Anda di halaman 1dari 22

KONSELING PSIKOANALISIS KLASIK

PENDAHULUAN
Psikoanalisis adalah teknik yang khusus menyelidiki aktivitas
ketidaksadaran (bawah sadar). Psikoanalisis adalah metode interpretasi
dan penyembuhan gangguan mental. Pendiri psikoanalisis adalah
Sigmund Freud (1856-1940).
Tujuan dari psikoanalias dari Freud adalah membawa ke tingkat
kesadaran mengenai ingatan atau pikiran pikiran yang direpres atau
ditekan yang diasumsikan sebgagai sumber perilaku yang tidak normal
dari pasiennya.
Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai psikoanalisis yang
meliputi id, ego dan superego. Selain itu juga akan dibahas mengenai
tujuan dan peran konselor, kelemahan dan kelebihan psikoanalisis
klasik.

KONSELING PSIKOANALISIS KLASIK

A. Pengertian Psikoanalisis Klasik

Psikoanalisis merupakan pengetahuan psikologi yang menekankan


pada dinamika, faktor-faktor psikis yang menentukan perilaku manusia,
serta pentingnya pengalaman masa kanak-kanak dalam membentuk
kepribadian masa dewasa. Psikoanalisis adalah teknik yang khusus
menyelidiki aktivitas ketidaksadaran (bawah sadar). Psikoanalisis adalah
metode interpretasi dan penyembuhan gangguan mental.
Psikoanalisis memiliki sebutan-sebutan lain yaitu:
1) Psikologi dalam, karena menurut Freud penyebab neurosis adalah
gangguan jiwa yang tidak dapat disadari, pengaruhnya lebih besar dari
apa yang terdapat dalam kesadaran dan untuk menyelidikinya,
diperlukan upaya lebih dalam; 2) Psikodinamika, karena Psikoanalisis
memandang individu sebagai sistem dinamik yang tunduk pada hukum-
hukum dinamika, dapat berubah dan dapat saling bertukar energi.[1]
B. Sejarah Psikoanalisis Klasik
Lahirnya psikoanalisis dalam dunia psikologi oleh para ahli psikologi
sering dianalogikan dengan revolusi Convernican dalam natural science,
dicaci, ditolak tetapi akhirnya diagungkan.
Pendiri psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856- 1940). Freud
mengambil metode Breuer mengenai hipnotis untuk menangani
pasiennya, tetapi akhirnya tidak memuaskan dengan hipnotis tersebut
dan menggunakan asosiasi bebas (free association), merupakan
perkembangan teknik dalam psikoanalisis. Tujuan dari psikoanalias dari
Freud adalah membawa ke tingkat kesadaran mengenai ingatan atau
pikiran pikiran yang direpres ata ditekan yang diasumsikan sebgagai
sumber perilaku yang tidak normal dari pasiennya.
Kritik terhadap Sigmund Freud sebagai bapak psikoanalisis lebih
didasarkan pada metodenya yang dianggap tidak baku, subjektif dan
jumlah klien sedikit dan semuanya pasien klinis (penderita gangguan
jiwa). Para penentang Freud tidak bisa menerima bahwa analisis dari
pasien sakit jiwa dapat digeneralisasikan pada populasi umum.
Di pihak lain, Freud dianggap banyak memberi kontribusi pada
perkembangan psikologi, khususnya dalam hal mengembangkan konsep
motivasi dari alam ketidaksadaran dan mengarahkan focus penelitian
pada pengaruh pengalaman masa awal kehidupan atau masa anak
terhadap perkembangan kepribadian selanjutnya sampai dewasa.
Disamping itu, Freud juga merangsang studi yang intensif tentang
emosi, yaitu cinta, takut, cemas dan seks.
Freud juga menjelaskan bahwa kesadaran hanyalah sebagian kecil saja
dari kehidupan mental, sedangkan bagian yag terbesar adalah justru
ketidaksadaran atau alam bawah sadar. Freud mengibaratatkan alam
bawa sadar dan tak sdar itu dengan sebuah gunung es yang terapung,
dimana bagian yang muncul ke permukaan air alam
kesadaran (consciousness) dan di bagian lainnya
prakesadaran (preconsciusness) yang terakhir adalah
ketidaksadaran(unconsciousness). [2]
C. Struktur Kepribadian

Menurut pandangan psikoanalisis, struktur kepribadian terdiri dari tiga


sistem, id, ego dan superego.
1) Id
Id adalah sistem kepribadian yang orisinil, kepribadian setiap orang
hanya terdiri dari id ketika dilahirkan. Id merupakan tempat bersemayam
naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut dan mendesak.
Dengan diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada pengurangan
tegangan, penghindaran dari kesakitan dan peroleh kesenangan, id
bersifat tidak logis, amoral dan didorong oleh satu kepentingan yakni
memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asas
kesenangan. Id bersifat tak sadar.
2) Ego
Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah,
mengendalikan dan mengatur. Sebagai polisi lalu lintas bagi id,
supergo dan dunia eksternal, tugas utama ego adalah menjadi perantara
naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego mengendalikan kesadaran
dan melaksanakan sensor. Dengan diatur oleh asas kenyataan, ego
berlaku realistis dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana
tindakan bagi pemuasan kebutuhan-kebutuhan.
3) Superego
Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego
adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu
tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego merepresentasikan
hal yang ideal alih-alih hal yang riil, dan mendorong bukan kepada
kesenangan melainkan kepada kesempurnaan. [3]

D. Perkembangan Kepribadian

Menurut Freud, perkembangan kepribadian sehat dan tidak sehat


sangat berhubungan dengan cara-cara yang digunakan oleh individu
dalam melewati fase-fase perkembangannya. Freud berpandangan
bahwa konsep dasar yang mempengaruhi perkembangan kepribadian
individu adalah pada usia 5 (lima) tahun pertama (litama), kemudian
periode tenang dan aktif kembali pada periode remaja (adolesen). Pada
periode perkembangan dari bagian tubuh tertentu yang menjadi pusat
kepuasan diri. Freud membagi tahap perkembangan sebagai berikut :
1) Fase Oral
Fase ini dimulai dari usia 0-1 atau 2 tahun, daerah erogennya adalah
mulut. Tahap ini secara khusus ditandai oleh berkembangnya perasaan
ketergantungan, kelekatan dan memasukkan zat-zat yang menarik ke
dalam mulut mereka.
2) Fase Anal
Fase ini dimulai dari usia 1-2 tahun atau 3 tahun. Daerah erogennya
adalah di sekitar anus, rectum (kantong kemih). Pada fase ini anak mulai
memperkenalkan pada atuan-aturan kebersihan (toilet training) oleh
orangtuanya, yaitu latihan mengenai dan dimana seorang anak harus
membuang kotorannya. Menurut Freud melalui toilet training, anak
diajak untuk dapat mengendalikan diri. Fase ini ditandai dengan adanya
dua proses atau fase yaitu fase menahan dan fase mengeluarkan.[4]
3) Fase Phallic
Fase ini dimulai dari usia 3 sampai 5 tahun, daerah erogennya adalah
alat kelamin. Pada fase ini anak mulai melakukan masturbasi. Zona
genital anak sering dirangsang dengan mencuci dan menggesekkan dan
buang air kecil ditahap ini berkembang pengibirian pada laki-laki
dan penis envy (cemburu penis) pada anak perempuan melihat diri
mereka sendiri telah dikebiri. Sama sekali tidak bisa dipulihkan lagi
pada tahap ini juga berkembang kompleks oedipus (jatuh cinta pada
ibunya dan cemburu pada ayahnya).[5]
4) Fase Laten
Fase ini dimulai dari usia 5-12 tahun. Pada fase ini dorongan libidu
sudah relative reda dan yang berkembang adalah fungsi kognitifnya.
Anak mulai diperkenalkan kepada pendidikan dan mempunyai
barmacam-macam keterampilan. Masa ini disebut juga masa peka, yaitu
masa dimana anak sangat cepat menguasai suatu latihan, keterampilan
ataupun pendidikan yang diberikan kepadanya.
5) Fase Genital
Fase ini berlangsung mulai dari usia 1-13 tahun (masa pubertas)
sampai masa remaja dan dewasa, pada fase ini sudah terjadi kematangan
fungsi genitikal dan menimbulkan dorongan seks yang sesungguhnya.
Pada fase ini anak ingin melepaskan dari dari permulaan masa
heteroseksual (mengenal lawan jenis).[6]
E. Tujuan Konseling Psikoanalisis Klasik
Tujuan konseling psikoanalisis klasik adalah :
Menjadikan hal-hal yang tidak disadari menjadi disadarinya.
Memberikan kesempatan kepada klien menghadapi situasi yang
selama ini ia gagal mengatasinya.
Membantu klien menata kembali struktur watak dan kepribadian
klien.
Rekonstruksi kepribadian.[7]
Selain itu, menurut Baker tujuan konseling psikoanalisa antara lain:
Meningkatkan kesadaran dan kontrol ego terhadap impuls-impuls
dan berbagai bentuk dorongan naluriah yang tidak rasional serta
menekan kecemasan.
Memperkaya sifat dan macam mekanisme pertahanan ego sehingga
lebih efektif, lebih matang, dan lebih dapat diterima.
Mengembangkan perspektif yang lebih berlandasakan
pada assessment realitas yang jelas dan akurat yang mendorong
penyesuaian.
Mengembangkan kemampuan untuk membentuk hubungan yang
akrab dan sehat dengan cara yang menghargai hak-hak pribadi dan orang
lain.
Menurunkan sifat perfeksionis, rigid (kaku), dan punitive
(menghukum).[8]

F. Peranan dan Fungsi Konselor


Fungsi konselor dalam konseling Psikoanalisis sangat dominan.
Konselor menentukan proses dan arah konseling. Peran dan fungsi
konselor pada pendekatan ini adalah:
1) Konselor sebagai ahli; mendorong transferensi dan ekspolrasi
ketidaksadaran, menggunakan interpretasi.
2) Konselor bersikap anonim, artinya konselor berusaha tidak
dikenal klien, dan bertindaksedikit sekali memperlihatkan perasaan
dan pengalamannya. Tujuannya agar klien dengan mudah
memantulkan perasaan kepada konselor. Pemantulan ini merupakan
proyeksi klien yang menjadi bahan analisis bagi konselor.[9]

G. Teknik Konseling Psikoanalisis


Ada lima teknik dasar dalam psikoanalisis, yaitu:
1) Asosiasi bebas
Asosiasi bebas yaitu mengupayakan klien untuk menjernihkan atau
mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-
hari, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya.
Klien diminta mengutarakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya.
Tujuan teknik ini adalah agar klien mengungkapkan pengalaman masa
lalu dan menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan
pengalaman traumatik masa lalu, hal ini juga disebut kartasis.
2) Analisis mimpi
Dalam hal ini, klien diminta untuk mengungkapkan tentang berbagai
kejadian dalam mimpinya dan konselor berusaha untuk
menganalisisnya. Teknik ini digunakan untuk menilik masalah-masalah
yang belum terpecahkan. Proses terjadinya mimpi adalah karena pada
waktu tidur pertahanan ego menjadi lemah dan kompleks yang terdesak
pun muncul ke permukaan. Menurut Freud, mimpi ini ditafsirkan
sebagai jalan raya mengekspresikan keinginan-keinginan dan kecemasan
yang tak disadari.
3) Interpretasi
Yaitu mengungkapkan apa yang terkandung di balik apa yang
dikatakan klien, baik dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi dan
transferensi klien. Konselor menetapkan, menjelaskan bahkan mengajar
klien tentang makna perilaku yang termanifestasikan dalam mimpi,
asosiasi bebas, resistensi dan transferensi. Adapun rambu-rambu yang
harus diperhatikan dalam interpretasi adalah:
Interpretasi disajikan pada saat gejala yang diinterpretasikan
berhubungan erat dengan hal-hal yang disadari klien.
Interpretasi klien dimulai dari permukaan menuju ha-hal yang
dalam (dialami oleh situasi emosional klien).
Menetapkan resistensi atau pertahanan sebelum
menginterpretasikan emosi atau konflik.
4) Analisis resistensi
Analisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan klien terhadap
alasan-alasan terjadinya penolakan. Konselor meminta perhatian klien
untuk menafsirkan resistensi.
5) Transferensi
Transferensi adalah mengalihkan, bisa berupa perasaan dan harapan
masa lalu. Dalam hal ini, klien diupayakan untuk menghidupkan
kembali pengalaman dan konflik masa lalu terkait dengan cinta,
seksualitas, kebencian, kecemasan yang klien bawa ke masa sekarang
dan dilemparkan ke konselor. Biasanya klien bisa membenci atau
mencintai konselor. Konselor menggunakan sifat-sifat netral, objektif,
anonim dan pasif agar bisa terungkap transferensi tersebut. Adapun
tujuan dari analisis transferensi itu ialah:
Klien memperoleh pemahaman atas pengalaman-pengalaman tak
sadar dan pengaruh masa lampau terhadap keidupan sekarang.
Memungkinkan klien menembus konflik masa lampau yang
dipertahankan hingga sekarang dan mengahmbat perkembanagn
emosinya.[10]
H. Kekuatan dan Kelemahan Konseling Psikoanalisis Klasik
Konseling Psikoanalisis Klasik menurut Sigmund Freud ini juga
mempunyai kekuatan dan kekurangan, yaitu:
1) Kekuatan Konseling Psikoanalisis Klasik
Psikoanalisis merupakan suatu jenis terapi yang bertujuan untuk
mengobati penyimpangan mental dan syaraf. Inilah aspek yang sangat
dikenal oleh kebanyakan orang. Terapi ini berdasar pada psikologi
dinamik (metode yang menekankan terdapatnya motif dan dorongan
untuk berperilaku) dan dilakukan dengan teori-teori mengenai
ketidaksadaran serta cara berinteraksi dengan pikiran sadar. Metode ini
didasarkan pada suatu proses asosiasi bebas (proses dimana klien diberi
suatu kata, lalu ia diminta untuk memberitahu si analisis mengenai
semua ide yang datang dari pikirannya. Hal ini membantu pasien untuk
mengingat pengalaman yang ditekan sehingga mengakibatkan
terjangkitnya neurosis.
Psikoanalisis berupaya menjelaskan bagaimana kepribadian
manusia berkembang dan bekerja.
Psikoanalisis menyajikan teori mengenai cara individu berfungsi
di dalam hubungan personal dan di dalam masyarakat.
2) Kelemahan Psikoanalisis Klasik
Pandangan yang terlalu determistik dinilai terlalu merendahkan
martabat kemanusiaan.
Terlalu banyak menekankan kepada masa kanak-kanak dan
menganggap kehidupan seolah-olah ditentukan oleh masa lalu. Hal ini
memberikan gambaran seolah-olah tanggungjawab individu berkurang.
Cenderung meminimalkan rasionalitas.
Data penelitian empiris kurang banyak mendukung sistem dan
konsep psikoanalisis.
Seperti konsep tentang energi psikis yang menentukan tingkah
laku manusia.
Psikoanalisis itu secara klasikan lambat dan susah.
Metode studinya yang dianggap kurang reliabel, sulit diuji secara
sistematis dan sangat subjektif.
Konstruk-konstruk teorinya sulit diuji secara ilmiah sehingga
diragukan keilmiahannya. Beberapa konsepnya bahkan dianggap
fiksi.[11]

PENUTUP
Psikoanalisis adalah teknik yang khusus menyelidiki aktivitas
ketidaksadaran (bawah sadar). Psikoanalisis adalah metode interpretasi
dan penyembuhan gangguan mental. Pendiri psikoanalisis adalah
Sigmund Freud (1856-1940).
Menurut pandangan psikoanalisis, struktur kepribadian terdiri dari tiga
sistem, id, ego dan superego. Id merupakan tempat bersemayam naluri-
naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut dan mendesak. Ego
adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan dan
mengatur. Superego adalah kode moral individu yang urusan utamanya
adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah.
Salah satu tujuan konseling psikoanalisis klasik adalah menjadikan
hal-hal yang tidak disadari menjadi disadarinya. Fase-fase
perkembangan kepribadian terdiri atas Fase Oral, fase anal, fase phallic,
fase laten dan fase genital.
Ada lima teknik dasar dalam psikoanalisis, yaitu asosiasi bebas,
analisis mimpi, interpretasi, analisis resistensi dan transferensi.
Psikoanalisis klasik memiliki kelemahan diantaranya ialah cenderung
meminimalkan rasionalitas dan data penelitian empiris kurang banyak
mendukung sistem dan konsep psikoanalisis. Selain itu psikoanalisis
juga memiliki kelebihan salah satunya ialah psikoanalisis berupaya
menjelaskan bagaimana kepribadian manusia berkembang dan bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Hendri, Novi. 2013. Model-Model Konseling. Medan: Perdana
Publishing
Metia, Cut. 2011. Psikologi Kepribadian. Medan: Cita Pustaka
Darminto, Eko. 2007. Teori-teori Konseling: Teori dan Praktik
Konseling dari Berbagai Orientasi Teoritik dan Pendekatan. Surabaya
http://arif-riduan.blogspot.com/2012/04/psikoanalisis.html

MATERI KE 2

KONSELING PSIKOANALISIS KLASIK (KOPSAK)

BAB I

PENDAHULUAN

Teori konseling merupakan upaya untuk menjelaskan proses melalui


mana seperangkat kegiatan konseling dimulai, berkembang dan berakhir.
Teori konseling dapat melayani sejumlah fungsi; sebagai seperangkat
pedoman untuk menjelaskan cara-cara manusia belajar, berubah, dan
berkembang; mengusulkan suatu model perkembangan normal dan
bentuk-bentuk ekspresi gangguan perilaku; dan apa yang perlu dilakukan
dan dapat diharapkan pada proses konseling. Singkatnya, teori konseling
merupakan peta proses konseling, serta apa yang harus dilakukan oleh
orang-orang yang terlibat dalam proses konseling untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Dalam konseling, kita selalu membutuhkan teori sebagai
kerangka kerja guna mengorganisasikan informasi-informasi.
Konselor perlu menggunakan teori sebagai dasar untuk menerapkan
asumsi-asumsi tentang sifat konseling dan sifat dasar manusia,
menetapkan tujuan umum konseling, menetapkan teknik atau metode yang
digunakan untuk mencapai tujuan tersebut, menstrukstur peran dan
tanggung jawab konselor dan klien dalam hubungan terapeutik. Melakukan
konseling tanpa teori sama halnya dengan terbang ke planet tanpa peta
dan instrumen. Di antara kesekian pendekatan tersebut salah satunya
adalah psikoanalisis klasik yang dikembangkan oleh Sigmund Freud.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sekilas mengenai Sigmund Freud


Teori konseling psikoanalisis klasik dikembangkan oleh seorang
neurolog dari Wina, Sigmund Freud, pada awal tahun 1890-an. Freud lahir
di Freiberg, Moravia pada tanggal 6 mei 1856. Pada awal karirnya, Freud
adalah seorang Dokter yang memiliki minat kuat pada bidang neurologi.
Pada tahun 1880 ia mulai belajar psikiatri pada Josef Breurer. Dengan
kolaborasi tersebut, freud mulai tertarik untuk belajar mengenai gangguan
neurotik beserta cara menanganinya.
Pada awal abad 20 psikoanalisis mengalami perkembangan yang
pesat. Beberapa ahli yang berpegang pada konsep
Freud kemudian melakukan modifikasi sesuai dengan
perkembangan ilmu psikologi yang disebut dengan istilah Neo-
Freudians, antara lain Carl Jung, Otto Rank, Wilhelm Reich, Karen
Horney, Theodore Reih dan Harry Stack Sullivan. (W.S Winkel &
Hastuti. 2005; 450).

B. Tingkatan Kesadaran
Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni
sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious).
1. Sadar (Conscious)
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat
tertentu. Menurut Freud, hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental
yang masuk ke kesadaran.
2. Prasadar (preconscious)
Berisikan ingatan-ingatan tentang peristiwa-persitiwa masa lampau yang
siap masuk ke dalam kesadaran sewaktu-waktu diperlukan.
3. Tidak sadar (Unconscious)
Bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud
merupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Ketidaksadaran berisi
insting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalaman-
pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh
kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.

C. Stuktur Kepribadian
Struktur kepribadian terdiri dari 3 aspek atau divisi yakni id, ego dan
super Ego. Meskipun ketiganya berbeda, namun dalam menjalankan
fungsinya, ketiga aspek kepribadian tersebut seringkali tumpang tindih dan
tidak dapat menjadi entitas yang benar-benar diskrit.
1. Id: sistem dasar kepribadian, libido yang meliputi istink-
instink manusia. Di dalam id terdapat dorongan-dorongan instingtif yang
cenderung primitif dan menimbulkan ketegangan karena menuntut untuk
dipenuhi. Untuk memuaskan dorongan-dorongan, id menggunakan dua
mekanisme yakni tindakan refleks dan proses primer. Tindakan refleks
berisikan tindakan-tindakan otomatis, seperti mengedipkan mata, menarik
tangan ketika menyentuh benda panas, dan batuk. Proses primer
melibatkan tindakan yang lebih kompleks yang mengarahkan manusia
untuk membentuk suatu imej mental seperti impian, khayalan, lamunan
atau fantasi.
2. Ego: adalah aspek kepribadian yang berada dalam kesadaran. Ia
berfungsi untuk membantu id memenuhi dorongan-dorongannya secara
nyata dan bukan hanya sekedar membayangkan atau melamun. Ego
bukan merupakan bawaan namun terdiferensiasi dari id ketika anak
berkembang menjadi matang.
3. Super ego. Superego adalah kekuatan moral dan etik dari
kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle)
sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dari
Ego.Menurut Freud super ego dibentuk dari 2 subsistem :
a) Kata hati/hati nurani: apa yang seharusnya tidak dilakukan oleh
individu
b) Ego-ideal: apa yang seharusnya saya menjadi prinsip:
moral dan kesempurnaan.

D. Perkembangan Kepribadian
Menurut freud, perkembangan kepribadian sehat-tidak sehat sangat
berhubungan dengan cara-cara yang digunakan oleh individu dalam
melewati fase-fase perkembangannya. Freud berpandangan bahwa
konsep dasar yang mempengaruhi perkembangan kepribadian individu
adalah pada usia 5 (lima) tahun pertama (litama), kemudian periode
tenang, dan aktif kembali pada periode remaja (adolesen).
Pada setiap periode perkembangan dari bagian tubuh tertentu
yang menjadi pusat kepuasan diri. Freud membagi tahap perkembangan
sebagai berikut:
1. Fase Oral 0 sampai kira 1 tahun. Pada fase ini mulut merupakan
daerah pokok aktivitas dinamik atau daerah kepuasan seksual yang dipilih
oleh insting seksual. Tahap ini secara khusus ditandai oleh
berkembangnya perasaan ketergantungan, mendapat perlindungan dari
orang lain, khususnya ibu.
2. Fase anal: kira-kira 1 tahun sampai kira-kira 3 tahun. Pada fase ini
dubur merupakan daerah pokok aktivitas dinamik, kateksis, dan
antikateksis berpusat pada fungsi eliminer (pembuangan kotoran). Freud
yakin toilet training adalah bentuk mula dari belajar memuaskan id dan
superego sekaligus, kebutuhan id dalam bentuk kenikmatan sesudah
defekasi dan kebutuhan superego dalam bentuk hambatan sosial atau
tuntunan sosial untuk mengontrol kebutuhan defekasi. Semua bentuk
kontrol diri (self control) dan penguasaan diri (self mastery) berasal dari
fase anal.
3. Fase Phallis; 3 tahun sampai 5 atau 6 tahun.
Pada fase ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting.
Masturbasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama
terjadi peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang
mengawali berbagai pergantian kateksis obyek yang penting.
Perkembangan terpenting pada masa ini adalah timbulnya Oedipus
complex, yang diikuti fenomena castration anxiety (pada laki-laki) dan
penis envy (pada perempuan).
Oedipus kompleks adalah kateksis obyek seksual kepada orang tua
yang berlawanan jenis serta permusuhan terhadap orang tua sejenis. Pada
mulanya, anak (laki dan perempuan) sama-sama mencintai ibu yang telah
memenuhi kebutuhan mereka dan memandang ayah sebagai saingan
dalam merebut kasih sayang ibu. Pada anak laki-laki, persaingan dengan
ayah berakibat anak cemas kalau-kalau ayah memakai kekuasaannya
untuk memenangkan persaingan merebut ibunya. Dia cemas penisnya
akan dipotong oleh ayahnya yang disebut cemas dikebiri atau castration
anxiety. Kecemasan ini mendorong anak laki-laki mengidentifikasi
ayahnya. Ketakutan ini juga menyebabkan ditekannya keinginan seksual
terhadap ibu dan rasa permusuhan terhadap ayahnya. Pada anak
perempuan rasa sayang kepada ibu berubah menjadi kecewa dan benci
ketika tahu kelaminnya berbeda dengan anak laki-laki. Ibunya dianggap
bertanggung jawab terhadap kastrasi kelaminnya, sehingga anak
perempuan mentransfer cintanya kepada ayahnya yang memiliki organ
berharga (yang juga ingin dimilikinya). Tetapi perasaan cinta itu bercampur
dengan perasaan iri penis (penis envy) baik kepada ayah maupun kepada
laki-laki secara umum. Oedipus kompleks pada wanita tidak direpres, cinta
kepada ayah tetap menetap walaupun mengalami modifikasi karena
hambatan realistik pemuasan seksual itu sendiri.
4. Fase laten: 5 tahun sampai usia remaja. Pada tahapan ini anak laki-
laki dan perempuan menekam semua isu-isu oedipal dan kehilangan minat
seksualnya. Sebaliknya mereka melibatkan diri pada kelompok bermain
yang berjenis kelamin sama.
5. Fase Puberitas. Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan
fisologi dalam diri remaja. Sistem endokrin memproduksi hormon-hormon
yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder (suara, rambut,
buah dada, dll), dan pertmbuhan seksual primer. Pada fase ini impuls seks
mulai disalurkan ke obyek di luar, seperti; berpartisipasi dalam kegiatan
kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan dan keluarga.
Pada fase falis, kateksis genital mempunyai sifat narkistik terjadi
perubahan dari anak yang narkistik menjadi dewasa yang berorientasi
sosial, realistik, dan altruistik.

E. Mekanisme Pertahanan Diri


Terapi psikoanalisis berusaha membantu individu untuk mengatasi
ketegangan psikis yang bersumber pada rasa cemas dan rasa terancam
yang berlebih-lebihan (anxiety). Menurut pandangan Freud, setiap setiap
manusia didorong-dorong oleh kekuatan-kekuatan irasional di dalam
dirinya sendiri, oleh motif-motif yang tidak disadari sendiri, dan oleh
kebutuhan-kebutuhan alamiah yang bersifat biologis dan naluri. (W.S
Winkel & Hastuti, 2005: 450).
Bilamana beraneka dorongan itu tidak selaras dengan apa yang
diperkenankan serta diperbolehkan menurut kata hati atau kode moral
seseorang, timbul ketegangan psikis yang disertai kecemasan dan
ketenangan tinggi. Kalau seseorang tidak berhasil mengontrol dan
membendung kecemasan itu dengan suatu cara yang rasional
dan realistis, dia akan menggunakan prosedur yang irasional dan tidak
realistis, yaitu menggunakan salah satu mekanisme pertahanan diri demi
menjaga keseimbangan psikis dan rasa harga diri.
Adapun bentuk pertahanan diri (defense mechanism) (Prayitno :
1998, 44) tersebut adalah:
1. Identifikasi: menyatukan ciri-
ciri orang lain kedalam kepribadian sendiri
2. Displacemen: mengalihkan perhatian dari satu objek ke objek
yang lain, melalui: kompensansi dan sublimasi
3. Represi: menolak atau menekan dorongan-dorongan
yang muncul dengan cara tidak mengakui adanya dorongan itu
4. Proyeksi: melemparkan keadaan diri ( misalnya kecemasan)
kepada orang atau subjek lain
5. Reaksi Formasi: mengganti dorongan yang muncul dengan hal-hal
yang sebaliknya.
6. Fiksasi: terpaku pada satu tahap perkembangan karena takut
memasuki tahap perkembangan berikutnya.
7. Regresi: kembali ke tahap perkembangan sebelumnya

F. Tujuan dan Teknik Konseling


Tujuan konseling menurut psikoanalisis klasik (Prayitno: 1998, 44)
adalah:
1. Membawa ke ksad dorongan-dorongan yang ditekan (ksad) yang
mengakibatkan kecamasan
2. Memberikan kesempatan kepada klien menghadapi situasi yang
selama ini ia gagal mengatasinya
Menurut Baker (dalam Eko Darminto, 2007:31) tujuan konseling
psikoanalisa antara lain:
1. Meningkatkan kesadaran dan kontrol ego terhadap impuls-impuls
dan berbagai bentuk dorongan naluriah yang tidak rasional, serta menekan
kecemasan.
2. Memperkaya sifat dan macam mekanisme pertahanan ego
sehingga lebih efektif, lebih matang, dan lebih dapat diterima.
3. Mengembangkan perspektif yang lebih berlandasakan
pada assessment realitas yang jelas dan akurat yang mendorong
penyesuaian.
4. Mengembangkan kemampuan untuk membentuk hubungan yang
akrab dan sehat dengan cara yang menghargai hak-hak pribadi dan orang
lain.
5. Menurunkan sifat perfeksionis, rigid (kaku), dan punitive
(menghukum).

Adapun Teknik dasar dalam konseling psikoanalisis klasik adalah


sebagai berikut:
1. Asosiasi bebas yakni memberikan kesempatan seluas-luasnya dan
sebebas-bebasnya kepada klien untuk mengemukakan/ mengungkapkan
apa yang terasa, terpikir, teringat dan ada pada dirinya.
2. Tranferensi yakni mengarahkan perasaan-perasaannya (yang
tertekan) kepada ko dengan mengandaikan ko itu adalah subjek yang
menyebabkab perasaan tertekan itu:
3. Interpretasi yakni membawa klien memahami dan menghadapi
dunia nyata, melalui pemikiraan yang objektif memperkuat fungsi ego.
G. Aplikasi Teori Psikoanalisis Klasik dalam Bimbingan dan
Konseling

Praktik konseling psikoanalisis sebagaimana yang dilakukan oleh Freud

dan para praktisi modern psikoanalisis pada umumnya merupakan suatu

proses yang panjang dan intensif. Konselor dan klien melakukan pertemuan

sebanyak tiga hingga lima kali dalam seminggu selama tiga hingga lima tahun

(Eko Darminto, 2007:31). Setiap pertemuan dapat berlangsung selama 55

menit dengan lima menit untuk break setiap sesi. Dalam proses ini, konselor

membawa klien mencapai keadaan rileks dan bersikap netral dan seanonim

mungkin. Sikap ini penting untuk mendorong terbentuknya transferen.

Apabila menyimak konsep kunci dari teori kepribadian Sigmund Freud,

maka ada beberapa teorinya yang dapat aplikasikan dalam bimbingan, yaitu:
1. Konsep kunci bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki
kebutuhan dan keinginan. Konsep ini dapat dikembangkan dalam proses
bimbingan, dengan melihat hakikatnya manusia itu memiliki kebutuhan-
kebutuhan dan keinginan-keinginan dasar. Dengan demikian konselor
dalam memberikan bimbingan harus selalu berpedoman kepada apa yang
dibutuhkan dan yang diinginkan oleh konseli, sehingga bimbingan yang
dilakukan benar-benar efektif.
2. Konsep kunci tentang kecemasan yang dimiliki manusia dapat
digunakan sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan, yakni membantu
individu supaya mengerti dirinya dan lingkungannya; mampu memilih,
memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana; mampu
mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah
yang dihadapi dalam kehidupannya; mampu mengelola aktivitasnya sehari-
hari dengan baik dan bijaksana; mampu memahami dan bertindak sesuai
dengan norma agama, sosial dalam masyarakatnya. Dengan demikian
kecemasan yang dirasakan akibat ketidakmampuannya dapat diatasi
dengan baik dan bijaksana. Karena menurut Freud setiap manusia akan
selalu hidup dalam kecemasan, kecemasan karena manusia akan punah,
kecemasan karena tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan dan
banyak lagi kecemasan-kecemasan lain yang dialami manusia, jadi untuk
itu maka bimbingan ini dapat merupakan wadah dalam rangka mengatasi
kecemasan.
3. Konsep psikoanalisis yang menekankan pengaruh masa lalu (masa
kecil) terhadap perjalanan manusia. Walaupun banyak para ahli yang
mengkritik, namun dalam beberapa hal konsep ini sesuai dengan konsep
pembinaan dini bagi anak-anak dalam pembentukan moral individual.
Dalam sistem pembinaan akhlak individual, Islam menganjurkan agar
keluarga dapat melatih dan membiasakan anak-anaknya agar dapat
tumbuh berkembang sesuai dengan norma agama dan sosial. Norma-
norma ini tidak bisa datang sendiri, akan tetapi melalui proses interaksi
yang panjang dari dalam lingkungannya. Bila sebuah keluarga mampu
memberikan bimbingan yang baik, maka kelak anak itu diharapkan akan
tumbuh menjadi manusia yang baik.
4. Teori Freud tentang tahapan perkembangan kepribadian individu
dapat digunakan dalam proses bimbingan, baik sebagai materi maupun
pendekatan. Konsep ini memberi arti bahwa materi, metode dan pola
bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian
individu, karena pada setiap tahapan itu memiliki karakter dan sifat yang
berbeda. Oleh karena itu konselor yang melakukan bimbingan haruslah
selalu melihat tahapan-tahapan perkembangan ini, bila ingin bimbingannya
menjadi efektif.
5. Konsep Freud tentang ketidaksadaran dapat digunakan dalam
proses bimbingan yang dilakukan pada individu dengan harapan dapat
mengurangi impuls-impuls dorongan Id yang bersifat irrasional sehingga
berubah menjadi rasional.

H. Kontribusi dan kritik


Barangkali sumbangan paling penting dari konseling psikoanalisis adalah
pemikiran freud tentang perkembangan manusia. Dari teorinya tentang
perkembangan manusia, kita mengetahui pentingnya pengalaman masa
kanak-kanak, memahamai peran seksualitas dalam perkembangan,
mengakui pengaruh figure orang tua dalam kehidupan kita, mengakui
bahwa impian dan keselip lidah seringkali memiliki makna, menerima
keberadaan ketidaksadaran, dan mengakui bahwa konflik-konflik internal
seringkali terjadi dalam kepribadian kita. Kita juga mengakui bahwa proses
konseling dapat menjadi wahana untuk membuat perubahan yang positif.
Terlepas dari apakah kita setuju atau menolak pemikiran Freud, ia menjadi
ahli pertama yang telah membuat kita menjadi paham tentang
perkembangan ilmu psikologi dan konseling (psikologi terapi).
Satu keterbatasan yang paling menonjol dari psikoanalisis dapat
dikemukakan pada proses perlakuan terapeutiknya yang panjang dan
melelahkan. Praktik konseling psikoanalisis seringkali dihindari karena
dipandang terlalu banyak mengkonsumsi waktu, tenaga, dan biaya.
Pendekatan ini juga dipandang tidak dirancang untuk membantu orang-
orang yang memiliki masalah yang paling urgen dan kurang memberikan
perhatian pada pengaruh latar belakang budaya, serta kurang
mengembangkan gaya hidup orang dewasa yang sehat. Dukungan
penelitian tentang pendekatan ini juga sangat terbatas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori konseling psikoanalisis digolongkan ke dalam pendekatan
psikodinamik, afektif, atau konstekstual. Asumsi penting dari teori ini
adalah bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh dorongan-dorongan atau
instink-instink yang tidak disadari, dan bahwa gangguan perilaku yang
dialami oleh manusia pada saat sekarang berkaitan dengan pengalaman
kehidupannya di masa lampau, khususnya peristiwa-peristiwa traumatik
yang dialami pada masa kanak-kanak serta kompleks terdesak. Kompleks
terdesak adalah sekumpulan gerak hati dan dorongan-dorongan yang tidak
diterima atau dipenuhi dan yang kemudian ditekan ke alam bawah sadar.
Proses konseling psikoanalisa diarahkan pada upaya mengungkap materi-
materi kompleks terdesak dan kemudian membawanya ke alam bawah
sadar untuk disadari oleh individu. Ini dilakukan dengan cara mengajak
klien berbicara, mendorong transferen, menggunakan teknik kontraferensi,
asosiasi bebas, serta analisis dan intrepetasi. Kita memiliki akses untuk
memecahkan kesulitannya hanya jika ia mampu memperoleh insight
tentang hubungan antara kesulitannya dengan materi-materi kompleks
terdesak dan pengalaman masa kecilnya.

B. Saran
Mengingat pendekatan merupakan aspek penting dalam pelaksanaan
proses konseling, oleh sebab itu bagi calon konselor, dosen, konsultan dan
peneliti sangat disarankan untuk memahami secara baik mengenai
pendekatan-pendekatan tersebut.
KEPUSTAKAAN

Eko Darminto. 2007. Teori-teori Konseling: Teori dan Praktik Konseling


dari Berbagai Orientasi Teoritik dan Pendekatan. Surabaya: Unesa
University Press.
Hansen, James C. 1977. Couseling Theory and Proses. (Second Edition)
Atlantic Avenue; Boston
Kusmawati Hatta. 2010. Sekilas Tentang Teori Kepribadian Sigmund
Freud dan Aplikasinya Dalam Proses Bimbingan. Jurnal Lipi, (Online),
(http://isjd.pdii.lipi.go.id/indeks.php/Search.html?act=tampil&id=443&idc=38
, diakses 6 Februari 2013).
Prayitno. 1998. Konseling Panca Waskita, PSBK. FIP IKIP Padang
Sumadi Suryabrata. 1993. Psikologi Kepribadian, Grafindo Persada;
Jakarta
WS. Winkel & M.M Sri Hastuti. 2005). Bimbingan dan Konseling di
Institusi Pendidikan, Media Abdi; Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai