Anda di halaman 1dari 15

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP

Dosen Pengampu : Binti Isrofin, M.Pd

Disusun Oleh

Andriyana Sugiyanto

2285142345

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG

2015
I. Konsep Dasar Konseling Behavioral

a) Konsep dasar konseling behavioral


Konseling Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling
yang ada pada saat ini. Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi
dari aliran psikologi behavioristi, yang menekankan perhatiannya pada
perilaku yang nampak. Konseling behavioral sebagai model konseling
yang memiliki pendekatan yang berorientasi pada perubahan perilaku
menyimpang dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar.
Muhamad surya (1998:186) memaparkan bahwa dalam konsep
behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat
diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada
dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau
pengalaman belajar untuk membantu individu agar dapat mengubah
perilakunya supaya dapat memecahkan masalahnya.
Jika kita merujuk pada kasus yang melatar belakangi masalah studi
kasus kali ini, diketahui seorang remaja yang merupakan salah satu siswa
di sekolah menengah atas didaerah cilegon banten yaitu Riyan memiliki
perilaku yang bersifat menyimpang (maladaptif). Karena berdasarkan data
yang disajikan dapat diketahui bahwa riyan yang katagorinya masih murid
baru disekolah tersebut, sudah memiliki catatan ketidakhadiran sebanyak 6
kali, ternyata setelah diketahui yang melatar belakangi masalah Riyan
tersebut adalah karena Riyan memiliki kebiasaan yang kurang baik yaitu
main game online hingga larut malam bahkan tak jarang ia melakukan
taruhan dengan teman-teman sepermainannya yang membuatnya menjadi
kecanduan dan lupa terhadap waktu, sehingga membuatnya menjadi sering
bangun kesiangan dan membuat ia selalu terlambat datang kesekolah.

Berdasarkan kajian dalam pendekatan behavioristik, pada dasarnya


manusia itu memiliki kecenderungan untuk berprilaku positif atau negatif
karena merujuk kepada konsep behavioristik bahwa kepribadian manusia
dibentuk oleh lingkungan di mana ia berada. Perilaku dihasilkan dari
pengalaman yang diperoleh individu dalam interaksinya dengan
lingkungan. Perilaku yang baik adalah hasil dari lingkungan yang baik,
begitu juga sebaliknya. Jadi, berdasarkan dengan kajian teori diatas kita
dapat menarik kesimpulan bahwa pada hakikatnya perilaku negatif yang
ada pada diri Riyan itu dapat berubah berdasarkan pendekatan konseling
Behavioristik.

b) Asumsi yang digunakan dalam membantu konseli


Perilaku bermasalah dalam konsep behavioristik adalah perilaku
yang tidak sesuai atau tidak tepat dengan yang diharapkan oleh
lingkungan. Penetapan perilaku bermasalah mengacu pada perbedaannya
dengan perilaku normal yang menekankan aspek penyesuaian diri dengan
lingkungan. Perilaku yang salah ini dapat ditandai dengan munculnya
konflik antara individu dengan lingkungannya. Hal inilah yang
mengakibatkan ketidakpuasan dan kesulitan dalam diri individu.
Berdasarkan penjelasan di atas, Riyan memiliki perilaku yang
maladaptif atau perilaku bermasalah yaitu kecanduan game online yang
mengakibatkan munculnya masalah-masalah atau hambatan-hambatan
yang saat ini tengah di alami oleh Riyan. Maka konselor membantu Riyan
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya, sampai Riyan
mampu menghilangkan perilaku maladaptifnya tersebut dan memperkuat
serta mempertahankan perilaku yang diinginkan, dan membentuk pola
tingkah laku dengan memberi ganjaran atau reinforcement yang
menyenangkan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul.
Spiegler dan Guevremont (dalam Corey, 1996) mengemukakan 6
hal yang mengkarakterisasikan behavior therapy, yaitu:
1. Behavior therapy didasarkan pada prinsip dan prosedur penelitian
ilmiah. Prinsip-prinsip pembelajaran secara sistematis diterapkan untuk
membantu orang-orang mengubah perilakunya yang maladaptif.
Hasilnya lebih didasarkan pada apa yang telah diobservasi daripada
keyakinan-keyakinan pribadi. Hal yang membedakan
praktisi behavioral dengan yang lainnya adalah spesifikasi yang
sistematis dan dapat diukur. Mereka membuat tujuan dari treatment-nya
secara konkret dan objektif agar memungkinkan dilakukan pengulangan
pada intervensi mereka. Metode penelitian digunakan untuk
mengevaluasi efektivitas dari prosedur pengukuran dan treatment.
Konsep dan prosedur behavioral dinyatakan secara eksplisit, di tes
secara empiris, dan diperbaiki secara terus-menerus.

2. Behavior therapy berhadapan dengan masalah konseli saat ini dan


faktor-faktor yang mempengaruhinya. Konselor berpendapat bahwa
masalah konseli dipengaruhi oleh kondisi sekarang. Mereka kemudian
menggunakan teknik behavioral untuk mengubah faktor-faktor
sekarang yang relevan yang mempengaruhi perilaku konseli.

3. Dalam behavior therapy, konseli diharapkan melakukan tindakan-


tindakan spesifik untuk menghadapi masalah mereka. Daripada
berbicara secara sederhana mengenai kondisi, mereka melakukan
sesuatu yang membawa perubahan. Mereka mengawasi perilaku
konseli selama dan diluar sesi terapi, kemampuan untuk belajar dan
praktik menyelesaikan masalah dan bermain peran terhadap perilaku
baru. Terapi ini adalah pendekatan yang mengarah pada tindakan.

4. Secara umum, behavior therapy sebisa mungkin membawa konseli


pada lingkungan yang natural (yang sebenarnya). Pendekatan ini
menekankan pada mengajari konseli kemampuan mengatur
dirinya (self-management), dengan harapan bahwa mereka akan
bertanggung jawab untuk menerima apa yang mereka pelajari dalam
terapi dalam kehidupan sehari-hari. Pekerjaan rumah menjadi bagian
yang integral dalam behavioral therapy.

5. Prosedur behavioral dibuat agar cocok dengan kebutuhan masing-


masing konseli yang unik. Beberapa teknik terapi digunakan untuk
mengatasi masalah konseli.
6. Praktik terapi behavioral didasarkan pada hubungan partner yang
kolaboratif antara konselor dan konseli. Pertama, selalu berusaha untuk
memberikan informasi pada konseli tentang treatment yang akan
dijalani. Kedua, konseli sering dilatih untuk mengawali, melakukan,
dan mengevaluasi treatment yang dijalaninya sesuai bimbingan
konselor.

c) Tujuan konseling bagi konseli


Tujuan konseling behavioral berorientasi pada pengubahan atau
modifikasi perilaku konseli, yang di antaranya untuk:
 Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar
Diharapkan dengan konseling yang dilakukan, Riyan dapat
menciptakan atau membentuk situasi/keadaan yang baru bagi proses
belajarnya menjadi lebih baik.
 Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
Melalui konseling ini diharapkan supaya Riyan dapat menghapus atau
menghilangkan kebiasaan-kebiasaan (game online) ataupun hasil
belajar yang tidak adaptif dan perilaku yang adaptif dapat ditimbulkan
dan dikukuhkan.
 Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari
Memberikan pengalaman belajar yang baik/sesuai (adaptif) yang
belum pernah dipelajari oleh Riyan sebelumnya.
 Membantu konseli yaitu Riyan membuang respons-respons yang lama
(game online) yang merusak diri atau maladaptif dan mempelajari
respons-respons yang baru yang lebih sehat dan sesuai (adjustive).
 Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang
maladaptif, memperkuat serta mempertahankan perilaku yang
diinginkan.
 Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran
dilakukan bersama antara konseli dan konselor.
Jadi konseling ini bertujuan supaya Riyan dapat menghilangkan
perilaku maladaptifnya tersebut yaitu kecanduan game online yang
menyebabkan munculnya masalah dalam sekolah atau belajarnya.
Selain itu, diharapkan juga bahwasanya Riyan mampu menciptakan
atau membentuk situasi/keadaan yang baru bagi proses belajarnya
menjadi lebih baik. Sehingga perilaku yang diinginkan atau tujuan
dari konseling ini dapat tercapai.

d) Peran konselor
Peran konselor dalam konseling behavioral berperan aktif, direktif
dan menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan solusi dari
persoalan individu.
Konselor behavioral biasanya berfungsi sebagai guru, pengarah
dan ahli yang mendiagnosa tingkah laku yang maladaptif dan menentukan
prosedur yang mengatasi persoalan tingkah laku individu. Dalam proses
konseling, konseli yang menentukan tingkah laku apa (what) yang akan
diubah, sedangkan konselor menentukan cara yang digunakan untuk
mengubahnya (how) (Corey, 1986, p. 180)
Selain itu, konselor juga sebagai model bagi konselinya. Bandura
mengatakan bahwa sebagian besar proses belajar terjadi melalui
pengalaman langsung yang didapat melalui observasi langsung terhadap
tingkah laku orang lain. Ia berpendapat bahwa dasar fundamental proses
belajar tingkah laku adalah imitasi; dengan demikian, konselor adalah
model signifikan bagi konseli (Corey, 1986, p. 180)

Dalam konseling ini konselor tidak menentukan tingkah laku apa


(what) yang akan diubah, hal tersebut dilakukan atau ditentukan sendiri
oleh Riyan. Dalam konseling ini konselor adalah model signifikan bagi
Riyan karena sebagian besar proses belajar terjadi melalui pengalaman
langsung yang didapat melalui observasi langsung terhadap tingkah laku
orang lain.

e) Prosedur / Tahap konseling yang digunakan


Tingkah laku yang bermasalah dalam konseling behavioral adalah
tingkah laku yang berlebihan (excessive) dan tingkah laku yang kurang
(deficit). Tingkah laku yang berlebihan seperti: merokok, terlalu banyak
main games, dan sering memberi komentar di kelas. Adapun tingkah laku
yang deficit adalah terlambat masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas dan
bolos sekolah. Riyan mempunyai perilaku bermasalah yaitu kecanduan
bermain game online sampai larut malam sehingga sering menyebabkan
dia terlambat datang ke sekolah. Tingkah laku excessive dirawat dengan
menggunakan teknik konseling untuk menghilangkan atau mengurangi
tingkah laku, sedangkan tingkah laku deficit diterapi dengan menggunakan
teknik meningkatkan tingkah laku.

Konseling behavioral memiliki empat tahap yaitu: melakukan


asesmen (assessment), menentukan tujuan (goal setting),
mengimplementasikan teknik (technique implementation), dan evaluasi
dan mengakhiri konseling (evaluation termination) (Rosjidan, 1994, p.
25).

Melakukan Asesmen (Assessment)

Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan oleh konseli pada
saat ini. Asesmen dilakukan adalah aktivitas nyata, perasaan dan pikiran konseli.
Kanfer dan Saslow (1969) mengatakan terdapat tujuh informasi yang digali dalam
asesmen, yaitu:

1. Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat ini.
Tingkah laku yang dianalisis adalah tingkah laku yang khusus.
2. Analisis situasi yang didalamnya masalah konseli terjadi. Analisis ini
mencoba untuk mengidentifikasi peristiwa yang mengawali tingkah laku
dan mengikutinya (antecedent dan consequence) sehubungan dengan
masalah konseli.
3. Analisis motivasional.
4. Analisis self control, yaitu tingkatan control diri konseli terhadap tingkah
laku bermasalah ditelusuri atas dasar bagaimana control itu dilatih dan atas
dasar kejadian-kejadian yqng menentukan keberhasilan self-control.
5. Analisis hubungan sosial, yaitu orang lain yang dekat dengan kehidupan
konseli diidentifikasi juga hubungannya orang tersebut dengan konseli.
Metode yang digunakan untuk mempertahankan hubungan ini dianalisis
juga
6. Analisis lingkungan fisik-sosial budaya. Analisis ini atas dasar norma-
norma dan keterbatasan lingkungan (Rosjidan, 1994, p. 25).
Dalam kegiatan asesmen ini konselor melakukan analisis ABC:

A = Antecedent (pencetus perilaku)

Dalam hal ini saudara Riyan dikatakan sebagai pencetus perilaku


yaitu dalam hal Kecanduan Bermain Game Online

B = Behavior (perilaku yang dipermasalakan)

Tipe tingkah laku = terlambat dan membolos sekolah

Frekuensi tingkah laku = berlangsung cukup lama (6 kali)

Dasar tingkah laku = begadang / tidur telalu larut

Intensitas tingkah laku = berlangsung sekarang dan berbarengan

Data tingkah laku ini menjadi data awal (baseline data) yang akan
dibandingkan dengan data tingkah laku setelah intervensi

C = Consequence (konsekuensi atau akibat perilaku tersebut)

Melakukan tindakan maladaptive, berupa malas dan sering


membolos bersekolah

Menetapkan Tujuan (Goal Setting)

Konselor dan konseli menentukan tujuan konseling sesuai dngan


kesepakatan bersama berdasarkan informasi yang telh disusun dan
dianalisis. Burks dan Engelkes (1978) mengemukakan bahwa fase goal
setting disusun atas tiga langkah, yaitu: (1) membantu konseli untuk
memandang masalahnya atas dasar tujuan-tujuan yang diinginkan, (2)
memperhatikan tujuan konseli berdasarkan kemungkinan hambatan-
hambatan situasional tujuan belajar yang dapat diterima dan dapat diukur,
dan (3) memecahkan tujuan ke dalam sub tujuan dan menyusun tujuan
menjadi susunan yang berurutan (Rosjidan, 1994, p. 26)

Implementasi Teknik (Technique Implementation)


Setelah tujuan konseling dirumuskan, konselor dan konsli menentukan
strategibelajar yang terbaik untuk membantu konseli mencapai perubahan
tingkah laku yang diinginkan. Konselor dan konseli mengimplementasikan
teknik-teknik konseling sesuai dengan masalah yang dialami oleh onsli
(tingkah laku excessive atau deficit).

Evaluasi dan Pengakhiran (Evaluation – Termination)

Evaluasi konseling behavioral merupakan proses yang berkesinambungan.


Evaluasi dibuat atas dasar apa yang konseli perbuat. Tingkah laku konseli
digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasiefektivitas konselor dan
efektivitas tertentu dari teknik yang digunakan. Terminasi lebih dari
sekedar mengakhir konseling. Terminasi meliputi:

1. Menguji apa yang konseli lakukan terakhir


2. Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan
3. Membantu konseli mentransfer apa yang dipelajari dalam konseling
ke tingkah laku konseli
4. Memberi jalan untuk memantau secara terus menerus tingkah laku
konseli (Rosjidan, 1994, p. 25).

f) Teknik-teknik konseling yang digunakan dalam membantu konseli


Teknik konseling behavioral terdiri dari 2 jenis, yaitu teknik untuk
meningkatkan tingkah laku dan untuk menurunkan tingkah laku. Teknik
untuk menaikan tingkah laku antara lain : penguatan positif, token
economy, pembentukan tingkah laku (shaping), pembuatan kontrak
(contingency contracting), sedangkan teknik untuk menurunkan tingkah
laku yaitu : penghapusan (extinction), time-out, pembanjiran (flooding),
penjenuhan (satiation), hukuman (punishment), terapi aversi (aversive
therapy), dan disensitisasi sistematis.

Penguatan positif (positive reinforcement)

Penguatan positif (positive reinforcement) adalah memberikan


penguatan yang menyenangkan setelah tingkah laku yang diinginkan
ditampilkan yang bertujuan agar tingkah laku yang diinginkan cenderung
akan diulang, meningkat dan menetap di masa akan datang (Walker &
Shea, 1948). Reinforcement positif, yaitu peristiwa atau sesuatu yang
membuat tingkah laku yang dikehendaki berpeluang diulang karena
bersifat disenangi. Dalam memahami penguatan positif, perlu dibedakan
dengan penguatan negative (negative reinforcement) yaitu menghilangkan
kebiasaan aversive stimulus (negative reinforcement) yang biasa dilakukan
agar tingkah laku yang tidak diinginkan berkurang dan tingkah laku yang
diinginkan meningkat. Reinforcement negatif, yaitu peristiwa atau sesuatu
yang membuat tingkah laku yang dikehendaki kecil peluang untuk
diulang. Reinforcement dapat bersifat tidak menyenangkan atau tidak
memberi dampak pada perubahan tingkah laku tujuan (sukadji, 1983, p.
12).

Kartu berharga (Token Economy)

Kartu berharga (token economy) merupakan teknik konseling


behavioral yang didasarkan pada prinsip operant conditioning Skinner
yang termasuk di dalamnya adalah penguatan. Token economy adalah
strategi menghindari pemberian reinforcement secara langsung, token
merupakan penghargaan yang dapat ditukar kemudian dengan berbagai
barang yang diinginkan oleh konseli. Kartu berharga dapat diterapkan di
berbagai seting dan populasi seperti dalam seting individual, kelompok
dan kelas, juga pada berbagai populasi mulai dari anak-anak hingga orang
dewasa (Corey, 1986, p. 185). Token economy bertujuan untuk
mengembangkan perilaku adaptif melalui pemberian reinforcement
dengan token. Ketika tingkah laku yang diinginkan telah cenderung
menetap, pemberian token dikurangi secara bertahap (Corey, 1986, p. 185)
Pembentukan (Shaping)

Shaping adalah membentuk tingkah laku baru yang sebelumnya


belum ditampilkan dengan memberikan reinforcement secara sistematik
dan langsung setiap kali tingkah laku ditampilkan. Tingkah laku diubah
secara bertahap dengan memperkuat unsur-unsur kecil tingkah laku baru
yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku
akhir.

Pembuatan kontrak (Contingency Contracting)

Pembuatan kontrak adalah mengatur kondisi sehingga konseli


menampilkan tingkah laku yang diinginkan berdasarkan kontrak antara
konseli dan konselor.

Penokohan (Modeling)

Modeling berakar dari teori Albert Bandura dengan teori belajar


sosial. Penggunaan teknik modeling (penokohan) telah dimulai pada akhir
tahun 50-an, meliputi tokoh nyata, tokoh melalui film, tokoh imajinasi
(imajiner). Beberapa istilah yang digunakan adalah penokohan (modeling),
peniruan (imitation), dan belajar melalui pengamatan (observational
learning) terhadap orang lain dan perubahan terjadi melalui peniruan.
Peniruan (imitation) menunjukan bahwa perilaku orang lain yang diamati,
yang ditiru, lebih merupakan peniruan terhadap apa yang dilihat dan
diamati. Proses belajar melalui pengamatan menunjukkan terjadinya
proses belajar setelah mengamati perilaku pada orang lain.

Modeling merupakan belajar melalui observasi dengan


menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati,
menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses
kognitif.

Pengelolaan Diri (Self Management)


Pengelolaan diri (self management) adalah prosedur dimana
individu mengatur perilakunya sendiri. Pada teknik ini individu terlibat
pada beberapa atau keseluruhan komponen dasar yaitu: menentukan
perilaku sasaran, memonitor perilaku tersebut, memilih prosedur yang
akan diterapkan, melaksanakan prosedur tersebut, dan mengevaluasi
efektivitas prosedur tersebut (Sukadji, 1983, p. 96).

Penghapusan (Extinction)

Penghapusan (extinction) adalah menghentikan reinforcement pada


tingkah laku yang sbelumnya diberi reinforcement.

Pembanjiran (Flooding)

Pembanjiran (flooding) merupakan teknik modifikasi perilaku


berdasarkan prinsip teori yang dikemukakan oleh B. F. Skinner.
Pembanjiran (flooding) adalah membanjiri konseli dengan situasi atau
penyebab kecemasan atau tingkah laku tidak dikehendaki, sampai konseli
sadar bahwa yang dicemaskan tidak terjadi.

Penjenuhan (Satiation)

Penjenuhan (satiation) adalah varian flooding untuk self control.


Kontrol diri berasumsi bahwa tingkah laku dipengaruhi variabel eksternal.
Kontrol diri adalah bagaimana individu mengontrol variabel ekstrenal
yang menentukan tingkah laku. Penjenuhan adalah membuat diri jenuh
terhadap suatu tingkah laku, sehingga tidak lagi bersedia melakukannya.
Menurunkan atau menghilangkan tingkah laku yang tidak diinginkan
dengan memberikan reinforcement yang semakin banyak dan terus
menerus, sehingga individu merasa puas dan tidak akan melakukan
tingkah laku yang tidak diinginkan lagi.

Hukuman (Punishment)
Hukuman atau punishment merupakan intervensi operant-
conditioning yang digunakan konselor untuk mengurangi tingkah laku
yang tidak diinginkan. Hukuman terdiri dari stimulus yang tidak
menyenangkan sebagai konsekuensi dari tingkah laku. Skinner
berkeyakinan bahwa hukuman kerap kali digunakan bukan untuk
menghilangkan tingkah laku yang tidak diinginkan tetapi hanya
mengurangi kecenderungan tingkah laku. Ketika hukuman dihilangkan
maka tingkah laku tersebut akan muncul kembali (Corey, 1986, p. 186).

Time-out

Merupakan teknik menyisihkan peluang individu untuk


mendapatkan penguatan positif. Teknik ini biasa digunakan di kelas, di
mana siswa yang berperilaku tidak diharapkan diasingkan atau
dipindahkan dari siswa-siswa yang lain pada waktu yang spesifik dan
terbatas. Sehingga dalam keadaan terasing, individu tidak lagi berupaya
untuk melakukan perilaku yang dapat menarik perhatian guru maupun
teman-temannya.

Terapi Aversi

Pada kontrol diri aversi dilakukan sendiri oleh konseli, tetapi pada
terapi pengaturan kondisi aversi dilakukan terapis. Terapi aversi
merupakan teknik yang bertujuan untuk meredakan gangguan-gangguan
behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku
simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku
yang tidak diinginkan terhambat kemunculannya.

Disensitisasi Sistematis
Disensitisasi sistematis digunakan untuk menghapus rasa cemas
dan tingkah laku menghindar. Disensitisasi sistematis dilakukan dengan
menerapkan pengkondisian klasik yaitu dengan melemahkan kekuatan
stimulus penghasil kecemasan, gejala kecemasan bisa dikendalikan dan
dihapus melalui penggantian stimulus. Melibatkan teknik relaksasi.
Melatih konseli untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan
pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasi.

Dalam kasus Riyan ini konselor menggunakan teknik pembuatan


kontrak, penggunaan teknik ini sudah disepakati bersama antara Riyan dan
konselor. Dimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pembuatan kontrak
adalah mengatur kondisi sehingga konseli menampilkan tingkah laku yang
diinginkan berdasarkan kontrak antara konseli dan konselor. Teknik
pembuatan kontrak ini dianggap cocok untuk menangani kasus yang di
alami Riyan yaitu kecanduan game online. Perilaku Riyan yang kecanduan
game on line ini merupakan perilaku yang maladaptif, maka dengan
digunakannya teknik pembuatan kontrak ini bertujuan agar Riyan mampu
menciptakan atau meningkatkan perilaku adaptif dan menghilangkan
perilaku maladaptif.

Anda mungkin juga menyukai