Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN 8

MODEL PEMBELAJARAN RUMPUN PEMROSESAN


INFORMASI
A. Pengertian Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi
Menurut Oemar Hamalik (2011:128) pemrosesan informasi tersebut
merujuk bagaimana cara-cara atau menerima informasi stimulus dari
lingkungan, mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep-
konsep, serta menggunakan simbol-simbol verbal dan non verbal. Kemudian
menurut Syaiful Sagala (2012:74) informasi yang diberikan dalam bentuk
energi fisik tertentu (sinar untuk bahan tertulis, bunyi untuk bahan ucapan,
tekanan untuk sentuhan, dan lain-lain) diterima oleh reseptor yang peka
terhadap tanda dalam bentuk-bentuk tertentu. Pada model ini, mengutamakan
bagaimana membantu siswa agar mampu berpikir produktif, memecahkan
masalah dengan kemampuan intelektual yang telah dimiliki oleh peserta didik.

Model pemrosesan informasi pada dasarnya menitikberatkan pada


cara-cara memperkuat dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri)
untuk memahami dunia dengan cara menggali dan mengordinasikan data,
merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan pemecahannya.

Menurut Robert M. Gagne dalam Rusman (2014: 139) dalam proses


pembelajaran model pemrosesan informasi terdiri dari delapan fase, yakni
sebagai berikut:

1. Motivasi, fase awal memulai pembelajaran dengan adanya dorongan untuk


melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan tertentu (motivasi
instrinsik dan ekstrinsik);
2. Pemahaman, fase individu menerima dan memahami informasi yang
diperoleh dari pembelajaran. Pemahaman didapat melalui perhatian;
3. Pemerolehan, individu memberikan makna/mempersepsikan segala
informasi yang ada pada dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan
dalam memori peserta didik;
4. Penahanan, menahan informasi yang sampai pada dirinya sehingga terjadi
proses penyimpanan dalam memori siswa;
5. Ingatan kembali, mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan,
bila ada rangsangan;
6. Generalisasi, menggunakan hasil pembelajaran untuk keperluan tertentu;
7. Perlakuan, perwujudan perubahan perilaku individu sebagai hasil
pembelajaran;
8. Umpan balik, individu memperoleh feedback dari perilaku yang telah
dilakukannya.

Menurut Rusman (2014:140) pembelajaran pemrosesan informasi ada


sembilan langkah yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik, yakni
sebagai berikut:

1. Melakukan tindakan untuk menarik perhatian siswa;


2. Memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang
akan dibahas;
3. Merangsang siswa untuk memulai aktivitas pembelajaran;
4. Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah
direncanakan;
5. Memberikan bimbingan bagi aktivitas siswa dalam pembelajaran;
6. Memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran;
7. Memberikan feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan siswa;
8. Melaksanakan penilaian proses dan hasil;
9. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan menjawab
berdasarkan pengalamannya.

B. Jenis-jenis Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi


Menurut surya (2004) dalam syaiful sagalas (2012: 74) rumpun model
pemrosesan informasi, ialah :

1. Model Berpikir Induktif

Teoretiukus utama: Hilda Taba (1971). Model berpikir


induktif (inductive thingking model) didasarkan pada asumsi awal bahwa
setiap mansia, termasuk siswa, merupakan konseptor alamiah. Mereka
selalu berusaha melakukan konseptualisasi setiap saat, membandingkan dan
membedakan objek, kejadian, dan emosi. Untuk memanfaatkan
kecenderungan ini, kita harus berusaha mendesain lingkugan pembelajaran
efektif dan menugaskan siswa untuk meningkatkan efektivitas mereka
dalam memebntuk dan menggunakan konsep, sekaligus memebantu mereka
dalam mengembanagkan keterampilan konseptual untuk menyelesaikan
semua tugas ini.

a. Sintak
Tahap 1 : Pembentukan konsep
1) Guru mengalkulasi dan membuat daftar
2) Siswa mengelompokkan daftar
3) Siswa membuat label dan kategori
Tahap 2 : Interprestasi data
1) Siswa mengidentifikasi relasi-relasi penting antar kategori
2) Siswa mengeksplorasi relasi-relasi kategorial
3) Siswa membuat kesimpulan
Tahap 3 : Penerapan prinsip
1) Siswa memprediksi konsekuensi, menjelaskan fenomenaluar,
menyusun hipotesis
2) Siswa menjelaskan prediksi atau hipotesis
3) Siswa menguji kebenaran (verifikasi) prediksi

b. Sistem Sosial
Dalam model ini, atmosfer kelas bersifat kooperatif. Saat guru
diposisikan sebagaii insiator pengajar dan penentuan rangkaian aktivitas
pembelajaran, maka ia harus bertanggung jawab melakukan control pada
siswa secara kooperatif. Akan tetapi, karena siswa yang pada hakikatnya
mempelajari strategi tersebut, mereka tentu akan berasumsi bahwa
dirinyalah pengontrol yang sebenarnya.
c. Tugas/Peran Guru
Tugas utama guru adalah memonitor bagaimana siswa
memproses informasi dan kemusian mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yyang relevan. Guru juga harus merasakan kesiapan siswa untuk
menjalani pengalaman-pengalaman dan aktivitas-aktivitas kognitif yang
baru dengan cara mengasimilasikan dan menggunakan pengalaman-
pengalaman ini.
d. Sistem Dukungan
Model ini dapat diterapkan dalam berbagai bidang kurikulum
yang didalamnya ada banyak data mentah yang perlu diolah. Contoh,
dalam mengkaji aspek-aspek ekonomi berbagai negara, siswa
memrlukan jumlah data ekonomi yang memadai tentang negara-negara
tersebut dan statistic-statistik tentang peristiwa-peristiwa dunia.
Kemudian tugas guru adalah membantu mereka memproses data tersebut
dengan cara yang lebih kompleks, dan pada saat yang bersamaan
membantu mereka meningkatkan kapasitas sistem dukungan itu saat
memproses data.
e. Pengaruh
Model ini terkadang dianggap hanya cocok untuk orang dewasa,
padahal sebenarnya tidak. Siswa disemua tingkatan umur bisa
memproses informasi dengan leluasa. Pola pikir yang baik selalu
mengkombinasikan dua hal, yaitu disiplin dan fleksibilitas. Jika kita
membantu siswa menjadi pemikir yang hebat dan fleksibel, kita harus
menguasai paradox-paradoxdan membuat lingkungan-lingkungan yang
menawarkan tantangan dan dukungan yang kuat tanpa perlu
memaksakan kemampuan siswa.

2. Model Pencapaian Konsep

Teoretiukus utama: Jerome Bruner (1967). Pencapaian konsep


(concept attainment) merupakan “proses mencari dan mendaftar sifat-sifat
yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dengan
contoh-contoh yang tidak tepat dari berbagai kategori (brunner, Goodnow
dan Austin, 1967)”.

a. Sintak
Tahap 1 : Penyajian Data Dan Penyajian Konsep
1) Guru menyajikan contoh-contoh yang telah dilabeli.
2) Siswa membandingkan sifat-sifat/ciri-ciri pada contoh positif dan
negatif.
3) Siswa menjelaskan definisi tertentu berdasarkan sifat-sifat/ciri-ciri
yang paling penting.
Tahap 2 : Ujian Pencapaian Konsep
1) Siswa mengidentifikasi contoh-contoh tambahan yang tidak dilabeli
dengan tanda “Ya” dan “Tidak”
2) Guru menguji hipotesis, menamai konsep, dan menyatakan kembali
definisi berdasarkan sifat/cirri-ciri yang paling esensial.
3) Siswa membuat contoh-contoh
Tahap 3 : Analisis Strategi Berpikir
1) Siswa mendeskripsikan pemikiran
2) Siswa mendiskusikan peran sifat-sifat dan hipotesi-hipotesis
3) Siswa mendiskusiakan jenis-jenis dan ragam hipotesis.
b. Sistem Sosial
Sebelum mengajar dengan model pencapaian konsep, guru
memilih konsep, menyeleksi dan mengolah bahan menjadi contoh-
contoh yang positif dan yang negative dan mengurutkan/merangkai
contoh-contoh tersebut. Dalam banyak kasus, guru harus mempersiapkan
contoh-contoh, menggali ide-ide dan bahan-bahan dari buku dan sumber-
sumber lain, dan merancangnya sedemikian rupa sehingga cirri-ciri
menjadi jelas dan tentu saja, ada contoh-contoh negative dan positif yang
dibuat dari konsep tersebut.
c. Tugas/Peran Guru
Selama proses pelajaran, guru harus bersikap simpatik pada
hipotesis yang dibuat oleh siswa, menekankan bahwa hipotesis itu
merupakan hipotesis alamiah dan membangun dialog yang didalamnya
siswa dapat menguji hipotesis mereka dengan hipotesis teman-teman
yang lain.
d. Sistem Dukungan
Materi-materi yang berbasis pencapaian konsep mensyaratkan
adanya sajian contoh-contoh negative dan contoh-contoh positif pada
siswa. Yang harus ditekankan adalah bahwa tugas siswa dalam
pencapaian konsep bukanlah menemukan atau membuat konsep-konsep
baru, melainkan mencapai atau mendapatkan konsep-konsep yang
sebelumnya telah dipilih oleh guru. Untuk itulah, sumber data dari
konsep-konsep tersebut perlu diketahui sebelumnya dan sifat-sifatnya
juga harus terlihat dengan jelas.
e. Pengaruh
Strategi-strategi pencapaian konsep dapat menyempurnakan
tujuan-tujuan instruksional, bergantung pada tekanan pelajaran tertentu.
Strategi-strategi ini dirancang untuk mengajarkan konsep-konsep yang
spesifik dan sifat-sifat dari konsep-konsep itu. Strategi ini juga
memungkinkan siswa untuk mempraktikkan logika induktif dan member
mereka kesempatan untuk mengubah dan mengembangkan strategi-
strategi membangun konsep yang telah dimili sebelumnya. Pada
akhirnya, khsusu pada konsep-konsep abstrak, strategi-strategi ini
berusaha mendidik kesadaran siswa terhadap perspektif-perspektif
alternative, kepekaan siswa pada nalar logis dalam berkomunikasi, dan
tolernsi pada ambihuitas.

3. Model Induktif Kata Bergambar

Teoretiukus utama: Emily Calhoun (1999). Untuk menjadi


pembaca ahli, siswa perlu didorong untuk banyak membaca,
mengembangkan kosakata, mengembangakan keterampilan dalam analisis
fonetik da structural, dan belajar memahami dan memanfaatkan teks-teks
yang terhampar luas. Semua ini harus dilakukan oleh siswa saat mereka
ingin belajar memahami bacaan lintas kurikulum, yang di dalamnya
penghimpunan, konseptualisasi, dan penerapan informasi merupakan inti
pencapaian yang harus diperoleh siswa. Model induktif kata
bergambar (picture-word inductive model) dirancang untuk menghadapi
tantangan itu, utamanya untuk para pembaca pemula di tingakatan dasar dan
tingakatan yang lebih tinggi.

a. Sintak
Tahap 1: Pengenalan Kata Bergamabar
1) Guru memilih sebuah gamabar
2) Siswa mengidentifikasi apa yang mereka lihat dalam gambar
tersebut
3) Siswa menanadai bagian-bagian gambar yang telash diidentifikasi
tadi.
Tahap 2: Identifikasi Kata Bergambar
1) Guru membaca/mereview bagan kata bergambar
2) Siswa mengklasifikasi kata kata ke dalam berbagai jenis kelompok
3) Siswa mengidentifikasi konsep-konsep umum dalam kata-kata
tersebut ke dalam kelas/golongan kata tertentu
4) Siswa membaca kata-kata itu dengan merujuk pada bagan jika kata
tersebut tidak mereka kenali.
Tahap 3: Review Kata Bergambar
1) Guru membaca atau mereview bagan kata bergamabar
(mengucapkan, mengeja, dan mengucapkan).
2) Guru menambah kata-kata, jika diinginkan, pada bagan kata
bergambar atau yang sering dikenal dengan “bank kata”.
3) Siswa memikirkan judul yang tepat untuk abgan kata bergambar itu.
(Guru membimbing siswa untuk berpikir tentang petunjuk dan
informasi dalam bagan ,mereka dan tentang opini mereka terhadap
informasi ini).
Tahap 4: Menyusun Kata Dan Kalimat
1) Siswa menyusun sebuah kalimat, kalimat, atau suatu paragraph
secara langsung yang berhubungan dengan bagan kata bergambar
tadi.
2) Siswa mengklasifikasikan seperangkat kalimat yang dapat
menghassilkan satu kategori kelompok tertentu.
3) Guru meragakan membuat kalimat-kalimat tersebut secara
bersamaan menjadi suatu paragraph yang baik
4) Guru dan siswa membaca/mereview kalimat-kalimat atau paragraph-
paragraf.
b. Sistem Sosial
Model pengajaran ini dilakukan secara kooperatif. Guru bisa
membentuk kelompok-kelompok kecil siswa untuk saling berbagi
gagasan mengenai gamabr-gambar yang disajikan. Ini juga bisa menjadi
tugas yang mengasyikkan bagi siswa jika merka berhasil
mengidentifikasi , mengenali dan membuat kalimat berdasarkan
kalimatitu. Pada akhirnya, sistem kerja kooperatif sangat penting dalam
model pengajaran ini. Guru tidak bisa seluruhnya mengontrol level
pemahaman siswa terhadap gamabr-gambar itu, tetapi ia bisa
mengevaluasi mana siswa yang perlu perhatian lebih dan mana siswa
yang bisa dibiarkan bekerja sendiri.
c. Tugas/Peran Guru
Guru memegang kunci dalam meningkatkan keterampilan baca
tulis siswa. Kunci yang menyediakn akses dan pilihan pada mereka.
Semakin banyak kosa kata yang diketahui siswa melalui pendengaran
dan percakapan mereka, semakin banyak pemahaman yang mereka
miliki tentang dunia disekitar mereka. Semakin banyak kata yang mereka
pahami melalui pembacaan dan penulisan kosakata mereka, semakin
banyak control dan pilihan yang mereka miliki dalam hidup, baik di
dalam maupun di luar sekolah, dengan akses yang luas pada pengetahuan
dan pengalaman, serta dengan potensi yang besar dalam mengajari diri
mereka sendiri. Semakin banyak pemahaman yang mereka miliki tentang
bagaimana bahasa itu bekerja, semakin kuat mereka menjadi seorang
komunikator dan warga negara yang baik.
d. Sistem Dukungan
Setiap sesi putaran model induktif kata bergambar selalu
menggunakan foto yang besar sebagai stimulus umum untuk penulisan
kata dan kalimat.Guru, yang bekerja sama dengan seluruh siswa atau
dengan sekelompok kecil siswa atau dengan sekelompok kecil siswa
dapat menerapkan gerakan-gerakan perpindahan yang mencakup seluruh
sesi putaran PWIM untuk mendukung pembangunan kosakata siswa;
membentuk dan menggunakan generalisasi analisis structural dan
fonetik; meningkatkan pemahaman membaca mereka pada kata, frasa,
kalimat, paragraph dan tingkatan-tingkatan teks yang lebih
panjang;mengarang kata, kalimat, paragraph, dan teks yang lebih
panjang dan emngamati dan menguji data dengan menggunakan sumber-
sumber rujukan.
e. Pengaruh
Model induktif kata bergambar memiliki pengaruh penting dalam
membentuk kemampuan baca tulis siswa. Pengaruh-pengaruh itu bisa
dilihat dari kemampuan siswa untuk :
1) Belajar bagaimana membuat kosa kata mereka
2) Belajar bagaimana menenliti struktur kata dan kalimat
3) Menghasilkan tulisan (judul, kalimat, paragraf)
4) Menghasilkan pemahaman tentang hubungan membaca/menulis
5) Mengembangkan keterampilan dan analisis fonetik dan structural
6) Mengembangkan minat dan kemampuan untuk berekspresi dengan
cara menulis
7) Meningkatkan gairah membaca teks-teks nonfiksi
8) Mengembangkan keterampilan bekerja sama dalam belajar bersama
orang lain dalam ranah membaca/menulis.

4. Model Penelitian Ilmiah


Teoretiukus utama: Joseph schwab (1962). Inti dari model
penelitian ilmiah (scientific inquiry model) adalah melibatkan siswa dalam
masalah penelitian yang benar-benar orisinal dengan cara menghadapkan
mereka pada bidang investigasi, membantu mereka mengidentifikasi
masalah konseptual atau metodologis dalam bidang tersebut dan mengajak
mereka untuk merancang cara-cara memecahkan masalah. Dari sini mereka
bisa melihat bagaimana suatu pengetahuan dibuat dan dibangun dalam
komunitas para ilmuwan. Pada waktu yang bersamaan, mereka akan
menghargai pengetahuan sebagai hasil dari proses penelitian yang
melelahkan dan mungkin juga akan belajar tentang keterbatasan-
keterbatasan dan keunggulan pengetahuan masa kini.
a. Sintak
Tahap 1: Penyajian Bidang Penelitian
1) Guru menyajikan bidang penelitian, yang meliputi metodologi-
metodologi yang bisa digunakan siswa dalam melaksanakan
penelitian
Tahap 2: Identifikasi Masalah
1) Guru mendesain masalah penelitian agar siswa dapat
mengidentifikasi masalah dalam penelitian tersebut
2) Siswa berhadapan dengan beberapa kesulitas yang harus mereka
atasi, seperti interprestasi data, atau pembentukan data, atau control
uji coba, atau pembuatan kesimpulan
Tahap 3: Pemecahan Masalah
1) Guru meinta siswa berspekulasi tentang masalah tersebut, sehingga
ia dapat mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dijumpai selama
proses penelitian
Tahap 4: Uji Coba
1) Guru meminta siswa berspekulasi tentang cara-cara memperjelas
kesulitan tersebut dengan merancang uji coba, mengolah data
dengan cara yang berbeda, mengembangkan konstruk dan
sebagainya.
b. Sistem Sosial
Dalam model pengajaran ini, iklim kooperatif sangat dianjurkan.
Karena siswa benar-benar dimasukkan ke dalam iklim pengetahuan yang
kompleks, maka siswa diharapkan memiliki tingkat keberanian tertentu
sebagai bentuk kerendah-hatian. Siswa perlu menghipotesis secara
cermat, mencari petujuk/bukti, mengkritisi rancangan penelitian, dan
sebagainya. Selain menerima ketatnya penelitian siswa juga harus
mengakui sifat pengetahuan mereka yang tentative dan selalu
berkembang dengan baik sebagai suatu disiplin, dan mereka juga perlu
mengembangkan sikap kerendahatian dengan tetap berpegang teguh
pada pendekatan mereka terhadap disiplin-disiplin ilmiah yang teah
berkembang dengan baik.
c. Tugas/Peran Guru
Tugas guru adalah membimbing, melatih dan mendidik penelitian
dnegan menekankan pada proses penelitian dan mebujuk siswa untuk
bermain pada proses tersebut. Guru harus hati-hati bahwa
mengidentifikasi fakta bukanlah persoalan utama yang patut ditekankan
dalam penelitian. Yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana guru
dapat mendorong siswa menghadapi persolan penelitian yang rumit
dengan baik dan cermat.
d. Sistem Dukungan
Satu-satunya sistem dukungan yang dibutuhkan dalam model ini
adalah seorang instruktur yang fleksibel dan terampil dalam proses
penelitian, yang dapat menyediakan bidang-bidang penelitian yang
orisinal, masalah-masalah yang mengiringnya dan sumber-sumber data
yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian. Selain itu, sistem
dukungan yang lain adalah adanya perangkat perangkat yang memadai
untuk memperlancar implementasi tugas-tugas tersebut di atas.
e. Pengaruh
Model penelitian ini dirancang untuk mengajarkan proses-proses
riset, memengaruhi cara-cara siswa dalam memproses informasi , dan
mendidik komitmen mereka untuk melakukan penelitian ilmiah. Model
ini juga memungkinkan terbukanya pemikiran dan kemampuan untuk
meneguhkan pendapat dan menyeimbangkan alternatif-alternatif. Karena
penekanannya pada upaya menciptakan komunitas para sarjana yang
berorientasi pada riset kolektif, model ini juga dapat mendidik semangat
bekerjasama dan kemampuan untuk bekerja bersama orang lain.

5. Model Latihan Penelitian


Model latihan penelitian (inquery training model) berawal dari
sebuah kebutuhan untuk mengembangkan komunitas para pembelajar yang
mandiri. Metodenya mensyaratkan partisipasi aktif siswa dalam penelitian
ilmiah. Sisiwa sebenarnya memiliki rasa ingin tahu dan hasyrat yang lebih
besar untuk tunbuh berkembang; dan latihan penelitian memanfaatkan
eksplorasi kegairahaan alami mereka, memberikan mereka arahan-arahan
khusus sehingga mereka dapat mengekplorasi bidang-bidang peneitian
secara efektif. Tujuan umum latihan penelitian adalah membantu siswa
mengembangkan disipin intelektual dan keterampilan yang mampu untuk
meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang
terpendam dari rasa keingintahuan mereka.
a. Sintak
Tahap 1 : Identifikasi Masalah
1) Guru menjelaskan prosedur – prosedur penelitian
2) Guru menjelaskan beberapa perbedaan antar – prosedur
Tahap 2 : Verifikasi Data
1) Siswa melakukan verifikasi pada objek dan prasyrat – prasyarat yang
mendasarinya
2) Siswa mengekplorasi penelitian berdasarkan masalah yang dihadapi
Tahap 3 : Eksperimentasi Data
1) Siswa memisahkan variabel-variabel yang relevan
2) Siswa membuat hipotesis (dan menguji) hubungan kausal antara
variabel
Tahap 4 : Formulasi data
1) Siswa mengolah data
2) Siswa merumuskan penjelasan mengenai data
Tahap 5 : Analisis Proses Penelitian
1) Siswa menganalisis strategi penelitian
2) Siswa mengembangkan strategi penelitian yang paling efektif.
b. Sistem Sosial
Sistem sosial dalam model ini bersifat kooperatif dan ketat.
Walaupun model latihan penelitian dapat disusun dengan baik, dengan
sistem sosial yang di kontrol sepenuhnya oleh guru, lingkungan
intelektual haruslah tetap terbuka bagi semua gagasan yang relevan; guru
dan siswa berpartisipasi secara kolaboratif dimana akan ada banyak
gagasan yang nantinya bisa saling didiskusikan bersama. Selain itu guru
seharusnya juga mendorong siswa untuk mulai menggali, memprakasi,
dan menjalankan penelitian. Saat siswa belajar prinsip – prinsip
penelitian, struktur pengajaran dapat diperluas hingga pada penggunaan
materi-materi sumber, dan diskusikan dengan guru.
c. Tugas/Peran Guru
Tugas terpenting dari seorang guru sebenarnya terletak pada
tahap kedua dan ketiga. Selama tahap kedua, tugas guru adalah
membantu siswa untuk meneliti, bukan melakukan penelitian untuk
mereka. Jika guru diajukan pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan
kata Ya dan tidak, ia harus meminta siswa untuk menyusun kembali
pertanyaan mereka agar mereka bisa melanjutkan upaya-nya untuk
mengumpulkan data dan menghubungkannya dengan situasi
permasalahan. Jika perlu,guru bisa menjaga pergerakan penelitian
dengan menyediakan informasi baru pada kelompok dan memfokuskan
diri pada peristiwa-peristiwa permasalahan tertentu atau dengan
mengajukan pertanyaan lebih lanjut. Selama tahap terakhir, tugas guru
adalah menjaga penelitian untuk tetap diarahkan pada proses
penyelidikan itu sendiri.

d. Sistem Dukungan
Model ini memerlukan dukungan yang optimal, yakni se-
perangkat bahan/materi yang konfrontatif, seorang guru yang memahami
proses intelektual dan strategi penelitian,dan materi – materi sumber
yang menopang suatu permasalahan.

e. Pengaruh
Model ini menawarkan stategi – strategi penelitian, nilai-nilai dan
sikap-sikap yang penting dalam ranah penelitian, yang meliputi antara
lain :
(1) Keterampilan mengolah (mengobservasi, mengumpulkan, dan
mengolah data ; mengidentifikasi dan mengontrol variabel-variabel;
merumuskan dan menguji hipotesis dan penjelasan; menarik
kesimpulan;
(2) pembelajaran aktif, mandiri;
(3) pengungkapan verbal;
(4) toleran pada ambiguitas;
(5) berpikir logis;dan
(6) sikap bahwa semua pengetahuan bersifat tentatif.

6. Model Menghafal
Teoritikus utama: Michel Pressley, Joel Levin,Delaney (1982).
Berbicara tentang model menghafal/mnemonik, iungatan kita mungkin
tertuju pada masa-masa sekolah dulu, bagaimana kita dituntun untuk
menguasai daftar materi yang tak terstruktur, seperti kata-kata baru, bunyi-
bunyi baru, hari-hari dalam seminggu, 50 kota, dan negara-negara di dunia.
Beberapa dari kita menjadi penghapal yang efektif, tetapi beberapa yang
lain tidak. Saat kita mencoba mengingat kembali informasi yang pernah kita
hafal dahulu, kita begitu mudah melupakannya. Kita seakan menggangap
semuanya sebagai hal yang remeh, yang tidak terlalu penting untuk diingat
kembali. Namun, bayangkan sejenak apa yang akan terjadi pada dunia tanpa
informasi yang kita peroleh dalam bertahun-tahun di sekolah? Pada intinya
kita tetap membutuhkan informasi, dan model-model mengahafal di sini
dirancang untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
a. Sintak
Tahap 1 : Mempersiapkan Materi
1) Siswa menggunakan teknik-teknik seperti menggaris bawah
(underlining), membuat daftar (listing), dan merefleksikan
(reflecting).
Tahap 2 : Mengembangkan Hubungan-Hubungan
1) Siswa berusaha akrab dengan materi dan menghubungkan konsep-
konsep dalam materi tersebut dengan menggunakan teknik-teknik
sistem kata kunci (key word), kata ganti (subsitute word), dan kata
hubung (link word).
Tahap 3 : Memperluas Gambaran Sensorik
1) Siswa menggunakan teknik-teknik asosiasi konyol (ridculous
association) dan melebih-lebihkan (exaggeration)
Tahap 4 : Mengingat Kembali
1) Siswa melakukan recalling pada materi hingga semuanya tuntas
dipelajari.
b. Sistem Sosial
Sistem Sosial bersifat kooperatif. Guru dan siswa menjadi satu
tim yang sama-sama bekerja sama menyelesaikan materi baru. Prakarsa
ini seharusnya lebih ditekankan pada siswa agar mereka dapat melakukan
kontrol pada strategi menghafal dan menggunakannya untuk mengingat
gagasan, kata, dan rumus-rumus.
c. Tugas/Peran Guru
Guru membantu, siswa mengidentifikasi objek-objek utama,
pasangan kata, dan gambar-gambar, dengan menawarkan sugesti-sugesti
yang positif namun tetap mempertimbangkan level kemampuan kognitif
siswa.
d. Sistem Dukungan
Semua perangkat bidang kurikulum yang tradisional dapat
digunakan dalam mengefektifkan strategi menghafal ini. Gambar-
gambar, bantuan-bantuan fisik, film, dan materi-materi audiovisual lain
juga sangat berguna, khususnya untuk mengingatkan kekayaan sensorik
siswa dalam membentuk asosiasi-asosiasi.
e. Pengaruh
Salah satu hasil yang paling penting dari model ini adalah
pengakuan siswa bahwa belajar tidaklah selalu misterius; belajar
merupakan proses inhern bahkan pada saat mereka sedang tidak
mampu/tidak memiliki kendali atas kemampuannya sendiri. Hasil kedua
adalah meningkatnya kemampuan siswa dalam menggambarkan dam
membentuk asosiasi-asosiasi. Karena strategi menghafal berkaitan
dengan skill pengguasaan dalam hati, maka kreativitas siswa dipupuk,
dan ketenangan mereka dengan pemikiran yang nyaman dan kreatif juga
perlu ditingkatkan. Aktivitas mengimajinasikan (imaging)
mengharuskan siswa untuk mengamati dan menghadirkan dunia di
sekitar kita. Oleh sebab itu, mengimajinasikan (imaging) sebagian bagian
dari kerja memori dapat mendisiplinkan mereka untuk menghadirkan
lingkungan sacara otomatis.

7. Model Sinektik
Teoretikus utama : Willam Gordon (1961). Proses Sinketik
dikembangkan dari beberapa sumsi tentang psikologi kreativitas (the
psychology of creativity). Asumsi pertama, dengan membawa proses kreatif
menuju kesadaran dan dengan membawa proses kratif menuju kesadaran
dan dengan menggembangkan bantuan-bantuak eksplisit menuju
kreativitas, kita dapat secara langsung meningkatkan kapasitas kreatif
secara individu maupun kelompok. Asumsi yang kedua adalah bahwa
“komponen emosional lebih penting daripada intelektual, irasional lebih
penting daripada rasional” (Gordon,1961:6). Kreativitas merupakan
pengembangan pola-pola mental baru. Interaksi yang tidak masuk akal
menyisakan ruang bagi keberlanjutan pemikiran yang dapat menuntun pada
kondisi mental dimana banyak gagasan baru muncul. Asumsi ketiga adalah
bahwa “unsur-unsur emosional dan irasional harus dipahami dengan baik
agar mampu meningkatkan kemungkinan sukses dalam menyelesaikan
situasi permasalahan” (Gordon, 1961:1). Aspek-aspek irasional dapat
dipahami dan dikontrol secara sadar. Pencapaian kontrol ini, melalui
penggunaan metafora dan anlogi secara seksama, merupakan objek sinektik.

a. Sintak
Tahap 1 : Input Substantif
1) Guru menyediakan informasi tentan topik baru.
Tahap 2 : Analogi Langsung
1) Guru mengusulkan analogi langsung
2) Siswa mendeskripsikan analogi
Tahap 3 : Analogi Personal
1) Guru menerima siswa untuk “menjadi sesuatu/seseorang yang
familier” (mempersonalisasi analogi langsung)
Tahap 4 : Perbandingan Antaranalogi
1) Siswa mengidentifikasi dan menjelaskan poin-poin kesamaan antara
analogi dan materi substansif.
Tahap 5 : Identifikasi Perbedaan
1) Siswa menjelaskan perbedaan-perbedaan antaranalogi
Tahap 6 : Eksplorasi
1) Siswa mengeksplorasi kembali topik awal.
Tahap 7 : Formulasi Analogi
1) Siswa menyiapkan analogi langsung.
2) Siswa mengeksplorasi persamaan-persamaan dan perbedaan-
perbedaan.
b. Sistem Sosial
Baik model-model maupun strategi-strategi pengajaran sinektik
sebenarnya dapat disusun dengan mudah asalkan guru dapat
membimbing penerapan mekanisme-mekanisme operasional di
dalamnya. Guru dapat membantu siswa melogikakan proses-proses
mental mereka. Namun, siswa punya kebebasan untuk melakukan diskusi
terbuka dalam memecahkan masalah secara metaforis.
Norma-norma kerja sama, “permainan khayalan”, dan kualitas
intelektual dan emosional juga penting untuk membangun setting
pemecahan masalah secara kreatif. Reward bersifat internal, datang dari
kepuasan dan kenyamanan siswa dalam aktivitas pembelajaran.
c. Tugas/Peran Guru
Guru harus memperhatikan siswa-siswa mana saja yang pola
pikirnya perlu diatur sedemikian rupa. Begitu pula, mereka juga perlu
mendorong kondisi-kondisi psikologis yang mungkin dapat membangun
respons kreatif siswa. Selain itu, mereka juga harus menggunakan hal-
hal yang tidak rasional untuk mendorong siswa–siswa yang enggan
dalam memanjakan hal-hal yang tidak relevan dalam rangka
memunculkan saluran-saluran pemikiran. Karena guru berposisi sebagai
panutan yang penting dalam metode ini, maka mereka harus belajar
menerima hal-hal yang aneh dan tidak biasa. Mereka harus menerima
seluruh respons siswa untuk meyakinkan bahwa siswa merasa tidak ada
penghakiman eksternal terhadap ekspresi kreatifnya. Semakin sulit
masalah yang dipecahkan, semakin penting bagi guru untuk menerapkan
dan menerima analogi-analogi yang tidak masuk akal sehingga siswa
dapat mengembangkan prespektif-prespektif yang segar tentang masalah
yang mereka hadapi. Guru seharusnya juga berhati-hati pada analisis
yang terlalu dini dilakukan oleh siswa. Mereka perlu mengklarifikasi dan
meringkas perkembangan aktivitas pembelajaran dan, oleh karena itu,
perkembangan perilaku pemecahan masalah siswa.
d. Sistem Dukungan
Pada hakikatnya, siswa tetap membutuhkan fasilitas dari seorang
instruktur yang kompeten dalam merancang dan menetapkan prosedur-
prosedur analisis. Mereka juga memerlukan, dalam hal masalah-masalah
ilmiah atau sains, sebuah laboratorium yang dapat menbangun model-
model dan perangkat-perangkat untuk membuat masalah menjadi
konkret dan menciptakan inovasi-inovasi praktis. Bagaimanapun, siswa
membutuhkan lingkungan pembelajaran yang di dalamnya kreativitas
mereka bisa dihargai dengan sebaik-baiknya. Ruangan belajar yang biasa
mungkin dapat menyediakan kebutuhan-kebutuhan seperti ini, tetapi
kelas yang sering dirancang dalam bentuk kelompok-kelompok mungkin
akan terlalu besar untuk aktivitas-aktivitas sinektik. Dengan demikian,
kelompok-kelompok kecil perlu dibuat.
e. Pengaruh
Model sinektik dapat memberi : 1) pengaruh instruksioanl berupa kohesi
dan produktifitas kelompok, keterampilan berpikir metaforis,
kapabalitas, dan pemecahan masalah, dan 2) pengaruh pngiring berupa
harga diri, petualangan, dan penguasaan materi kurikulum.
8. Model Advance Organizer
Teoretikus Utama : David Ausubel (1960). Ausubel percaya
bahwa siswa harus menjadi konstruktor pengetahuan yang aktif, hanya saja
mereka perlu diarahkan untuk memiliki metalevel disiplin dan metagonisasi
untuk merespons pengajaran secara produktif, daripada mengawali
pengajaran dengan dunia persepsi mereka dan membimbing mereka untuk
menginduksikan struktur. Model Advance organizer ini dirancang untuk
memperkuat struktur kognitif siswa- pengetahuan mereka tentang pelajaran
tertentu dan bagaimana mengelola, memperjelas, dan memelihara
pengetahuan tersebut dengan baik. Dengan kata lain, struktur kognitif harus
sesuai dengan jenis pengetahuan apa yang ada dalam pikiran kita, seberapa
banyak pengetahuan tersebut, dan bagaimana pengetahuan ini dikelola.
a. Sintak
Tahap 1 : Presentasi Advance organizer
1) Guru mengklarifikasi tujuan-tujuan pengajaran.
2) Guru menyajikan organizer.
3) Guru mengidentifikasi karakteristik-karakteristik konklusif.
4) Guru memberi contoh-contoh.
5) Guru menyajikan konteks.
6) Guru meriview penjelasannya.
7) Guru mendorong kesadran dan pengetahuan siswa.
Tahap 2 : Presentasi tugas atau materi pelajaran
1) Guru menyajikan materi.
2) Guru berusaha menjaga perhatian siswa.
3) Guru memperjelas aturan materi pelajaran.
Tahap 3 : Pengolahan kognitif
1) Guru menggunakan prinsip-prinsip rekonsiliasi integratif.
2) Guru menganjurkan pembelajaran resepsi aktif.
3) Guru membangkitakn pendekatan kritis pada materi pelajaran.
b. Sistem Sosial
Dalam hal ini, guru harus mempertahankan kontrol pada struktur
intelektual siswa, karena hal ini penting untuk menghubungkan materi
pembelajaran denganorganizer yang ia sajikan. Ini juga dimaksudkan
untuk membantu siswa membedakan materi baru dengan materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Akan tetapi, pada tahap ketiga, situasi
pembelajaran idealnya harus lebih interaktif. Siswa-siswa perlu
dirangsang untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan tanggapan
atas organizertersebut. Materi pelajaran yang hendak disampaikan
melalui organizer hanya akan berhasil dipahami siswa jika mereka
mampu mengintegrasikannya dengan pengetahuan sebelumnya, melalui
kemampuan kritisnya, presentasi guru, dan pengolahan informasi.
c. Tugas/Peran Guru
Tugas utama guru adalah mengklarifikasi makna-makna materi
pembelajarsn yang baru, membedakan makna tersebut dari dan
mendamaikannya dengan pengetahuan yang ada, membuatnya relevan
dengan siswa secara personal dan kognitif, serta membantu mereka untuk
kritis pada pengetahuan. Idealnya, dengan cara seperti ini, siswa
seharusnya sudah dapat mengajukan sendiri pertanyaan-pertanyaan
mereka dalm merespons organizer yang disajikan tersebut.
d. Sistem Dukungan
Materi yang disusun dengan baik merupakan syarat dukungan
yang penting untuk model ini. Efektivitas advance organizer tergantung
pada relasi yang terpadu antara organizer dengan materi pelajar. Model
ini memberikan petunjuk pada siswa dalam membangun (atau menyusun
kembali) materi-materi pengajaran.
e. Pengaruh
Nilai-nilai intruksional dari model ini sangat jelas. Gagasan-
gagasan yang digunakan sebagai advance organizer itu haruslah
dipelajari, sebagaimana informasi “lain” pada umumnya yang disajikan
kepada siswa. Kemampuan untuk belajar dari bacaan, ceramah, dan
media lain yang digunakan untuk presentasi merupakan pengaruh lain,
yang pada akhirnya membentuk minat penelitian siswa dan kebiasaan
mereka berpikir secara cermat.

C. Kesimpulan
Seseorang dikatakan belajar apabila ada perubahan tingkah laku pada
dirinya yang merupakan kemampuan dari hasil pengalaman. Selain itu, belajar
merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam
wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen
atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.
Perubahan-perubahan dalam belajar tidak hanya berkaitan dengan
penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, sikap,
pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri dan sebagainya.
Perubahan tersebut dapat berupa suatu hasil yang baru sama sekali atau
penyempurnaan terhadap hasil yang telah diperoleh. Sementara pembelajaran
adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Atau mudahnya usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu
terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana
perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam
waktu tertentu dan karena adanya usaha.

Dalam proses pembelajaran diperlukan adanya model pembelajaran


agar proses pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran dapat
tercapai. Joyce & Weil dalam Rusman (2014:13) berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang
lain. Salahsatu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model
pembelajaran pemrosesan informasi. Model pemrosesan informasi pada
dasarnya menitikberatkan pada cara-cara memperkuat dorongan-dorongan
internal (datang dari dalam diri) untuk memahami dunia dengan cara menggali
dan mengordinasikan data, merasakan adanya masalah dan mengupayakan
jalan pemecahannya. Ada beberapa model pembelajaran yang termasuk model
pembelajaran rumpun pemrosesan informasi diantaranya yaitu model berpikir
induktif, model pencapaian konsep, model induktif kata bergambar, model
penelitian ilmiah, model latihan penelitian, model menghafal, model sinektik,
dan model advance organizer. Pada intinya dalam setiap model pembelajaran
seorang guru harus melakukan perannya dengan baik dan diharapkan mampu
mengembangkan model-model pembelajaran tersebut agar tujuan dari
pembelajaran dapat tercapai.

D. Saran
Sebagai sosok yang punya peran besar dalam pendidikan dan proses
pembelajaran, guru diharapkan selalu mengembangkan diri agar memperluas
wawasan sebagai seorang guru; selalu mengembangkan metode dan model
pembelajaran agar tercipta proses pembelajaran di kelas yang lebih interaktif;
dan jadilah guru yang inovatif dengan menerapkan model-model pembelajaran
yang sesuai.

Dalam makalah ini dibahas tentang model pembelajaran rumpun


pemrosesan informasi. Diharapkan para pembaca dapat memahami tentang
model pembelajaran pemrosesan informasi beserta rumpun model yang
termasuk didalamnya. Hal ini berguna untuk menambah wawasan dan
sekaligus dapat dijadikan sebagai referensi untuk menerapkan model-model
tersebut dalam pembelajaran.

E. DAFTAR PUSTAKA
Ardana, Y. 2012. “Pengertian Belajar” 20 Oktober 2018.
http://ardanayudhistira.blogspot.com/2012/02/pengertian-dan-tujuan-
belajar.html.

Hamalik, Oemar. 2008. “Kurikulum dan Pembelajaran”. Jakarta: Sinar Grafika

Jogiyanto, Hartono. 2004. “Pengenalan Komputer”. Yogyakarta: C.V.ANDI


OFFSET.

Joyce, B.,Weil., M.,& Calhoun.(2008).”Models of Teaching”. Yogyakarta: Pustaka


Belajar.

KBBI, 2018. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Tersedia di:
http://kbbi.web.id/pusat, [Diakses 25 Oktober 2018].

Muhibbin Syah. 2008. ”Psikologi Pendidikan”. Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaludin. 2008. “Psikologi Komunikasi”. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Republik Indonesia, 2003. Undang-undang sistem pendidikan nasional, Jakarta:


Sekretariat Negara.

Rusman, 2014. Model-model Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sagala, Syaiful. 2013.” Konsep dan Makna Pembelajaran”. Bandung: Alfabeta

Suryabrata, Sumadi, 2011.”Psikologi Pendidikan”, Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.

Surya, H.M. 2015. Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi. Bandung : CV. Alvabeta.

Surya, H.M. 2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung : CV.


Pustaka Bani Quraisy.

Yusuf L.N., Syamsu dan Nani M. Sugandhi. 2011. “Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai