NIM : 1204040012
Kelas : PMI/ 5A
Pertemuan 7
Setiap anggota masyarakat yang sosiopatik, baik yang menjadi dari satu
organisasi manapun yang beroperasi secara individual, anggota pasti mendapatkan
sanksi-sanksi sosial dalam bentuk hambatan. Yaitu dihambat oleh norma-norma dan
larangan dalam memainkan peranan sosial. Seperti kantor kepolisian akan sulit
mengeluarkan surat keterangan kelakuan baik kepada orang-orang yang sering
melakukan kejahatan.
Di desa-desa terpencil dan terisolir, setiap individu mengenal individu lain, juga
dimana tradisi dan kontrol sosial mempunyai kekuasaan mengatur terhadap semua
tingkah laku, maka perilaku sosiopatik itu hampir tidak ada, atau sangat terbatas
sekali. Kalau ada kejahatan, maka pelakunya biasanya adalah orang-orang luar
(pendatang). Sebaliknya, di kota-kota besar, sebagai tempat pencampuran
(heterogen) macam-macam suku bangsa, adat kebiasaan dan kebudayaannya, dengan
sanksi sanksi dan norma-norma sosial yang longgar, bermacam-macam peranan
sosial dan kesempatan, maka penyimpangan tingkah laku mudah berjangkit dan
berkembang, seperti melalui proses identifikasi, peniruan, penularan, ikut ikutan,
paksaan, ataupun sadar atas kemauan sendiri.
6. Reaksi Sosial
Penyimpangan dalam kelompok masyarakat atan lingkungan sosial itu biasanya
menimbulkan bermacam-macam reaksi dan sikap. Semuanya tergantung pada derajat
atau kualitas penyimpangan, dan penampakannya; juga tergantung pada harapan dan
tuntutan-tuntutan yang dikenakan oleh lingkungan sosial. Reaksi sosial itu antara lain
berupa kekaguman, pujian, penolakan, hukuman, kebencian, kemarahan, tindakan-
tindakan kongkrit. Reaksi reaksi sosial itu berkembang dari sikap menyukai, nig raga,
aparis, acuh tak acuh, sampai sikap menolak dengan heb. Kemudian, Kartini Kartono
membagi reaksi tersebut kedalam tiga fase, yaitu:
1. Fase mengetahui dan menyadari adanya penyimpangan.
2. Fase menentukan sikap dan kebijaksanaan.
3. Fase mengambil tindakan, dalam bentuk: reaksi reformatif, reorganisasi, hukuman
(memberikan hukuman) dan sanksi-sanksi.
7. Organisasi Sosiopatik dan Kebudayaan Eksploitatif
Organisasi-organisasi menyimpang, juga individu-individu "buangan dan daerah-
daerah yang dihuni oleh para penyimpang itu, mungkin termasuk lingkungan lembaga
pemasyarakatan (LP) pada umumnya dikarenakan sanksi sebagai berikut: lokalisasi,
penutupan total dan isolasi. Namun di samping itu, organisasi-organisasi deviasi yang
setengah atau tidak legal itu sering juga dieksploitir oleh kelompok kelompok politik
dan sosial lainnya. Disebabkan oleh kondisi para penyimpang yang sosiopatik, dan
olch statusnya yang ekstra legal, illegal, ambisius, meragukan, sangat lemah, atau
mempunyai aspirasi-aspirasi untuk mendapatkan "status normal", maka mereka itu
sering dijadikan objek eksploitasi. Banyak orang memeras dan menipu pihak yang
lemah dengan dalih: menjadi orang tua angkat mereka menjadi patron (pelindung,
pembela), majikan, induk semang pemberi kerja, mempermudah kesempatan naik
haji, dan macam-macam promosi "dagang". Khususnya orang yang kurang
pendidikannya dan orang-orang desa yang sering kali dijadikan "santapan empuk"
oleh orang. Beberapa teknik eksploitatif di sini antara lain adalah: propaganda melalui
media massa, televisi, radio, periklanan, pituahan dan pemerasan.