Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

TEORI DAN TEKNIK KONSELING

Teknik Konseling Psikoanalisis

Disusun oleh:

1. Muhamad Akbar Pratama (1913052009)


2. Agnesia Pusparara Febrina (1953052005)
3. Rani Qonita Zain (1913052055)
4. Qurniyati (1913052005)
5. Zatti Alikum (1953052001)

BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG
TERAPI TINGKAH LAKU

A. Pengertian terapi tingkah laku

Terapi tingkah laku adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada
berbagai teori tentang belajar. Terapi ini menyertakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip
belajar pada pengubahan tingkah laku kea rah cara-cara yang lebih adaptif.

Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku adalah
pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan
tingkah laku. Salah satu aspek penting dari gerakan modifikasi tingkah laku adalah
penekanannya pada tingkah laku yang didefinisikan secara operasional, diamati, dan diukur.
Tingkah laku bukan konstruk yang tak bisa diukur yang vital bagi pendekatan psikodinamika,
adalah fokus perhatian terappiutik. Para tokoh terapi tingkah laku telah menyajikan suatu
indikasi objektif tentang aktivitas mereka sendiri. Perubahan tingkah laku sebagai kriteria yang
spesifik memberikan kemungkinan bagi evaluasi langsung atas keberhasilan kerja dan kecepatan
bergerak kea rah tujuan-tujuan terapiutik yang bisa dispesifikan dengan jelas. Bahwa
pertumbuhan terapi tingkah laku ditunjukkan oleh banyaknya penelitian yang dilaksanakan
adalah ciri lain dari gerakan ini. Prosedur-prosedur secara sinambung diperbaharui disebabkan
oleh adanya komitmen untuk menjadikan prosedur itu sebagai sasaran pengujian yang ketat guna
menentukan sejauh mana prosedur tersebut bisa bekerja dengan baik. Karena terapi tingkah laku
bersandar pada hasil-hasil eksperimen tentang pernyataan-pernyataan teoritisnya, konsep utama
terapi tingkah laku terus menerus di perkuat dan dikembangkan.

Konseling perilaku adalah suatu teknik terapi dalam konseling yang berlandaskan teori
belajar yang berfokus pada tingkah laku individu untuk membantu konseli mempelajari tingkah
laku baru dalam memecahkan masalahnya melalui teknik-teknik yang berorientasi pada
tindakan. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa untuk melihat kepribadian seseorang
dapat dilihat dari interaksinya dengan lingkungan yang disebut perilaku

Guru BK sebagai bagian dari pendidik, memiliki kontribusi penting terhadap keberhasilan
siswa, maka sudah semestinya untuk andil dalam memberikan pelayanan konseling dengan
mengupayakan teknik yang efektif dan efisein untuk membantu siswa mencapai keberhasilan
akademiknya, khususnya dalam meningkatkan perilaku minat membaca siswa. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan konseling yang tepat, yang dapat
digunakan untuk meningkatkan perilaku kebiasaan .

B. Pandangan Tentang Sifat Manusia

Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya
adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan cermat
akan menyingkapkan hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku. Behaviorisme ditandai
oleh sikap membatasi metode dan prosedur pada data yang dapat diamati.

Pendekatan behavioristic tidak menguraikan asumsi asumsi filosofis tertentu manusia secara
langsung. Setiap orang dipandang memikiju kecenderungan positif dan negative yang sama.
Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap
tingkah laku manusia itu dipelajari. Meskipun berkeyakinan bahwa segenap tingkah laku pada
dasarnya merupakan hasil dari kekuatan kekuatan lingkungan dan faktor faktor genetic para
behavioris memasukkan pembuatan putusan sebagai salah satu bentuk tingkah laku. Pandangan
para behavioris tentang manusia seringkali didistorsi oleh penguarian yang terlampau
menyederhanakan tentang individu sebagai budak nasib yang tak berdaya yang semata mata
ditentukan oleh pengaruh lingkungan dan keturunan dan dikerdilkan menjadi sekedar organisme
pemberi respons. Tetapi tingkah laku kontemporer bukanlah suatu pendekatan yang sepenuhnya
deterministic dan mekanistik, yang menyingkirkan potensi para klien untuk memilih.

C. Tujuan Terapiutik

Tujuan konseling perilaku berorientasi pada pengubahan atau modifikasi perilaku konseli, yang
di antaranya :

1. Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar


2. Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
3. Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belumdipelajari
4. Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang merusak diri atau
maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat dan sesuai.
5. Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptif, memperkuat
serta mempertahankan perilaku yang diinginkan
6. Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersama
antara konseli dan konselor.

D. Teknik Utama Terapi Tingkah Laku


1. Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan


untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk
rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan
pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap.
Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk
menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.

Desentralisasi sistematik juga melibatkan tehnik-tehnik relaksasi. Klien dilatih untuk santai
dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan
yang dibayangkan atau yang divisuakisasi situasi-situasi yang dihadirkan dalam suatu rangkaian
dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam.

2.  Latihan Asertif

Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan
diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk
membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan
menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan
adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga
dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.

3. Pembentukan Tingkah laku Model

Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan
memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada
klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup
atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku
yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian
sebagai ganjaran sosial.

4. Pengkondisian Aversi

Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang
disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.

Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan
dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini
diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang
tidak menyenangkan

Apabila hukuman digunakan, maka terdapat kemungkinan terbentuknya efek samping


emosional tambahan seoerti: 1). Tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukumboleh jadi
akan ditekan hanya apabila penghukum hadir, 2). Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi
alternative bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan menarik diri secara
berlebihan, 3). Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang
berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum.
E. Hubungan antara Terapis dan Klien

Pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek esensia dalam proses
terapiutik. Peran terapis tingkah laku tidak dicetak untuk memainkan peran yang dingin dan
impersonal yang mengerdilkan mereka menjadi mesin-mesin yang deprogram yang memaksakan
teknik-teknik kepada para klien yang mirip robot.

Terapis tingkah laku tidak memberikan peran utama kepada variable-variabel hubungan
terapis-klien. Sekalipun demikian, sebagian besar dari mereka mengakui bahwa faktor-faktor
seperti kehangatan, empati, keotentikan, sikap permisif, dan penerimaan adalah kondisi-kondisi
yang diperlukan, tetapi tidak cukup, bagi kemunculan perubahan tingkah laku dalam proses
terapiutik. Tentang persoalan ini, Goldstein (1973, hlm. 2020) menyatakan bahwa
pengembangan hubungan kerja membentuk tahap bagi kelangsungan terapi. Ia mencatat bahwa
“hubungan semacam itu dalam dan oleh dirinya sendiri tidak cukup sebagai pemaksimal terapi
yang efektif”. Sebelum intervensi terapiutik tertentu bisa dimunculkan dengan suatu derajat
kefektifan, terapis terlebih dahulu harus mengembangkan atmosfer kepercayaan dengan
memperlihatkan bahwa (1) ia memahami dan menerima pasien, (2) kedua orang diantara mereka
bekerja sama, dan (3) terapis memiliki alat yang berguna membantu kea rah yang dikehendaki
oleh pasien.

F. Kesimpulan

Salah satu sumbangan penting dari terapi tingkah laku adalah cara yang sistematik, yang
metode metode dan teknik-teknik terapiutiknya telah menjadi subjek bagi pengujian
eksperimental. Oleh karenanya, prosedur-prosedur terapi tingkah laku berada dalam proses
perbaikan dan pengembangan yang sinambung, dan kriteria pemunculan hasil-hasil yang bisa
diharapkannya sangat baik. Hasil-hasil klinis metode terapi tingkah laku pada umumnya
membesarkan hati, baik tingkat keberhasilannya maupun efisiensinya (Sherman, 1973). Para
terapis tingkah laku melandaskan pendekatan mereka pada beberapa variable: pengenalan yang
cermat atas tingkah laku yang maladaptive, prosedur-prosedur treatmen, dan pengubahan tingkah
laku. Para pemuka terapi tingkah laku menyatakan bahwa penelitian dan studi-studi komparatif
perlu dilakukan jika kekuatan-kekuatan dan kelemahan kelemahan masing-masing pendekatan
tera[I ingin diketahui. Dengan cara demikian, perbaikan metode terapi bisa dilakukan

Anda mungkin juga menyukai