Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

BUDAYA ALAM MINANGKABAU

Tentang

PENGETAHUAN DAN SISTEM PENDIDIKAN DI MINANGKABAU

Kelompok 7

1. Helma Yuningsih (20060003)


2. Rifni Yanti (20060023)
3. Shintya Dwi Syafitri (20060030)
4. Yusmainar (20060031)

SESI 20A

Dosen Pembimbing
Dr. Zulfa, M.Pd.,M.Hum

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA


PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS PGRI SUMATERA BARAT (UPGRISBA)
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-
Nya kepada kita semua sehingga akhirnya tugas makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta
salam senantiasa tercurah pada Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya yang setia
menemani hingga akhir zaman.

Penulis bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah
Budaya Alam Minangkabau dengan judul “Pengetahuan dan Sistem Pendidikan di
Minangkabau”. Di samping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibuk Dr.Zulfa,M.Pd.,M.Hum selaku dosen
pembimbing mata kuliah Budaya Alam Minangkabau.

Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh
karena itu saran dan kritik dari pembaca sangatlah kami harapkan untuk menyempurnakan
makalah ini.

Padang, 02 November 2022

Kelompok 7

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................................2

Daftar Isi.........................................................................................................................................3

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................4

II. PEMBAHASAN
II.1. Pandangan Orang Minangkabau Terhadap Pendidikan...............................................5
II.2. Sistem Pendidikan Di Minangkabau............................................................................7
II.3. Surau Sebagai Pranata Pendidikan..............................................................................8
II.4. Sekolah Sebagai Pranata Pendidikan...........................................................................11

III. PENUTUP
III.1 Kesimpulan................................................................................................................12
III.2 Saran..........................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok untuk
membina seseorang sesuai dengan norma dan kebudayaan yang ada dalam
masyarakat.Dalam perkembangannya, istilah pendidikan berarti bimbingan atau
pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar seseorang menjadi
dewasa (Umar Hasyim, 1993).Ki Hajar Dewantara (dalam Purwanto, 1985) membagi
pendidikan menjadi tiga bagian: informal, yaitu dalam keluarga, formal yaitu sekolah, dan
nonformal yaitu dalam masyarakat. Keluarga merupakan lembaga pertama dan terdekat
seseorang yang berperan penting untuk mendapatkan pendidikan (Fuad, 2005).

Dalam pendidikan informal, salah satu peran penting yang dijalankan keluarga
adalah pengasuhan (Tarmudji, 2001).Rhee, Dickstein, Jelalian, Seifer dan Wing(2015)
mendefinisikan bahwa pengasuhan merupakan interaksi antara orangtua dan anak serta cara
yang dilakukan orangtua dalam mengelola masalah perilaku pada anak. Pengasuhan
tersebut dapat berupa penyaluran bimbingan orangtua terhadap anak yang mencakup
pengalaman, keahlian, kualitas, dan tanggungjawab orangtua dalam mendidik dan merawat,
sehingga anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan oleh keluarga dan
masyarakat dimana ia berada atau tinggal (Afrianto,2015).

I.2. RUMUSAN MASALAH

a. Menjelaskan bagaimana Pandangan Orang Minangkabau Terhadap Pendidikan


b. Menjelaskan bagaimana Sistem Pendidikan Di Minangkabau
c. Menjelaskan bagaimana Surau Sebagai Pranata Pendidikan
d. Menjelaskan bagaimana Sekolah Sebagai Pranata Pendidikan

I.3. TUJUAN PENULISAN


a. Untuk mengetahui bagaimana Pandangan Orang Minangkabau Terhadap
Pendidikan
b. Untuk mengetahui bagaimana Sistem Pendidikan Di Minangkabau
c. Untuk mengetahui bagaimana Surau Sebagai Pranata Pendidikan

4
d. Untuk mengetahui bagaimana Sekolah Sebagai Pranata Pendidikan
BAB II

PEMBAHASAN

II.1. PANDANGAN ORANG MINANGKABAU TERHADAP PENDIDIKAN


Pandangan hidup orang Minang berbeda dengan pandangan hidup penduduk yang
berasal dari suku-suku lainnya. Adat Minangkabau adalah falsafah kehidupan yang menjadi
budaya atau kebudayaan minang, dan merupakan aturan atau tata cara kehidupan disusun
berdasarkan musyawarah dan mufakat, diturunkan secara turun temurun dan alamiah.

Masyarakat Minangkabau dikenal sebagai masyarakat adat yang masih menjunjung


tinggi nilai-nilai budaya, kearifan lokal dan menerapkan falsafah alam takambang jadikan
guru, falsafah inilah yang banyak mengantarkan masyarakat Minangkabau menjadi tokoh
nasional yang diakui keberadaannya oleh masyarakat Indonesia, seperti Muhammad Hatta,
M.Natsir, Hamka, M.Yamin, Syahrir, Agus Salim, Tan Malaka dan lain-lain.

Budaya lokal yang memanfaatkan tradisi khusus sebagai kearifan lokal yang
membangun watak dan pemikiran masyarakat yang lebih berlandaskan ajaran Islam. Tradisi
khusus pada kearifan lokal budaya Minangkabau mempunyai ciri khas yang berbeda
dengan daerah lain. Tradisi ini terus ditransformasikan kepada generasi selanjutnya,
dilestarikan dan dijaga supaya tidak hilang dimakan masa karena tradisi budaya
Minangkabau merupakan bagian penting yang ada dalam kehidupan masyarakat saat ini.

Pada lingkungan Minangkabau, tradisi berkearifan lokal adalah suatu warisan yang
sangat tinggi nilai sejarahnya. Mulai ajaran agama masuk pada Minangkabau melalui surau.
Surau memegang peranan penting dalam membangun pendidikan yang terpola, baik secara
mental, moral dan perilaku sehingga tercipta pendidikan yang berkarakter di bawa asuhan
ulama lokal. Pada budaya lokal Minangkabau, etnis yang lebih dikenal dengan filosofis adat
basandi syara’, syara’ basandi kitabullah (adat berpedoman kepada hukum, hukum
berpedoman kepada Al-quran) ini berarti adat yang diterapkan oleh masyarakat
Minangkabau berlandaskan kepada ajaran Islam. Masyarakat Minangkabau juga memiliki
kearifan lokal yang menjadi asset berharga yang telah banyak melahirkan cendekiawan-

5
cendekiawan, ulama dan kaum intelektual yaitu Surau.
Alam dengan segala dinamika dan bentuknya sangat berarti bagi masyarakat
Minangkabau. Oleh karena begitu berartinya, masyarakat Minangkabau menamakan tanah
leluhurnya dengan alam, yaitu Alam Minangkabau. Alam bagi masyarakat Minangkabau
mengandung makna yang tidak terhingga. Alam adalah segala-galanya, bukan hanya
sebagai tempat lahir dan tempat mati, tempat hidup dan berkembang, melainkan juga
mempunyai makna filosofis yang dalam, yaitu alam takambang jadi Guru (alam
terkembang jadi Guru). Masyarakat Minangkabau memandang bahwa falsafah hidupnya
yang berguru ke alam adalah abadi, tak lapuak dek hujan, tak lakang dek paneh (takkan
lapuk karena hujan, takkan lekang karena panas). Keabadian itu bukan karena statis atau
beku, melainkan karena kemampuannya menyesuaikan diri dengan aneka perubahan,
tagangnyo bajelo-jelo, kanduanyo badantiang-dantiang (tegangnya berjela-jela, kendurnya
berdenting-denting), baik untuk perubahan yang bersifat alami maupun buatan (memang
sudah seharusnya diubah).

Penyesuaian karena peruban alam, kata-kata bijak mereka mengungkapkannya


dengan Sakali aia gadang, sekali tapian barubah (Sekali air banjir, sekali tepian berubah).
Dan, untuk penyesuaian karena memang harus berubah karena sebab keperluannya, mereka
mengungkapkannya dengan Usang-usang dipabarui, lapuaklapuak dikajangi, nan elok
dipakai nan buruak dibuang (yang using diperbaharui, yang rusak diperbaiki, yang baik
dipakai, yang buruk dibuang). Masyarakat Minangkabau sebagai salah satu suku bangsa
yang ada di negara kesatuan republik Indonesia yang mempunyai berbagai ungkapan-
ungkapan filosofis yang mengandung makna dalam tatanan kehidupan masyarakat dan itu
terus dipakai oleh masyarakat Minangkabau.

6
II.2. SISTEM PENDIDIKAN DI MINANGKABAU
Adat minangkabau mengatur nilai dalam kehidupan manusia dari hal kecil sampai
hal kehidupan yang lebih luas baik itu berhubungan dengan politik, ekonomi, hukum dan
sebagainya. Adat Minangkabau merupakan sebuah peninggalan sejarah kebudayaan dari
masyarakat Minangkabau yang digabungkan dalam nilai-nilai keislaman. Keberadaan surau
dalam masyarakat menjadi wadah untuk membangun masyarakat dengan nilai-nilai
keislaman yang kuat dan bisa dipraktekkan dalam kehidupan.

Dalam budaya masyarakat Minangkabau surau berfungsi sebagai sebuah institusi


untuk mengembangkan nilai nilai yang ada dalam masyarakat baik itu nilai agama, moral,
dan budaya. Keberhasilan pendidikan surau dalam masyarakat Minangkabau ditandai
dengan apabila seorang anak pandai mengaji, mengerjakan shalat, membaca doa dan
penyelenggaraan ibadah lainnya serta mempunyai akhlak yang baik dan mampu memakai
tata krama yang telah di anut oleh masyarakat Minangkabau

Munculnya tokoh-tokoh nasional berpengaruh di Indonesia yang berasal dari


Minangkabau tentunya tidak terlepas dari peran surau dalam membentuk karakter, pola
pemikiran dan sikap. Saat ini surau yang melahirkan para pemuka agama dan ulama
berperan membentuk karakter masyarakat sehingga melahirkan kaum terpelajar yang
modernis-rasionalis. Para ulama dan kaum modernis ini melahirkan kaum intelektual yang
mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat sekitar untuk meningkatkan mutu masyarakat.
Maka dari itu penulis ingin melihat pola pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh
Ulama Minangkabau melalui pendidikan Surau.

7
II.3. SURAU SEBAGAI PRANATA PENDIDIKAN
Surau adalah media aktivitas pendidikan umat islam dan tempat segala aktivitas
sosial, surau bermula dari istilah melayu indonesia dan penggunaannya meluas sampai di
asia tenggara.sebutan surau berasal dari Sumatra Barat tepatnya di Minangkabau.

Dengan waktu yang tidak lama surau kemudian mengalami islamisasi,walaupun


dalam batas batas tertentu suasana kesakralan dan mereflesikan sebagai simbol adat.
Peranan surau begitu sentral dan vital, pendidikan surau banyak di didirikan di tangah
tengah kehidupan massyarakat,dan bukan lagi mengambil tempat tempat terpencil sebagai
mana di masa hindu budha. Maka fungsi surau akan semakin efektif.

Kata-kata surau dalam pengertian etimologi berasal dari Bahasa Sanskerta yang
berasal dari kata-kata "Suro", diartikan sebagai tempat penyembahan". Berdasarkan
pengertian asalnya ini dapat disimpulkan bahwa pengertian surau pada awalnya adalah:
"Bangunan kecil tempat untuk penyembahan arwah nenek moyang". Hal ini mencerminkan
suatu kondisi bahwa pada awalnya masyarakat minangkabau memiliki kepercayaan
terhadap arwah nenek moyang. Di samping itu pengaruh Hindu dan Budha juga pernah
memasuki minangkabau.

Terminologi surau kemudian mengalami perluasan makna menjadi salah satu tempat
peribadatan bagi umat islam sekaligus menjadi salah satu institusi pendidikan Agama islam
bagi masyarakat Minangkabau. Aktivitas ibadah dan pendidikan islam muncul di surau
untuk pertama kalinya ketika Syekh Burhanuddin mengajarkan dan mengembangkan Islam
di Surau Ulakan Pariaman.

Istilah surau di Minangkabau sudah dikenal sebelum datangnya Islam. Surau dalam
sistem adat Minangkabau adalah kepunyaan suku atau kaum sebagai pelengkap rumah
gadang, dimana anak laki-laki tak punya kamar di rumah orang tua mereka sehingga
mereka diharuskan tidur di surau. Kenyataan ini menyebabkan surau menjadi tempat amat
penting bagi pendewasaan generasi Minangkabau baik dari segi ilmu pengetahuan maupun
ketrampilan praktis lainnya. Fungsi surau tidak berubah setelah kedatangan Islam, hanya
8
saja fungsi keagamaannya semakin penting. Surau diperkenalkan pertama kali oleh Syekh
Burhannuddin di Ulakan Pariaman. Pada masa ini, eksistensi surau disamping sebagai
tempat shalat juga digunakan sebagai tempat mengajarkan ajaran Islam, khususnya tarekat
(suluk). Sehingga pada akhirnya murid-murid Syekh urhanuddin yang memainkan peranan
penting dalam pengembangan surau sebagai lembaga pendidikan bagi generasi selanjutnya.

Beberapa masalah dialami oleh surau-surau di Minangkabau, praktek tarekat yang


dikembangkan oleh masing-masing surau lebih banyak muatan mistisnya daripada syari'at.
Gejala tersebut dapat diketahui, meskipun Islam sudah dianut masyarakat tetapi praktik
mistis masih dilakukan. Melihat kondisi masyarkat tersebut, Syekh Abdurrahman ulama
dari Batu Hampar berusaha menyadarkan umat dengan memberikan pemahaman mengenai
ajaran Islam dan menghilangkan praktik bid'ah khurafat. Untuk usaha tersebut Syekh
Abdurrahman mendirikan surau yang terkenal yaitu "Surau Dagang".

Dengan demikian, sejak awal penyebaran Islam ke Indonesia dengan saluran


pendidikan Islam, surau telah menyumbangkan sebuah corak atau karakteristik sistem
pendidikan tersendiri. Apapun yang di ditemui sekarang, sesungguhnya tidak serta merta
melupakan sama sekali sejarah masa lalu.

Sejak itu, eksistensi surau mulai bangkit dengan nuansa baru, meskipun tetap
menggunakan sistem halaqah yang tradisional. Surau yang mendapat sentuhan modernisasi
pertama adalah surau Tanjung Sungai Batusangkar yang didirikan oleh Syeikh HM Tahib
Umar tahun 1897, dan surau Parabek di Bukit Tinggi didirikan oleh Syeikh Ibrahim Musa
tahun 1908. Mahmud Yunus menyebutkan bahwa, gerakan pembaharuan pendidikan Islam
oleh para ulama ini merupakan gerakan pembaharuan menjelang kelahiran madrasah
sebagai masa perubahan.

Eksistensi surau sebagai salah satu institusi pendidikan Islam pertama di


Minangkabau sempat melakukan upaya modernisasi di tengah penetrasi Hindia Belanda.
Modernisasi tersebut menyangkut sistem kelembagaan yang lebih akomodatif terhadap
tuntunan perkembangan masyarakat Muslim. Modemisasi surau ditandai oleh berdirinya
institusi pendidikan Islam yang modem, seperti Sekolah Adabiyah, Sumatra Thawalib.
9
Madrasah Diniyah dan sebagainya yang cikal bakalnya dari surau Jembatan Besi. Model
model lembaga pendidikan seperti Sumatra Thawalib, Adabiyah dan Madrasah Diniyah
tersebut adalah menggunakan kurikulum yang tidak hanya mengajarkan pendidikan agama,
tetapi juga memasukkan pelajaran umum. Selanjutnya perkembangan organisasi-organisasi
di bidang pendidikan yang berasal dari surau ini, semakin memodernkan surau sebagai
lembaga pendidikan.

Keberadaan lembaga pendidikan Islam di Minangkabau mengalami perkembangan


yang sangat signifikan. Diperkirakan setua zaman Islam di wilayah ini (Minangkabau).
Berawal dari sistem pendidikan tradisional surau, Minangkabau berhasil melahirkan para
ulama dan cendekiawan Islam terbesar yang berjasa dalam perkembangan Islam di
Nusantara pada masa lalu. Selama lebih dari tiga abad yang lalu, sistem surau telah
memainkan peran penting bagi perkembangan tradisi ilmiah di negeri ini.

Tradisi intelektual Islam tampaknya memiliki tempat yang cocok bagi tumbuh dan
berkembangnya segala bentuk tradisi Islam. Juga melahirkan ide-ide jenius tentang Islam
dan akhirnya menjadi identitas dan entitas Islam di Minangkabau. Dengan demikian, surau
telah berfungsi sebagai tempat transformasi keilmuan Islam yang bermutu tinggi.,Eksistensi
lembaga pendidikan islam di Minangkabau telah mengalami perkembangan yang sangat
signifikan. Usianya diperkirakan setua usia Islam di wilayah ini (Minangkabau). Berawal
dari sistem pendidikan tradisional surau, daerah Minangkabau berhasil melahirkan ulama-
ulama besar dan intelektual Islam yang memiliki andil dalam perkembangan Islam di
Nusantara pada masa lalu.

Selama lebih dari tiga abad yang lalu, lembaga pendidikan surau telah memainkan
peran penting bagi perkembangan tradisi keilmuan di negeri ini. Tradisi intelektual Islam
seolah-olah mendapat tempat yang sangat cocok untuk tumbuh dan berkembangnya segala
bentuk tradisi keilmuan Islam dan banyak melahirkan ide jenius tentang keislaman yang
akhirnya menjadi identitas dan entitas Islam di Minangkabau. Dengan demikian surau telah
memainkan fungsi sebagai tempat transformasi keilmuan Islam yang sangat mumpuni.

10
II.4. SEKOLAH SEBAGAI PRANATA PENDIDIKAN
Perkembangan dan kemajuan Pendidikan Indonesia tidak bisa dipisahkan dari
perjalanan bangsa Indonesia. Pada abad 20 terjadi perubahan yang besar di Indonesia,
perubahan tersebut bias dikatakan sebagai awal kebangkitan dan pembaharuan.

Arus gerakan modernisasi Islam yang di bawah oleh murid Syekh Khatib Al-
Minangkabawi ke Minangkabau tahun 1900-an menyebabkan terjadinya dua kubu atau
kelompok ulama di Minangkabau yang memiliki pemahaman yang berbeda terhadap
perkembangan dunia pendidikan di Minangkabau. Pertama kelompok ulama kaum tua
(Syaikh Abbas Padang Lawas, Syaikh Sulaiman Arrasuli, Syaikh Muhammad Djamil Jaho)
yang mempertahankan otoritas surau yang bercorak sufistik. Sedangkan kelompok ulama
kaum muda ( Haji Abdullah Ahmad, Syaikh Abdul Karim Amrullah, dan Syaikh Ibrahim
Musa) menggugat corak Islam yang sufistik melalui otoritas surau dan taqlid terhadap
imam mazhab.

Perbedaan pemahaman dan pandangan ulama kaum muda dan tua bukan saja
terhadap pemahaman keagamaan saja, namun juga terjadi kepada berbagai bentuk
organisasi-organisasi dan lembaga lembaga, baik formal maupun non formal. Abdullah
Ahmad sebagai ulama kaum muda pada tahun 1909 M mendirikan sekolah modern dengan
nama sekolah Adabiyah. Setelah muncul sekolah modern pertama yang didirikan oleh
Abdullah Ahmad tahun-tahun berikutnya muncullah madrasah-madrasah bercorak modern
di Minangkabau seperti Sekolah Diniyah Padang Panjang pada tahun 1915 yang didirikan
oleh Zainuddin Labia El Yunusiyah, tahun 1918 Mahmud Yunus juga mendirikan madrasah
Diniyah di Batusangkar.

Selain itu, sistem pendidikan madrasah telah di adopsi oleh ulama kaum muda
sehingga berubahlah sistem pendidikan Surau yang telah diterapkan selam ini.
Perkembangan lembaga pendidikan yang dilakukan oleh ulama kaum muda, mengharuskan
ulama kaum tua merubah sistem pendidikan halaqah menjadi sistem madrasah. Setelah
perubahan sistem pendidikan surau kepada sistem pendidikan madrasah menyebabkan
11
sistem pendidikan surau kehilangan eksistensinya lembaga pendidikan tradisional di
Minangkabau.

12
BAB III
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
Alam adalah segala-galanya, bukan hanya sebagai tempat lahir dan tempat mati,
tempat hidup dan berkembang, melainkan juga mempunyai makna filosofis yang dalam, yaitu
alam takambang jadi Guru (alam terkembang jadi Guru). Masyarakat Minangkabau
memandang bahwa falsafah hidupnya yang berguru ke alam adalah abadi, tak lapuak dek
hujan, tak lakang dek paneh (takkan lapuk karena hujan, takkan lekang karena panas).

Pemberdayaan yang dilakukan oleh ulama Minangkabau dalam meningkatkan


pendidikan masyarakat melalui sebuah wadah yang dinamakan Surau, dari Surau tersebut
lahirlah Cendekiawan-Cendekiawan, Ulama-Ulama dan Tokoh-Tokoh Nasional. Adapun pola
pemberdayaan masyarakat Minangkabau melalui pendidikan Surau yang dilakukan oleh para
ulama adalah:

a) menjadikan Surau sebagai tempat musyawarah dalam membentuk pola pikir


yang kritis dalam memecahkan masalah.

b) menjadikan Surau sebagai tempat peningkatan ilmu pengetahuan sebagai


lembaga pendidikan tradisional. dalam hal ini surau memberikan perubahan
pada pemikiran dan ilmu pada masyarakat yang menajdikan masyarakat
memperoleh ilmu dan pengetahuan baru.

c) menjadikan Surau sebagai tempat dalam pelestarian adat istiadat dan budaya
Minangkabau

III.2. SARAN
Makalah ini sangat diiharapkan dapat di pahami bagi pembaca. Mohon maaf

karena keterbatasan materi dengan keadaan saat ini. Dan kami harap pembaca dapat
memakluminya. Terima Kasih.

13
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Y. (2018). Revitalisasi Peran Sosial Surau Dagang Dalam Pembentukkan Karakter
Masyarakat Pasar Tradisional Di Padang Pariaman. Islam Realitas: Journal of Islamic and
Social Studies, 4(1), 48-56.
Hanani, Silfia. 2015. Tradisi Ulama Transformatif Minangkabau Dalam Membangun Pendidikan
Krakteristik Berbasis Responsif Teologis Dan Kontribusinya Terhadap Penguatan
Moralitas, Jurnal Sosial Budaya: Media Komunikasi IlmuIlmu Sosial Dan Budaya, 12 (2),
191-20
Tim Penyusun, 2006. Undang-Undang No 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: Sinar Grafika.
Saharman, Surau Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Di Minangkabau, Fakultas Adab dan
Humaniora IAIN-IB Padang.2015.
Surau Sebagai Sarana Pendidikan | PDF (scribd.com)
BAB I.pdf (unand.ac.id)

14

Anda mungkin juga menyukai