic. Kategori gangguan paraphil yang tidak spesifik digunakan
dalam situasi di mana dokter memilih untuk tidak menentukan alasan bahwa
kriteria tidak terpenuhi untuk gangguan paraphil tertentu, dan termasuk presentasi
di mana ada informasi yang tidak mencukupi untuk membuat diagnosis yang lebih
spesifik.

C. Gender Dysphoria (Gangguan Identitas Gender)


1. Pengertian
Gangguan identitas gender atau gangguan identitas jenis kelamin
sering dibahas berdasarkan pengertian pada orang-orang yang merasa

19
salah dengan jenis kelamin yang dibawanya sejak lahir. Sebagaimana
ketentuan dari tugas masing-masing jenis kelamin seperti jenis kelamin
wanita harus feminis sedangkan jenis kelamin laki-laki harus maskulin.
Beberapa orang mengalami kesulitan dalam jenis kelamin mereka,
beberapa ada yang sampai melakukan transgender atau pergantian alat
kelamin, beberapa bertahan dengan alat kelamin mereka namun dengan
berpakaian sebaliknya dari tugas jenis kelamin mereka.
Menurut DSM-V menyebutkan bahwa pengertian identitas gender
adalah kategori identitas sosial dan mengacu pada identifikasi individu
sebagai pria, wanita, atau, kadang-kadang, beberapa kategori selain pria
atau wanita. Disforia gender sebagai istilah deskriptif umum mengacu
pada afektif individu atau ketidakpuasan kognitif dengan jenis kelamin
yang ditugaskan tetapi lebih spesifik didefinisikan ketika digunakan
sebagai kategori diagnosis. Sedangkan bedanya dengan transgender,
Transgender mengacu pada spektrum luas individu yang melakukan trans
dengan mengidentifikasi secara lemah atau terus-menerus dengan gender
yang berbeda dari gender kelahiran mereka. Transeksual menunjukkan
seseorang yang mencari, atau telah mengalami, transisi sosial dari pria ke
wanita atau wanita ke laki-laki, yang dalam banyak kasus, tetapi tidak
semua, juga melibatkan transisi somatik oleh pengobatan hormon lintas-
seks dan operasi genital (operasi penggantian kelamin).
Pada gender dysphoria mengacu pada kesulitan yang mungkin
menyertai ketidaksesuaian di antara kedua jenis kelamin seseorang yang
berpengalaman atau tersurat dan jenis kelamin yang ditugaskan seseorang.
Meski tidak semua individu akan mengalami kesulitan sebagai akibat dari
ketidaksesuaian seperti itu, banyak yang tertekan jika intervensi fisik yang
diinginkan melalui hormon atau pembedahan tidak tersedia. Istilah saat ini
lebih deskriptif daripada istilah identitas gender DSM-IV sebelumnya dan
berfokus pada disforia sebagai masalah klinis, bukan identitas semata.

2. Diagonis atau Tipe Gender Dysphoria

20
A. Diagnostis Gender Dysphoria Pada Anak 302.6 (F64.2)
a. Ketidaksesuaian yang nyata antara gender yang dialami /
diekspresikan dan ditugaskan jenis kelamin pada masa anak-
anak, dengan durasi setidaknya 6 bulan. Sebagaimana
dinyatakan oleh setidaknya enam simtom dari beberapa simtom
berikut ini:
1. Keinginan kuat untuk menjadi jenis kelamin lain atau
desakan bahwa satu adalah gen yang lain (atau jenis
kelamin alternatif berbeda dari jenis kelamin yang
ditugaskan seseorang)
2. Pada anak laki-laki (jenis kelamin yang ditugaskan),
preferensi yang kuat untuk berpakaian silang (memakai
pakaian anak perempuan) atau mensimulasikan pakaian
laki-laki pada anak perempuan (jenis kelamin yang
ditugaskan), preferensi yang kuat untuk hanya mengenakan
pakaian maskulin khas dan resistensi yang kuat untuk
mengenakan pakaian khas feminim.
3. Preferensi kuat untuk peran lintas gender dalam drama
khayalan atau khayalannya
4. Preferensi kuat untuk mainan, permainan, atau kegiatan
yang secara stereotip digunakan atau terjebak oleh jenis
kelamin lainnya
5. Preferensi kuat untuk teman bermain dari jenis kelamin lain
6. Pada anak laki-laki (jenis kelamin yang ditugaskan),
penolakan yang kuat terhadap mainan, game yang biasanya
maskulin dan kegiatan serta penghindaran yang kuat dari
permainan kasar dan jatuh; atau pada anak perempuan
(jenis kelamin yang ditugaskan), penolakan yang kuat
terhadap mainan, game, dan aktivitas yang biasanya
feminin

21
7. Ketidaksukaan yang kuat terhadap anatomi seksual
seseorang
8. Keinginan kuat untuk karakteristik seks primer atau
sekunder yang cocok dengan jenis kelamin seseorang yang
berpengalaman
b. Kondisi pada gangguan identitas gender pada anak-anak ini
terkait dengan distres atau gangguan sosial yang signifikan
secara klinis, sekolah, atau bidang fungsi penting lainnya.
Ditentukan jika; dengan suatu gangguan perkembangan seks
(misalnya, gangguan adrenogenital bawaan seperti sebagai
255,2 [E25.0] hiperplasia adrenal bawaan atau 259,50 [E34.50]
androgen insensi sindrom tivitas)

B. Dysphoria Gender Pada Remaja Dan Orang Dewasa 302.85


(F64.1)
a. Ketidaksesuaian yang nyata antara gender yang dialami /
diekspresikan dan ditugaskan jenis kelamin, dengan durasi
minimal 6 bulan. Sebagaimana dinyatakan oleh setidaknya dua
simtom dari berikut ini:
1. Ketidaksesuaian yang nyata antara gender yang dialami
atau diekspresikan dan prikara kteristik seks sekunder atau
sekunder (atau pada remaja muda, antisi-karakteristik seks
sekunder yang dikuatkan)
2. Keinginan kuat untuk menyingkirkan karakteristik seks
primer dan / atau sekunder seseorang penyebab
ketidaksesuaian yang ditandai dengan gender yang dialami
/ diekspresikan seseorang (atau dalam masa remaja muda,
keinginan untuk mencegah perkembangan yang diantisipasi
kedua karakteristik seks tersebut)
3. Keinginan kuat untuk karakteristik seks primer atau
sekunder dari yang jenis kelamin yang berbeda

22
4. Keinginan kuat untuk menjadi jenis kelamin lain (atau jenis
kelamin alternatif jenis kelamin berbeda yang ditugaskan)
5. Keinginan kuat untuk diperlakukan sebagai jenis kelamin
lain (atau jenis kelamin alternatif lain dari jenis kelamin
yang ditugaskan)
6. Keyakinan yang kuat bahwa seseorang memiliki perasaan
dan reaksi khas gender lain (atau jenis kelamin alternatif
berbeda dari jenis kelamin yang ditugaskan).
b. Kondisi ini terkait dengan distres atau gangguan sosial yang
signifikan secara klinis, occupationali atau bidang fungsi
penting lainnya.

Ditetapkan jika:
1. Dengan kelainan perkembangan seks (misalnya, kelainan
adrenogenital bawaan semacam itu sebagai 255,2 [E25.0]
hiperplasia adrenal bawaan atau 259,50 [E34.50] androgen
insensi sindrom tivitas)
2. Posttransttion: Individu telah beralih ke kehidupan penuh
waktu dalam jenis kelamin yang diinginkan (dengan atau tanpa
legalisasi perubahan gender) dan telah mengalami (atau sedang
bersiap untuk memiliki) setidaknya satu prosedur medis atau
rejimen pengobatan lintas jenis kelamin – yaitu, regu
pengobatan hormon lintas jenis kelamin atau operasi
penggantian kelamin yang mengonfirmasi yang diinginkan
jenis kelamin (missal: penektomi, vaginoplasti pada kelahiran
pria; mastektomi atau phalloplasty pada kelahiran wanita).

3. Spesifikasi atau Penentu Post-transttion

23
Penentu posttransisi dapat digunakan dalam konteks prosedur
perawatan lanjutan yang berfungsi untuk mendukung penugasan gender
yang baru.

4. Fitur Diagnosis Gender Dysphoria


Individu dengan disforia gender memiliki ketidaksesuaian yang
mencolok antara jenis kelamin mereka yang telah ditugaskan (biasanya
saat lahir, disebut sebagai gender lahir) dan gender yang diungkapkan.
Perbedaan ini adalah komponen inti dari diagnosis. Pasti ada juga yang
menjadi bukti kesusahan tentang ketidaksesuaian ini. Jenis kelamin yang
berpengalaman dapat mencakup identitas gender alternatif di luar stereotip
biner. Akibatnya, kesulitannya tidak terbatas pada keinginan untuk sekadar
menjadi jenis kelamin lain, tetapi dapat mencakup keinginan untuk
menjadi seorang gender alternatif, asalkan berbeda dari gender yang
ditugaskan individu.
Disforia gender memanifestasikan dirinya secara berbeda pada
kelompok umur yang berbeda. Kelahiran prapubertas anak perempuan
dengan disforia gender dapat mengekspresikan keinginan untuk menjadi
anak laki-laki, menyatakan bahwa mereka adalah anak laki-laki, atau
mereka akan tumbuh menjadi seorang pria. Mereka lebih suka pakaian dan
gaya rambut anak laki-laki, sering dianggap oleh orang asing sebagai anak
laki-laki, dan mungkin meminta untuk dipanggil dengan nama anak laki-
laki. Biasanya, mereka memainkan reaksi negatif yang intens terhadap
upaya orang tua untuk meminta mereka mengenakan gaun atau pakaian
feminine lainnya. Beberapa mungkin menolak untuk menghadiri sekolah
atau acara sosial di mana pakaian tersebut yang dibutuhkan. Para gadis
remaja dapat menunjukkan identifikasi lintas gender dalam permainan
peran, mimpi, dan fantasi. Kontak olahraga, permainan kasar dan tidak
teratur, permainan masa kanak-kanak tradisional, dan anak laki-laki
sebagai teman bermain paling sering disukai. Mereka menunjukkan sedikit
minat stereotip mainan feminin (misal Boneka) atau kegiatan (misal

24
pakaian feminin atau permainan peran). Kadang, mereka menolak untuk
buang air kecil dalam posisi duduk. Beberapa perempuan dengan gender
sejak lahir mungkin menyatakan keinginan untuk memiliki penis atau
mengklaim memiliki penis atau bahwa mereka akan tumbuh satu ketika
lebih tua. Mereka mungkin juga menyatakan tidak ingin mengembangkan
payudara atau menstruasi.
Anak laki-laki pada prapubertas dengan disforia gender dapat
mengekspresikan keinginan untuk menjadi seorang gadis atau menyatakan
diri mereka adalah seorang gadis atau bahwa mereka akan tumbuh menjadi
seorang wanita. Mereka memiliki preferensi untuk berpakaian dalam
pakaian anak perempuan atau perempuan atau dapat berimprovisasi
pakaian dari bahan yang tersedia (misal, menggunakan handuk, celemek,
dan syal untuk rambut panjang atau rok). Anak-anak itu mungkin berperan
bermain tokoh perempuan (misalnya, bermain peran sebagai “ibu”) dan
sering sangat tertarik pada tokoh perempuan yang fantasi. Kegiatan
feminin tradisional, permainan stereotip, dan hiburan (misalnya,”bermain
rumah-rumahan”; menggambar gambar feminin; menonton televisi atau
video favorit karakter laki-laki) yang paling sering disukai. Boneka tipe
perempuan stereotipikal (misal Barbie) adalah seringkali mainan favorit,
dan anak perempuan adalah teman bermain pilihan mereka. Mereka
menghindari jatuh saat bermain dan olahraga kompetitif dan memiliki
sedikit minat pada mainan maskot stereotip (misalnya, mobil, truk).
Beberapa dari mereka mungkin berpura-pura tidak memiliki penis dan
bersikeras duduk untuk buang air kecil.
Pada orang dewasa dengan disforia gender, sering ada perbedaan
antara jenis kelamin yang dialami dan karakteristik seks fisik, tetapi tidak
selalu, disertai dengan keinginan untuk dihilangkan karakteristik seks
primer dan / atau sekunder dan / atau keinginan yang kuat untuk
memperoleh beberapa nilai karakteristik seks primer dan / atau sekunder
dari jenis kelamin lainnya. Untuk tingkat yang berbeda-beda, orang
dewasa dengan gender dysphoria dapat mengadopsi perilaku, pakaian, dan

25
tingkah laku gender yang berpengalaman. Mereka merasa tidak nyaman
dianggap oleh orang lain, atau berfungsi dalam masyarakat, sebagai
anggota gender yang ditugaskan untuk mereka. Beberapa orang dewasa
mungkin memiliki keinginan kuat untuk menjadi jenis kelamin yang
berbeda dan diperlakukan seperti itu, dan mereka mungkin memiliki
kepastian batin untuk merasakan dan kembali sebagai gender
berpengalaman tanpa mencari perawatan medis untuk mengubah tubuh
karakteristik. Mereka mungkin menemukan cara lain untuk menyelesaikan
ketidaksesuaian antara yang berpengalaman /mengekspresikan dan
menetapkan jenis kelamin dengan sebagian hidup dalam peran yang
diinginkan atau dengan mengadopsi gender peran baik laki-laki
konvensional maupun perempuan konvensional.

5. Fitur Terkait Diagnosis Pendukung


Ketika tanda-tanda pubertas terlihat, anak laki-laki yang baru
beranjak remaja dapat mencukur kaki mereka pada tanda-tanda pertama
pertumbuhan rambut. Mereka terkadang mengikat alat kelamin mereka
untuk membuat ereksi kurang terlihat. Gadis mungkin mengikat payudara
mereka, berjalan dengan beranda, atau menggunakan sweater longgar
untuk membuat payudara kurang terlihat. Semakin banyak, permintaan
remaja, atau dapat memperoleh tanpa resep medis dan pengawasan,
penekan hormon (“blocker”) steroid gonad (misalnya, pelepasan
gonadotropin) hormon [GnRH] analog, spironolakton). Remaja yang
dirujuk secara klinis sering menginginkan perawatan hormon dan banyak
juga yang menginginkan operasi penggantian kelamin.
Remaja yang tinggal dilingkungan yang menerima dapat secara
terbuka menyatakan keinginan untuk diperlakukan sebagai pengalaman
gender dan pakaian sebagian atau seluruhnya sebagai jenis kelamin yang
berpengalaman, memiliki tipe gaya rambut dari gender yang
berpengalaman, lebih suka mencari pertemanan dengan rekan-rekan dari

26
jenis kelamin lainnya, dan / atau mengadopsi nama depan baru yang
konsisten dengan gender yang berpengalaman.
Remaja yang lebih tua, ketika aktif secara seksual, biasanya tidak
menunjukkan atau membiarkan pasangan menyentuh organ seksual
mereka. Untuk orang dewasa dengan keengganan terhadap alat kelamin
mereka, aktivitas seksual dibatasi oleh preferensi bahwa alat kelamin
mereka tidak terlihat atau disentuh oleh pasangan mereka. Beberapa orang
dewasa mungkin mencari hormon pengobatan (kadang-kadang tanpa resep
dan pengawasan medis) dan penugasan kembali gender pembedahan.
Yang lain puas dengan perawatan hormon atau operasi saja. Remaja dan
orang dewasa dengan disforia gender sebelum penggantian kelamin berada
dirisiko yang meningkat untuk ide bunuh diri, upaya bunuh diri, dan
bunuh diri. Setelah gender dipindahkan, penyesuaian dapat bervariasi, dan
risiko bunuh diri dapat bertahan.

6. Prevalensi Gender Dysphoria


Untuk pria dewasa awal, prevalensi berkisar antara 0,005% hingga
0,014%, dan untuk wanita dewasa awal, dari 0,002% menjadi 0,003%.
Karena tidak semua orang dewasa mencari terapi hormon dan bedah
setelah masuk ke klinik khusus, angka ini kemungkinan terlalu rendah.
Seks berbeda tingkat rujukan ke klinik khusus bervariasi berdasarkan
kelompok umur. Pada anak-anak, rasio jenis kelamin antara laki-laki dan
perempuan berkisar antara 2: 1 hingga 4.5: 1. Pada remaja, rasio jenis
kelamin mendekati paritas; pada dewasa, rasio jenis kelamin lebih disukai
laki-laki yang lahir, dengan rasio mulai dari 1: 1 hingga 6.1: 1. Dalam dua
negara yang melakukan percobaan, rasio jenis kelamin nampaknya
mendukung perempuan kelahiran (Jepang: 2.2: 1; Polandia: 3.4: 1).

7. Pengembangan dan Arah Gender Dysphoria


Pengembangan dan arah gender dysphoria terbagi menjadi dua:
a. Disforia gender tanpa gangguan perkembangan seks

27
Untuk anak-anak yang dirujuk ke klinik, timbulnya perilaku
lintas gender biasanya antara usia 2 dan 4 tahun. Ini sesuai
dengan periode waktu perkembangan di mana anak yang paling
berkembang biasanya mulai exmenekan perilaku dan
kepentingan gender. Untuk beberapa anak usia prasekolah,
keduanya mungkin perilaku lintas gender dan keinginan yang
diungkapkan untuk menjadi gender lain mungkin hadir, atau,
lebih jarang, pelabelan diri sebagai anggota jenis kelamin lain
dapat terjadi. Di beberapa kasus, keinginan yang diungkapkan
untuk menjadi jenis kelamin lainnya muncul kemudian, biasanya
pada saat masuk sekolah dasar. Sebagian kecil anak-anak
mengekspresikan ketidaknyamanan dengan anatomi seksual
mereka atau akan menyatakan keinginan untuk memiliki anatomi
seksual yang sesuai dengan yang gender berpengalaman
(“anatomi dysphoria”). Ekspresi dysphoria anatomi menjadi
lebih sebagai anak-anak dengan pendekatan disforia gender dan
mengantisipasi pubertas. Tingkat kegigihan disforia gender sejak
kecil hingga remaja atau dewasa berbeda. Pada laki-laki,
kegigihan berkisar antara 2,2% hingga 30%. Pada wanita,
kegigihan berkisar antara 12% hingga 50%.
b. Disforia jender dengan gangguan perkembangan seks
Kebanyakan individudengan kelainan perkembangan seks
yang mengembangkan disforia gender telah terjadi perhatian
medis pada usia dini. Bagi banyak orang, mulai saat lahir,
masalah penugasan gender dibesarkan oleh dokter dan orang tua.
Selain itu, infertilitas cukup umum untuk kelompok, dokter lebih
bersedia untuk melakukan perawatan hormon seks dan operasi
kelamin sebelum dewasa. Gangguan perkembangan seks pada
umumnya sering dikaitkan dengan gender-atypiperilaku dimulai
sejak anak usia dini. Namun, dalam sebagian besar kasus, ini
tidak menyebabkan disforia gender. Sebagai individu dengan

28
gangguan perkembangan seks menjadi menyadari sejarah dan
kondisi medis mereka, banyak yang mengalami ketidakpastian
tentang gender mereka, sebagai lawan mengembangkan
keyakinan bahwa mereka adalah gender lain. Bagaimana pernah,
sebagian besar tidak berkembang menjadi transisi gender.
Disforia gender dan transisi gender dapat sangat bervariasi
sebagai fungsi dari gangguan perkembangan seks, tingkat
keparahannya, dan sebagai gender yang ditugaskan sejak lahir.

8. Faktor Resiko dan Prognosis


Faktor resiko dan prognosis gender dysphoria terbagi menjadi tiga:
a. Temperamental (Emosional)
Dipengaruhi sejak masa awal sekolah dan berkembang
ketika anak-anak tersebut memasuki masa remaja sehingga
semakin meningkatkan emosi yang sudah ada sejak masa kanak-
kanak.
b. Environmental (Lingkungan)
Pada lingkungan tempat tinggalnya lebih banyak atau
dominan jenis kelamin yang berbeda dengannya. Misal seorang
anak perempuan hanya memiliki banyak kakak laki-laki, tidak
memiliki ibu hanya dirawat oleh ayah. Faktor tersebut lah yang
bisa memicu gender dysphoria.
c. Genetic and physiological (Faktor keturunan dan fisiologis)
Faktor lain bisa berupa faktor keturunan dan fisiologis.
Disebutkan bahwa hubungan intim sesama saudara bisa menjadi
salah satu faktor untuk bayi yang akan dilahirkan, serta faktor
lain yang merupakan adanya kecacatan pada kromosom XY
ketika masa kehamilan.

9. Masalah Diagnosis Terkait Budaya

29
Individu dengan disforia gender telah dilaporkan di banyak negara
dan budaya yang mereka anut. Setara dengan dysphoria gender juga telah
dilaporkan pada individu yang tinggal dibudaya dengan kategori gender
yang dilembagakan selain pria atau wanita. Tidak jelas apakah dengan
orang-orang ini kriteria diagnosis untuk disforia gender akan terpenuhi.

10. Penanda Diagnosis


Individu dengan gangguan somatik perkembangan seks
menunjukkan beberapa korelasi final hasil identitas gender dengan tingkat
produksi dan pemanfaatan androgen prenatal. Namun, korelasinya tidak
cukup kuat untuk faktor biologis, di mana dipastikan mampu untuk
menggantikan evaluasi wawancara diagnosis terperinci dan komprehensif
untuk gender disforia. Konsekuensi Fungsional Dysphoria Gender dengan
keinginan lintas gender dapat berkembang di semua usia setelah 2-3 tahun
pertama masa kecil dan sering mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pada anak yang lebih besar, kegagalan untuk berkembang hubungan
dan keterampilan teman sebaya dengan sesama jenis yang sama dapat
menyebabkan isolasi dari kelompok sebaya dan mereka mengalami
kesusahan. Beberapa anak mungkin menolak untuk bersekolah karena
sering digoda dan dilecehkan atau mendapat tekanan untuk berpakaian
yang terkait dengan jenis kelamin yang ditugaskan kepada mereka. Juga
pada remaja dan orang dewasa, keasyikan dengan keinginan lintas gender
sering mengganggu kegiatan sehari-hari. Kesulitan hubungan, termasuk
masalah hubungan seksual, adalah umum, dan fungsitioning di sekolah
atau di tempat kerja mungkin terganggu. Disforia gender, bersamaan
dengan atipikalekspresi gender, dikaitkan dengan tingginya stigmatisasi,
diskriminasi, dan viktimisasi, yang mengarah pada konsep diri yang
negatif, peningkatan angka kelainan mental penawaran, putus sekolah, dan
marjinalisasi ekonomi, termasuk pengangguran, dengan dirisiko kesehatan
sosial dan mental yang cenderung, terutama pada individu dari keluarga
miskin sumber daya latar belakang. Selain itu, akses individu ini ke

30
layanan kesehatan dan kesehatan mental layanan mungkin terhambat oleh
hambatan struktural, seperti ketidaknyamanan institusional atau
ineksperience dalam bekerja dengan populasi pasien ini.

11. Perbedaan Diagnosa


Pada gender dysphoria terdapat perbedaan diagnose untuk beberapa
kategori di bawah ini:
1. Ketidakcocokan Dengan Peran Gender (Nonconformity To Gender Roles).
Disforia gender harus dibedakan dari simple ketidaksesuaian dengan
perilaku peran gender stereotip oleh keinginan kuat untuk menjadi seorang
gender selain dari yang ditugaskan dan sejauh dan meluasnya varian
gender kegiatan dan minat. Diagnosis tidak dimaksudkan hanya untuk
menggambarkan ketidaksesuaian perilaku peran gender stereotip
(misalnya, “tomboyisme” pada anak perempuan, perilaku “anak
perempuan” di Indonesia pada anak laki-laki, sesekali cross-dressing pada
pria dewasa). Mengingat meningkatnya keterbukaan atipikalekspresi
gender oleh individu di seluruh jajaran spektrum transgender, hal tersebut
merupakan penting bahwa diagnosis klinis terbatas pada individu yang
kesusahan dan penurunan nilai memenuhi kriteria yang ditentukan.
2. Gangguan Transvestik (Transvestic Disorder)
Gangguan transvestik terjadi pada remaja heteroseksual (atau
biseksual) remaja akhir dan dewasa awal laki-laki (jarang pada wanita)
untuk perilaku cross-dressing menghasilkan seks kegembiraan dan
menyebabkan kesulitan dan / atau gangguan tanpa menggambar utama
mereka akan gender menjadi pertanyaan. Kadang disertai dengan disforia
gender. Seorang individu dengan gangguan transvestik yang juga memiliki
disforia gender yang signifikan secara klinis dapat diberikan diagnosa
keduanya. Dalam banyak kasus disforia gender yang onset lambat pada
remaja laki-laki ginekilik, perilaku transvestik dengan gairah seksual
adalah prekursor.

31
3. Body Dysmorphic Disorder
Seorang individu dengan gangguan dysmorphic tubuh berfokus pada
perubahan atau penghapusan bagian tubuh tertentu karena dianggap
terbentuk secara tidak normal, bukan karena itu mewakili gender yang
ditugaskan yang ditolak. Ketika presentasi individu memenuhi kriteria
untuk kedua dysphoria gender dan gangguan dysmorphic tubuh, keduanya
didiagnosa bisa diberikan. Individu yang ingin memiliki anggota badan
yang sehat diamputasi (disebut oleh beberapa gangguan identitas integritas
tubuh) karena itu membuat mereka merasa lebih “lengkap” biasanya tidak
ingin mengubah gender, melainkan keinginan untuk hidup sebagai orang
yang diamputasi atau orang cacat.
4. Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya
Pada skizofrenia, mungkin jarang ada delusi milik beberapa jenis
kelamin lain. Dengan tidak adanya gejala psikotik, disistensi oleh seorang
individu dengan disforia gender bahwa dia dari jenis kelamin lain tidak
dianggap khayalan. Skizofrenia (atau gangguan psikotik lainnya) dan
gangguan gender dysphoria dapat terjadi bersama.
5. Presentasi Klinis Lainnya
Beberapa individu dengan hasrat goldculinization yang
mengembangkan alternatif, identitas gender nonmale / nonfemale memang
memiliki presentasi memenuhi kriteria untuk disforia gender. Namun,
beberapa pria mencari pengebirian dan / atau penektomi untuk alasan
estetika atau untuk menghilangkan efek psikologis androgen tanpa
perubahan identitas laki-laki; dalam kasus ini, kriteria untuk dysphoria
gender tidak terpenuhi.

12. Disforia Gender lainnya yang dispesifikasikan 302.6 (F64.8)


Kategori ini berlaku untuk presentasi di mana gejala karakteristik
gender disphoria yang menyebabkan distres atau gangguan klinis yang
signifikan secara sosial, pekerjaan, atau lainnya pada bidang-bidang fungsi
yang penting mendominasi tetapi tidak memenuhi kriteria lengkap untuk

32
gangguan genderphoria. Kategori disforia gender tertentu lainnya
digunakan dalam situasi di mana klinisi memilih untuk mengomunikasikan
alasan spesifik yang tidak dipenuhi oleh presentasi kriteria untuk disforia
gender. Ini dilakukan dengan merekam “disgenderphoria tertentu
lainnya”diikuti oleh alasan spesifik (misalnya,“disforia gender singkat”).
Contoh presentasi yang dapat ditentukan menggunakan design “lainnya
yang ditentukan” adalah sebagai berikut: Gangguan saat ini memenuhi
kriteria gejala untuk disforia gender, tetapi durasinya lebih dari 6 bulan.

13. Disforia Gender lainnya yang tidak dispesifikasikan 302.6 (F64.9)


Kategori ini berlaku untuk presentasi di mana gejala karakteristik
gender disphoria yang menyebabkan tekanan signifikan secara klinis atau
gangguan sosial, pekerjaan, atau lainnya fungsi penting mendominasi
tetapi tidak memenuhi kriteria penuh untuk gender disforia. Kategori
dysphoria gender yang tidak ditentukan digunakan dalam situasi di mana
klinisi memilih untuk tidak menentukan alasan mengapa kriteria tersebut
tidak terpenuhi untuk gender dysphoria, dan termasuk presentasi di mana
tidak ada informasi yang cukup untuk membuat lebih diagnosis yang
spesifik.

33
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah “seksual” masih sering dianggap sebagai kata yang sifatnya tabu
untuk diperbincangkan. Akibatnya beberapa orang mencari tahu tentang apa itu
seksual dengan cara yang tidak semestinya. Yang kita sebut dengan abnormalitas
seksual atau gangguanseksual.

Ada beberapa gangguan seksual yang diantaranya adalah kelompok


Parafilia. Parafilia (“Para artinya penyimpangan dan “filia” artinya obyek atau
situasi yang disukai). Parafilia menunjuk pada obyek seksual yang menyimpang
(misalnya dengan benda atau anak kecil) maupun aktivitas seksual yang
menyimpang (misalnya dengan memamerkan alat genital).

B. Saran
Saran terhadap materi diatas ialah perlunya pendampingan sejak dini atau
terapi terhadap individu yang memiliki gangguan terhadap seksualitas yang
bersifat abnormal jika gangguan ini sampai di ajarkan atau ditularkan melalui
korbanya maka korban dapat berpotensi lebih parah dari pelaku yaitu korban
tersebut akan mejadi monster dalam gangguan tersebut karna faktor pasca strauma
dan penerimaan diri yang tidak mampu menangani dan mengakibatkan individu
akan menjadi tidak terkontrol.

Kami dari tim penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan berhak menerima segala macam kritik dan masukan. Oleh
sebab itu, untuk kedepannya diharapkan agar lebih ditingkatkan lagi baik dari segi
penulisan maupun sumber-sumber yang lebih valid lagi.

34
DAFTAR PUSTAKA

Mayo, N. (2019). therapedia. Retrieved September 28, 2019, from


www.theravive.com: https://www.theravive.com/therapedia/frotteuristic-
disorder-dsm--5-302.89-(f65.81)

Meador, P. (2019). therapedia. Retrieved September 28, 2019, from


www.theravive.com:
https://www.theravive.com/therapedia/exhibitionistic-disorder-dsm--5-
302.4-(f-65.3)

Porter, D. (2019). therapedia. Retrieved September 28, 2019, from


www.theravive.com: https://www.theravive.com/therapedia/pedophilic-
disorder-dsm--5-302.2-(f65.4)

Porter, D. (2019). therapedia. Retrieved September 28, 2019, from


www.theravive.com: https://www.theravive.com/therapedia/fetishistic-
disorder-dsm--5-302.81-(f65.0)

Kartono, K. (2009). Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung:


CV Mandar Maju

Rahayu, R. & Wigna, W. (2011). Pengaruh Lingkungan Keluarga, Sekolah dan


Masyarakat terhadap Persepsi Gender Mahasiswa Laki-laki dan
Perempuan. Departemen Sains Komunikaksi dan Pengembangan
Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB. Vol 05. No 02

Alaska Division of Behavioral Health. (2011). Risk and Protective Faktors


for Adolescent Substance Use.

American Psychiatric Association. (2013). DSM V (Diagnostic And Statistical


Manual Of Mental Disorder V). Washington, DC : American Psychiatric
Association.

35

Anda mungkin juga menyukai