Disusun Oleh :
FAKULTAS PSIKOLOGI
Universitas Persada Indonesia YAI
TAHUN 2019/2020
Pendekatan dalam Psikologi Konseling
Konseling Realitas
Pendekatan yang dikembangkan oleh William Glasser terjadi karena ketidakpuasan
Glasser terhadap pelaksanaan praktik tradisional yang berlaku saat itu, terutama
Psikoanalisis. Berdasarkan pengalaman praktik dengan para konselinya, Glasser
menemukan bahwa psikoanalisis merupakan pendekatan kurang efisien dan kurang
efektif dalam membantu klien mencapai perubahan yang diinginkan.
Dalam penggunaannya, pendekatan konseling realitas dapat digunkan untuk
membantu klien dengan beragam masalah psikologis. Dari masalah emosional yang
sifatnya ringan hingga masalah emosional yang berat. Pendekatan ini juga berguna bagi
penanganan gangguan perilaku pada orang-orang yang sudah lanjut usia dan anak-anak,
dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kecanduan alkohol dan obat-obatan
(Glasser, 1984b; Corey, 1996).
3. Proses Konseling
Menurut pendekatakan konseling realitas, konseling pada dasarnya merupakan
proses belajar yang menekankan dialog rasional antara konselor dan klien dengan
tujuan agar klien mau memikul tanggung jawab bagi dirinya dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya (Burks & Stefflre, 1979).
Dalam proses konseling, konselor aktif secara verbal, yakni aktif mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai kehidupan klien saat ini, sehingga klien tersebut
bertambah sadar akan tingkah lakunya dan mau membuat penilaian tentang
ketidakefektifan tingkah laku tersebut serta mengembangkan tindakan yang
bertanggung jawab untuk mengubah tingkah laku yang kurang efektif dalam
pencapaian keinginan bagi pemuasan kebutuhan dasarnya.
Agar proses konseling berlangsung secara efektif dan efisien maka konselor perlu
berpedoman pada prinsip-prinsip pelaksanaan layanan Konseling Realitas (Glasser,
1984a; Glasser & Glasser, 1985b; Gilliland, James, & Browman, 1989). Prinsip-
prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1. Keterlibatan (involvement)
Glasser menekankan pentingnya konselor untuk mengkomunikasikan perhatian
kepada klien.. Salah satu cara terbaik untuk menunjukkan perhatian konselor
terhadap klien ialah tingkah laku konselor yang mau mendengarkan ungkapan
klien tersebut sepenuh hati.
2. Pemusatan pada tingkah laku saat ini, bukan pada perasaan (focus on present
behavior rather than on feeling)
Pemusatan pada tingkah laku saat ini bertujuan untuk membantu klien agar sadar
terhadap apa yang dilakukan yang menjadikannya mengalami perasaan atau
masalah seperti yang dirasakan atau dialami saat sekarang. Glasser lebih
menekankan pada apa yang dilakukan dan dipikirkan individu daripada apa yang
dirasakan dan dialami secara fisiologis.
3. Pertimbangan nilai (Value Judgement)
Klien perlu dibantu menilai kualitas apa yang dilakukannya dan menentukan
apakah tingkah laku tersebut bertanggung jawab atau tidak. Maksudnya, setelah
klien menyadari tingkah lakunya yang menyebabkan ia mengalami masalah
seperti yang dihadapinya sekarang, hendaknya dia dibantu oleh konselor untuk
menilai apakah yang dilakukan itu dapat mencapai tujuan hidupnya dan
memenuhi kebutuhan dasarnya.
4. Perencanaan tingkah laku bertanggung jawab (Planning responsible behavior)
Konselor bersama-sama dengan klien membuat rencana tindakan efektif yang
akan mengubah tingkah laku yang tidak bertanggung jawab ke arah tingkah laku
yang bertanggung jawab sehingga klien tersebut dapat mencapai tujuan yang
diharapkan. Rencana tindakan yang efektif berupa rencana yang sederhana, dapat
dicapai, terukur, segera, dan terkendalikan oleh konseli.
5. Pembuatan komitmen (Commitment)
Glasser yakin bahwa suatu rencana akan bermanfaat jika klien membuat suatu
komitmen khusus untuk melaksanakan rencana yang telah disusunnya atau
dibuatnya.
6. Tidak menerima alasan-alasan kegagalan (No excuses)
Karena tidak semua rencana dapat berhasil, maka konselor tidak perlu
mengeksplorasi alasan-alasan mengapa klien gagal dalam melakukan rencana
yang dibuatnya. Justru konselor memusatkan perhatian pada pengembangan
rencana baru yang lebih cocok pada klien untuk mencapai tujuan.
7. Peniadaan hukuman (eliminate punishment)
Glasser menekankan pentingnya konselor memberikan kesempatan bagi klien
untuk mengalami konsekuensi alamiah atau akibat logis dari suatu kegagalan yang
terjadi (Cooper, 1977). Untuk itu, konselor mendorong klien untuk bertanggung
jawab atas rencananya sendiri (George & Cristiani, 1990).
8. Pantang menyerah (Never give up)
Dalam hal ini, konselor tetap berkeyakinan bahwa klien memiliki kemampuan
untuk berubah, apapun keadaannya. Intinya konselor yang bertanggung jawab
adalah konselor yang pantang menyerah dalam memberikan bantuan kepada
konselinya. Bila satu cara gagal, cari cara berikutnya yang lebih efektif. Mungkin
cara tersebut pun masih gagal, coba cari cara yang lain lagi atau evaluasi cara-cara
yang gagal tersebut untuk menemukan penyelesaiannya.
4. Teknik-teknik Konseling
Konselor yang berorientasi konseling realitas cenderung eklektik dalam
menggunakan teknik-teknik konseling. Namun, ada beberapa teknik yang seringkali
digunakan konselor tersebut untuk membantu klien dalam proses konseling. Teknik-
teknik tersebut adalah (1) melakukan permainan peran dengan konseli, (2) menggunakan
humor, (3) mengajukan pertanyaan-pertanyaan, (4) tidak menerima alasan-alasan tingkah
laku yang tidak bertanggung jawab, (5) berperan sebagai model dan guru, (6) menentukan
struktur dan batasan-batasan pertemuan konseling, (7) melibatkan diri dalam perjuangan
klien mencari hidup yang lebih efektif, (8) mengkonfrontasikan tingkah laku klien yang
tidak realistis, (9) memberikan pekerjaan rumah untuk dilaksanakan klien pada waktu
antara pertemuan satu dengan lainnya, (10) meminta klien membaca artikel/bacaan
tertentu yang relevan dengan masalah yang dihadapinya, (11) membuat kesepakatan
sebagai kontrak antara konselor dan konseli, (12) memberikan tekanan tentang
pentingnya tanggung jawab klien dalam membuat pilihan perilakunya dalam mencapai
keinginannya, (13) debat konstruktif, (14) dukungan terhadap pelaksanaan rencana
konseli, dan (15) pengungkapan diri konselor dalam proses konseling, (Corey, 1986;
Nelson-Jones, 1995; Nelson-Jones, 2001; Parrot III, 2003; Sharf, 2004).
Dalam pendekatan konseling realitas, wawasan dan kesadaran tidaklah cukup dalam
menyembuhkan klien, melainkan evaluasi diri yang dilakukan klien, rencana dalam
bertindak yang dilakukan setelah proses terapi selesai, dan komitmen untuk
menindaklanjuti serangkaian perilaku positif yang membuat klien mulai bertanggung
jawab dengan dirinya sendiri dan masalah yang dihadapi merupakan inti dari proses
konseling ini.
Konseling realitas dianggap tepat karena lebih menitikberatkan keaktifan klien dalam
menyelesaikan persoalan yang dihadapinya, berbeda dengan psikoanalisa yang pasif. Di
sini, klien diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupannya berupa pilihan-
pilihan yang diambil dan bertanggung jawab atas pilihan tersebut, hal ini membuat klien
tidak merasa putus asa, atau depresi sehingga klien dapat melakukan self-direction atau
mengarahkan dirinya sendiri untuk sembuh dan memiliki perubahan yang positif.
1. Hakikat Manusia
Pada dasarnya, KRBS didasarkan pada pandangan yang positif dan optimistik
tentang hakikat manusia (Corey, 2013; Gladding, 2009). Manusia adalah makhluk yang
sehat dan kompeten. SFBC merupakan model konseling yang non-patologis yang
menekankan pentingnya kompetensi manusia daripada ketidakmampuannya, dan
kekuatan daripada kelemahannya. Disamping itu, Manusia mampu membangun solusi
yang dapat meningkatkan kehidupannya dan mampu menyelesaikan tantangan dalam
hidupnya. Bagaimanapun pengaruh lingkungan terhadap manusia, konselor meyakini
bahwa saat dalam layanan konseling, konseli mampu mengonstruksi (membangun) solusi
terhadap masalah yang dihadapinya. Karena itu, konseli juga mampu mengonstruksi
solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapinya.
Tidak berbeda dari konseling realitas, dalam konseling yang berfokus pada solusi
klien dilihat sebagai orang yang kompeten dan memiliki potensi dalam dirinya sehingga
di pendekatan ini konselor berupaya untuk menumbuhkan rasa percaya diri klien karena
ia yakin klien dapat menyelesaikan permasalahannya dengan baik dan dapat hidup lebih
maksimal.
Konseling yang berfokus pada solusi memiliki ciri khusus dalam pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan kepada klien. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan justru
menjadikan klien belajar untuk mengevaluasi dirinya dengan baik sehingga
menumbuhkan kembali rasa percaya diri dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
Kedua pendekatan ini sangat baik dalam pelaksanaan konseling karena klien dilihat
sebagai orang yang potensial dan melibatkannya dalam permasalahan yang dihadapi.
Klien diberi pilihan-pilihan dan belajar untuk bertanggung jawab secara penuh terhadap
itu, jika gagal klien diberikan arahan kembali oleh konselor sebagai bentuk evaluasi
dalam menyikapi kegagalannya dengan lapang dada yang membuat klien percaya diri dan
justru belajar menjadi lebih baik lagi.
Daftar Pustaka
Ramli, M. Hidayah, N. Zen, E. F. Flurentin, E. Lasan, B. B. Hambali, I. 2017. Sumber
belajar penunjang plpg 2017 mata pelajaran/paket keahlian bimbingan dan
konseling, Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan
Corey, G. 2013, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, Ninth Edition,
USA: Brooks/Cole.