Anda di halaman 1dari 12

NAMA :AGUS SETIAWAN

NIM :2003402021038

KELAS : A( SEMESTER) 4

MATKUL: TEKNIK-TEKNIK KONSELING

TUGAS ;RESUME TEKNIK-TEKNIK KONSELING

MAKALAH KELOMPOK 3

TEORY DAN PENDEKATAN BEHAVIORISTIK

A. Sejarah Perkembangan

Pendekatan behavior dikembangkan sejak tahun 1950-an dan 1960-an. Pendekatan behavior
memisahkan diri dari pendekatan psikoanalisis yang berlaku pada saat itu. Teknik-teknik
behavioral dikembangkan dan diperluas juga diaplikasikan pada bidang-bidang bisnis, industri,
dan pengasuhan anak. Tahun 1980-an merupakan pengembangan cakrawala baru dalam konsep
dan metode yang bergerak jauh di luar teori belajar tradisonal.

B. Konsep Dasar
Konseling behavioristik membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan
dengan lingkungan. Perilaku yang dapat diamati merupakan suatu kepedulian dari para
konselor sebagai kriteria pengukuran keberhasilan konseling.

C. Tujuan Konseling

Teknik-teknik behavioristik tidak mengancam untuk menghapuskan atau mengurangi


kebebasan memilih. Tujuan-tujuan dari konseling behavioristik adalah :

 Upaya menolong diri sendiri (self-help).


 Meningkatkan ketrampilan-ketrampilan sosial klien.
 Memperbaiki tingkah laku yang menyimpang dari klien.
 Membantu setiap klien dalam mengembangkan suatu sistem pengaturan diri (self-
management).
 Klien dapat mengontrol nasibnya sendiri (self-control) baik didalam konseling maupun diluar
situasi konseling.
 Tujuan menurut krumboltz hendaknya memperhatikan kriteria berikut :
 Tujuan harus diinginkan klien.
 Konselor harus beringinan untuk membantu klien mencapai tujuan.
 Tujuan harus mempunyai kemungkinan untuk dinilai pencapainya oleh klien.

D. Karakteristik
 Berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik.

Pendekatan ini tidak didasari oleh teori tertentu yang khusus, hal utama yang harus
diperhatikan dan dilakukan dalam konseling ini adalah menyaring dan memisahkan tingkah
laku yang bermasalah itu dan membatasi secara khusus perubahan apa yang dikehendaki.

 Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling.

Dalam hal ini, tugas konselor adalah membantu merinci dan memilih tujuan umum menjadi
tujuan khusus, konkrit, dan dapat diukur.

 Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien.

Teknik-teknik tingkah laku berorientasi pada tindakan, oleh karena itu klien diharapkan
melakukan sesuatu bukan hanya memperhatikan secara pasif dan terlena dalam instropeksi
saja..

 Penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.


Sasaran tingkah laku yang akan diubah sudah diidentifikasi secara jelas, tujuan perlakuan
telah dirumuskan secara khusus.

E. Teknik-Teknik Konseling Behavioral


 DesensitisasiSistematik
Merupakan salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam konseling tingkah
laku.Desensitisasi sistematik di gunakan untuk mengapus tingkah laku yang di perkuat
secara negatif, dan ia menyatakan pemunculan tingkah laku yang hendak dihapuskan
itu. Konseli di latih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan
pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang divisualisasi.
 Latihan Arsertif
Pendekatan behavioral yang dengan cepat mencapai popularitas adalah latihan
asertif, yang bisa di terapkan terutama pada situasi interpersonal di mana individu
mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan
diri adalah tindakan yang layak atau benar. Menunjukkan kesopanan yang berlebihan
dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinnya.
 Terapi Aversi
Teknik-teknik pengondisian aversi yang telah digunakan secara luas untuk meredakan
gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku
simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak
diinginkan terhambat kemunculanya. Stimulus-stimulus aversi biasanya berupa
hukuman dengan kejutan listrik dan ramuan yang mengakibatkan mual.

 Pengondisian operan
jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku
tersebut dimasa mendatang akan tinggi.Perubahan tingkah laku yang dikondisikan,
diberikan dalam kurun waktu tertentu dan target tertentu.Contonya pemberian hadiah
jika seorang anak yang mendapatkan ranking.
 Perkuatan positif
Perkuatan positif adalah suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau
penghargaan positif setalah tingkah laku yang diharapkan itu muncul. Cara ini sangat
ampuh untuh mengubah tingkah laku yang tidak baik menjadi baik.
 Pembentukan respons
Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak
terdapat dalam pembendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan sering digunakan
dalam proses pembentukan respons ini. Jadi, misalnya, jika seorang guru ingin
membentuk tingkah laku kooperatif sebagai tingkah laku kompetitif, dia bisa
memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya itu.
 Perkuatan intermiten
Sedangkan perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan
dibanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang
terus menerus. Misalkan dalam proses belajar mengajar pada pelajaran matematika,
tentu guru tersebut berharap untuk semua siswanya mengerti dengan apa yang
dijelaskan oleh guru.
 Penghapusan
Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena tingkah
laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam jangka waktu
lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa pengehentian pemberian perkuatan harus
serentak akan penuh. Misalnya, jika seseorang anak menunjukkan kebandelan di rumah
atau di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari pemberian perhatian
sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut.
 Percontohan
Dalam percontohan, individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk
mencontoh tingkah laku sang model.
 Token economy
Token Economy merupakakan sistem perlakuan pemberian penghargaan kepada siswa
yang diwujudkan secara visual. Token Economy adalah usaha mengembangkan prilaku
sesuai dengan tujuan yang diharapkan melalui penggunaan penghargaan.

G.Tahap –tahap konseling

a. Assesment,langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan


klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya,
pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor
mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu
itu.
b. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan klien menyusun dan
merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling
c. Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik konseling yang
digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling.
d. Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling
yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.
e. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan
meingkatkan proses konseling.

MAKALAH KELOMPOK 4
TEORY DAN PENDEKATAN EKSISTENSIAL HUMANISME
A. PENGERTIAN EKSISTENSIAL HUMANISTIK

Teori eksisteknsial humanistic pada hakikatnya mempercayai bahwa individu


memiliki potensi untuk secara aktif memilih dan membuat keputusan bagi dirinya sendiri
dan lingkungannya. Teori ini sangat menekankan tentang kebebasan yang bertanggung
jawab. Jadi, individu diberikan kebebasan seluas-luasnya dalam melakukan tindakan,
tetapi harus berani bertanggung jawab sekalipun menanggung resiko bagi dirinya. Setiap
kegiatan yang dilakukan harus dilandasi oleh tujuan tertentu.

B. TUJUAN EKSISTENSIAL HUMANISTIK


1. Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas
keberadaan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak
berdasarkan kemampuannya.

2. Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya,


yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas hidupnya.

3. Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan


memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban
determinasi diluar.
C. TAHAP TAHAP EKSITENSIUAL HUMANISTIK
1. tahap pendahuluan

konselor membantu klien dalam hal mengidentifikasi dan mengklarifikassi asumsi


mereka terhadap dunia. Klien diajak untuk mendefinisikan dan menanyakan tentang cara
mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti nilai
mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesahihannya.

2. Tahap Pertengahan

Pada tahap tengah dari konseling eksistensial, klien didorong semangatnya untuk lebih
dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari system nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini
biasanya membawa klien ke pemahaman baru dan beberapa restrukturisasi dari nilai dan
sikap mereka
3. Tahap Akhir
Tahap terakhir dari konseling eksistensial berfokus pada menolong klien untuk bisa
melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi
adalah memungkinkan klien untuk bisa mencari cara pengaplikasian nilai hasil penelitian
dan internalisasi dengan jalan yang kongkrit.
D. TEKNIK TEKNIK EKSENTIAL HUMANISTIK

1. Penerimaan

2. Rasa hormat

3. Memahami

4. Menentramkan

5. Memberi dorongan

6. Pertanyaan terbatas

7. Memantulkan pernyataan dan perasaan klien

8. Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien

9. Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna.


E. TOKOH TOKOH EKSISTENSIAL HUMANISME
1. Abraham Maslow Abraham H. Maslow

(selanjutnya ditulis Maslow) adalah tokoh yang menonjol dalam psikologi humanistik.
Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali terhadap upaya memahami
motivasi manusia. Maslow berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang
dimulai dari kebutuhan jasmaniah-yang paling asasi- sampai dengan kebutuhan tertinggi
yakni kebutuhan estetis. Kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, tidur dan sex
menuntut sekali untuk dipuaskan

2. Carl R. Rogers Carl R. Rogers

adalah seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-gagasannya berpengaruh


terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik klinis, pendidikan, dan
lain-lain. Lebih khusus dalam bidang

3. Arthur Combs

Menurut Combs, perilaku yang keliru atau tidak baik terjadi karena tidak adanya
kesediaan seseorang melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai akibat dari adanya
sesuatu yang lain, yang lebih menarik atau memuaskan. Misalkan guru mengeluh murid-
muridnya tidak berminat belajar, sebenarnya hal itu karena murid-murid itu tidak berminat
melakukan apa yang dikehendaki oleh guru.

4. Aldous Huxley

Manusia memiliki banyak potensi yang selama ini banyak terpendam dan disia-
siakan. Pendidikan diharapkan mampu membantu manusia dalam mengembangkan
potensi-potensi tersebut, oleh karena itu kurikulum dalam proses pendidikan harus
berorientasi pada pengembangan potensi, dan ini melibatkan semua pihak, seperti guru,
murid maupun para pemerhati ataupun peneliti dan perencana pendidikan. Huxley
(Roberts, 1975) menekankan adanya pendidikan non-verbal yang juga harus diajarkan
kepada siswa.

5. David Mills dan Stanley Scher


Ilmu Pengetahuan Alam selama bertahun-tahun hanya dibahas dan dipelajari
secara kognitif semata, yakni sebagai akumulasi dari fakta-fakta dan teori-teori. David
Mills dan Stanley Scher (Roberts, 1975) mengajukan konsep pendidikan terpadu, yakni
proses pendidikan yang mengikutsertakan afeksi atau perasaan murid dalam belajar.

MAKALAH KELOMPOK 5

TEORY DAN PENDEKATAN EKSISTENSIAL CLIENT CENTER

A. PRINSIP DASAR
Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai
bahwa manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang
untuk berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti
terdalam tanpa perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya.
 Pandangan Tentang Sifat Manusia
Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai
bahwa manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka,
berjuang untuk berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan
pada inti terdalam tanpa perlu mengendalikan dorongan-dorongan
agresifnya.
 Latar Belakang Historis Terapi Client Centered
Terapi Client Centered dipelopori oleh Carl R . Rogers sebagai reaksi
terhadap apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan
mendasari dari psikoanalisis. Pada hakikatnya pendekatan Client Centered
merupakan cabang khusus dari terapi Humanistik yang menggaris bawahi
tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya.
 Beberapa Asumsi Dasar Terapi Client Centered
Individu memiliki kapasitas untuk membimbing, mengatur,
mengarahkan, dan mengendalikan dirinya sendiri apabila ia diberikan
kondisi tertentu yang mendukung Individu memiliki potensi
 Prinsip-Prinsip dalam Terapi Client Centered
Kita berperilaku sesuai dengan persepsi kita terhadap realitas.
Berkaitan dengan hal ini, untuk memahami masalah klien, maka kita
harus benar-benar memahami bagaimana ia mempersepsikannya. Kita
termotivasi oleh dorongan primer bawaan lahir yang berupa dorongan
untuk mengaktualisasikan diri.
B. KARAKTERISTIK KONSELING BERPUSAT PADA KLIEN
1. Fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan
terpecahnya masalah.
2. Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek.
3. Masa kini lebih banyak diperhatikan dari pada masa lalu.
4. Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling.
5. Proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan
keadaan
6. pengalaman diri yang sesungguhnya.
7. Hubungan konselor dan klien merupakan situasi pengalaman terapeutik
yang berkembang
8. menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.

C. KONSEP DASAR
a. Pandangan Menurut Rogers
Client Centered (Konseling Berpusat Klien) – Model konseling berpusat pribadi
dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan cabang dari
psikologi humanistik yang menekankan model fenomenologis. Konseling person-
centered mula-mula dikembangkan pada 1940 an sebagai reaksi terhadap konseling
psychoanalytic. Semula dikenal sebagai model nondirektif, kemudian diubah menjadi
client-centered..

b. Ciri-CiriPendekatan Client Centered


Berikut ini uraian ciri-ciri pendektan Client Centered dari Rogers :
1. Client dapat bertanggung jawab, memiliki kesanggupan dalam memecahkan
masalah

2. Menekankan dunia fenomenal client.

3. Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkana bahwa hasrat kematangan psikologis


manusia itu berakar pada manusia sendiri

4. Efektifitas teraputik didasarkan pada sifat-sifat ketulusan, kehangatan,


penerimaan non posesif dan empati yang akurat.
5. Pendekatan ini bukanlah suatu sekumpulan teknik ataupun dogma. Tetapi
berakar pada sekumpulan sikap dan kepercayaan dimana dalam proses terapi,

D. TUJUAN PENDEKATAN PSIKOTERAPI


1. Keterbukaan pada Pengalaman
Sebagai lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalamam menyiratkan
menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar
dirinya.
2. Kepercayaan pada Organisme Sendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya
terhadap diri sendiri
3. Tempat Evaluasi Internal
Tempat evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti
lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah
keberadaannya.
4. Kesediaan untuk menjadi Satu Proses.
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep diri
sebagai produk.
E. HUBUNGAN TERAPIS DENGAN KLIEN

Ada tiga ciri atau sikap terapis yang membentuk bagian tengan hubungan
teraputik :
1. Keselarasana/kesejatian. Konsep kesejatian yang dimaksud Rogers adalah
bagaimana terapis tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terinytgrasi
selama pertemuan terapi.
2. Perhatian positif tak bersayarat. Perhatian tak bersayarat itu tidak dicampuri
oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku client
sebagai hal yang buruk atau baik.
3. Pengertian empatik yang akurat. Pada bagian ini merupakan hal yang sangat
krusial, dimana terapis benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan
inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif
dari client.

F. PROSES KONSELING.
Proses-proses yang terjadi dalam konseling dengan menggunakan pendekatan
Client Centered adalah sebagai berikut :
1. Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
2.Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan
dan serta menopang eksplorasi diri

3. Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan,


mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam
konsep diri.
4. Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan
menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.

G. TEKNIK-TEKNIK DALAM PENDEKATAN CLIENT-CENTERED


Hubungan terapeutik, yang selanjutnya menjadi variabel yang sangat penting,
tidak identik dengan apa yang dikatakan atau yang dilakukan oleh terapis.
Dalam kerangka Client-Centered, tekhnik-tekniknya adalah pengungkapan
dan pengomunikasian penerimaan, respek, dan pengertian, serta berbagai
upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka acuan internal dengan
memikirkan, merasakan, dan mengeksplorasi. Menurut pandangan pendekatan
Client-Centered, penggunaan teknik-teknik sebagai muslihat terapis akan
mendepersonalisasikan hubungan terapis klien. Teknik-teknik harus menjadi
suatu pengungkapan yang jujur dari terapis, dan tidak bisa digunakan secara
sadar diri, sebab dengan demikian terapis tidak akan menjadi sejati.
Konkritnya, menurut Corey wawancara merupakan tekhnik utama dalam
konseling.

Anda mungkin juga menyukai