Anda di halaman 1dari 33

BK ABK DAN KELUARGA

MODUL 4
PROGRAM BIMBINGAN PRILAKU DAN VOKASIONAL
BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Pembelajaran 9 : Bimbingan Prilaku


Pembelajaran 10: Program Bimbingan Vokasional

Penyusun:
Euis Nani Mulyati
Lilis Suwandari
Ahmad Mugni Almarogi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
2021
KEGIATAN BELAJAR 1: Bimbingan Perilaku

PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Pada bab ini akan dijelaskan tentang program bimbingan bagi anak
berkebutuhan khusus dalam perilakunya, cakupan bahasan bab ini
adalah konsep dasar bimbingan perilaku, tujuan bimbingan perilaku dan
teknik-teknik bimbingan perilaku.

B. Relevansi
Bimbingan perilaku merupakan proses yang harus menyeimbangi pola
perkembangan kognitif anak terutama anak berkubuthn khusus, pola
pembinaan yang juga akan menunjang meningkatnya kemampuan anak
berkebutuhan khusus.

C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah


1. Mahasiswa mampu menjelaskan Konsep Dasar Bimbingan Perilaku
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan bimbingan perilaku
3. Mahasiswa mampu menjelaskanteknik-teknik dan prosedur
bimbingan perilaku
4. Mahasiswa mampu menyusun program bimbingan perilaku bagi
anak berkebutuhan khusus
PENYAJIAN
A. Konsep Dasar Bimbingan Perilaku
Bimbingan perilaku merupakan penerapan aneka ragam tehnik dan
prosedur yang berakar pada berbagai teori pembelajaran.Bimbingan ini
merupakan implementasi dari prinsip-prinsip belajar pada perubahan
tingkah laku kearah yang positif. Pendekatan ini telah memberikan
sumbangan-sumbangan yang berarti, baik pada bidang-bidang klinis
maupun pendidikan.
Berlandaskan pada teori belajar, bimbingan perilaku merupakan
pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan
perubahan tingkah laku. Perkembangan bimbingan perilaku ditandai
oleh suatu pertumbuhan yang fenomenal sejak akhir tahun 1950-an.
Pada awal tahun 1950-an laporan-laporan tentang penggunaan tehnik-
tehnik bimbingan perilaku sesekali muncul dalam kepustakaan
professional. Kini, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku
menduduki tempat yang penting dalam lapangan psikoterapi dalam
banyak area pendidikan.Kepustakaan professional, baik berupa berkala
maupun buku, membuktikan peningkatan popularitas pendekatan ini.
Salah satu aspek yang paling penting dari bimbingan perilaku
adalah penekanannya pada tingkah laku yang bias di definisikan secara
operasional, diamati, dan di ukur. Tingkah laku bukan konstruk-
konstruk yang tidak bisa di ukur yang vital bagi pendekatan-pendekatan
psikodinamika, adalah focus bimbingan perilaku.
Setiap manusia dipandang memiliki kecenderungan-
kecenderungan positif dan negative yang sama. Manusia pada dasarnya
dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan social budayanya.Segenap
perilaku manusia dipelajari.Meskipun berkeyakinan bahwa segenap
perilaku pada dasarnya merupakan hasil dari kekuatan-kekuatan
lingkungan dan factor genetic.
Karakteristik bimbingan perilaku berbeda dengan sebagian besar
pendekatan lainnya. Ditandai oleh: pemusatan perhatian pada tingkah
laku yang tampak dan spesifik, kecermatan dan tujuan tujuan treatment
yang spesifik yang sesuai dengan masalah dan penaksiran objektif atas
hasil-hasil bimbingan. Pada dasarnya, bimbingan perilaku diarahkan
pada tujuan-tujuan memperoleh perilaku baru, penghapusan perilaku
yang maladaptive, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku
yang diinginkan.

B. Tujuan bimbingan perilaku


Tujuan-tujuan konseling dan psikoterapi menduduki suatu yang
sangat penting dalam bimbingan perilaku. Anak berkebutuhan khusus
menyelesaikan tujuan-tujuan bimbingan yang secara spesifik ditentukan
pada permulaan proses bimbingan perilaku. Penaksiran terus-menerus
dilakukan sepanjang bimbingan untuk menentukan sejauhmana tujuan-
tujuan bimbingan itu secara efektif tercapai.
Tujuan umum bimbingan perilaku adalah menciptakan kondisi-
kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya adalah bahwa segenap
tingkah laku adalah dipelajari, termasuk tingkah laku yang maladaptive.
Jika tingkah laku neurotic learned, maka ia bias unlearned (dihapus dari
ingatan) dan tingkah laku yang lebih efektif bias diperoleh. Bimbingan
perilaku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar
yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang
didalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum
dipelajari.
Ada beberapa kesalahpahaman yang menyangkut masalah tentang
tujuan-tujuan dalam bimbingan perilaku. Salahsatu kesalahpahaman
yang umum adalah bahwa tujuan bimbingan peilaku semata-mata
menghilangkan gejala-gejala suatu gangguan tingkah laku dan bahwa
setelah gejala dihapus gejala baru akan muncul karena penyebab yang
mendasarinya tidak ditangani. Hampir semua terapis perilaku akan
menolak anggapan yang menyebutkan bahwa pendekatan mereka hanya
menangani gejala-gejala, sebab mereka melihat terapis sebagai pemikul
tugas menghapus tingkah laku yang maladaptif dan membantu siswa
untuk menggantikannya dengan tingkah laku yang lebih ajustive (dapat
disesuaikan).

C. Teknik dan prosedur bimbingan perilaku


Pengembangan prosedur bimbingan perilaku yang spesifik
memiliki kemungkinan untuk diperbaiki melalui metode ilmiah. Teknik
bimbingan perilaku harus menunjukan keefektifannya melalui alat-alat
yang objektif dan ada usaha yang konstan untuk memperbaikinya.
Dalam bimbingan perilaku teknik spesifik yang digunakan yang
beragam bisa digunakan secara sistematis dan hasil-hasilnya bisa
dievaluasi. Teknik-teknik ini bisa digunakan jika saatnya tepat untuk
menggunakannya, dan banyak diantaranya yang bisa dimasukkan
kedalam praktek psikoterapi yang berlandaskan model-model lain.
Teknik-teknik spesifik yang akan diuraikan di bawah ini bisa diterapkan
pada terapi dan konseling individual maupun kelompok.
1. Desensitisasi sistematik
Desensitisasi sistematik adalah salah satu teknik yang paling luas
digunakan dalam bimbingan perilaku. Teknik ini digunakan untuk
menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan
menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan
dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan. Desensitisasi
sistematik juga melibatkan teknik relaksasi. Klien dilatih untuk santai
dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalam
pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasikan.
Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat
tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. Tingkatan
stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-
ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai
kaitan antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respon
kecemasan itu terhapus. Desensitisasi sistematik adalah teknik yang
cocok untuk menangani fobia-fobia, tetapi keliru apabila
menganggap teknik ini hanya bisa diterapkan pada penanganan
ketakutan-ketakutan. Desensitisasi sistematik bisa diterapkan secara
efektif pada berbagai situasi penghasil kecemasan, mencakup situasi
interpersonal, ketakutan menanggapi ujian, ketakutan yang
digeneralisasikan, kecemasan neurotik, serta impotensi dan frigiditas
seksual.

2. Teknik implosif dan pembanjiran


Teknik ini berlandaskan paradigma mengenai penghapusan
ekperimental. Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi
secara berulang-ulang tanpa pemberian perkuatan. Teknik ini berbeda
dengan teknik sebelumnya dalam arti teknik ini tidak menggunakan
kecemasan. Alasan yang digunakan oleh teknik ini adalah bahwa jika
seseorang secara berulang-ulang dihadapkan pada suatu situasi
penghasil kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan
tidak muncul maka kecemasan tereduksi atau terhapus. Stampfl
(1975) mecatat beberapa contoh bagaimana terapi implosif
berlangsung. Ia melukiskan seorang klien yang mengalami
kecenderungan-kecenderungan obsesif pada kebersihan. Klien
mencuci tangannya lebih dari seratus kali sehari dan memiliki
ketakutan yang berlebihan terhadap kuman. Prosedur-prosedur
penanganan klien mencakup
a. Pencarian stimulus-stimulus yang memicu gejala-gejala.
b. Menaksir bagaimana gejala-gejala berkaitan dan bagaimana
gejala-gejala itu membentuk tingkah laku klien
c. Meminta pada klien untuk membayangkan sejelas-jelasnya apa
yang dijabarkannya tanpa disertai celaan atas kepantasan situasi
yang dihadapinya.
d. Bergerak semakin dekat kepada ketakutan yang paling kuat yang
dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa
yang paling ingin dihindarinya
e. Mengulang prosedur-prosedur tersebut sampai kecemasan tidak
lagi muncul dalam diri klien.

3. Latihan asertif
Pendekatan behavioral yang dengan cepat mencapai popularitas
adalah latihan asertif yang bisa diterapkan terutama pada situasi-
situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk
menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah
tindakan yang layak atau benar latihan asertif akan membantu bagi
orang-orang yang:
a. Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan
tersinggung.
b. Menunjukan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong
orang lain untuk mendahuluinya.
c. Memiliki kesulitan untuk mengatakan tidak.
d. Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-
respon positif lainya.
e. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan
fikiran-fikiran sendiri.
Latihan asertif menggunakan prosedur permainan peran. Suatu
masalah yang khas yang bisa dikemukakan sebagai contoh adalah
kesulitan klien dalam menghadapi atasannya dikantor, pada
pelaksanaanya klien bermain peran seolah sebagai atasannya dan
konselor sebagai klien. Tingkah laku menegaskan diri pertama-tama
dipraktekkan dalam situasi permainan peran, dan dari sana
diusahakan agar tingkah-laku menegaskan diri itu dipraktekkan
dalam situasi kehidupan nyata. Konselor memberikan bimbingan
dengan memperihatkan bagaimana dan bilamana klien bisa kembali
kepada tingkah laku semula, tidak tegas, serta memberikan pedoman
untuk memperkuat tingkah laku menegaskan diri yang baru
diperolehnya.

4. Terapi aversi
Teknik aversi yang telah digunakan secara luas untuk meredakan
gangguan perilaku yang spesifik, melibatkan pengorganisasian
tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan
sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat
kemunculannya. Stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan
kejutan listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual. Kendala
aversi bisa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan
berbagai bentuk hukuman contohnya seperti mengabaikan ledakan
kemarahan anak guna menghapus kebiasaan mengungkapkan ledakan
kemarahan pada anak. Jika perkuatan sosial ditarik, tingkah laku yang
tidak diharapkan cenderung berkurang frekuensinya. Butir yang
penting adalah bahwa maksud prosedur-prosedur aversi ialah
menyajikan cara menahan respon-respon maladaptif dalam suatu
periode sehingga terdapat kesempatan untuk memperoleh tingkah
laku alternatif yang adaptif dan yang akan terbukti memperkuat
dirinya sendiri.

5. Pengkondisian operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang
menjadi ciri organisme aktif. Teknik ini beroprasi dilingkungan untuk
menghasilkan akibat-akibat yang merupakan tingkah laku paling
berarti pada kehidupan sehari-hari yang mencakup membaca,
berbicara, berpakaian, makan dengan alat makan, bermain, dan
sebagainya. Menurut Skinner (1971) Jika suatu tingkah laku diganjar,
maka probabilitas kemunculan kembali perilaku tersebut dimasa
mendatang akan tinggi. Prinsip perkuatan yang menerangkan
pembentukan, pemeliharaan, atau penghapusanpola-pola tingkah laku
merupakan inti dari pengkondisian operan.
Ada empat asumsi yang membentuk landasan untuk
kondisioning operan menurut Margaret E. Bell Gredler. Asumsi-
asumsi itu adalah sebagai berikut.
a. Belajar itu adalah tingkah laku.
b. Perubahan tingkah laku secara fungsional berkaitan dengan
adanya perubahan dalam kejadian-kejadian dilingkungan
kondisi-kondisi lingkungan.
c. Hubungan yang berhukum antara tingkah laku dengan
lingkungan hanya dapat ditentukan kalau sifat-sifat tingkah laku
dan kondisi eksperimennya didefinisikan menurut fisiknya dan
diobservasi di bawah kondisi-kondisi yang dikontrol secara
seksama.
d. Data dari studi eksperimental tingkah laku merupakan satu-
satunya sumber informasi yang dapat diterima tentang penyebab
terjadinya tingkah laku.
Unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan
dan hukuman. Penguatan adalah konsekuensi yang meningkatkan
probabilitas.
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua bagian:
a. Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa
frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang
mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah
berupa hadiah (permen, kado, makanan), perilaku (senyum,
menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan,
mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1, 2 atau
3).
b. Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa
frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan
stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk
penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi
penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan
perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka
kecewa).
Perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah
dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau
diperoleh, sedangkan penguatan negatif ada sesuatu yang dikurangi
atau dihilangkan. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan
negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu perilaku,
sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku.
Berikut ini disajikan contoh dari konsep penguatan positif, negatif,
dan hukuman (J.W Santrock, 274).
Kondisioning operan menyarankan penerapan cara pemberian
penguatan komponen tingkah laku seperti menunjukkan perhatian
pada stimulus dan melakukan studi yang cocok terhadap tingkah
laku. Hukuman harus dihindari karena adanya hasil sampingan yang
bersifat emosional dan tidak menjamin timbulnya tingkah laku positif
yang diinginkan. Dengan demikian beberapa prinsip belajar dalam
teori kondisioning operan antara lain:
a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan, jika benar diberi penguat.
b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini
lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan
sebagainya. Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal
variable rasio reinforcer.
g. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Contoh program bimbingan perilaku

PROGRAM BIMBINGAN PERILAKU


BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Materi : Bimbingan Perilaku


Tujuan : Bimbingan bagi siswa yang membolos
Metode : Pengkondisian Operan
Evaluasi :
Tempat :
Alokasi waktu :

No. Kegiatan Uraian Bentuk Kegiatan


1. Identifikasi siswa
2. Analisis komponen
yang menyebabkan
siswa membolos
3. Menentukan penguatan
4. Memberikan perlakuan
5. Evaluasi hasil
perlakuan
6. Membandingkan
sebelum dan sesudah
Rangkuman
1. Bimbingan perilaku merupakan penerapan aneka ragam tehnik dan
prosedur yang berakar pada berbagai teori pembelajaran.
2. Tujuan umum bimbingan perilaku adalah menciptakan kondisi-kondisi
baru bagi proses belajar. Dasar alasannya adalah bahwa segenap tingkah
laku adalah dipelajari, termasuk tingkah laku yang maladaptive.
3. Teknik-teknik spesifik yaitu: Desensitisasi sistematik, Teknik implosif
dan pembanjiran, Latihan asertif, Terapi aversi dan Pengkondisian
operan

Pustaka
Corey, Gerald., (2013)., Teori dan Praktek Konseling dan Psikoteraphi.,
Bandung: PT. Refika Aditama

Nurihsan, Juntika, (2010), Bimbingan dan Konseling, Bandung : PT. Refika


Aditama

Nurihsan, Juntika, (2010), Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling,


Bandung : PT. Refika Aditama

Priyatno dan Emra., (2013)., Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.,


Jakarta: Rineka Cipta

Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juantika.(2014). Landasan Bimbingan &


Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya

PENUTUP
A. Lembar Kerja
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Setujukah Anda dengan pandangan tentang manusia yang maladaptif
perlu dibimbing?
2. Implikasi apa yang tergantung dalam asumsi yang mendasari
bimbingan perilaku?
3. Cara apa yang paling efektif untuk menjalankan analisis atas tingkah
laku masalah?
4. Dengan cara apa treatment bisa di evaluasi?
5. Bagaimana prosedur yang layak diseleksi bagi klien tertentu dengan
masalah-masalah yang spesifik?

B. Test formatif
Berilah tanda silang (X) pada jawaban paling benar
1. Behaviorisme merupakan kunci utama dalam bimbingan perilaku.
Apa itu behaviorisme?
a. Pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia.
b. Pandangan ilmiah tentang lingkungan kehidupan manusia.
c. Pandangan ilmiah tentang sosial budaya manusia.
d. Pandangan ilmiah tentang pola berpikir manusia.
2. Manakah di bawah ini yang bukan termasuk dalam ciri unik
bimbingan perilaku?
a. Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan
spesifik.
b. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment.
c. Menekankan evaluasi atas keefektifan teknik yang digunakan
dalam bimbingan.
d. Penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi.
3. Manakah yang termasuk ke dalam fungsi bimbingan perilaku?
a. Penghapusan tingkah laku yang adaptif.
b. Diarahkan pada tujuan memperoleh penguatan tingkah laku yang
maladaptif.
c. Memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan.
d. Merubah perilaku adaptif menjadi maladaptif
4. Apa yang termasuk ke dalam tujuan bimbingan perilaku?
a. Menciptakan kondisi baru bagi proses belajar.
b. Tingkah laku tidak dapat dipelajari.
c. Tingkah laku bisa dihapus dari ingatan.
d. Hanya mempelajari tingkah laku adaptif.
5. Mana yang tidak termasuk dalam teknik bimbingan perilaku?
a. Desensitisasi sistematik
b. Bimbingan implosif
c. Latihan asertif
d. Bimbingan belajar
6. Di bawah ini yang merupakan kegunaan desensitisasi sistematik
adalah
a. Menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif.
b. Menghapus tingkah laku yang diperkuat secara positif.
c. Memunculkan stimulus penghasil kecemasan.
d. Membelajarkan menggunakan hukuman dengan kejutan listrik.
7. Apa yang membedakan antara terapi implosif dengan desensitisasi
sistematik?
a. Terapi implosif merupakan usaha untuk menghadirkan luapan
emosi yang masif.
b. Implosif berasumsi bahwa tingkah laku melibatkan penghindaran
terkondisi atas kecemasan.
c. Teknik implosif menggunakan tingkat kecemasan sebagai dasar.
d. Bimbingan implosif tidak memunculkan hasil kecemasan.
8. Siapa yang menemukan teori kondisioning operan
a. B. F Skinner
b. J. W. Santrock
c. Margaret E. Bell Gredler
d. Pavlop
9. Di bawah ini yang tidak termasuk asumsi yang membentuk landasan
untuk kondisioning operan adalah
a. Belajar itu adalah tingkah laku.
b. Perubahan tingkah laku berkaitan dengan perubahan lingkungan.
c. Hubungan yang berhukum antara tingkah laku dan lingkungan
hanya dapat ditentukan jika tingkah laku dan kondisi eksperimen
didefinisikan menurut fisik.
d. Data dari studi eksperimental tingkah laku bukanlah informasi
penting yang dapat diterima.
10. Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respon meningkat
karena diikuti dengan stimulus yang mendukung, merupakan
pernyataan dari
a. Penguatan positif
b. Penghukuman positif
c. Penguatan negatif
d. Penghukuman negatif

C. Umpan Balik
Cocokkan jawaban di atas dengan kunci jawaban tes formatif yang ada
di bagian akhir modul ini. Ukurlah tingkat penguasaan materi kegiatan
belajar 4 dengan rumus sebagai berikut:
Tingkat penguasaan = (Jumlah jawaban benar : 10 ) x 100%
Arti tingkat penguasaan yang diperoleh adalah:
Baik sekali = 90 – 100%
Baik = 80 – 89%
Cukup = 70 – 79%
Kurang = 0 – 69%
Bila tingkat penguasan mencapai 80% ke atas, silahkan melanjutkan ke
kegiatan belajar 4.Namun bila tingkat penguasaan masih di bawah 80%
harus mengulangi kegiatan belajar 4 terutama pada bagian yang belum
dikuasai.
KEGIATAN BELAJAR 2: Bimbingan Vokasional

PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Pada bab ini akan dijelaskan tentang program bimbingan bagi anak
berkebutuhan khusus dalam Vokasional, pembahasan bimbingan
vokasional bertitik focus pada mengarahkan anak berkebutuhan khusus
dalam menjani kehidupan pasca sekolah, memutuskan dan memilih
pekerjaan atau kariernya.

B. Relevansi
Bimbingan vokasional bagi anak berkebutuhan khusus perlu sekali
dibelajarkan pada anak, karena akan membantu anak dalam memutuskan
tujuan hidup setelah melewati jenjang pendidikan di sekolah.

C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah


1. Mahasiswa mampu menjelaskan Konsep Dasar Bimbingan
vokasional
2. Mahasiswa mampu menjelaskan peranan bimbingan vokasional
bagi anak berkebutuhan khusus
3. Mahasiswa mampu menjelaskanpentingnya mempelajari bimbingan
vokasional
4. Mahasiswa mampu menjelaskanproses bimbingan vokasional bagi
anak berkebutuhan khusus
5. Mahasiswa mampu menyusun program bimbingan Vokasional bagi
anak berkebutuhan khusus
PENYAJIAN
A. Konsep dasar vokasional
Berbicara tentang pendidikan vokasional bagi anak berkebutuhan
khusus, maka kita perlu merunut kembali babon atau yang menjadi
pedoman dalam kurikulum yang telah dikembangkan untuk anak
berkebutuhan khusus selama ini. Pendidikan vokasional tentu ada
diantara materi-materi dan jenjang pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus yang ada. Sebagaimana dalam struktur kurikulum yang telah
dikembangkan untuk peserta didik berkelainan fisik, emosional, mental,
intelektual dan/atau sosial berdasarkan standar kompetensi lulusan,
standar kompetensi kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi
mata pelajaran. Dalam struktur kurikulum anak berkebutuhan khusus,
disebutkan bahwa peserta didik berkelainan dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori, yaitu:
1. Peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan
intelektual di bawah rata-rata, dan
2. Peserta didik berkelainan disertai dengan kemampuan intelektual di
bawah rata-rata.
Kedua kelompok tersebut tentu memberikan konsekuensi dan
layanan yang sangat berbeda untuk mengoptimalkan kemampuan
mereka. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kurikulum pendidikan
khusus terdiri atas delapan sampai dengan 10 mata pelajaran, muatan
lokal, program khusus, dan pengembangan diri.
Sebagaimana disebutkan dalam Standar Isi (2006:20) bahwa
kurikulum muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk
mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan
potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat
dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan
program khusus berisi kegiatan yang bervariasi dan sesuai dengan jenis
ketunaannya, seperti: 1) program orientasi dan mobilitas untuk peserta
didik tunanetra, 2) bina komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk
peserta didik tunarungu, 3) bina diri untuk peserta didik tunagrahita, 4)
bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, dan 5) bina pribadi dan sosial
untuk peserta didik tunalaras.
Substansi muatan program khusus tersebut tentu dimaksudkan
untuk mendasari dimilikinya kemampuan dasar dalam
mengkompensasikan kehilangan indera atau kemampuan mendasar
mereka. Begitu pula materi pengembangan diri, materi ini bukan suatu
bidang studi atau mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru.
Sebagaimana disebutkan dalam Standar Isi (2006:20) bahwa
pengembangan diri dalam kurikulum anak berkebutuhan khusus
bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi
sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing
oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan
dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Untuk memberikan kesempatan berkembangnya potensi anak
berkebutuhan khusus, maka telah dirumuskan pula mengenai perbedaan
kurikulum layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang
tidak disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata dengan
anak berkebutuhan khusus yang disertai dengan kemampuan intelektual
di bawah rata-rata. Hal ini telah diatur dan disebutkan dalam Standar Isi
(2006:20) sebagai berikut :
Peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan
intelektual di bawah rata-rata, dalam batas-batas tertentu masih
dimungkinkan dapat mengikuti kurikulum standar meskipun harus
dengan penyesuaian-penyesuaian. Peserta didik berkelainan yang
disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata,
diperlukan kurikulum yang sangat spesifik, sederhana dan bersifat
tematik untuk mendorong kemandirian dalam hidup sehari-hari.
Peserta didik berkelainan tanpa disertai kemampuan intelektual di
bawah rata-rata, yang berkeinginan untuk melanjutkan sampai ke
jenjang pendidikan tinggi, semaksimal mungkin didorong untuk
dapat mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan
umum sejak Sekolah Dasar. Jika peserta didik mengikuti
pendidikan pada satuan pendidikan SDLB, setelah lulus, didorong
untuk dapat melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama umum.
Bagi mereka yang tidak memungkinkan dan/atau tidak
berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi,
setelah menyelesaikan pada jenjang SDLB dapat melanjutkan
pendidikan ke jenjang SMPLB, dan SMALB.

B. Peranan bimbingan vokasional


Bimbingan vokasional atau lebih khusus lagi bimbingan kerja
untuk anak berkebutuhan khusus mempunyai peranan yang sangat
penting. Bimbingan vokasional terutama ditunjukan untuk
1. Membantu anak berkebutuhan khusus dalam menilai kemampuan
dasar yang dimilikinya, minatnya, sikap serta kecakapan khusus yang
mereka miliki.
2. Mengarahkan anak berkebutuhan khusus pada kemungkinan
pekerjaan yang sesuai dengan potensinya dan sesuai dengan
keterbatasan yang ditimbulkan karena kecacatan yang dimilikinya.
3. Memberikan bimbingan khusus bagi anak berkebutuhan khusus yang
mendapat kesulitan dalam menentukan karirnya di masa yang akan
datang.
4. Memberikan bantuan dan petunjuk bagi anak berkebutuhan khusus
tentang kemungkinan lapangan kerja yang dapat dimasuki dan
dimana mereka dapat menyalurkan keinginannya bila telah selesai
mengikuti latihan kerja tertentu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:1263) vokasional
diartikan sebagai yang bersangkutan dengan (sekolah) kejuruan atau
bersangkutan dengan bimbingan kejuruan. Ataupun dalam arti umum,
orang-orang sering memaknai vokasional dikaitkan dengan pekerjaan
atau keterampilan untuk mencari nafkah atau sumber penghidupan.
Optimalisasi pendidikan vokasional bagi anak-anak berkebutuhan
khusus berarti layanan pendidikan yang diberikan sebelum pendidikan
keterampilan yang berkaitan dengan cara-cara untuk mencari nafkah
atau penghidupan tersebut diberikan. Seandainya ini benar, pendidikan
tahap mana, seperti apa, kapan, bagaimana, dimana, dan mengapa yang
dimaksud dengan optimalisasi pendidikan vokasional itu. Untuk tidak
mengulang penafsiran makna sebagaimana dalam pendahuluan di atas,
maka penulis mencoba untuk memberikan interprestasi dan sedikit
pembahasan sebagaimana subjudul sebelum ini yaitu dalam sub
pendidikan vokasional bagi anak berkebutuhan khusus.

C. Pentingnya bimbingan vokasional


Kondisi anak berkebutuhan khusus sangat bervariasi dan sangat
individual, ada anak berkebutuhan khusus yang sekaligus memiliki
kemampuan akademik di bawah rata-rata, namun juga ada anak
berkebutuhan khusus yang memiliki kemampuan akademik normal atau
di atas rata-rata. Dengan demikian sangatlah sulit untuk menggiring
kesamaan persepsi atau interpretasi kemandirian bagi seorang anak
berkebutuhan khusus melalui optimalisasi pendidikan vokasional.
Apabila pendidikan vokasional di maksud adalah persekolahan maka
bagaimana sesungguhnya untuk mengoptimalkan pendidikan tersebut.
Apakah pendidikan dipersekolahan untuk anak berkebutuhan khusus
tersebut belum optimal baik yang memiliki kemampuan akademik
normal ataupun di bawah rata-rata, inilah arena yang dibuat agar
kembali “memotret, menelanjangi, merefleksi, dan melakukan
reorientasi” secara berjamaah untuk memperbaiki tujuan, proses
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang selama ini dilakukan.
Dengan demikian harapan tercapainya optimalisasi pendidikan
vokasional ini benar-benar dapat menghantarkan kemandirian anak
berkebutuhan khusus.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan
optimalisasi pendidikan vokasional menuju anak berkebutuhan khusus
mandiri. Langkahlangkah tersebut tentu tidak lepas dari tahapan 1)
diagnosis dan asesmen anak berkebutuhan khusus, 2) pemantapan dan
pematangan kemampuan dasar si anak, 3) penempatan anak sesuai
dengan bakat potensinya, 3) keseriusan pelayanan sesuai dengan bakat
potensi yang terfokus dengan dukungan yang memadai, 4) pembinaan
mental dan motivasinya, 5) penempatan dan pemagangan anak dalam
pengawasan tim, dan 6) evaluasi berkelanjutan. Tahap-tahap ini
hanyalah untuk sedikit memudahkan dalam melakukan pembahasan.
Mengenai optimalisasi pendidikan vokasional ini. Diagnosis dan
asesmen dimaksudkan untuk mengetahui kondisi anak berkebutuhan
khusus yang sesungguhnya sehingga dengan diketahui kondisi
kemampuannya maka dapat dilakukan program pengembangan
kompensasi hambatan yang dideritanya. Dengan dilakukan asesmen
yang tepat maka dapat diketahui tingkat intelektualitas si anak sehingga
akan lebih tepat pula dalam memberikan layanan selanjutnya. Tindakan
ini, secara umum telah dilakukan di beberapa sekolah namun belum
terprogram dengan baik.
Tahap selanjutnya untuk melakukan optimalisasi pendidikan
adalah melakukan pemantapan dan pematangan kemampuan dasar si
anak. Pada tahap ini disesuaikan dengan tahap perkembangan dan juga
tingkat kelas sianak, semakin tinggi kelas dan kemampuannya maka
kemampuan dasar ini akan semakin berkembang seiring dengan tahap
kemampuan si anak. Dengan demikian pada tahap ini, sekolah harus
sangat ketat dalam menentukan target capaian pendidikan yang
dimaksud. Begitu tahap ini telah lulus dan mampu dilepas maka
selanjutnya adalah masuk pada tahap penempatan anak sesuai dengan
bakat potensinya. Pada tahap penempatan anak, semakin jelas jenjang
atau jalur yang diikutinya apakah mengarah pada jenjang akademik atau
non akademik. Pada tahap ini berbabagai potensi anak harus
dikembangkan semaksimal mungkin, sehingga kerja tim sangat penting
di sekolah bahkan dengan pihak orangtua wali. Pada tahap ini berbagai
kesempatan anak untuk berekspresi karya harus sering diberikan, dalam
arti tidak hanya selalu dijejali dengan berbagai teori baik untuk jalur
akademik maupun non akademik. Bahkan pada tahap ini peluang atau
kesempatan anak untuk mencoba berkarya bisa sampai 60:40% antara
teori dan praktiknya. Dengan demikian anak memiliki pengalaman-
pengalaman langsung dan bahkan masih perlu diberikan beberapa tugas
tambahan. Namun balikan dari karya siswa ini juga harus sering
diberikan untuk proses perbaikan selanjutnya.
Apabila anak telah terlatih dalam melakukan suatu karya nyata dan
tidak secara teoritis maka tahap selanjutnya adalah tetap menjaga
keseriusan pelayanan sesuai dengan bakat potensi yang terfokus dengan
dukungan yang memadai, kemudian dilanjutkan pembinaan mental dan
memotivasi sesuai dengan jenis kebutuhannya. Hal ini untuk menjaga
dan melatih peningkatkan perkembangan emosi & penerimaan diri anak
untuk tetap mau maju dan berkarya, disamping mematangkan aspek
sosial, moral dan spiritual si anak. Dengan telah dimilikinya mental yang
baik kalau dirinya masih mampu berkarya dan mereka memiliki potensi
sesuai dengan jalur yang dipilihnya maka tahap selanjutnya adalah
penempatan dan pemagangan anak dalam pengawasan tim. Pemagangan
ini dapat dilakukan di sekolah dengan mencoba membuka berbagai
kegiatan.
Seperti di Sekolah Luar Biasa yaitu anak diberi bidang
pengembangan keterampilan: tata boga, tata busana, tata rias dan
kecantikan, membatik, sablon, komputer, melukis, sanggar kreatifitas,
yang dilakukan mulai dari produk sampai pada pemasarannya. Untuk
mengetahui kebermanfaatan program ataupun perkembangannya maka
perlu dilakukan evaluasi berkelanjutan. Dengan demikian anak
berkebutuhan khusus selama dalam pendidikan vokasional dapat belajar
melakukan peningkatkan ekspresi diri dan mempersiapkan masa depan
diri.
Bimbingan vokasional bagi anak berkebutuhan khusus terutama
ditunjukkan kepada penyiapan mereka dalam menentukan pilihan
bijaksana tentang pekerjaan atau karirnya setelah mereka dididik atau
dilatih dalam lembaga pendidikan khusus. Banyak cara yang dapat
ditempuh untuk mempersiapkan anak berkebutuhan khusus biasa
bekerja, misalnya dengan latiha kerja di asrama, magang di kantor, atau
dilatih secara khusus di balai latihan kerja.
Contoh program bimbingan vokasional

PROGRAM BIMBINGAN VOKASIONAL


BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Materi : Bimbingan Vokasional


Tujuan :
Metode :
Evaluasi :
Tempat :
Alokasi waktu :

No. Kegiatan Uraian Bentuk


Kegiatan
1. Persiapan a. Dalam pembuatan telur
asin;
b. Pemberitahuan kepada
siswa dan orang tua
siswa
c. Menentukan waktu
pelaksanaan program;
d. Menentukan
penanggung jawab
kegiatan;
e. Menentukan alat dan
bahan yang diperlukan.
2. Pelaksanaa a. Melakukan kegiatan
pemmbuatan telur asin;
b. Mengamati kompetensi
siswa;
c. Melakukan bimbingan
kepada siswa.
d. Menunggu telur asin
selesai dibuat.
e. Menikmati telur asin
yang telat dibuat.
3. Evaluasi a. Mengecek kelengkapan
alat yang digunakan
dalam pembuatan telur
asin;
b. Membersihkan peralatan
dan mengembalikannya;
c. Mengevaluasi kegiatan
oleh guru kepada siswa
mengenai alat dan bahan
serta proses
pembuatannya.
Rangkuman
1. Bimbingan vokasional terutama ditunjukkan untuk: membantu Anak
berkebutuhan khusus dalam menilai kemampuan dasar yang
dimilikinya, minatnya, sikap serta kecakapan khusus yang mereka
miliki, Mengarahkan anak berkebutuhan khusus pada pekerjaan yang
sesuai dengan potensinya dan sesuai dengan keterbatasan yang
ditimbulkan karena kecacatan yang dimilikinya, Memberikan
bimbingan khusus bagi anak berkebutuhan khusus yang mendapat
kesulitan dalam menentukan karirnya di masa yang akan datang,
Memberikan bantuan dan petunjuk bagi anak berkebutuhan khusus
tentang kemungkinan lapangan kerja yang dapat dimasuki dan dimana
mereka dapat menyalurkan keinginannya bila telah selesai mengikuti
latihan kerja tertentu.
2. Optimalisasi pendidikan vokasional bagi anak-anak berkebutuhan
khusus berarti layanan pendidikan yang diberikan sebelum pendidikan
keterampilan yang berkaitan dengan cara-cara untuk mencari nafkah
atau penghidupan tersebut diberikan.
3. Langkah-langkah tersebut tentu tidak lepas dari tahapan 1) diagnosis
dan asesmen anak berkebutuhan khusus, 2) pemantapan dan
pematangan kemampuan dasar si anak, 3) penempatan anak sesuai
dengan bakat potensinya, 3) keseriusan pelayanan sesuai dengan bakat
potensi yang terfokus dengan dukungan yang memadai, 4) pembinaan
mental dan motivasinya, 5) penempatan dan pemagangan anak dalam
pengawasan tim, dan 6) evaluasi berkelanjutan.
4. Bimbingan vokasional bagi anak berkebutuhan khusus terutama
ditunjukkan kepada penyiapan mereka dalam menentukan pilihan
bijaksana tentang pekerjaan atau karirnya setelah mereka dididik atau
dilatih dalam lembaga pendidikan khusus.
Pustaka
Dahlan, (1985)., Beberapa Pendekatan Dalam Penyuluhan (Konseling),
Bandung: CV. Dipenogoro

Mulyati, Euis Nani., (2011)., Bimbingan dan Konseling Anak


Berkebutuhan Khusus., Bandung: Program Studi PLB FKIP
Uninus

Nurihsan, Juntika, (2010), Bimbingan dan Konseling, Bandung : PT.


Refika Aditama

Nurihsan, Juntika, (2010), Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling,


Bandung : PT. Refika Aditama

Priyatno dan Emra., (2013)., Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.,


Jakarta: Rineka Cipta

Somantri, Sutjihati., (2012), Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung : PT.


Refika Aditama

Surya, Mohamad., (1994), Dasar-dasar Konseling Pendidikan, Bandung


Bhakti Winaya

Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juantika. (2014). Landasan Bimbingan &


Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya

PENUTUP
A. Lembar Kerja
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!
1. Apa yang Anda ketahui mengenai vokasional?
2. Jenis kelainan apa saja yang tercantum dalam sttruktur kurikulum
yang dikembangakn untuk peserta didik berkelainan?
3. Untuk apa bimbingan vokasional atau lebih khusus lagi bimbingan
kerja untuk anak berkebutuhan khusus mempunyai peranan penting
terutama ditunjukkan?
4. Sebutkan langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan
optimalisasi pendidikan vokasional menuju anak berkebutuhan
khusus mandiri!
5. Tuliskan tujuan utama bimbingan vokasional bagi anak
berkebutuhan khusus!

B. Test Formatif
Berilah tanda silang (X)pada jawaban paling benar di bawah ini!
1. Dalam struktur kurikulum bimbingan vokasional anak
berkebutuhan khusus disebutkan bahwa peserta didik dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori
a. Peserta didik yang temporer dan permanen.
b. Anak berkebutuhan khusus dengan intelektual rata-rata dan di
bawah rata-rata
c. Anak berkebutuhan khusus mampu dan tidak mampu.
d. Peserta didik bekebutuhan khusus usia sekolah dan pasca
sekolah.
2. Substansi muatan program khusus berisi kegiatan yang bervariasi
dan sesuai dengan jenis ketunaannya. Di bawah ini yang tidak
termasuk ke dalam muatan program khusus adalah
a. Program orientasi dan mobilitas.
b. Bina komunikasi persepsi bunyi.
c. Bina diri untuk tunagrahita
d. Bimbingan pemusatan perhatian
3. Dalam Standar Isi (2006:20) pengembangan diri dalam kurikulum
bertujuan untuk
a. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk berkembang
dan berekspresi.
b. Untuk menyesuaikan program pembelajaran.
c. Memberikan penguatan spiritual pada peserta didik.
d. Menumbuhkan sosial emosional peserta didik.
4. Manakah di bawah ini yang tidak termasuk fasilitator dalam
kegiatan pengembangan diri
a. Konselor
b. Guru
c. Tenaga kependidikan
d. Yayasan
5. Optimalisasi pendidikan vokasional bagi anak berkebutuhan
khusus selalu berkaitan dengan
a. Bimbingan jasmani dan rohani.
b. Bimbingan spiritual.
c. Bimbingan kerja atau karier.
d. Bimbingan sosial emosional.
6. Langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan optimalisasi
pendidikan vokasional menuju anak berkebutuhan khusus mandiri
itu tidak lepas dari tahapan-tahapan optimalisasi pendidikan
vokasional, kecuali?
a. Diagnosis dan asesment anak berkebutuhan khusus.
b. Intervensi pembelajaran anak berkebutuhan khusus.
c. Pemantapan dan pematangan kemampuan dasar.
d. Pembinaan mental dan motivasi
7. Dengan dilakukan asesmen apa yang didapat konselor dalam
melakukan konseling vokasionalnya?
a. Dapat mengetahui riwayat pembelajarannya.
b. Dapat mengetahui sikap dan sifat anak.
c. Dapat mengetahui kondisi anak saat itu.
d. Dapat mengetahui tingkat intelektualitas anak.
8. Apa yang dilakukan apabila anak telah terlatih dalam melakukan
suatu karya nyata dan tidak secara teoritis?
a. Tetap menjaga keseriusan pelayanan sesuai dengan bakat dan
potensi.
b. Mengulang kembali proses pembimbingan.
c. Menaikan standar proses yang harus dilalui.
d. Memfokuskan pada hal yang tidak mampu anak lakukan.
9. Mengapa penting diberikan bimbingan vokasional bagi anak
berkebutuhan khusus?
a. Karena anak harus menguasai pembelajaran.
b. Karena anak berkebutuhan khusus dituntut untuk memenuhi
standar.
c. Menyiapkan anak berkebutuhan khusus dalam menentukan
pilihan bijaksana tentang pekerjaan atau karirnya.
d. Memberikan pengetahuan umum kepada anak berkebutuhan
khusus
10. Berikut ini adalah tiga proses yang tercantum dalam program
bimbingan vokasional
a. Asesment, pembelajaran dan remedial.
b. Penguatan, pelemahan dan intervensi.
c. Pembekalan, peningkatan dan penerapan kemampuan.
d. Persiapan, pelaksanaan dan evaluasi atau pengarahan bimbingan
karier.

C. Umpan Balik
Cocokkan jawaban di atas dengan kunci jawaban tes formatif
yang ada di bagian akhir modul ini. Ukurlah tingkat penguasaan
materi kegiatan belajar 5 dengan rumus sebagai berikut:
Tingkat penguasaan = (Jumlah jawaban benar : 10 ) x 100%
Arti tingkat penguasaan yang diperoleh adalah:
Baik sekali = 90 – 100%
Baik = 80 – 89%
Cukup = 70 – 79%
Kurang = 0 – 69%
Bila tingkat penguasan mencapai 80% ke atas, silahkan
melanjutkan ke kegiatan belajar 5.Namun bila tingkat penguasaan
masih di bawah 80% harus mengulangi kegiatan belajar 2 terutama
pada bagian yang belum dikuasai.

Anda mungkin juga menyukai