Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TEORI SOSIOLOGI PENDIDIKAN


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Makalah Dalam Mata Kuliah
“Sosiologi Pendidikan Agama Islam”

Oleh :

Badoar Hasibuan : 20120023


Muhammad Qadafi : 20129019
Dosen Pembimbing :

Dr. Muhiddinur Kamal, M.Pd

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
PERIODE 2021M/1442 H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


kita kesehatan dan kesempatan dalam rangka menyelesaikan kewajiban penulis
sebagai mahasiswa, dalam bentuk tugas yang diberikan oleh Bapak dalam rangka
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kami. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW, sahabat beserta
keluarganya karena dengan perjuangan beliau kita bisa kumpul di tempat yang
mulia ini.

Ucapan terima kasih kepada bapak Dr. Muhiddinur Kamal, M.Pd


selaku dosen pembimbing pada mata kuliah“Paradigma Pendidikan dalam
Hadits” Program Studi Magister Agama Islam ini yang telah memberikan arahan
sehingga makalah sederhana yang berjudul ” Teori Sosiologi Pendidikan ” ini
selesai tepat waktu. Adapun dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh sebab iu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dalam rangka perbaikan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Bukittinggi, 29 September 2021

Pemakalah

Badoar Hasibuan
Muhammad Qadafi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................................
C. Tujuan.....................................................................................................................
BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Teori Sosiologi Pendidikan.................................................................


B. Teori-Teori Sosiologi Pendidikan
C. Contoh Masing-Masing Teori Sosiologi Pendidikan...........................................
D. Manfaat Teori Sosiologi Pendidikan....................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................................
B. Saran....................................................................................................................
DAFTAR KEPUSTAKAAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam memahami disiplin sosiologi pendidikan, maka diperlukan telaah
secara komprehensif tentang Teori Sosiologi Pendidikan, yang dimulai dari definisi
teori sosiologi pendidikan beserta contoh dan manfaatnya , sampai menjadi sebuah
pendekatan yang diakui dan dikenal luas.
Mempelajari sosiologi pendidikan tidak bisa dilepaskan dari telaah
komprehensif tersebut, karena kemunculan disiplin ilmu ini merupakan persentuhan
antara disiplin sosiologi dan ilmu pendidikan. Pada awalnya, sosiologi dan ilmu
pendidikan memiliki wilayah kajian yang berbeda. Namun karena perkembangan
sosial yang berlangsung menyebabkan kedua disiplin ilmu ini bersinergi. Dengan
kata lain, sosiologi pendidikan merupakan subdisiplin yang menempati wilayah
kajian yang menjembatani disiplin sosiologi dengan ilmu pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu:
1. Apa Pengertian Teori Sosiologi Pendidikan?
2. Apa Teori-Teori Sosiologi Pendidikan?
3. Apa Contoh Masing-Masing Teori Sosiologi Pendidikan?
4. Apa Manfaat Teori Sosiologi Pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Teori Sosiologi Pendidikan
2. Untuk Mengetahui Teori-Teori Sosiologi Pendidikan
3. Untuk Mengetahui Contoh Masing-Masing Teori Sosiologi Pendidikan
4. Untuk Mengetahui Manfaat Teori Sosiologi Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Sosiologi Pendidikan
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi dan dalil yang
saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai
fenomena dengan menentukan hubungan antarvariabel, dengan maksud
menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori
sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai
“menentukan” bagaimana dan mengapa variabel-variabel dan pernyataan
hubungan dapat saling berhubungan. (Ralph Linton, 2000)
Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sisitematik
dalam gejala sosial maupun natural yang ingin diteliti. Menurut kerlinger (1973)
teori adalah sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan
yang lainya, satu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan
sisitematis dari fenomena. . (Ralph Linton, 2000)
Secara etimologis (asal-usul kata), “sosiologi pendidikan” berasal dari
kata ‘sosiologi’ dan ‘pendidikan.’ ‘Sosilogi’ berasal dari bahasa Latin dan
Yunani, yakni kata ‘socius’ dan ‘logos’. ‘Socius’ (Yunani) yang berarti ‘kawan’,
‘berkawan’, ataupun ‘bermasyarakat’, sedangkan ‘logos’ berarti ‘ilmu’ atau bisa
juga ‘berbicara tentang sesuatu’. Dengan demikian secara harfiah istilah
“sosiologi” dapat diartikan ilmu tentang masyarakat. Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur
sosialnya. (S. Nasution, 2010)
Secara terminologis, beberapa ahli mendefinisikan sosiologi Marx
Weber memandang sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar
hubungan sosial. Sebagai ilmu yang berusaha untuk menafsirkan dan
memahami (interpretative understanding) tindakan sosial serta hubungan sosial
untuk sampai pada penjelasan kausal. Pitirim A. Sorokin mengatakan bahwa
sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari: (a) Hubungan dan pengaruh
timbal balik antara aneka ragam gejala-gejala sosial (misal: antara gejala
ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi; dan
gerakan masyarakat dengan politik); (b) Hubungan dan pengaruh timbal balik
antara gejala-gejala sosial dengan gejala-gejala non sosial (misal: gejala
geografis dan biologis). (George Ritzer, 2005)
Dari berbagai definisi yang dikemukan oleh para ahli dapatlah
disimpulkan bahwa sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat atau cabang ilmu
sosial yang mempelajari secara sistematik kehidupan bersama manusia yang
ditinjau dan diamati dengan menggunakan metode empiris yang di dalamnya
terkandung studi tentang kelompok- kelompok manusia, tatanan sosial,
perubahan sosial, sebab-sebab sosial, dan segala fenomena sosial yang
mempengaruhi perilaku manusia Jadi sosiologi dapat dipahami sebagai ilmu
yang mempelajari bagaimana manusia itu berhubungan satu dengan yang lain
dalam kelompoknya dan bagaimana susunan unit-unit masyarakat atau sosial di
suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain.
Sementara istilah pendidikan, secara etimologis mempunyai padanan
kata education dalam bahasa Inggris, dan al-tarbiyah, al- ta’lîm, al-ta’dîb, dan al-
riyādah, dalam bahasa Arab. Walau setiap kata tersebut mempunyai makna yang
berbeda, karena perbedaan teks Pengertian ‘pendidikan’, secara sederhana,
adalah proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok dalam
usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan. (Nana Syaodih
Sukmadinata)
Secara terminologis, menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi,
mendefinisikan pendidikan (tarbiyah) sebagai mempersiapkan individu untuk
kehidupan yang lebih sempurna, kebahagiaan hidup, cinta tanah air, kekuatan
raga, kesempurnaan etika, sistematik dalam berpikir tajam, berperasaan, giat
dalam berkreasi, toleransi pada yang lain, berkompetensi dalam mengungkapkan
bahasa tulis dan bahasa lisan dan terampil berkreativitas. Sementara Azyumardi
Azra menganggap pendidikan sebagai suatu proses penyiapan generasi muda
untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih
efektif dan efisien.
Pengertian lain, pendidikan dipahami sebagai usaha manusia optimistik
mendasar yang dikenali dari aspirasi untuk kemajuan dan kesejahteraan.
Pendidikan dianggap sebagai tempat anak-anak bisa berkembang sesuai
kebutuhan dan potensi unik mereka. Selain itu juga sebagai salah satu arti
terbaik dalam mencapai kesetaraan sosial yang lebih tinggi. Banyak orang
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan setiap orang
hingga potensi tertinggi mereka dan memberi kesempatan untuk mencapai
segalanya dalam kehidupan sesuai kemampuan alami mereka.
Dari penjelasan tentang asal-usul kata Teori sosiologi pendidikan di atas,
kini saatnya memahami apa arti sebenarnya dari sosiologi pendidikan itu?
Secara singkat, yang menjadi masalah sentral sosiologi pendidikan adalah
aspek-aspek sosiologi dalam pendidikan. Sosiologi pendidikan adalah sosiologi
yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh
pendidikan yang sangat fundamental.
Secara terminologis (istilah), menurut Zainuddin Maliki, sosiologi
pendidikan adalah kajian bagaimana institusi dan kekuatan sosial mempengaruhi
proses dan outcome pendidikan dan begitu pula sebaliknya Menurut definisi ini
terdapat hubungan timbal-balik antara pendidikan dan perkembangan sosial.
Pendidikan akan melahirkan perubahan sosial, begitu juga perubahan sosial
mempengaruhi arah pendidikan, sehingga antara pendidikan dan perubahan
sosial terdapat hubungan simbiosis-mutualisme. (Katamto Sunarto,2005)
Menurut S. Nasution, sosiologi pendidikan adalah ilmu yang berusaha
untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.10 Definisi ini
menginginkan pendidikan sebagai aktivitas sosial agar dapat mencetak generasi
yang memiliki kepribadian, karakter, dan moral yang baik.
Abdullah Idi mendefinisikan sosiologi pendidikan adalah ilmu yang
mendeskripsikan dan menjelaskan tentang lembaga-lembaga, kelompok-
kelompok sosial, proses sosial, dimana terdapat suatu hubungan sosial (social
relationship) yang dengan interaksi sosial itu individu memperoleh dan
mengorganisasikan pengalamannya.11 Dari definisi ini dapat diambil
pemahaman bahwa institusi pendidikan hendaknya dapat dijadikan sebagai
wahana untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan agar dapat
dijadikan bekal dalam kehidupannya.
. Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Teori
sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang membahas teori dan diterapkan
dalam memecahkan segala problematika yang ada dalam pendidikan, terutama
dalam interaksi sosial antara peserta didik dengan lingkungan, guru, dan
sesamanya, begitu juga dalam melihat gejala-gejala sosial yang berkembang
dalam sistem pendidikan, sehingga aspek-aspek sosiologi yang ada dapat
dijadikan pijakan dalam merumuskan segala suatu yang berhubungan dengan
pendidikan, guna tercapainya kemajuan dalam bidang pendidikan.
B. Teori-Teori Sosiologi Pendidikan
a. Teori Struktural Fungsionalisme
Model analisis pendidikan dengan menggunakan berbagai teori sosiologi
salah satunya teori struktural fungsional . Teori ini berkembang pada tahun
1940-1950-an, dan dianggap sebagai standard teori yang banyak dianut oleh
sosiolog.Emile Durkheim dan Max Weber dianggap sebagai inspirator
fungsional struktural. Struktural Fungsional dinamakan juga sebagai
fungsionalisme struktural. Fungsionalisme struktural memiliki domain di teori
Konsensus. Masyarakat dalam perspektif teori ini dilihat sebagai jaringan
kelompok yang bekerja sama. (Damsar, 2011)
Secara terorganisasi dan bekerja secara teratur, menurut norma dan teori
yang berkembang Struktural Fungsional adalah sebuah sudut pandang luas
dalam sosiologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah
struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalis
memenafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-
elemen konstituenya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi Teori ini juga
merupakan bangunan yang bertujuan mencapai keteraturan sosial. Pemikiran
Struktural Fungsional sangat terpengaruh dengan pemikiran biologis yaitu
terdiri dari organ-organ yang mempunyai saling ketergantungan yang
merupakan konsekwensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup.
Teori ini menekankan pada fungsi peran dari struktur sosial
yangdidasarkan pada konsensus dalam suatu masyarakat. Struktur itu sendiri
berartisuatu sistem yang terlembagakan dan saling berkaitan. Kaitannya
dengan pendidikan, pandangan terhadap fungsi sekolah diantaranya (Damsar,
2001)
1. Sekolah sebagai sarana sosialisasi. Sekolah mengubah orientasikekhusu- san
ke universalitas salah satunya yaitu mainset selain mewarisi budayayang ada
juga membuka wawasan baru terhadap dunia luar. Selain itu jugamengubah
alokasi seleksi (sesuatu yang diperoleh bukan dengan usaha
sepertihubungan darah, kerabat dekat dan seterusnya) ke peran dewasa yang
diberikan penghargaan berdasarkan prestasi yang sesungguhnya.
2. Sekolah sebagai seleksi dan alokasi, sekolah memberikan motivasi-motivasi
prestasi agar dapat siap dalam dunia pekerjaan dan dapat dialokasikan bagi
mereka yang unggul.
3. Sekolah memberikan kesamaan kesempatan. Suatu sekolah yang baik
pastinya memberikan kesamaan hak dan kewajiban tanpa memandang siapa
dan bagaimana asal usul peserta didiknya
Analisis model struktural fungsional ialah model analisis sosiologi
yangmemusatkan pada integrasi sosial, stabilitas sosial, dan konsesnsus nilai.
EmileDurkheim ialah sosiolog yang tak terlepas dari model ini. Beliau menyatakan
bahwa sekolah merupakan fakta sosial (social fact) sehingga pendidikan
menjadiobjek kajian sosiologi. Menurut Durkheim, fakta sosial memiliki tiga ciri
utama,yaitu: (Abdullah Idi, 2009)
1. Fakta sosial terdapat di luar individu, sehingga ia bersifat langgeng,
dalamartian bahwa fakta sosial telah ada sebelum individu lahir dan tidak
akan pernahmusnah meski individu telah tiada. Selain pendidikan, contoh
fakta sosial ialahagama, adat, dan bahasa.
2. Fakta sosial memiliki daya paksa terhadap individu untuk melaksanakandan
menaatinya. Misalnya ialah seseorang merasa wajib untuk melaksanakan
pendidikan agar ia dapat beradaptasi dengan yang lain
3. Fakta sosial tersebar di kalangan warga masyarakat.Durkheim menyatakan
bahwa ketika pertama kali kita lahir ke dunia, kita tidak berpengetahuan apa
pun, tidak mampu berbahasa, dan belum bisa berbuat apapun. Sehingga
untuk bisa bertahan hidup, ia harus mempelajarisegala hal yang ia perlukan
dari lingkungannya. Dari sinilah Durkheim beranggapan bahwa manusia
dibentuk oleh masyarakat dan lingkungannyamenjadi makhluk sosial,
proses yang terjadi disebut dengan proses sosialisasi.
Mengenai asumsi dasar tari model analisis ini menurut Ralp Dahrendorf
yang dikutip oleh Damsar ialah sebagai berikut. (Zainuddin Maliki, 2008)
1. Setiap masyarakat terdiri dari berbagai elemen yang terstruktur secararelatif,
mantap, dan stabil.
Dalam pandangan ini semua orang dipandang sebagai elemen
masyarakat.Jaringan hubungan antar individu di masyarakat terpola sebagai
masyarakat. Jaringan hubungan yang terpola inilah yang mencerminkan
struktur elemen yangrelatif mantap dan stabil.
2. Elemen-elemen terstruktur tersebut terintegrasi dengan baik
Jaringan hubungan yang terpola antara diri dengan orang
lainmencerminkan struktur elemen yang terintegrasi dengan baik. Artinya,
elemenyang membentuk struktur itu memiliki kaitan dan jalinan yang bersifat
salingmendukung dan ketergantungan antara satu dengan yang lainnya.
3. Setiap elemen dalam struktur memiliki fungsi, yaitu memberikansumbangan
pada bertahannya struktur itu sebagai suatu sistem
Semua elemen yang ada memiliki fungsi masing-masing yang
memberikansumbangan bagi bertahannya suatu struktur sebagai suatu sistem.
Masing-masing bagian memiliki fungsi-fungsi tertentu yang berperan menjaga
eksistensi dan berfungsinya sistem secara keseluruhan
4. Setiap struktur yang fungsional dilandaskan pada suatu konsensus nilai
diantara para anggotanya.
Fungsi dari elemen-elemen yang terstruktur dilandasi atau dibangun di
atas konsensus nilai di antara para anggotanya.Konsensus nilai tersebut berasal
dari kesepakatan yang telah ada dalamsuatu masyarakat seperti adat kebiasaan,
tata perilaku dan sebagainyamaupun kesepakatan yang dibuat baru.Teori
fungsional struktural sampai sekarang masih mempengaruhi dunia pendidikan
meskipun disana sini mendapat kritik. Teori ini, masih dinggap update – tentu
saja terdapat modifikasi dari para penganutnya, sosiolog – untuk menjadi pisau
analisis dalam mengkaji pendidikan dalam perspektif sosiologi.

b. Teori Model Konflik


Teori konflik berkembang sebagai counter terhadap fungsional
struktural.Teori ini menganggap bahwa masyarakat terdiri dari kelompok-
kelompok dangolongan yang berbeda kepentingan. Konflik ini diharapkan
mampumemperteg Teori model konflik atau struktural konflik menjelaskan
bagaimanastruktur memiliki konflik. (Damsar, 2011)
Model ini melihat bahwa setiap struktur memiliki berbagai elemen yang
berbeda, yang mana memiliki motif, maksud, kepentingan uh identitas. Sehingga
dalam teori konflik dibutuhkan katua pengaman untuk mengamankan konflik
tersebut. atau tujuan yang berbeda-beda pula. Perbedaan inilah yang
menyumbangkanterjadinya konflik, disintegrasi, dan perpecahan.
Analisis model konflik berfokus pada pertentangan, kepentingan, dominasi
pemaksaan, dan perubahan. Para penganut model konflik memandang bahwa
dalam setiap masyarakat selalu ada kelompok kecil yang mendominasi kelompok
mayoritas. Persaingan itu terjadi ketika sumber daya yang tersedia tidak
sebandingdengan yang membutuhkannya, sehingga mereka saling bersaing untuk
mendapatkannya. (Damsar, 2011)
Ketika mereka bersaing, tidak lagi memfokuskan diri pada usaha untuk
mendapatkan apa yang mereka rebutkan, melainkan beralih pada usahauntuk
menjatuhkan pesaingnya, persaingan tersebut terjadilah konflik. Para penganut
model konflik yakin, bahwa kelompok yang didominasi olehkelompok yang lain
akan berusaha membebaskan diri dari dominasitersebut
Menurut penganut model konflik, pendidik bukan hanya sebagai wakil
negara, namun pendidik berposisi sebagai agen untuk mempertahankan
dominasimelalui pengajaran nilai-nilai kepada anak muda.Bowles menyatakan
bahwa pendidikan adalah sarana untuk menetapkan dominasi, baik di masyarakat
LiberalBarat atau masyarakat sosialis Timur. Hal senada pun diungkapkan oleh H.
Gintis.Keduanya sependapat bahwa melalui pendidikan, orang dewasa bertarget
untuk tetap menjadi kelompok dominan yang selama ini menikmati dominasinya.
Nina W. Syam menyatakan dalam bukunya “Sosiologi Sebagai Akar
IlmuKomunikasi” ada tiga asumsi dasar dari teori konflik, yaitu
1. setiap orang (kelompok) memiliki kepentingan (interest) yang sering kali
berbeda, bahkan bisa jadi bertentangan dengan kelompok lain.
2. Sekelompok orang memiliki kekuatan (power) yang lebih jikadibandingkan
dengan kelompok lainnya, sehingga lebih mudah memenuhi interestnya dan
bermuara pada ketidakadilan, serta menimbulkankelompok yang
mengeksploitasi kelompok yang tereksploitasi.
3. Interest dan penggunaan power untuk mencapai interest tersebutditimbulkan
dengan sistem ide dan nilai-nilai yang disebut ideologi,sehingga ideologi
yang berkembang adalah ideologi kelompok dominan.
jika menurut penganut teori struktural fungsional, guru memainkan
peranselaku wakil generasi orang dewasa, masyarakat dan bangsa dalam
prosesmendewasakan anak-anak dan pemuda, maka menurut penganut teori
konflik,guru adalah wakil kaum penguasa yang mamaksakan nilai-nilai dan
segala sesuatuyang dianutnya agar menjadi anuatan generasi muda pula.
(Katamto Sunarto,2005)
Pendapat seperti ini dibenarkan oleh Max Weber yang mengatakan
bahwa ada kelompok-kelompok yang nilai-nilainya dipaksakan untuk
diikuti, sementara kelompok lain dipaksa untuk menerimanya. Keberhasilan
seorang guru diukur dengan keberhasilanya dalam menanamkan dominasi
itu. Diantara penganut teori konflik, S. Bouless dan H. Gintis, dan Louis
Althusser, adalah pemuka-pemuka yang terkenal gagasanya dalam bidang
sosiologi pendidikan versi teori konflik
c. Teori Interaksionisme Simbolik
teori Interaksi Simbolik yang masih merupakan pendatang baru dalam
studi ilmu komunikasi, yaitu sekitar awal abad ke-19 yang lalu. Sampai
akhirnya teori interaksi simbolik terus berkembang sampai saat ini, dimana
secara tidak langsung merupakan cabang sosiologi dari perspektif
interaksional Analisis inimemahamai realitas sebagai suatu interaksi yang
harus dipenuhi. Dalam perspektif ini dikenal nama sosiolog George Herbert
Mead (1863–1931), CharlesHorton Cooley (1846–1929), yang memusatkan
perhatiannya pada interaksiantara individu dan kelompok
George Herbert Mead merupakan pemikir penting dalam
interaksionismesimbolis dengan karya terpentingnya dalam buku Mind, Self
and Society. BagiMead, orang memberikan respon terhadap stimulus dalam
lingkungan sosialdengan merefleksikan tentang apa yang menjadi bagian dari
‘makna’ danmenyeleksi batas perilaku yang mereka pikirkan adalah tepat
pada situasi tersebut.Minat Mead dalam proses mental seperti pikiran (mind)
dan (self) diri tidak ditujukan untuk merekam pengalaman subyketif yang
unik dari seseorang. Lebihdari itu, dia melihat semua itu sebagai kunci untuk
memahami antara individu-individu dan masyarakat.
Tiga ide dasar dari interaksi simbolik tersebut, antara lain
1.Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol
yangmempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu
harusmengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain
2. Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individudari
penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teoriinteraksionisme
simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologiyang mengemukakan
tentang diri sendiri (The-Self) dan dunia luarnya
3. Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang
diciptakan,dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah
masyarakat,dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka
pilihsecara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan
manusiadalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya
Menurut Agus Salim menyatakan ciri utama Interaksonalisme simbolik
adalah meniadakan konsep masyarakat, negara dan institusi sosial yang
lainkarena dianggap hanyalah sebagai abstarksi belaka. Keberadaan
konsepmasyarakat, negara dan institusi sosial hanyalah merupakan kumpulan
abstraksitertentu, sehingga hampir tidak berarti pada tataran mikro.
Interaksonalismesimbolik dibagi menjadi tiga langkah utama. Pertama, individu
merespons suatusituasi khas yang bernama situasi simbolik.Individu merespons
lingkunganmereka termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku
manusia) berdasarkan maknanya yang dikandung kompenen-komponen
lingkungan tersebut bagi mereka.Kedua, makna adalah produk interaksi sosial
karena makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui
penggunaan bahasa.
ada empat asumsi yang melandasi anlisis ini, yaitu
1. Manusia adalah makhluk yang mampu menciptakan dan menggunakan
simbol
Tindakan sosial dipandang sebagai suatu tindakan individu yang
memilikiarti atau makna (meaning) yang bersifat subjektif bagi dirinya yang
dikaitkandengan orang lain. Dalam proses melakukan tindakan, disitu
terjadi proses pemberian arti atau pemaknaan. Pemberian arti atau
pemaknaan itu menghasilkansimbol
2. Manusia menggunakan simbol untuk saling berkomunikasi
Manusia menggunakan simbol bertujuan untuk berkomunikasi.
Manusiamenciptakan simbol dengan memberikan nilai atau pemaknaan
terhadap sesuatu(baik berupa bunyi, kata, gerak tubuh, benda, atau hal
lainnya). Contoh simbolyang paling jelas adalah bahasa, dengan
menggunakan bahasa, kita dapat berkomunikasi. Bahasa merupakan simbol
utama dalam berkomunikasi.Komunikasi akan berjalan lancar jika di antara
kedua belah pihak menggunakansimbol yang dapat dimengerti bersama
3. Manusia berkomunikasi melalui pengambilan peran ( Role Taking
role Taking merupakan pengambilan peran yang mengacu pada
bagaimana kita melihat suatu situasi sosial dari diri orang lain di mana dari
dialahkita akan mendapatkan respons
4. Masyarakat terbentuk, bertahan, dan berubah berdasarkan kemampuanmanusia
untuk berpikir, mendefinisikan, melakukan refleksi diri, dan
melakukanevaluasi.Masyarakat dibentuk, dipertahankan, dan diubah
bergantung darikemampuan manusia yang dikembangkan melalui interaksi sosi
D.Teori pertukaran
Teori ini melihat bahwa dunia ini merupakan arena pertukaran, tempat
dimana orang-orang saling bertukar ganjaran atau hadiah. Yang menjadi tokoh
darialiran ini ialah : George Caspar Hormans, Peter M. Blau, Richard Emerson,
JohnThibout, dan Horald H. Kelly. Teori ini mempunyai asumsi dasar sebagai
berikut (Katamto Sunarto,2005)
1. Manusia adalah makhluk yang rasional, dia memperhitungkan untung dan
rugi
Teori pertukaran melihat manusia terus menerus terlibat dalam memilih
dianatar perilaku alternatif dengan pilihan mencerminkan cost and reward
(biayadan ganjaran) yag diharapkan berhubungan dengan garis-garis perilaku
alternatif ini. Rasional atau tidaknya diukur dari perhitungan untung dan rugi.
Teori inidapat dimanfaatkan untuk memahami mengapa kelompok yang
berpendidikanrendah tidak memilih-milih pekerjaan dibandingkan dengan yang
lebih tinggi.
2. Perilaku pertukaran sosial terjadi apabila :perilaku tersebut harus berorientasi
pada tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan oranglain; dan
perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaiantujuan-
tujuan tersebut.
3. Transaksi-transaksi pertukaran terjadi hanya apabila pihak yang
terlibatmemperoleh keuntungan dari pertukaran itu
Dalam teori pertukaran sosial, interaksi manusia layaknya sebuah
transaksiekonomi: mencoba untuk memaksimalkan manfaat dan memperkecil
biaya (Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang
berdasarkan perhitungan untung-rugi. Ukuran bagi keseimbanagan pertukaran
antara untungdan rugi dengan orang laian disebut comparison level eori
pertukaran Homans yang melihat bahwa interaksi antar individu yangmelakukan
pertukaran terdapat suatu hukum dasar yaitu kepentingan (imbalandan
keuntungan yang didapat oleh individu yang melakukan pertukaran).
Dalam teori pertukaran sosial antara perilaku dengan lingkungan terdapat
hubungan yangsaling mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan umumnya
terdiri atasorang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang
mempunyai perilaku yang saling mempengaruh Dalam hubungan tersebut
terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost)dan keuntungan (profit).
Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melaluiadanya pengorbanan,
pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dankeuntungan adalah
imbalan dikurangi oleh pengorbanan.
Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang
berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat
kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan – hanya akan langgeng manakala
kalau semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Jadi perilaku seseorang
dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya, akan menguntungkan bagi
dirinya, demikian pulasebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak
ditampilkan Sebuah tindakan pertukaran tidak akan terjadi apabila dari pihak-
pihak yangterlibat ada yang tidak mendapatkan keuntungan dari suatu transaksi
pertukaran.Keuntungan dari suatu pertukaran, tidak selalu berupa
ganjaranekstrinsik, sepertiuang, barang-barang atau jasa, tetapi juga bisa
ganjaran intrinsik,seperti kasihsayang, kehormatan, kecantikan, atau
keperkasaan. Dalam kaitandengan asumsiini, tidak mungkin suatu pertukaran
sosial terjadi apabila satu pihak saja yangmendapatkan keuntungan, sedangkan
yang lain tidak mendapat apa-apa,apalagikalau pihak lain tersebut justru
mendapatkan kerugian
Adapun prinsip- prinsip teori pertukaran ini adalah
1. Satuan analisis yaitu sesuatu yang diamati dalam penelitian danmemainkan
peran penting dalam menjelaskan tatanan sosial dan individu.
2. Motif pertukaran diasumsikan bahwa setiap orang mempunyai
keinginansendiri. Setiap orang akan memerlukan sesuatu tetapi itu
tidaklahmerupakan tujuan yang umum. Artinya orang melakukan
pertukarankarena termotivasi oleh gabungan berbagai tujuan dan keinginan
yangkhas.
3. Faedah atau Keuntungan berbentuk biaya yang dikeluarkan seseorang
akanmemperoleh suatu “hadiah” (reward) yang terkadang tidak
memperhitungkan biaya yang dikeluarkan. Cost dapat didefenisikan sebagai
upaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan kepuasan ditambahdengan reward
apabila melakukan sesuatu. Kepuasan atau reward yangdiperoleh seseorang
itu dapat dinilai sebagai sebuah keuntungan.
4. Pengesahan sosial merupakan suatu pemuas dan merupakan motivator yang
umum dalam sistem pertukaran. Besarnya ganjaran tidak diberi batasan
karena sifatnya individual dan emosional. Reward adalah ganjaranyang
memiliki kekuatan pengesahan sosial (social approval)

C. Contoh Masing-Masing Teori


1. Teori Stuktural Fungsional
a. Pendidikan
Adanya pemerintah memberikan fasilitas dalam pendidikan maka
masyarakat mengisi serta mendorong suksesi kehidupan dengan masuk dalam
lembaga pendidikan tertentu. Misalnya saja untuk memperbaiki SDM
pemerintah membangun pendidikan formal, untuk membangun karakter yang
baik pemerintah membangun pendidikan non formal, dan untuk menunjang
keterampilan pemerintah kemudian menyusun dan membangun pendidikan
informal.
b. Lowongan Kerja
Mengenai gambaran dalam teori struktural fungsional ini adalah lowongan
kerja yang di dorong pemerintah sebagai cara mengatasi pengangguran dan
solusinya di indonesia secara tidak langsung kondisi ini dilakukan dengan terus
memberikan pelayanan pada investor yang membagun perusahaannya di
Indonesia
2. Teori Konflik
Tingginya angka penganguran dalam masyarakat menyebabkan tingginya
angka kriminalitas, sehingga ketika jumlah pengangguran tinggi akhirnya
ditemukan upaya penyelesaian dengan menerima para investor untuk membuka
lapangan pekerjaan.
3. Teori Simbolik
Contoh interaksionisme simbolik dalam aktivitas sehari-hari yaitu ketika
kita sedang melakukan aktivitas berbelanja di mana terdapat pelayan yang
menawarkan berbagai produk. Oleh karena itu dalam hal ini kita akan
menempatkan diri sebagai seorang konsumen. Interaksionisme simbolik pada
contoh ini memberikan makna atas suatu peran dan juga aktivitas pada setiap
individu.

4. Teori pertukaran
Bahwa tinggi ganjaran (reword) yang diperoleh atau yang akan diperoleh
makin besar kemungkinan sesuatu tingkah laku yang akan diulang, dengan
demikian pula sebaliknya. Makin tinggi biaya atau ancaman hukuman
(punishment) yang akan diperoleh, maka kecil kemungkinan tingkah laku yang
serupa akan diulang. Adanya hubungan berantai antara berbagi stimulus dan
antara berbagi tanggapan Hampir sama dengan teori tingkah laku, teori
pertukan ini merupakan yang dampak dari apa yang telah kita lakukan,sama
halnya dengan pembagian nilai disekolah jika anak mendapatkan nilai yang
tinggi dan ia mendapatka penguatan maka ia akan belajar lebih giat dan akan
mempertahankannya. Begitupun sebaliknya
C. Manfaat Dari Masing-Masing Teori
1. Teori Stuktural Fungsional : dalam sebuah stuktur akan satu dan lainya
akan bekerja dengan teratur sesuai dangan tugasnya dan akan terjalin
hubungan yang baik
2. Teori konflik : akan timbulnya gagasan yang bagus dalam menyelesaikannya
sehingga konflik antaranya terselesaikan
3. Teori Simbolik : bisa menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial
yg sama, dimana setiap individu bisa mengembangkan interaksi dengan
individu lain
4. Teori Pertukaran : timbulnya interaksi saling mempengaruhi satu dangan
yang lainya dan saling menguntungkan dan Sebaliknya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sisitematik dalam gejala
sosial maupun natural yang ingin diteliti. Menurut kerlinger (1973) teori adalah sebuah
set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan yang lainya, satu set dari
proporsi yang mengandung suatu pandangan sisitematis dari fenomena.
Teori fungsionalisme struktural menganggap stratifikasi sosial atau hierarki
sebagai sebuah keniscayaan. Setiap masyarakat bekerja dalam sebuah sistem yang
terstratifikasi dan semuanya berfungsi sesuai kebutuhan sistem sosial. Singkatnya,
stratifikasi merupakan kebutuhan dari sebuah sistem. Perlu digarisbawahi bahwa
stratifikasi bukan tentang seseorang yang menempati ’jabatan’ tertentu, tapi tentang
posisi sosial dalam sebuah sistem. Setiap posisi bisa diibaratkan organ tubuh, maka ada
jantung, hati, ginjal, dan sebagainya. Semua organ bekerja memenuhi kebutuhan
fungsional bagi tubuh. Jika salah satu posisi sosial tidak berfungsi, sistem sosial akan
kacau. Masyarakat mengalami disorganisasi.
Teori konflik berkembang sebagai reaksi teori fungsionalisme struktural. Teori
konflik memiliki akar tradisi dari Marxian. Teori konflik melihat relasi sosial dalam
sebuah sistem sosial sebagai pertentangan kepentingan. Masing-masing kelompok atau
kelas memiliki kepentingan yang berbeda. Perbedaan kepentingan ini ada karena
beberapa sebab: Pertama, manusia memiliki pandangan subjektif terhadap dunia.
Kedua, hubungan sosial adalah hubungan saling memengaruhi atau orang mempunyai
efek pengaruh terhadap orang lain. Ketiga, efek pengaruh tersebut merupakan potensi
konflik interpersonal. Dengan demikian stratifikasi sosial berisi relasi yang sifatnya
konfliktual.
Teori pertukaran merupakan teori perilaku sosial (behavioral). Teori ini
mengangap perilaku manusia (aktor) membentuk pola hubungan antara lingkungan
terhadap aktor. Perilaku manusia disambut reaksi dari lingkungan yang kemudian
memengaruhi balik perilaku setelahnya. Jadi, hubungannya adalah dari aktor ke
lingkungan, balik lagi ke aktor. Lingkungan, baik sosial atau fisik dimana perilaku aktor
eksis, memengaruhi balik perilaku aktor. Reaksi lingkungan bisa positif, negatif, atau
netral. Jika positif, aktor cenderung akan mengulangi perilakunya di masa depan pada
situasi sosial yang serupa. Jika negatif, aktor cenderung akan mengubah perilakunya.
Contoh sederhana adalah siswa yang datang ke sekolah pakai seragam. Reaksi
lingkungan menerima, apalagi diperkuat oleh aturan. Maka siswa tersebut cenderung
berpakaian seragam lagi keesokan harinya.
Prinsip dasar teori interaksionisme simbolik adalah manusia memiliki kapasitas
untuk berpikir dan pemikirannya dibentuk oleh interaksi sosial. Dalam proses interaksi,
manusia mempelajari makna dan simbol-simbol yang mengarahkannya pada kapasitas
menjadi berbeda dengan lainnya. Makna dan simbol memungkinkan manusia untuk
bertindak dan berinteraksi secara berbeda, misalnya cara orang memaknai kesuksesan
berbeda-beda atau perbedaan bahasa yang digunakan setiap suku juga berbeda. Manusia
mampu memodifikasi atau mengubah makna yang mereka gunakan dalam proses
interaksi sesuai interpretasi atas situasi sosial. Mengubah makna dan simbol dilakukan
dengan pertimbangan untung rugi, kemudian memilih salah satunya. Perbedaan pola
tindakan dan interaksi menciptakan perbedaan kelompok dalam masyarakat.
B. Saran

Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi yang digunakan hingga makalah


ini belum dapat dikatakan lengkap atau sempurna. Untuk itu penulis sarankan kepada
para pembaca agar mencari dari sumber-sumber lain sebagai tambahan untuk
sempurnanya makalah ini.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdullah Idi. Sosiologi Pendidikan Individu Masyarakat dan Pendidikan Jakarta.


Rajawali Press. 2011.

Damsar. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta.Prenada. 2011


George Rirzer. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Terj. Alimandan
Jakarta. RajaGrafindo. 2003.

Katamto Sunarto. Pengantar Sosiologi. Jakarta. Lembaga Penerbit FE UI. 1993.


Made Pidarta. Landasan Kependidikan Jakarta. Rineka Cipta. 2000.
Nana Syaodih Sukmadinata. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Rosdakarya.
2005.

S. Nasution. Sosiologi Pendidikan Jakarta. Bumi Aksara, 2010.

Anda mungkin juga menyukai