Disusun oleh:
UNIVERSITAS LAMPUNG
A. Teori Teknik Konseling Psikoanalisis
Teori psikoanalisis merujuk pada istilah yang dipopulerkan oleh Sigmun Freud. Secara garis
besar, teori ini menyatakan bahwa “ketidaksadaran” pada individu memiliki peran yang utama
dalam diri seseorang. Dengan landasan teori ini, Freud melakukan pengobatan mereka yang
menderita gangguan psikis.
Teori Psikoanalisis Freud telah menjadi teori yang paling banyak digunakan dan
dikembangkan hingga saat ini. Konsep teori ini digunakan untuk meneliti kepribadian seseorang
terhadap proses psikis yang tidak terjangkau oleh hal yang bersifat ilmiah.
1. Alam sadar (conscious), Kita sadar akan segala sesuatu yang ada di sekitar kita, yang
dapat kita lihat dan rasakan. Mencakup semua sensasi dan pengalaman yang kita sadari.
Freud menganggap alam sadar itu aspek yang terbatas karena hanya porsi kecil dari
pikiran, sensasi, dan ingatan yang siaga di alam sadar. Ia menghubungkan pikiran dengan
sebuah gunung es dimana alam sadar berada di ujung es yang terapung.
2. Alam pra-sadar (preconscious), Bagian dimana kita dapat menjadi sadar jika kita
menghadirkannya. Waktu yang diperlukan untuk membawa informasi ke tahap conscious
inilah yang disebut sebagai preconscious.Merupakan gudang dari memori, persepsi, dan
pikiran kita dimana kita tidak secara sadar, siaga setiap waktu tetapi kita dapat dengan
mudah memanggilnya ke alam kesadaran.
3. Alam bawah sadar (unconscious), Proses mental yang terjadi tanpa adanya conscious atau
mungkin terjadi dengan adanya pengaruh yang khusus.Merupakan fokus dari teori
psikoanalisa. Bagian yang besar di dasar gunung es yang tidak kelihatan yang merupakan
rumah dari instink, pengharapan, dan hasrat yang mengarahkan perilaku kita dan tempat
penyimpanan kekuatan yang tidak dapat kita lihat dan kita kendalikan.
Freud membagi struktur ini menjadi tiga aspek yaitu : id, ego dan superego. Berikut
penjelasannya :
1. Id
Id berasal dari kata latin “Is” yang artinya es. Kepribadian ini disebut Freud sebagai
kepribadian bawaan lahir. Didalamnya terdapat dorongan yang didasari pemenuhan biologis
guna kepuasan bagi dirinya sendiri. Karakter khas pada aspek ini adalah tidak adanya
pertimbangan logis dan etika sebagai prinsip pengambilan keputusan. Lebih sederhana, id
berwujud pada gambaran nafsu, hasrat seksual dan perasaan superior (ingin berkuasa).
2. Ego
Aspek kepribadian ini terjadi akibat pengaruh yang ia dapatkan dari apa yang terjadi
didunia/lingkungannya. Ciri khas dari aspek ini, ego mengatur id dan juga superego untuk
pemenuhan kebutuhan sesuai dengan kepentingan kepribadian yang terlibat. Artinya, berbeda
dengan id yang hanya mementingkan diri sendiri, ego merupakan aspek yang mementingkan
keperluan lebih luas (tidak hanya dirinya).
3. Superego
Aspek kepribadian yang satu ini akan lekat kaitannya moral atau nilai kehidupan. Ranah
superego berisi tentang batasan untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk. Dengan
kata lain, superego memiliki peran penting untuk menjadi penengah antara id an ego. Ia
menjadi penyekat dari sinyal yang dikirimkan aspek id serta memotivasi ego untuk
melakukan hal yang menjunjung moralitas.
b. Perkembangan Kepribadian
c. Perilaku Bermasalah
a) Dinamika yang tidak efektif antara id, super ego dan ego. Dinamika yang tidak efektif ini
ditandai oleh ketidak mampuan ego mengendalikan keinginan-keinginan dan tuntutan
moral.
b) Diperoleh melalui proses belajar sejak kecil. Sepanjang hidup individu pada dasarnya
terjadi proses dinamika id, super ego dan ego. Dalam pandangan Freud, pengalaman
masa kanak-kanak sangat mempengaruhi pola kehidupan hingga dewasa. Jika individu
dapat menyalurkan keinginan-keinginannya secara wajar, yaitu yang masih dalam kendali
ego yang rasional dan sesuai dengan realitasnya, maka gangguan tidak terjadi, anak akan
menjadi sehat
Menurut Corey (2009), tujuan dari konseling psikoanalisis adalah untuk membentuk kembali
struktur karakter individu, dengan cara merekontruksi, membahas, menganalisa, dan menafsirkan
kembali pengalaman-pengalaman masa lampau yang terjadi pada masa kanak – kanak.
b) Interpretasi (Penafsiran)
Interpretasi adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisis
mimpi, analisis resistensi, dan analisis
transparansi. Prosedurnya terdiri atas penetapan analisis, penjelasan, dan bahkan mengajar klien
tentang makna perilaku yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resisten dan
hubungan terapeutik itu sendiri.
c) Analisis mimpi
Dalam analisis mimpi ini, mimpi dipandang sebagai jalan utama menuju ke alam tak sadar.
Karena mimpi juga diartikan sebagai pemuasan yang melambangkan dari keinginan-keinginan
dan sebagian besar isinya mencerminkan pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awal. Dari
analisis mimpi tersebut konselor dapat memahami konflik yang dihadapi oleh klien. Teknik ini
membuka hal-hal yang tidak disadari dan memberi kesempatan pada klien untuk masalah-
masalah yang belum terpecahkan.
d) Analisis Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien
mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat
menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu.
Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong
seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Hal ini akan timbul bila orang menjadi
sadar terhadap dorongan dan perasaan yang tertekan.
e) Analisis Transferensi
Menurut Freud, setelah pasien mengetahui arti sesungguhnya dari hubungan transferensi
dengan konselornya, pasien akan memperoleh pemahaman atas pengalaman-pengalaman dan
perasaan masa lalunya, serta menghubungkan pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaan
masa lalunya tersebut dengan kesulitan-kesulitan yang dialaminya sekarang.
1. Pertama, berbicara tentang konsep kecemasan yang dikemukakan oleh Freud, tentu saja
berkaitan pula dengan proses pendidikan. Kecemasan merupakan fungsi ego untuk
memperingatkan individu tentang kemungkinan suatu bahaya sehingga dapat disiapkan
reaksi adaptif yang sesuai. Dalam pendidikan, konsep kecemasanpada tiap individu dapat
diolah dan dikembangkan oleh para pengajar/konselor demi kebaikan peserta didik.
Dengan kosep ini pula, peserta didik dibantu untuk menghargai diri dan orang lain serta
lingkungannya. Dengan kata lain, konsep kecemasan diarahkan ke pendidikan ranah
afektif atau karakternya.
2. Kedua, dalam ranah yang lebih luas, teori psikoanalisis juga digunakan pada proses
pendidikan yang berbasis kecerdasan majemuk. Setiap individu memiliki kecerdasan
yang berbeda-beda. Tidak akan ada dua pribadi berbeda walaupun anak kembar memiliki
kecerdasan yang sama. Kecerdasan bukanlah berpatokan pada angka-angka yang
berkaitan dengan IQ. Menurut Garner, ada beberapa kecerdasan yang ada pada manusia,
yaitu kecerdasan matematik, linguistik, kinestetik, visual-spasial, musik, intra-personal,
inter-personal, naturalistik, dan eksistensial. Sebuah pendidikan seharusnya
menjembatani setiap kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didik. Mengembangkan bakat
dan minat sesuai dengan kebutuhannya tentu sejalan dengan teori Freud yang menyebut
bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki keinginan dan kebutuhan dasar.
3. Ketiga, konsep psikoanalisis yang menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang
memiliki kebutuhan dan keinginan dasar. Dengan konsep ini,pengajar dapat
mengimplementasikannya ke dunia pendidikan. Berbagai elemen dalam pendidikan dapat
dikembangkan dengan berbasis pada konsep ini. Kurikulum atau perangkat pembelajaran
misalnya, pendidik harus melakukan berbagai analisis kebutuhan dan tujuan agar apa
yang diajarkannya nanti sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan peserta didik. Hal
ini sudah lumrah digunakan dalam berbagai proses pendidikan dan penelitian
pengembangan.
4. Keempat, berkaitan dengan agresivitas siswa, seorang pendidik harus mampu mengontrol
dan mengatur sikap ini agar terarah menjadi lebih positif. Agresivitas dalam ilmu
psikologi merupakan wahana bagi siswa untuk memuaskan keinginannya yang cenderung
ke arah merusak, mengganggu, atau menyakiti orang lain. Dengan kata lain agresivitas
merupakan ungkapan perasaan frustasi yang tidak tepat. Dalam hal ini, penyebab
munculnya tindakan agresivitas dapat berupa penilaian negatif atau kata-kata yang
menyakitkan. Jika siswa
melakukan kesalahan, tidak selayaknya dihukum dengan kata-kata kasar atau hukuman
lain yang justru akan melukai secara psikologis. Treatment-nya terhadap kasus ini dapat
dilakukan dengan penjajakan secara personal, memberi sugesti dan wejangan, tidak
memberi hukuman tetapi memberi semacam kebebasan dalam bertanggung jawab, dan
membantunya dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
5. Kelima, perlunya pendidikan inklusif di semua strata pendidikan. Pendidikan inklusif
merupakan pendidikan yang tidak boleh membeda-bedakan terhadap peserta didik.
Dalam hal ini, sekolah harus mau menampung dan menerima siswa-siswa yang memiliki
kebutuhan khusus. Secara psikologis, anak yang memiliki kekurangan semacam ini akan
mengalami krisis kepercayaan diri atau minder. Untuk mengurangi dan menghilangkan
rasa minder tersebut, sekolah harus menerima ketunaan tersebut tanpa merasa sebagai
bagian yang terpisah dari masyarakat. Dengan pendidikan inklusif, permasalahan ini
diharapkan dapat membantu bagi anak-anak yang memiliki keterbatasan.
6. Keenam, konsep psikoanalisis yang diterapkan dalam pendidikan adalah pendidikan yang
bermuara pada penciptaan kreativitas peserta didik. Saat ini kita berada pada era revolusi
teknologi informasi. Pada era ini, setiap manusia dituntut memiliki kreativitas yang
orisinil dan terbaik. Orang-orang yang sukses pada masa ini adalah orang-orang yang
memiliki kreativitas tanpa batas. Tengoklah seperti pendiri facebook, android, samsung,
dan lain-lain. Mereka eksis dan sukses mencapai puncak kejayaan karena memiliki
inovasi dan kreativitas yang mumpuni. Menurut Freud, kreativitas merupakan bagian dari
kepribadian yang didorong untuk menjadi kreatif jika memang mereka tidak dapat
memenuhi kebutuhan sekssual secara langsung. Berhubung kebutuhannya tidak terpenuhi
maka terjadilah sublimasi dan akhirnya muncullah imajinasi.
a. Membantu untuk menjadikan individu percaya akan kemampuan dirinya yang selama ini tidak
disadari dengan baik. Dengan teknik dalam teori psikoanalisis, seseorang akan mampu
menemukan kemampuan dirinya dalam menyelesaikan masalah yang ada.
b. Mampu menggabungkan teknik teknik dalam psikoterapi dengan teori psikologi kepribadian.
c. Dapat memahami kehidupan psikologi seorang individu dan memahami lebih dalah mengenai
sifat manusia.
d. Membantu mengatasi kecemasan melalui analisa terhadap mimpi, resistensi, dan transferensi.
e. Konselor dapat memiliki kerangka konseptual yang jelas dalam memahami tingkah laku dan
mengetahui fungsi dari simptomatologi.
f. Teori psikoanalisis mengajarkan sangat pentingnya masa kanak kanak dalam perkembangan
kepribadian seseorang.
a. Teknik dan penekanan yang dilakukan terkadang terlalu merendahkan martabat manusia
meskipun tidak selalu disadari dengan baik.
b. Terlalu menekankan pada masa lalu sehingga seolah olah tanggung jawab individu menjadi
berkurang meskipun maksudnya tidak demikian.
c. Perilaku seseorang ditentukan oleh Energi psikis adalah teori yang maish meragukan dan
kerap kali psikoanalisis meminimalkan rasional.
d. Efisiensi waktu yang biaya yang kurang baik jika teori psikoanalisis di terapkan. Hal ini
dikarenakan untuk mengali masa lalu dan membantu pasien menemukan kemampuan dirinya
tidaklah cukup dengan hanya satu atau dua kali pertemuan saja melainkan lebih dari itu.
e. Dapat menimbulkan kebosanan dan kelelahan pada pasien karena proses yang cukup panjang
dan tidak segera menemukan keinginan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggi,F,N.2018.Teori-teori Bimbingan dan Konseling dalam pendidikan.
Antono,Agil.2019.Kelebihan Dan Kekurangan Teori Psikoanalisis Yang Perlu Dipahami.
https://dosenpsikologi.com/kelebihan-dan-kekurangan-teori-psikoanalisis (diakses 11 Oktober
2020)
Dahlan,Syarifuddin.2014.Bimbingan dan Konseling di Sekolah:Yogyakarta.Graha Ilmu.
Maress,Bernadet.2018.Teori Psikoanalisis Dalam Psikologi Sosial Oleh Sigmund Freud.
https://dosenpsikologi.com/teori-psikoanalisis-dalam-psikologi-sosial (diakses 11 Oktober 2020)
Syawal,H.2018.Psikoanalisis Sigmund Freud dan Implikasinya dalam pendidikan.