Anda di halaman 1dari 6

Pendekatan kognitif dan behavioral atau yang lebih dikenal dengan

nama cognitive-behavioral therapy menjadi suatu praktek yang terkenal


dalam psikologi konseling. Sebagai contoh lebih dari setengah fakultas dan
praktisi di dunia berdasarkan survey mendapatkan pengaruh besar dari
pendekatan kognitif dan behavioral, disamping itu mereka juga mejadikan
pendekatan ini sebagai pendekatan yang mereka gunakan pertama atau kedua
dalam orientasi pendekatan mereka. Walaupun teori ini telah muncul
beberapa tahun yang lalu akan tetapi semua komponen yang ada relevan
dengan keadaan sekarang.
Pada mulanya pendekatan kognitif dan behavioral adalah pendekatan
yang berdiri sendiri. Keduanya memiliki pandangan sendiri terhadap manusia,
bahkan memiliki metode terapi yang berbeda pula. Pendekatan Behavioral
muncul berasal dari B.F Skinner dengan teori kondisi pengoperan. Kemudian
pendekatan behavioral ini menjadi pendekatan yang populer pada
masa1960an. Pada tahun 1970an pendekatan behavioral mendapatkan
pengaruh dari teori kognitif. Bandura merupakan salah seorang yang pertama
kali menggunakan konsep pendekatan Kognitif-Behavioral.
Pendekatan Kognitif-Behavioral memiliki pandangan bahwa seorang
individu memiliki perilaku yang dipengaruhi oleh kondisi internal (kognitif).
Berdasarkan hal tersebut, terapi Kognitif-Behavioral menekankan bahwa
perubahan tingkah laku dapat terjadi jika seorang individu mengalami
perubahan dalam masalah kognitif. Terapi dalam pendekatan Kognitif-
Behavioral merupakan gabungan dari terapi yang ada pada pendekatan
Kognitif dan pendekatan Behavioral.

A. Pendekatan Behavioral Kognitif


1. Pandangan Tentang Manusia
Tokoh/pakar seperti Bandura (1977), Kamfer dan Philips (1970), Cautela
dan Baron (1977), dan Ellis (1977) menekankan peranan dari persepsi, pikiran,
dan keyakinan, yang semuanya bersifat kognitif, sebagai komponen yang sangat
menentukan dalam rangkaian S-r-R. Manusia dapat mengatur perilakunya sendiri,
dengan mengubah tanggapan kognitifnya terhadap Antecedent dan menentukan
sendiri Reinforcement yang diberikan kepada dirinya sendiri.

2. Peran dan Fungsi Konselor


Pada pendekatan kognitif behavioral, seorang konselor bersifat lebih
menjadi pendengar yang sensitif dan empatik ketika mendengarkan masalah
konseli. Hubungan yang demikian akan memudahkan konselor mencari informasi
dari konseli. Dengan menggunakan teori behavioral dan konseling sebagai
petunjuk, konselor mencari secara detail informasi mengenai masalah yang
dialami oleh konseli, sehingga konselor dapat mengetahui bagaimana, kapan, dan
situasi ketika masalah itu terjadi.
Pada saat konseling, seorang konselor yang menggunakan pendekatan
kognitif behavioral sangat jarang menggunakan kata “kenapa” seperti “kenapa
kamu cemas sebelum ujian?” atau “kenapa kamu merasa stres saat bekerja?”.
Biasanya seorang konselor lebih suka menggunakan kata “bagaimana”, “kapan”,
“dimana”, dan “apa” ketika mereka memahami faktor yang menjadi inti dari
masalah konseli.
Tugas konselor kognitif-behavioral adalah membantu konseli untuk
bertindak bak ilmuwan dalam menemukan validitas peta atau model pribadinya,
dan membuat pilihan berkenaan dengan elemen mana yang dipertahankan dan
mana yang diubah. Konselor kognitif-behavioral biasanya akan menggunakan
berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran
dengan konseli. Teknik yang biasa digunakan adalah:
a. Menantang keyakinan irasional
b. Membingkai kembali isu; misalnya menerima kondisi emosional internal
sebagai sesuatu yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan.

c. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play


dengan konselor
d. Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi
riil.
e. Mengukur perasaan; misalnya dengan menempatkan perasaan cemas yang
ada saat ini dalam skala 0-100
f. Menghentikan pikiran. Ketimbang membiarkan pikiran cemas atau obsesional
“mengambil alih”, lebih baik konseli belajar untuk menghentikan mereka
dengan cara seperti menyaber karet ke pergelangan tangan.
3. Teknik-Teknik Terapi
a. Operant Conditioning
Terdapat 2 prinsip dalam Operant Conditioning yaitu
bagaimana kebiasaan itu dipelajari dan teknik yang digunakan untuk
memodifikasi tingkah laku. Penggunaan teknik operan kondisi dapat
digunakan oleh konselor jika tempat konselor sebaik dengan
lingungan tempat masalah konseli terjadi.
Jika konseli merasakan adanya koneksi yang positif dengan
konselor, maka dia akan menerima apa yang diarahkan oleh konselor.
Konselor dapat menjadi seorang yang memberikan dukungan
potensial untuk mengubah perilaku seorang individu. Konselor
Behavioral memutuskan perilaku apa yang harus dirubah dan jika
teknik reinforcement sesuai dengan kondisi konseli maka konselor
akan menggunakan teknik tersebut biasanya dalam bentuk verbal.
b. Assertiveness dan Social Skill Training
Ketika konselor sedang melakukan konseling kepada seorang
konseli kadang-kadang mereka segan untuk menunjukkan ekspresinya
dan mereka tidak menjadi diri mereka yang sebenarnya. Dalam hal ini
keahlian seorang konselor behavior-kognitif diuji. Salah satu strategi
yang sering digunakan adalah behavior rehearsal. Strategi ini berupa
upaya konselor membantu konseli dengan cara bermain peran.
Konselor pada strategi ini berperan sebagai seseorang yang
berpengaruh terhadap konseli.
c. Participant Modeling
Participant modeling efektif jika digunakan untuk menolong
seseorang yang mengalami kecemasan yang bersifat tidak menentu
dan sangat baik digunakan ketika menolong seseorang yang
mengalami ketakutan sosial (social phobia).
Terdapat beberapa langkah yang diperlukan untuk dapat
melakukan Participant Modeling secara baik yaitu yang pertama
mengajarkan kepada konseli teknik relaksasi seperti mengambil nafas
yang dalam. Langkah kedua konselor dan klien berjalan bersama dan
konseli sambil mengambil nafas dalam. Langkah terakhir, konseli
memperaktekan apa yang telah dia pelajari. Dalam setiap langkah
diatas konselor hendaknya melakukan dukungan yang positif kepada
setiap perilaku konseli dengan cara pujian
d. Self-Control Procedures
Metode Self-control bertujuan untuk membantu konseli
mengontrol dirinya sendiri. Metode self-control menegaskan bahwa
konseli adalah sebagai agen aktif yang dapat mengatasi dan
menggunakan pengendalian secara efektif dalam kondisi mengalami
masalah. Metode ini paling tepat digunakan dalam kondisi dimana
lingkungan terdapat penguatan jangka panjang secara natural.
Terdapat tiga langkah bagian dalam self-contorl procedures,
yaitu:
1) Meminta konseli secara teliti memerhatikan kebiasaannya.
2) Meminta kejelasan target/tujuan yang ingin dicapai
3) Melaksanakan treatment.
e. Contingency Contracting
Contingency contracting adalah bentuk dari managemen
behavioral dimana hadiah dan hukuman untuk perilaku yang
diinginkan dan perilaku yang tidak dapat dihindari terbentuk.
Konselor dan konseli bekerjasama untuk mengidentifikasi perilaku
yang perlu dirubah. Saat penilaian, konselor dan konsel memutuskan
siapa yang memberikan penguatan dan dan berupa apa penguatan
tersebut.
Treatment dapat berlangsung dengan menggunakan konseli
sendiri atau orang lain. Penguatan dapat diberikan setiap tujuan
perilaku yang ingin dibentuk termanifestasi. Setelah hal itu terjadi,
konseli bisa mendapatkan hadiah atau hukuman. Hadiah akan
diberikan jika perilaku yang diinginkan tercapai, dan hukuman
diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan muncul.
f. Cognitive Restructuring
Cognitive restructuring berbeda dengan metode yang lain
karena metode ini menginginkan perubahan kognitif tidak seperti
metode yang lain yang berakhir ketika adanya perubahan perilaku.
Meichenbaum dan Deffenbacher menjelaskan cognitions may be in
the form of cognitive events, cognitive processes, cognitive structures,
or all these. Peristiwa kognitif dapat berupa apa yang konseli katakan
tentang dirinya sendiri, bayangan yang mereka miliki, apa yang
mereka sadari dan rasakan. Proses kognitif berupa proses pemrosesan
informasi. Struktur kognitif berupa anggapan dan kepercayaan tentang
dirinya sendiri dan dunia yang berhubungan dengan dirinya.
Prosedur dari cognitive restructuring adalah sebagai berikut:
1) Evaluating how valid and vaible are the client’s thought dan
beliefs
2) Assessing what clients expect, what they tend to predict about
their behavior and other’s responses to them
3) Exploring what might be a range of causes for clients behavior
and others reactions
4) Training clients to make more effective attributions about these
causes
5) Altering absolutistic, catastrophic thinking styles. (Meichenbaum
and Deffenbacher dalam Charles Gelso dan Bruce Fretz)
Corey, G. 1995. Teori dan Praktik dari Konseling dan Psikoterapi. Edisi ke 4.
Semarang: IKIP Semarang Press.

Corey, G. 2007. Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Edisi ke 2.


Bandung: Refika Aditama.

Gelson, C dan Bruce Fretz. 2001. Counseling Psychology (Second Edision). USA:
Wadsworth Group/Thomson Learning.

Anda mungkin juga menyukai