Anda di halaman 1dari 45

Definisi Konseling

Montersen ( 1964:301 ) mendefinisikan konseling sebagai suatu proses antar-


pribadi, dimana satu orang dibantu oleh satu orang lainnya untuk meningkatkan
pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya. Willian Ratingan (1967:114-
115), mendeskripsikan konseling sebagai usaha untuk membantu seseorang
menolong dirinya sendiri.
Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dilakukan
secara sistematik dengan panduan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan
penguasaan pengetahuan klinik, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali
kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi, dan menentukan jalan keluar atau
upaya mengatasi masalah tersebut ( Saifudin, Abdul Bari : 2002 ).
Konseling kebidanan adalah pertolongan dalam bentuk wawancara yang
menuntut adanya komunikasi interaksi yang mendalam, dan usaha bersama bidan
dengan pemecahan masalah, pemenuhan kebutuhan, ataupun perubahan tingkah laku
atau sikap dalam ruang lingkup pelayanan kebidanan. Konselor adalah orang yang
memberi nasehat, memberi arahan kepada orang lain (klien) untuk memecahkan
masalahnya. Sedangkan konseli adalah orang yang mencari (membutuhkan) advis
atau nasehat
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang dilakukan dari orang ke
orang, bersifat 2 arah baik secara verbal dan non verbal, dengan saling berbagi
informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau individu atau antar
individu di dalam kelompok kecil. Suatu komunikasi interpersonal belum tentu suatu
konseling tetapi konseling selalu merupakan komunikasi interpersonal. Orang yang
memberi bantuan dalam konseling disebut konselor. Sedangkan orang yang diberi
konseling disebut konseli. Dalam kebidanan konseli disebut juga Klien dalam
konseling hubungan atau pertalian antara konselor dengan klien memegang peranan
yang penting bagi keberhasilan konseling, dan ini berbeda dengan hubungan pada
situasi lain.

1. Pengertian Konseling
Konseling adalah suatu layanan profesional yng dilakukan konselor terlatih terhadap klien
(konseli). Layanan konseling dilakukan secara tatap mukadan direncanakan untuk
membantu orang lain dalam memahami dirinya, membuat keputusan dan memecahkan
masalah. Oleh karena itu, keberhasilan konseling sebagian besar ditentukan oleh kualitas
hubungan konseling (konselor dan konseli).

2. Tujuan Konseling
Tujuan konseling untuk klien dapat dilihat dari harapan-harapan dan kebutuhan klien yang
melatarbelakangi mengapa klien datang untuk mendapatkan layanan konseling perlu
diperhatikan dan dipertimbangkan juga. Karena sebagian klien menginginkan setelah
mendapatkan layanan dari konseling akan terjawab pertanyaan-pertanyaan yang selama ini
mengganggunya, dengan kata lain klien tersebut sudah dapat menemukan cara
memecahkan masalah yang dihadapinya.
Dengan demikian dapat dikatakan tujuan konseling merupakan perpaduan dari dua sisi,
seorang konselor harus memahami secara mendalam pengetahuan dan perkembangan
kehidupan manusia, konselor harus pandai mencermati permasalahan dan kebutuhan
kliennya, karena klien yang dihadapi tidak sama masalah yang dihadapinya. Secara umum
tujuan dari konseling adalah membantu pertumbuhan dan perkembangan individu, serta
membantunya agar dapat berperan aktif dilingkungan sosialnya.
Menurut para ahli bahwa tujuan konseling adalah Memfasilitasi perubahan prilaku,
meningkatkan keterampilan untuk menghadpi masalah, meningkatkan kemampuan dalam
mengambil keputusan serta meningkatkan hubungan anatara perorangan.

PENDEKATAN BEHAVIORAL
A. Konsep Dasar
Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-
faktor dari luar.
Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap
lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang
kemudian membentuk kepribadian.
Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan
yang diterima dalam situasi hidupnya.
Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan
melalui hukum-hukum belajar : (a) pembiasaan klasik; (b) pembiasaan
operan; (c) peniruan.
Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak
puasan yang diperolehnya.
Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan
hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi
kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.
Karakteristik konseling behavioral adalah : (a) berfokus pada tingkah laku
yang tampak dan spesifik, (b) memerlukan kecermatan dalam perumusan
tujuan konseling, (c) mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai
dengan masalah klien, dan (d) penilaian yang obyektif terhadap tujuan
konseling.

B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah


1. Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan
negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak
sesuai dengan tuntutan lingkungan.
2. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau
lingkungan yang salah.
3. Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah
laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena
kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
4. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah
laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar

C. Tujuan Konseling
Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah)
untukdigantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang
diinginkan klien.
Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik
: (a) diinginkan oleh klien; (b) konselor mampu dan bersedia membantu
mencapai tujuan tersebut; (c) klien dapat mencapai tujuan tersebut; (d)
dirumuskan secara spesifik
Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan
tujuan-tujuan khusus konseling.

D. Deskripsi Proses Konseling


Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses
belajar tersebut.
Konselor aktif :
1. Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor
dapat membantu pemecahannya atu tidak
2. Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan
konseling, khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling
3. Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-
hasilnya.
Deskripsi langkah-langkah konseling :
1. Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika
perkembangan klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya,
kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku
penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor mendorong klien untuk
mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu.
Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau teknik mana yang
akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.
2. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan
klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling.
Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : (a)
Konselor dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien; (b) Klien
mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling;
(c) Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien : (a)
apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan klien;
(b) apakah tujuan itu realistik; (c) kemungkinan manfaatnya; dan (d)k
emungkinan kerugiannya; (e) Konselor dan klien membuat keputusan
apakahmelanjutkan konseling dengan menetapkan teknik yang akan
dilaksanakan, mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai, atau
melakukan referal.
3. Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik
konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang
menjadi tujuan konseling.
4. Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah
kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil
sesuai dengan tujuan konseling.
5. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk
memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.
Teknik konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah
dipelajari (yang membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang,
dengan demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan
dapat dibentuk.
Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral
• Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien
terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya
mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan
nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.
• Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan.
• Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan
terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan.
• Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau
model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung).
• Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang
diinginkan dengan sistem kontrak. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran
yang berbentuk materi maupun keuntungan sosial.
Teknik-teknik Konseling Behavioral
Latihan Asertif
Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk
menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini
terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu
mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak,
mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan
adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi
kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang
memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang
dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah
menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan
respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan
pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat
dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya
merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku
yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan
dihilangkan.
Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik
ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon
pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara
bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki
kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara
tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak
menyenangkan.
Pembentukan Tingkah laku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien,
dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor
menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan
model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan
dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang
berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat
berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
Sumber : Dr. DYP Sugiharto, M.Pd. Pendekatan-Pendekatan Konseling.
(Makalah)

2. PENDEKATAN REBT
A. Konsep Dasar
Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk
berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional
manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan
bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif.Reaksi emosional
seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi
yang disadari maupun tidak disadari.Hambatan psikologis atau emosional
adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi
menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal,
dan irasional.Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang
diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara
irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang
tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat
menunjukkan cara berpikir yang tepat.Perasaan dan pikiran negatif serta
penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis,
yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi
yang rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari
konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun
tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional
consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep
atau teori ABC.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau
memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah
laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa,
dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi
seseorang.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu
terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu
keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak
rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara
berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana
itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan
ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan
keran itu tidak produktif.
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai
akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan
emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi
emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa
variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku
bermasalah adalah merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara
berpikir yang irrasional.
Ciri-ciri berpikir irasional : (a) tidak dapat dibuktikan; (b) menimbulkan
perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya
tidak perlu; (c) menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan
sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional : (a) individu
tidak berpikir jelas tentangg saat ini dan yang akan dating, antara kenyatan
dan imajinasi; (b) individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran
orang lain; (c) orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir
irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.
Indikator keyakinan irasional : (a) manusia hidup dalam masyarakat adalah
untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang
dikerjakan; (b) banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik,
merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan
dihukum; (c) kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai
malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak
mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya; (d) lebih mudah untuk
menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk
mengahadapi dan menanganinya; (e) penderitaan emosional dari seseorang
muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai
kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional
tersebut; (f) pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat
terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku
individu pada saat sekarang; (g) untuk mencapai derajat yang tinggi dalam
hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan
kekuatan supranatural; dan (h) nilai diri sebagai manusia dan penerimaan
orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan
tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
C. Tujuan Konseling
Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta
pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi
pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri,
meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku
kognitif dan afektif yang positif.
Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri
seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was,
rasa marah.
Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan
pendekatan rasional-emotif :
Pertama insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku
penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang
sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang
diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
Kedua, insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami
bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan
yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
Ketiga, insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai
pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan
emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional tjd peningkatan dalam hal : (1)
minat kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3) pengarahan diri, (4) toleransi
terhadap pihak lain, (5) fleksibel, (6) menerima ketidakpastian, (7) komitmen
terhadap sesuatu di luar dirinya, (8) penerimaan diri, (9) berani mengambil
risiko, dan (10) menerima kenyataan.
D. Deskripsi Proses Konseling
Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang
bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah
tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama
oleh konselor dan klien.
Tugas konselor menunjukkan bahwa
• masalahnya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran
yang tidak rasional
• usaha untuk mengatasi masalah adalah harus kembali kepada sebab-sebab
permulaan.
Operasionalisasi tugas konselor : (a) lebih edukatif-direktif kepada klien,
dengan cara banyak memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada
tahap awal mengkonfrontasikan masalah klien secara langsung; (b)
menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki
cara berpikir klien, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik
dirinya sendiri dengan gigih dan berulang-ulang menekankan bahwa ide
irrasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada klien; (c)
mendorong klien menggunakan kemampuan rasional dari pada emosinya; (d)
menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis menggunakan humor dan
“menekan” sebagai jalan mengkonfrontasikan berpikir secara irasional.
Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :
1. Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih
aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan
masalahnya.
2. Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus
pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang
rasional.
3. Emotif-ekspreriensial, artinta bahwa hubungan konseling yang
dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan
mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar
akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4. Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan
hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku
klien.
E. Teknik Konseling
Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang
bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi
klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.
Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien
untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang
diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri
klien.
Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan
(perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan
sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya
sendiri melalui peran tertentu.
Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku
tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya
sendiri yang negatif.
Teknik-teknik Behavioristik
Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan
logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman
(punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan
keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai
yang positif.
Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan
menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik
ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang
diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan
dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial
dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
Teknik-teknik Kognitif
Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih,
membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang
menuntut pola tingkah laku yang diharapkan.
Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi
atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan
tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk
mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan
tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh
klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor
Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap
tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk
pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya
kepada konselor.
Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-
tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau
meniru model-model sosial.
Maksud utama teknik latihan asertif adalah : (a) mendorong kemampuan
klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya; (b)
membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya
sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain; (c) mendorong
klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan (d)
meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif
yang cocok untuk diri sendiri.
Sumber : Dr. DYP Sugiharto, M.Pd. Pendekatan-Pendekatan Konseling.
(Makalah)

3. PENDEKATAN GESTALT
A. Konsep Dasar
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya
selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata
merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati,
jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua
bagian tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi
pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya
Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab
pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan
mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Jadi
hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah : (1) tidak dapat
dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya, (2) merupakan bagian dari
lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan
lingkungannya itu, (3) aktor bukan reaktor, (4) berpotensi untuk menyadari
sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya, (5) dapat memilih
secara sadar dan bertanggung jawab, (6) mampu mengatur dan mengarahkan
hidupnya secara efektif.
Dalam hubungannya dengan perjalanan kehidupan manusia, pendekatan ini
memandang bahwa tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Masa lalu telah
pergi dan masa depan belum dijalani, oleh karena itu yang menentukan
kehidupan manusia adalah masa sekarang.
Dalam pendekatan ini, kecemasan dipandang sebagai “kesenjangan antara
saat sekarang dan kemudian”. Jika individu menyimpang dari saat sekarang
dan menjadi terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami
kecemasan.
Dalam pendekatan gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai
(unfinished business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak
terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan,
kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan. Meskipun tidak bisa diungkapkan,
perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-
fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-
perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan di bawa pada kehidupan
sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan
dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan bertahan
sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak
terungkapkan itu.
B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Individu bermasalah kaena terjadi pertentangan antara kekuatan “top dog”
dan keberadaan “under dog”. Top dog adalah kekuatan yang mengharuskan,
menuntut, mengancam. Under dog adalah keadaan defensif, membela diri,
tidak berdaya, lemah, pasif, ingin dimaklumi.
Perkembangan yang terganggu adalah tidak terjadi keseimbangan antara apa-
apa yang harus (self-image) dan apa-apa yang diinginkan (self).
• Terjadi pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis
• Ketidakmampuan individu mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah
lakunya
• Mengalami gap/kesenjangan sekarang dan yang akan datang
• Melarikan diri dari kenyataan yang harus dihadapi
• Spektrum tingkah laku bermasalah pada individu meliputi :
• Kepribadian kaku (rigid)
• Tidak mau bebas-bertanggung jawab, ingin tetap tergantung
• Menolak berhubungan dengan lingkungan
• Memeliharan unfinished bussiness
• Menolak kebutuhan diri sendiri
• Melihat diri sendiri dalam kontinum “hitam-putih” .
C. Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani
mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus
dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat
berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi
percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan
kebermaknaan hidupnya.
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya
secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang
dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang
baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara
optimal.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.
• Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami
kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.
• Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
• Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan
orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
• Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku
menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed
bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.
D. Deskripsi Proses Konseling
Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada bagaimana keadaan klien
sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya.
Oleh karena itu tugas konselor adalah mendorong klien untuk dapat melihat
kenyataan yang ada pada dirinya serta mau mencoba menghadapinya. Dalam
hal ini perlu diarahkan agar klien mau belajar menggunakan perasaannya
secara penuh. Untuk itu klien bisa diajak untuk memilih dua alternatif, ia
akan menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk
melihat apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang.
Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak,
keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun
memberi nasihat.
Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar klien menjadi
matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatn yang menyebabkan
klien tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor adalah
membantu klien untuk melakukan transisi dari ketergantungannya terhadap
faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan
dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan klien.
Pada saat klien mengalami gejala kesesatan dan klien menyatakan
kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan
kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas konselor
adalah membuat perasaan klien untuk bangkit dan mau menghadapi
ketersesatannya sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.
Deskripsi fase-fase proses konseling :
Fase pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai
situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada
klien. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap klien berbeda, karena
masing-masing klien mempunyai keunikan sebagai individu serta memiliki
kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.
Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada
dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
Membangkitkan motivasi klien, dalam hal ini klien diberi kesempatan untuk
menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin tinggi
kesadaran klien terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk
mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk
bekerja sama dengan konselor.
Membangkitkan dan mengembangkan otonomi klien dan menekankan
kepada klien bahwa klien boleh menolak saran-saran konselor asal dapat
mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
Fase ketiga, konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan-
perasaannya pada saat ini, klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali
segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat
ini. Kadang-kadang klien diperbolahkan memproyeksikan dirinya kepada
konselor.
Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan celah-celah kepribadian atau
aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat diidentifikasi apa yang
harus dilakukan klien.
Fase keempat, setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran
tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien
memasuki fase akhir konseling.
Pada fase ini klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan
integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
Klien telah memiliki kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan
dirinya pada saat sekarang, sadar dan bertanggung jawab atas sifat
otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya.
Dalam situasi ini klien secara sadar dan bertanggung jawab memutuskan
untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk mengembangan
potensi dirinya.
Teknik Konseling
Hubungan personal antara konselor dengan klien merupakan inti yang perlu
diciptakan dan dikembangkan dalam proses konseling. Dalam kaitan itu,
teknik-teknik yang dilaksanakan selama proses konseling berlangsung adalah
merupakan alat yang penting untuk membantu klien memperoleh kesadaran
secara penuh.
Prinsip Kerja Teknik Konseling Gestal
Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa konselor
bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor
menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
Orientasi Sekarang dan Di Sini, dalam proses konseling konselor tidak
merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan
keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa lalu tidak penting. Masa
lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang. Dalam kaitan ini pula
konselor tidak pernah bertanya “mengapa”.
Orientasi Eksperiensial, konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri
sendiri dan masalah-masalahnya, sehingga dengan demikian klien
mengintegrasikan kembali dirinya: (a) klien mempergunakan kata ganti
personal
klien mengubah kalimat pertanyaan menjadi pernyataan; (b)klien mengambil
peran dan tanggung jawab; (c) klien menyadari bahwa ada hal-hal positif
dan/atau negative pada diri atau tingkah lakunya
Teknik-teknik Konseling Gestalt
Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua
kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan
kecenderungan under dog, misalnya : (a) kecenderungan orang tua lawan
kecenderungan anak; (b) kecenderungan bertanggung jawab lawan
kecenderungan masa bodoh; (c) kecenderungan “anak baik” lawan
kecenderungan “anak bodoh” (d) kecenderungan otonom lawan
kecenderungan tergantung; (e) kecenderungan kuat atau tegar lawan
kecenderungan lemah
Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada
akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani
mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan
dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
Latihan Saya Bertanggung Jawab
Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui
dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan
perasaannya itu kepada orang lain.
Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan
dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat :
“…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung
jawab ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu
meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin
selama ini diingkarinya.
Bermain Proyeksi
Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang
dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-
perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain.Sering
terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan
atribut yang dimilikinya.
Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk
mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan
pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini
konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan
perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan
peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.
Tetap dengan Perasaan
Teknik dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau
suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya.
Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin
dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan
menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini
konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau
kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk
menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin
dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran
perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan
menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan
keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang
ingin dihindarinya itu.
Sumber : Dr. DYP Sugiharto, M.Pd. Pendekatan-Pendekatan Konseling.
(Makalah)

4. PENDEKATAN REALITAS
A. Konsep Dasar
Terapi Realitas merupakan suatu bentuk hubungan pertolongan yang praktis,
relatif sederhana dan bentuk bantuan langsung kepada konseli, yang dapat
dilakukan oleh guru atau konselor di sekolah daam rangka mengembangkan
dan membina kepribadian/kesehatan mental konseli secara sukses, dengan
cara memberi tanggung jawab kepada konseli yang bersangkutan.
Terapi Realitas berprinsip seseorang dapat dengan penuh optimis menerima
bantuan dari terapist untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan
mampu menghadapi kenyataan tanpa merugikan siapapun.
Terapi Realitas lebih menekankan masa kini, maka dalam memberikan
bantuan tidak perlu melacak sejauh mungkin pada masa lalunya, sehingga
yang paling dipentingkan adalah bagaimana konseli dapat memperoleh
kesuksesan pada masa yang akan datang.
Adalah William Glasser sebagai tokoh yang mengembangkan bentuk terapi
ini. Menurutnya, bahwa tentang hakikat manusia adalah:
1. Bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang tunggal, yang hadir di seluruh
kehidupannya, sehingga menyebabkan dia memiliki keunikan dalam
kepribadiannnya.
2. Setiap orang memiliki kemampuan potensial untuk tumbuh dan
berkembang sesuai pola-pola tertentu menjadi kemampuan aktual. Karennya
dia dapat menjadi seorang individu yang sukses.
3. Setiap potensi harus diusahakan untuk berkembang dan terapi realitas
berusaha membangun anggapan bahwa tiap orang akhirnya menentukan
nasibnya sendiri
B. Ciri-Ciri Terapi Realitas
1. Menolak adanya konsep sakit mental pada setiap individu, tetapi yang ada
adalah perilaku tidak bertanggungjawab tetapi masih dalam taraf mental
yang sehat.
2. Berfokus pada perilaku nyata guna mencapai tujuan yang akan datang
penuh optimisme.
3. Berorientasi pada keadaan yang akan datang dengan fokus pada perilaku
yang sekarang yang mungkin diubah, diperbaiki, dianalisis dan ditafsirkan.
Perilaku masa lampau tidak bisa diubah tetapi diterima apa adanya, sebagai
pengalaman yang berharga.
4. Tidak menegaskan transfer dalam rangka usaha mencari kesuksesan.
Konselor dalam memberikan pertolongan mencarikan alternatif-alternatif
yang dapat diwujudkan dalam perilaku nyata dari berbagai problema yang
dihadapi oleh konseli .
5. Menekankan aspek kesadaran dari konseli yang harus dinyatakan dalam
perilaku tentang apa yang harus dikerjakan dan diinginkan oleh konseli .
Tanggung jawab dan perilaku nyata yang harus diwujudkan konseli adalah
sesuatu yang bernilai dan bermakna dan disadarinya.
6. Menghapuskan adanya hukuman yang diberikan kepada individu yang
mengalami kegagalan., tetapi yang ada sebagai ganti hukuman adalah
menanamkan disiplin yang disadari maknanya dan dapat diwujudkan dalam
perilaku nyata.
7. Menekankan konsep tanggung jawab agar konseli dapat berguna bagi
dirinya dan bagi orang lain melalui perwujudan perilaku nyata.

C. Tujuan Terapi
1. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat
menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
2. Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala
resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam
perkembangan dan pertumbuhannya.
3. Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
4. Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian
yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan
individu untuk mengubahnya sendiri.
5. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran
sendiri.
D. Proses Konseling (Terapi)
Konselor berperan sebagai:
1. Motivator, yang mendorong konseli untuk: (a) menerima dan memperoleh
keadaan nyata, baik dalam perbuatan maupun harapan yang ingin
dicapainya; dan (b) merangsang klien untuk mampu mengambil keputusan
sendiri, sehingga klien tidak menjadi individu yang hidup selalu dalam
ketergantungan yang dapat menyulitkandirinya sendiri.
2. Penyalur tanggung jawab, sehingga: (a) keputusan terakhir berada di
tangan konseli; (b) konseli sadar bertanggung jawab dan objektif serta
realistik dalam menilai perilakunya sendiri.
3. Moralist; yang memegang peranan untuk menetukan kedudukan nilai dari
tingkah laku yang dinyatakan kliennya. Konselor akan memberi pujian
apabila konseli bertanggung jawab atas perilakunya, sebaliknya akan
memberi celaan bila tidak dapat bertanggung jawab terhadap perilakunya.
4. Guru; yang berusaha mendidik konseli agar memperoleh berbagai
pengalaman dalam mencapai harapannya.
5. Pengikat janji (contractor); artinya peranan konselor punya batas-batas
kewenangan, baik berupa limit waktu, ruang lingkup kehidupan konseli yang
dapat dijajagi maupun akibat yang ditimbulkannya.
Teknik-Teknik dalam Konseling
1. Menggunakan role playing dengan konseli
2. Menggunakan humor yang mendorong suasana yang segar dan relaks
3. Tidak menjanjikan kepada konseli maaf apapun, karena terlebih dahulu
diadakan perjanjian untuk melakukan perilaku tertentu yang sesuai dengan
keberadaan klien.
4. Menolong konseli untuk merumuskan perilaku tertentu yang akan
dilakukannya.
5. Membuat model-model peranan terapis sebagai guru yang lebih bersifat
mendidik.
6. Membuat batas-batas yang tegas dari struktur dan situasi terapinya
7. Menggunakan terapi kejutan verbal atau ejekan yang pantas untuk
mengkonfrontasikan konseli dengan perilakunya yang tak pantas.
8. Ikut terlibat mencari hidup yang lebih efektif.
Sumber:
Sayekti. 1997. Berbagai Pendekatan dalam Konseling. Yogyakarta: Menara
Mass Offset
Sofyan S. Willis. 2007. Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung:
Alfabeta.

5. PENDEKATAN CLIENT CENTERED


A. Konsep Dasar:
1. Manusia sebagai makhluk hidup yang dapat menentukan sendiri apa yang
ia kerjakan dan yang tidak dia kerjakan, dan bebas untuk menjadi apa yang ia
inginkan. Setiap orang bertanggung jawab atas segala tindakannya.
2. Manusia tidak pernah statis, ia selalu menjadi sesuatu yang berbeda, oleh
karena itu manusia mesti berani menghancurkan pola-pola lama dan mandiri
menuju aktualisasi diri
3. Setiap orang memiliki potensi kreatif dan bisa menjadi orang kreatif.
Kreatifitas merupakan fungsi universal kemanusiaan yang mengarah pada
seluruh bentuk self expression.
B. Asumsi Perilaku Bermasalah
Gangguan jiwa disebabkan karena individu yang bersangkutan tidak dapat
mengembangkan potensinya. Dengan perkataan lain, pengalamannya
tertekan.

C. Tujuan Konseling
1. Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima
keadaannya menurut apa adanya. Saya adalah saya
2. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta
pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai
dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan
self actualization seoptimal mungkin.
3. Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh
individu dalam proses aktualisasi dirinya.
4. Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang
mungkin dapat dijangkau menurut kondisi dirinya.

D. Deskripsi Proses Konseling


1. Adanya hubungan yang akrab antara konselor dan konseli.
2. Adanya kebebasan secara penuh bagi individu untuk mengemukakan
problem dan apa yang diinginkannya.
3. Konselor berusaha sebaik mungkin menerima sikap dan keluhan serta
perilaku individu dengan tanpa memberikan sanggahan.
4. Unsur menghargai dan menghormati keadaan diri individu dan keyakinan
akan kemampuan individu merupakan kunci atau dasar yang paling
menentukan dalam hubungan konseling.
5. Pengenalan tentang keadaan individu sebelumnya beserta lingkungannya
sangat diperlukan oleh konselor.

E. Teknik-Teknik Konseling
Teknik yang dianggap tepat untuk diterapkan dalam pendekatan ini yaitu
teknik client centered counseling, sebagaimana dikembangkan oleh Carl R.
Rogers. meliputi:
(1) acceptance (penerimaan);
(2) respect (rasa hormat);
(3) understanding (pemahaman);
(4) reassurance (menentramkan hati);
(5) encouragement (memberi dorongan);
(6) limited questioning (pertanyaan terbatas; dan
(7) reflection (memantulkan pernyataan dan perasaan).

Melalui penggunaan teknik-teknik tersebut diharapkan konseli dapat


(1) memahami dan menerima diri dan lingkungannya dengan baik;
(2) mengambil keputusan yang tepat;
(3) mengarahkan diri;
(4) mewujudkan dirinya.

Sumber:
Sayekti. 1997. Berbagai Pendekatan dalam Konseling. Yogyakarta: Menara
Mass Offset
Sofyan S. Willis. 2007. Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung:
Alfabeta.

LANGKAH-LANGKAH DALAM
KONSELING

9 Votes

Pengertian Membangun Hubungan (antara konselor dan


konselii)

Pengertian hubungan konseling secara umum dipakai oleh semua


kaum professional yang melayani manusia, seperti profesi konselor,
pekerja sosial,dokter,dan sebagainya. Hubungan konseling adalah
hubungan yang membantu ,artinya pembimbing berusaha membantu
si terbimbing agar tumbuh ,berkembang,sejahtera,dan mandiri.

Shertzer dan stone (1980) mendefinisikan hubungan konseling yaitu


: interaksi antara orang dengan orang lain yang dapat menunjang
dan memudahkan secara positif bagi perbaikan
orang tersebut.Orang – orang yang membantu tersebut adalah kaum
professional yang kegiatannya adalah untuk memudahkan orang lain
dalam memahami,mengubah,atau untuk memperkarya
perilakunya,sehingga terjadi perubahan positif.kaum professional ini
tertarik pada perilaku manusia yaitu
,perasaan,sikap,motif,ide,kebutuhan ,pengetahuan,dan seluruh
kehidupan manusia.
Mengembangkan hubungan Konseling :

Mengembangkan hubungan konseling adalah upaya konselor untuk


meningkatkan keterlibatan dan keterbukaan klien,sehingga akan
memperlancar proses konseling,dan segera mencapai tujuan
konseling yang diinginkan oleh klien atas bantuan konselor.Bentuk
utama hubungan konseling adalah pertemuan pribadi dengan pribadi
(konselor-klien) yang dilatarbelakangi oleh lingkungan (internal-
eksternal).

REPORT THIS AD

Menurut Barbara Okun (1987:22) jika terjadi hubungan konseling


maka yang berhadapan adalah helper’s environment dengan
helpee’s environment dimana terdapat aspek – aspek :
sikap,kebutuhan,nilai,keyakinan dan ketrampilan.

Menurut penulis ini bahwa hubungan konseling dimulai pertemuan


konselor-klien dan fokus perhatian adalah pada kepedulian
klien.kepedulian tersebut bisa berbentuk isu,gejala,atau
masalah.Disinilah pentingnya peranan skill seorang konselor untuk
mendudukkan masalah itu sehingga klien mampu mengatasinya.

1) Keterbukaan

Keterbukaan klien juga ditentukan oleh bahasa


tubuh konselor.untuk menciptakan situasi kondusif bagi ketrbukaan
dan kelancaran proses konseling,maka sifat – sifat empati, jujur,
asli,mempercayai ,toleransi, respek,menerima,dan komitmen
terhadap hubungan konseling,amat diperlukan dan dikembangkan
oleh konselor.sifat sifat tadi akan memperlancar pada perilaku
konselor sehingga klien terpengaruh,dan kemudian
klien mengikutinya.maka klien akan menjadi terbuka dan terlibat
dalam pembicaraan.
2) Mengembangkan hubungan konseling yang rapport (akrab)

Dalam hubungan konseling pada prinsipnya ditekankan bagaimana


konselor mengembangkan hubungan konseling yang rapport (akrab)
dan dengan memanfaatkan komunikasi verbal dan
non verbal.Jadi konseling bukan menomorsatukan content (masalah
klien ).Demikian pula strategi dan tekhnik janganlah diutamakan
.hubungan konseling yang menumbuhkan kepercayaan klien
terhadap konselor adalah penting.sehingga klien akan terbuka dan
mau terlibat pembicaraan .Menggali feeling klien termasuk rahasia –
rahasia pribadinya merupakan hal penting dalam hubungan
konseling.
Jika terjadi rapport dalam hubungan konseling ,berarti hubungan
tersebut telah mencapai puncak.Artinya dalam kondisi ini ,kondusif
sekali dalam keterbukaan klien.

Ada beberapa hal yang perlu dipelihara dalam hubungan konseling :


1) Kehangatan,Artinya konselor membuat situasi hubungan
konseling itu demikian hangat dan
bergairah,bersemangat.Kehangatan disebabkan adanya rasa
bersahabat,tidak formal,serta membangkitkan nsemangat dan rasa
humor.

2) Hubungan yang empati,yaitu konselor merasakan apa yang


dirasakan klien,dan memahami akan keadaan diri serta masalah
yang dihadapinya.

3) Keterlibatan klien, yaitu terlihat klien bersungguh – sungguh


mengikuti proses konseling dengan jujur mengemukakan
persoalannya,perasaannya,dan keinginannya.

1. a. Identifikasi masalah dan penilaian dalam konseling


identintifikasi masalah Identifikasi masalah merupakan upaya
menentukan hakikat masalah yang dihadapi oleh klien. Penentuan
ini dapat menggunakan klasifikasi masalah sebagai berikut :
Klasifikasi masalah menurut Bordin

a. Ketergantungan pada orang lain (dependence)

b. Kurang menguasai keterampilan (lack of skill)

c. Konflik diri (self conflict)

d. Kecemasan menentukan pilihan (choice anxiety)

e. Masalah yang tidak dapat diklasifikasikan (no problem)


Klasifikasi masalah menurut Pepinsky
a. Kurang percaya diri (lack of assurance)

b. Kurang informasi (lack of information)

c. Kurang menguasai keterampilan yang diperlukan(lack of skill)

d. Bergantungan pada orang lain (dependence)

e. Konflik diri (self conflict) Dalam identifikasi masalah kita


berusaha memahami apa yang dialami klien dan mencari kesulitan
masalah yang dihadapi klien. Diagnosa mengambil kesimpulan
untuk menentukan derita klien atau yang dirasakan klien. Dengan
klasifikasi masalah dalam disgnosis sebagai berikut :

– Faktor ketidakpercayaan diri Ketergantungan pada oranglain,


ketidaktahuan potensi yang ada, sulit mengambil keputusan, kurang
informasi.

– Faktor depresi atau konflik diri Kecemasan(anxiety), gangguan


pikiran, gangguan perasaan,dan gangguan tingkah laku.

– Faktor miskomunikasi atau misunderstanding Kurang informasi,


kurang tanggap, kurang peka terhadap Identifikasi masalah dan
penyebabnya Mengadakan pendataan masalah dan mencari tahu
latar belakang terjadinya masalah. Identifikasi alternative
pemecahan Memberikan beberapa pilihan penyelesaian dan
pemecahan masalah diharapkan klien sendiri yang memilih.

1. b. Memfasilitasi Perubahan Terapeutis


Dalam langkah ini, yang dicari adalah strategi dan intervensi yang
dapat memudahkan terjadinya perubahan. Sasaran dan strategi
terutama ditentukan oleh sifat masalah, gaya dan teori yang dianut
oleh konselor, keinginan klien dan gaya komunikasinya. Konselor
dalam langkah ini memikirkan alternatif, melakukan evaluasi dan
kemungkinan konsekuensi dalam berbagai alternatif, rencana
tindakan. Dipertimbangkan juga strategi yang berasal dari berbagai
macam pendekatan. Bagaimana caranya megubah hambatan afektif,
melakukan pengelolaan stres (stres managemen), meningkatkan
kemampuan penyelesaian masalah atau mengubah pola interaksi
maladaptif.

Proses terapeutis atau konseling merupakan suatu yang


berkelanjutan dan berlangsung terus menerus merupakan suatu
lingkaran sampai akhirnya masala dapat diselesaikan. Berartit
seorang konselor harus terus menerus mengevaluasi apa yang
dilakukannya dan mengubahnya bila suatu strategi tidak dapat
dilaksanakan atau dilanjutkan.

1. c. Evaluasi dan Terminasi


Suatu proses konseling pasti akan ada akhirnya. Dalam langkah
keempat ini, dilakukan evaluasi terhadap hasil konseling, dan
akhirnya terminasi. Indikatornya adalah sampai sejauh mana sasaran
tercapai. Pertanyaan evasluasi progress (progress evaluation
question) yang penting mencakup: apakah hubungan ini membantu
klien? Dalam hal apa membantu? Bila tidak membantu, mengapa
tidak? Bila tidak semua sasaran tercapai, sampai sejauh mana sudah
tercapai. Keputusan untuk menghentikan adalah usaha bersama
antara klien dan konselor, meskipun klien merupakan determinator
utama bila sasaran sudah tercapai.

Hackney dan Cormier (2001), melihat langkah-langkah konseling


sebagai berikut:
1. Membangun hubungan dan rapport
2. Assesment atau pendefinisian masalah
3. Menetapkan sasaran
4. Memulai intervensi
5. Terminasi dan follow up
Materi ini diambil dari kumpulan makalah mahasiswa psikologi
UIN Malang.

referensi buku

Lesmana, Murad, Jeanette. 2011. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta:


UI Press

Sofyan,Wilis, DR. 2010. Konseling Individual Teori dan


Praktek. Bandung: Alfabeta

KUALITAS PRIBADI KONSELOR

Kualitas Pribadi Konselor

Kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang menentukan jalannya konseling. Tidak
hanya ilmu dan teknik-teknik yang harus dimiliki oleh seorang konselor. Fakta
dilapangan menunjukkan, bahwa konseli (klien) tidak mau ke ruangan konselor untuk
memanfaatkan konseling karena kepribadian konselor yang mereka anggap judes,
keras, dan menakutkan. Oleh karena itu selain ilmu seorang konselor juga harus
mempunyai kepribadian yang baik, berkualitas dan dapt dipertanggung jawabkan.

Menurut "Cavanagh (1982)" mengemukakan kualitas pribadi konselor ditandai dengan


ciri-ciri :

a. Pemahaman diri
b. Kompeten
c. Memiliki Kesehatan Psikologis yang baik
d. Dapat Dipercaya
e. Jujur
f. Kuat
g. Hangat
h. Responsif
i. sabar
j. Sensitif
k. Memiliki Kesadaran yang Holistik

Pengertian ciri-ciri diatas sebagai berikut :

a.Pemahaman Diri (self-knowledge)


Pemahaman diri berarti memahami dirinya sendiri, dia harus tahu apa-apa yang akan
dan harus dia lakukan. Pemahaman diri sangat perlu dengan alasan :
1.Konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya cenderung akan memiliki
persepsi yang akurat pula tentang orang lain (klien). Konselor lebih mampu mengenal
diri orang lain secara tepat pula.
2.Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil juga
memahami orang lain.
3.Konselor yang memahami dirinya, maka dia akan mampu mengajar cara memahami
diri itu kepada orang lain (klien).
4.Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor untuk dapat merasa dan
berkomunikasi secara jujur dengan klien pada saat proses konseling berlangsung.
Konselor yang memiliki tingkat self-knowledge yang baik akan menunjukkan sifat-sifat :
1.Konselor menyadari dengan baik tentang kebutuhan dirinya
2.Konselor menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaannya.

b.Kompeten (competent)
Konselor memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, social, dan moral sebagai pribadi
yang berguna. Konselor yang efektif mempunyai :
1.Pengetahuan akademik
2.Kualitas pribadi
3.Ketrampilan konseling
Kompetensi ini sangat penting untuk efisisensi waktu agar konseling dapat berjalan
dengan cepat dan menghasilkan pemecahan masalah yang memuaskan.

c.Kesehatan Psikologis
Konselor dituntut untuk memiliki kesehatan psikologis yang baik, bahkan harus lebih baik
dari kliennya. Karena konselor harus menghadapi klien yang keadaan psikologisnya
sedang kacau, agar konselor dapat membantu memecahkan masalah klien dengan baik.
Kualitas kesehatan psikologis konselor yang baik dicirikan sebagai berikut :
1.Memperoleh pemuasan kebutuhan rasa aman, cinta, kekuatan, dan seks.
2.Dapat menghadapi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya.
3.Menyadari kelemahan atau keterbatasan kemampuan dirinya.
4.Tidak hanya berjuang untuk hidup, tetapi juga menciptakan kehidupan yang lebih baik.
d.Dapat Dipercaya
Hal ini sangat penting karena menyangkut pribadi klien. Apabila konselor tidak dapat
dipercaya klien akan merasa terancam akan hal-hal pribadi yang akan diungkapkan
kepada konselor, sehingga proses konseling tidak akan berjalan dengan baik dan
maksimal. Oleh karena itu, kepercayaan harus dipupuk dan ditumbuhkan terlebih
dahulu. Apabila kepercayaan sudah tertanam pada diri klien kepada konselor, maka
konseling akan berjalan dengan maksimal. Konselor yang dapat dipercaya memiliki
kualitas :
1.Memiliki pribadi yang konsisten
2.Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapannya maupun perbuatannya
3.Tidak pernah membuat orang lain (klien) kecewa atau kesal.
4.Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak ingkar janji, dan
mau membantu secara penuh.

e.Jujur (honesty)
Jujur merupakan komponen yang sangat penting bagi jalannya konseling, baik dari pihak
konselor maupun klien. Karena apabila konseling berjalan dengan jujur, keterbukaan,
maka konseling akan berjalan dengan baik dan menghasilkan pemecahan masalah yang
memuaskan pula. Konselor yang jujur memiliki karakteristik sbb :
1.Bersikap kongruen, artinya sifat-sifat dirinya yang dipersepsi oleh dirinya sendiri (real-
self) sama sebangun dengan yang dipersepsi oleh orang lain (public self)
2.Memiliki pemahaman yang jelas tentang makna kejujuran.

f.Kekuatan (strength)
Arti kekuatan disini adalah seorang konselor harus memiliki sikap :
1.Tabah dalam menghadapi masalah
2.Dapat mendorong klien untuk mengatasi masalahnya
3.Dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi
Konselor yang memiliki kekuatan dapat menampilkan :
1.Dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling
2.Bersifat fleksibel
3.Memiliki identitas diri yang jelas

g.Bersikap Hangat
Seorang konselor harus ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih saying kepada
klien yang sedang mempunyai masalah, sehingga klien merasa nyaman dan
diperhatikan dalam proses konseling oleh konselor. Dan dengan begitu klien akan
membuka dirinya, sehingga apa yang diceritakan sesuai dengan apa yang dihadapi
klien.
Persyaratan Sebagai Konselor
Prof. Sofyan S. Willis (2009:79-85) memaparkan secara panjang lebar kualifikasi
konselor. Menurutnya, kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan, termasuk
pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan
memudahkannya dalam menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan
berhasil (efektif).

Salah satu kualitas yang jarang dibicarakan adalah kualitas pribadi konselor. Kualitas
pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat
penting dan menentukan keefektifan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan
latihan yang ia peroleh.

Kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam konseling.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pribadi konselor menjadi faktor
penentu bagi pencapaian konseling yang efektif, di samping faktor pengetahuan tentang
dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik atau konseling.

Cavanagh (1982) mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan


beberapa karakteristik sebagai berikut : (a) Pemahaman diri; (b) kompeten; (c) memiliki
kesehatan psikologis yang baik; (d) dapat dipercaya; (e) jujur; (f) kuat; (g) hangat; (h)
responsif; (i) sabar; (j) sensitif; dan (k) memiliki kesadaran yang holistik.

1. Pemahaman diri (Self-knowledge)

Self-knowledge ini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami
secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan hal itu, dan masalah apa yang
harus dia selesaikan. Konselor yang memiliki tingkat self-knowledge yang baik akan
menunjukkan sifat-sifat berikut:

a) Konselor menyadari dengan baik tentang kebutuhan dirinya. Seperti: (a) kebutuhan untuk
sukses; (b) kebutuhan merasa penting, dihargai, superior, dan kuat.

b) Konselor menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaannya. Seperti: rasa marah,


takut, bersalah, dan cinta.

c) Konselor menyadari tentang apa yang membuat dirinya cemasdalam konseling, dan apa
yang menyebabkan dirinya melakukan pertahanan diri dalam rangka mereduksi kecemasan
tersebut.

d) Konselor memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan) atau kelemahan (kekurangan)


dirinya.
2. Kompeten (Competent)

Yang dimaksud kompeten disini adalah bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna.

3. Kesehatan Psikologis

Konselor dituntut memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dari kliennya. Hal ini
penting karena kesehatan psikologis (psychological health) konselor akan mendasari
pemahamannya terhadap perilaku dan keterampilannya. Ketika konselor memahami bahwa
kesehatan psikologisnya baik dan dikembangkan melalui konseling, maka dia membangun
proses konseling tersebut secara lebih positif. Apabila konselor tidak mendasarkan
konseling tersebut kepada pengembangan kesehatan psikologis, maka dia akan mengalami
kebingungan dalam menetapkan arah konseling yang ditempuhnya.

Konselor merupakan model dalam berperilaku, apakah dia menyadari atau tidak.
Setiap pertemuan konseling merupakan suatu periode pengawasan yang begitu intensif
terhadap tingkah lakuyang adaptif. Ketika konselor kurang memiliki kesehatan psikologis,
maka perannya sebagai model berperilaku bagi klien menjadi tidak efektif, bahkan dapat
menimbulkan kecemasan bagi klien. Apabila itu terjadi, maka konselor bukan berperan
sebagai penolong dalam memecahkan masalah, tetapi justru sebagai pemicu masalah klien.

4. Dapat Dipercaya (Trustworthiness)

Kualitas ini bahwa konselor itu tidak menjadi ancaman atau penyebab kecemasan
bagi klien. Kualitas konselor yang dapat dipercaya sangat penting dalam konseling, karena
beberapa alasan sebagai berikut.

a) Esensi tujuan konseling adalah mendorong klien untuk mengemukakan masalah dirinya
yang paling dalam.

b) Klien dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi konselor. Artinya klien
percaya bahwa konselor mempunyai motivasi untuk membantunya.

c) Apabila klien mendapat penerimaan dan kepercayaan dari konselor, maka akan
berkembang dalam dirinya sikap percaya terhadap dirinya sendiri.
5. Jujur (honesty)

Yang dimaksud jujur disini adalah bahwa konselor itu bersikap transparan (terbuka),
autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting dalam konseling, karena alasan-alasan
berikut :

a) Sikap keterbukaan memungkinkan konselor dan klien untuk menjalin hubungan psikologis
yang lebih dekat satu sama lainnya di dalma proses konseling. Kedekatan hubungan
psikologis sangat penting dalam konseling, sebab dapat menimbulkan hubungan yang
langsung dan terbuka antara konselotr dengan klien.

b) Kejujuran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan balik secara objektif kepada
klien.

6. Kekuatan (Strength)

Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu
klien akan merasa aman. Klien memandang konselor sebagai orang yang (a) tabah dalam
menghadapi masalah, (b) dapat mendorong klien untuk mengatasi masalahnya dan, (c)
dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi.

7. Bersikap Hangat

Yang dimaksud bersikap hangat itu adalah : ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih
sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada umumnya yang kurang
mengalami kehangatan dalam hidupnya, sehingga dia kehilangan kemampuan untuk
bersikap ramah, memberikan perhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling, klien ingin
mendapat rasa hangat tersebutdan melakukan “sharing” dengan konselor.

8. Actives Responsiveness

Keterlibatan konselor dalam proses konseling bersifat dinamis, tidak pasif. Melalui respon
yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan klien.
Disini, konselor mengajukan pertanyaan yang tepat, memberikan umpan balik yang
bermanfaat, memberikan informasi yang berguna, mengemukakan gagasan-gagasan baru,
berdiskusi dengan klien tentang cara mengambil keputusan yang tepat, dan membagi
tanggung jawab dengan klien dalam proses konseling.

9. Sabar (Patience)

Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk
mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih
memperhatikan diri klien dari pada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung menampilkan
kualitas sikap dan perilaku yang tidak tergesa-gesa.

10. Kepekaan (Sensitivity)

Kualitas ini berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang
tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik dari pada klien maupun dirinya sendiri.
Klien yang datang untuk meminta bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari
masalah yang sebenarnya mereka hadapi. Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya
bermasalah.Pada diri mereka hanya nampak gejala-gelajanya (pseudo masalah), sementara
yang sebenarnya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya. Konselor yang sensitif akan
mampu mengungkap atau menganalisis apa masalah yang sebenarnya yang dihadapi klien.

11. Kesadaran Holistik (Holistic Awareness)

Pendekatan holistik dalam konseling berarti bahwa konselor memahami klien secara utuh
dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor
sebagai seorang ahli dalam segala hal, disini menunjukkan bahwa konselor perlu memahami
adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah kline dan memahami bagaimana
dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya. Dimensi-dimensi itu
meliputi: fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral spiritual.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Saat Sulit Dalam KIP/K

1. Diam

Dalam proses konseling keadaan “diam” (tidak bersuara) mempunyai banyak


makna, antara lain :n

a. Penolakan atau kebingungan klien.

b. Klien dan konselor telah mencapai akhir suatu ide dan semata-mata ragu
mengatakan apa selanjutnya.

c. Kebingungan karena kecemasan atau kebencian.

d. Klien mengalami sakit dan tidak siap untuk berbicara.

e. Klien mengharapkan sesuatu dari konselor.

f. Klien yang memikirkan apa yang dikatakan.

g. Klien baru menyadari ucapannya dan merupakanekspresi emosional sebelumnya.

Menurut Saraswati I dan Tarigan L.H dalam bukunya Komunikasi Efektif untuk
memahami penyebab “diam” dari klien, sebaiknya konselor memahami hal-hal
berikut :

a. Apabila klien tidak mau berbicara selama beberapa waktu. Hal ini biasanya terjadi
pada klien-klien yang merasa cemas atau marah.

b. Apabila terjadi pada awal pertemuan, setelah beberapa saat, sebaiknya konselor
memperhatikan hal ini dengan mengatakan misalnya: “Saya mengerti hal ini sulit
untuk dibicarakan. Biasanya pada pertemuan pertama klien-klien saya juga merasa
begitu. Apakah ibu merasa cemas?”

c. Apabila klien diam karena marah, sebagai konselor dapat berkata: “Bagaimana
perasaan ibu setelah berada disini sekarang?”. Pertanyaan ini harus diikuti dengan
suasana hening selama beberapa saat, pada saat ini konselor memandang klien dan
memperlihatkan sikap tubuh yang menunjukkan perhatian.

d. Apabila terjadi pada pertengahan pertemuan, konselor harus memperhatikan


konteks pembicaraan dan menilai mengapa hal ini terjadi. Pada umumnya, lebih baik
menunggu beberapa saat, memberi kesempatan pada klien untuk mengekspresikan
perasaan atau pikirannya meskipun konselor merasa tidak nyaman dengan keadaan
tersebut.

e. Apabila klien diam karena sedang berpikir. Konselor ini tidak perlu berusaha
memecahkan kesunyian, juga tidak perlu menunjukkan sikap tidak menerima.

2. Klien Menangis

Reaksi konselor adalah berusaha menenangkan klien dengan menyentuh badan


(menepuk-nepuk bahu atau memegang tangan klien) secara hati-hati.

3. Konselor Meyakini Bahwa Tidak Ada Pemecahan Bagi Masalah Klien

Kondisi ini biasanya terjadi karena konselor tidak dapat memecahkan


atau membantu menyelesaikan masalah seperti yang diharapkan klien. Misalnya
seorang remaja putri ingin melakukan Aborsi, sementara konselor tidak mungkin
memenuhi permintaan tersebut. Salah satu langkah yang dapat dilakukan terhadap
klien yang mendesak ingin dibantu konselor dalam memecahkan masalahnya adalah
dengan mengatakan kepada klien bahwa meskipun konselor tidak dapat mengubah
keadaan tetapi konselor akan selalu menyediakan waktu untuk klien, membantu klien
menghadapi saat-saat sulit.

4. Konselor Melakukan Kesalahan

Hal utama yang terpenting untuk menciptakan hubungan baik dengan klien adalah
bersikap jujur. Menghargai klien adalah salah satu syarat penting dalam konseling.
Menghargai dan mempercayai klien dapat ditujukan dengan cara mengakui bahwa
konselor telah melakukan kesalahan. Minta maaflah apabila salah/keliru.

5. Konselor Tidak Tahu Jawaban Dari Pertanyaan Klien

Hal ini merupakan kecemasan yang biasa di utarakan konselor. Sudah


sepantasnya mengatakan bahwa konselor tidak dapat menjawab pertanyaan klien,
tetapi akan berusaha mencari informasi tersebut untuk klien.
6. Klien Menolak Bantuan Konselor

Jika klien sama sekali tidak mau bicara, tekankan pada hal-hal yang positif,
paling tidak ia sudah datang dan berkenalan dengan konselor, mungkin ia mau
mempertimbangkan kembali. Sarankan untuk melakukan pertemuan selanjutnya.

7. Klien Tidak Nyaman Dengan Jenis Kelamin Konselor

Kesulitan ini diucapkan klien dengan mengatakan: “Saya canggung


membicarakan hal ini dengan wanita”. “Saya mengharap berhadapan dengan laki-
laki”. Dalam situasi seperti ini sebaiknya konselor mengemukakan hal ini dengan
mengatakan: “Orang kadang-kadang awalnya merasa lebih nyaman berbicara dengan
seseorang yang sama jenis kelaminnya, menurut pengalaman saya semakin lama hal
itu semakin tidak penting apabila kita sudah semakin mengenal teman bicara kita.
Bagaimana kalau kita coba lanjutkan dan lihat bagaimana nantinya!”. Biasanya klien
menerima, dan masalah ini hilang dengan sendirinya bila konselor bersikap penuh
perhatian, menghargai klien dan tidak menilai terhadap klien.

8. Waktu Yang Di Miliki Konselor Terbatas

Sebaiknya sejak awal penemuan klien mengetahui berapa lama waktu


konselor yang tersedia untuk dia. Karena itu konselor sebaiknya memberikan
informasi tersebut beberapa saat sebelum pertemuan, meminta maaf, menjelaskan
sebab keterbatasan waktunya, dan menunjukan bahwa konselor mengharapkan
bertemu klien pada pertemuan selanjutnya.

9. Konselor Tidak Menciptakan Hubungan Yang Baik

Kadang-kadang hubungan yang baik dengan klien sulit terjadi. Hal ini
bukan berarti konseling harus di akhiri. Akan lebih konselor minta pendapat kepada
teman sesama petugas di kliniknya untuk mengamati pertemuan dan melihat dimana
letak kesulitannya, apakah ada sikap klien yang membuat konselor merasa ditolak
klien.

10. Konselor dan Klien Sudah Saling Mengenal

Konselor dapat melayani seperti pada umumnya, tetapi perlu ditekankan


bahwa kerahasiaan akan tetap terjaga, dan konselor akan bersikap sedikit berbeda
dengan sikap di luar konseling terhadap klien sebagai temannya.
11. Klien Berbicara Terus Dan Yang Dibicarakan Tidak Sesuai Dengan Topik
Pembicaraan

Situasi ini kebalikan dari situasi dimana klien tidak mau berbicara. Apabila
klien terus menerus mengulang pembicaraan, setelah beberapa saat perlu dipotong
pembicaraannya.

12. Klien Bertanya Tentang Hal-hal Pribadi Konselor

Apabila ada pertanyaan-pertanyaan pribadi konselor lebih baik kalau


konselor menyatakan bahwa konselor bercerita tentang dirinya tidak akan membantu
klien, oleh karena itu lebih baik tidak bercerita.

13. Konselor Merasa Dipermalukan Dengan Suatu Topik Pembicaraan

Sebaiknya konselor jujur terhadap klien, terutama bila konselor bereaksi


secara emosional kepada klien, karena klien akan mengamati itu.

14. Keadaan Kritis

Komunikasikan dengan tegas tapi sopan keadaan darurat kepada keluarga.


Berikan penjelasan dengan singkat tapi jelas langkah-langkah yang harus dilakukan
bersama untuk mengatasi keadaan.

2.2. Kesulitan Saat Konseling

Saat melakukan konseling tentu saja sebagai seorang bidan akan banyak
mengalami kesulitan-kesulitan. Ada sejumlah kesulitan tersembunyi dalam konseling
yang disadari oleh semua konselor, terutama konselor pemula, antara lain :

1. Berusaha terlalu banyak dan terlalu dini.

2. Lebih banyak mengajar mengajar daripada membina hubungan.

3. Penerimaan yang berlebihan.

4. Menampilkan masalah konseling pada orang yang tidak berpengalaman.

5. Kecenderungan untuk menampilkan kepribadian konseling.

6. Merenungkan setelah sesi yang sulit.


2.3. Upaya Untuk Mengatasi Kesulitan

Tiap individu harus paham akan dirinya. Dengan pemahaman terhadap diri maka kita
akan bisa mengatasi kesulitan-kesulitan yang terjadi saat komunikasi yang berasal
dari komunikator atau Bidan sendiri. Adapun untuk memperlancar
komunikasi/konseling persiapan materi, bahan, alat, yang bisa mempermudah
penerimaan klien terhadap apa yang akan kita sampaikan perlu dipersiapkan
sebelumnya. Sebagai seorang bidan kita harus menguasai ilmu komunikasi sehingga
dapat melakukan konseling dengan baik pada semua klien dengan bermacam karakter
dan keterbatasan mereka.

Berbagai pakar mengemukakan bahwa kearifan merupakan dasar kepribadian


konselor efektif. Kearifan merupakan konsep lama dan lintas kultural, sebagai satu
perangkat ciri-ciri kognitif dan efektif tertentu yang secara langsung pada
keterampilan dan pemahaman hidup. Karakteristik kearifan meliputi: Aspek afektif
dan kesadaran yang meliputi empati, kepedulian, pengenalan rasa, deotomanisasi
(menolak kecenderungan kebiasaan,perilaku dan pola berpikir otomatik, menekankan
kesadaran tindakan dan pilihan yang bertanggung jawab), Aspek kognitif meliputi
penalaran dialetik (mengenal konteks, situasi, berorientasi pada perubahan yang
bermanfaat) dan lain-lain.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Menyelesaikan masalah memerlukan bantuan orang lain, bantuan tersebut bukan


hanya sebatas mendengarkan dan menerima segala keluhan yang ada dalam pikiran
dan perasaan orang bermasalah, melainkan membutuhkan pengetahuan tentang
masalah itu sendiri, mempunyai tujuan untuk memberikan bantuan, menggunakan
pendekatan, menerapkan langkah-langkah dan tahapan dalam memberikan bantuan,
serta mengetahui masa-masa sulit dalam pemberian bantuan dan upaya untuk
mengatasinya.

Kualitas konselor yang baik sangat dibutuhkan dan membantu dalam proses
penyelesaian suatu permasalahan.

3.2. Saran

Diharapkan untuk menjadi seorang bidan (konselor) yang baik, kita harus
memiliki kualitas pribadi serta pengetahuan yang luas dan perilaku yang baik agar
dapat memegang peranan penting dalam proses KIP/K (komunikasi
interpersonal/konseling) di dalam menjalankan profesi untuk menjadi seorang Bidan
Profesional.
DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. 2011. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama
: Jakarta

Jalaluddin, Rahmat. 2004. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya : Jakarta

Kusmiyati, Yuni. Siti Tyastuti. Sri Handayani. 2008. Komunikasi dan Konseling
Dalam Pelayanan Kebidanan. Fitramaya : Jakarta

Lestari, Herna. Harni Koesno. Wastidar musbir. Suryono Slamet Iman Santoso.
Sudradji Sumapraja. Gulardi. H. Wiknjosastro. 2004. Modul Komunikasi dan
Konseling. Ford Foundation : Jakarta

Prayitno. 2009. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Rineka Cipta : Jakarta

Saat-Saat Sulit dalam Konseling

Komunikasi berasal dari bahasa Latin, Communicare atau Communis yang berarti
membagi keluar, berbagi, menanamkan, menginformasikan, dan atau berpartisipasi dalam.
Jadi, dari asal katanya, diketahui bahwa komunikasi membutuhkan pesan yang hendak
dibagi, penyampai pesan (komunikator) dan objek pesan (komunikan). Secara etimologis,
istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu consilium yang berarti “dengan” atau “
bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa
anglo-saxon, istilah konseling berasal dari sellan yang berarti “menyerah” atau
“menyampaikan”.
Konseling kebidanan adalah suatu proses pembelajaran, pembinaan hubungan baik,
pemberian bantuan, dan bentuk kerja sama yang dilakukan secara professional (sesuai
dengan bidangnya) oleh bidan kepada klien untuk memecahkan masalah, mengatasi
hambatan perkembangan, dan memenuhi kebutuhan klien.

Di bawah ini adalah beberapa masalah yang sering dihadapi oleh seorang konselor:
1. Diam

2. Klien yang menangis

3. Konselor meyakini bahwa tidak ada pemecahan bagi masalah yang dihadapi klien

4. Konselor tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan klien

5. Konselor membuat/melakukan kesalahaan

6. Konselor dan klien sudah saling kenal

7. Klien bertanya tentang hal-hal pribadi konselor

8. Klien menolak bantuan konselor

9. Klien merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin konselor

10. Waktu yang dimiliki konselor terbatas

11. Konselor tidak dapat menciptakan rapport (hubungan) yang baik

12. Klien berbicara terus dan yang dibicaraka tidak sesuai dengan materi pembicaraan

13. Konselor merasa dipermalukan dengan suatu topik pembicaraan

14. Keadaan “kritis”

15. Klien ingin konselor yang mengambil keputusan

Upaya mengatasi masalah yang sering dihadapi oleh seorang konselor:

1. Diam

Klien tidak mau berbicara selama beberapa waktu. Hal ini terjadi pada klien-kliaen yang
merasa cemas atau marah.
a. Apabila terjadi pada awal pertemuan, setelah beberapa saat, sebaiknya konselor
memperhatikan hal ini dengan mengatakan misalnya: “Saya mengerti hal ini untuk
dibicarakan (refleksi perasaan)”. Biasanya pada pertemuan pertama klien-klien saya juga
merasa begitu. Apakah Ibu merasa cemas?” tataplah klien dan gunakan bahasa tubuh yang
memperlihatkan simpati dan perhatian. Tunggulah tanggapan klien.

b. Apabila klen diam karena marah (misalnya, klien berpaling muka dari konselor). Sebagai
konselor Anda dapat berkata: “Bagaimana perasaan Ibu setelah berada di sini sekarang?”.
Pertanyaan-pertanyaan ini harus diikuti dengan suasana hening selama beberapa saat. Pada
saat ini konselor memandang klien dan memperlihatkan sikap tubuh yang menunjukkan
perhatian.

c. Apabila terjadi pada pertengahan pertemuan: konselor harus memperhatikan konteks


pembicaraan dan menilai mengapa hal ini terjadi. Mungkin hal tersebut terjadi karena klien
merasa berat menceritakan hal-hal yang pribadi, suatu rahasia tentang dirinya, atau ia tidak
senang dengan sikap konselor. Pada umumnya, lebih baik menunggu beberapa saat,
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan atau pikirannya,
meskipun konselor merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut.

d. Apabila klien diam karena sedang berpikir. Konselor ini tidak perlu berusaha memecahkan
kesunyian, juga tidak perlu menunjukkan sikap tidak menerima.

e. Selama pembicaraan berlangsung, sikap diam klien merupakan sesuatu yang wajar.
Mungkin klien sedang berpikir atau memutuskan bagaimana mengutarakan perasaan atau
pikiran-pikirannya. Berikanlah waktu kepada klien untuk berpikir.

2. Klien yang menangis

a. Klien yang menangis tersedu-sedu membuat konselor merasa tidak nyaman. Klien menangis
karena berbagai alasan: untuk mengaekspresikan kesedihan, mendapatkan simpati,
menumpahkan segala emosi atau kegelisahan, serta menghentikan pembicaraan. Jangan
membuat dugaan mengapa klien Anda menangis.

b. Tunggu beberapa saat, bila klien terus-menerus menangis, katakan tidak apa-apa karena
menangis adalah reaksi wajar. Hal ini membuat klien merasa bebas mengekspresikan
alasannya menangis. Anda dapat menanyakan alasan klien dengan lembut.

c. Konselor dari latar belakang tertentu mungkin dapat menenangkan klien dengan
menyentuh badan (misal: menepuk-nepuk bahu atau memegang tangan klien) secara hati-
hati. Pada keadaan khusus seperti (masalah seks) menyentuh klien, meskipun sentuhan
yang diberikan itu merupakan tanda perhatian, akan tetapi dapat disalahartikan dan akan
menimbulkan ketakutan pada diri klien. Faktor budaya, usia, dan jenis kelamin dari konselor
maupun klien perlu diperhatikan. Yang penting adalah bahwa hubungan profesional (bukan
sosial) antara konselor dan klien harus tetap dijaga.

3. Konselor meyakini bahwa tidak ada pemecahan bagi masalah yang dihadapi klien

a. Seorang konselor akan merasa cemas bila meraka tidak yakin dengan apa yang harus
disarankan.walaupun konselor tersebut ahli dalam hal kesehatan reproduksi, namun tidak
selamanya dapat menemukan jalan keluar bagi masalah yang dihadapi klien. Perlu diingat
bahwa fokus utama konseling adalah pada subjek/orangnya, bukan pada masalahnya.

b. Ekspresikan rasa simpati. Terkadang hal tersebutlah yang diinginkan klien. Berikan saran
kepada klien seseorang yang dapat membantunya.

c. Salah satu langkah yang dapat dilakukan terhadap klien yang mendesak ingin dibantu
konselor dalam memecahkan masalahnya adalah dengan mengatakan klien bahwa
meskipun konselor tidak dapat mengubah keadaan, tetapi konselor akan selalu
menyediakan waktu untuk klien.

4. Konselor tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan klien

a. Hal ini merupakan kecemasan yang biasa diutarakann konselor. Katakan secara jujur dan
terbukabahwa Anda tidak tahu pemecahannya, namun dapat mencari jalan keluarnya
bersama-sama dan akan berusaha mencari informasi tersebut untuk klien diskusikan
dengan supervisior, teman sejawat, atau cari referensi lain. Lalu berikan pemecahan
masalahnya dengan tepat.

b. Mengelak pertanyaan atau menjawab tanpa dasar pengetahuan akan lebih berpengaruh
negatif terhadap hubungan dengan klien yang sudah terbina dengan baik. Akan lebih baik
apabila konselor mengakui keterbatasan pengetahuan.

5. Konselor membuat/melakukan kesalahaan

a. Menghargai klien adalah salah satu syarat penting dalam konseling. Menghargai dan
memercayai klien dapat ditunjukkkan dengan cara mengakui bahwa konselor telah
melakukan kesalahan. Perbaiki kesalahan dan minta maaflah apabila salah/keliru. Hal
terpenting adalah ketepatan bukan kesempurnaan, mengakui kesalahan berarti konselor
menunjukkan penghargaan terhadap klien.

b. Bersikap jujur. Semakin jujur Anda menunjukkan perasaan disaat yang tepat (tanpa harus
menceritakan kehidupan pribadi Anda), semakin mudah bagi klien untuk melakukan hal
yang sama.

6. Konselor dan klien sudah saling kenal


a. Pada kelompok masyarakat kecil biasanya antara konselor dan klien sudah saling kenal. Kalu
hubungan ini biasa-biasa saja (tidak terlalu akrab), konselor dapat melayani seperti pada
umumnya tetapi perlu ditekankan soal kerahasiaan klien dan privasinya, selain itu konselor
akan bersikap sedikit berbeda dengan sikap di luar konseling terhadap klien sebagai
temannya.

b. Apabila hubungan konselor dan klien sangat akrab, perlu disampaikan kepada klien bahwa
bila klien menginginkan, dapat diatur pertemuan dengan konselor lain yang melayani
konseling. Berdasarkan pengalaman, hubungan akrab ini akan sangat mempengaruhi
jalannya konseling.

7. Klien bertanya tentang hal-hal pribadi konselor

a. Secara umum, usahakan untuk tidak membicarakan hal pribadi Anda karena akan
mengalihkan perhatian klien.

b. Anda tidak perlu menjawab pertanyaan yang bersifat pribadi. Hubungan antara klien dan
konselor adalah profesional, bukan hubungan yang bersifat sosial.

c. Dapat membantu klien jika Anda ingin membicarakan pengalaman keluarga sendiri atau
Anda dapat menceritakan pengalaman orang lain, tanpa memberitahu nama atau
mengidentifikasi orang tersebut sebagai klien.

d. Kadang-kadang klien bertanya apakah konselor pernah menghadapi masalah yang sama.
Sebaiknya jangan menjawab “ya” atau “tidak”, Anda bisa mengatakan hal lain seperti, “Saya
tahu kondisi seperti itu, tolong jelaskan kepada Saya yang lebih lanjut”.

8. Klien menolak bantuan konselor

a. Pada pertemuan pertama, penting sekali menjajaki mengapa atau apa yang mendorong
klien datang untuk konsultasi. Banyak klien yang merasa terpaksa datang, mungkin karena
diperintah mertua, takut mengetahui ada sesuatu dengan kondisi kesehatannya, dan
sebagainya.

b. Membuka pembicaraan dengan menanyakan mengapa mereka datang ke klinik (tempat


konseling) akan sangat membantu. Selanjutnya dapat mengatakan: “Saya dapat mengerti
perasaan Ibu, Saya senang Ibu datang hari ini untuk mendiskusikan tentang kondisi
kesehatan Ibu, kita punya waktu untuk membicarakan tentang kebutuhan-kebutuhan Ibu”.
Apabila klien sama sekali tidak mau bicara, tekankan pada hal-hal yang positif, paling tidak ia
sudah datang dan berkenalan dengan konselor, mungkin ia mau mempertimbangkan
kembali. Sarankan untuk melakukan pertemuan lanjutan.

9. Klien merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin konselor


Apabila klien menyampaikan sebelumnya bahwa dirinya mengharapkan konselor yang sama
(atau berbeda) jenis kelaminnya, hal ini dapat dipenuhi apabila memungkinkan. Tetapi pada
kenyataannya berhadapan dengan seseorang dengan jenis kelamin berbeda dan menjadi
masalah klien, merupakan konselor harus dapat melihat apakah klien betul-betul mau
mencoba.

10. Waktu yang dimiliki konselor terbatas

a. Sejak awal pertemuan, klien sebaiknya mengetahui berapa lama waktu yang dimiliki
konselor sediakan untuk dirinya. Ada saat di mana seorang konselor tidak memiliki waktu
sebanyak biasanya.

b. Konselor sebaiknya memberikan informasi tersebut sebelum pertemuan, meminta maaf,


menjelaskan sebab keterbatasan waktunya, dan menunjukkan bahwa konselor
mengharapkan bertemu klien pada pertemuan selanjutnya.

c. Meskipun waktunya sebentar, dapat diperoleh suatu hasil pembicaraan. Seperti halnya
demonstrasi bermain peran peserta. Lebih baik memanfaatkan sedikit waktu yang ada
daripada meminta klien pergi.

11. Konselor tidak dapat menciptakan rapport (hubungan) yang baik

a. Terkadang rapport yang baik dengan klien sulit terjadi. Hal ini bukan berarti konseling harus
diakhiri atau mengirimkan klien kepada konselor lain. Akan lebih baik apabila konselor
meminta pendapat kepada teman sesama petugas kliniknya untuk mengamati pertemuan
dan melihat di mana latak kesulitannya, apakah ada sikap klien yang membuat konselor
merasa ditolak klien.

b. Segala kemungkinan perlu dijaga. Salah satu aspek penting dari pelatihan adalah sebelum
konseling yang sesungguhnya dilakukan. Mengirim atau meminta klien pergi tidak akan
membantu, tetapi mungkin berpengaruh buruk pada klien. Lebih baik mencoba melanjutkan
konseling terutama untuk membuat klien merasa lebih nyaman tentang dirinya sendiri.

12. Klien berbicara terus dan yang dibicaraka tidak sesuai dengan materi pembicaraan

Situasi ini kebalikan dari situasi di mana klien tidak mau berbicara, tetapi juga menimbulkan
kecemasan dan kesulitan bicara bagi konselor. Apabila klien terus-menerus mengulang
pembicaraan, setelah beberapa saat perlu dipotong pembicaraannya dengan mengatakan
seperti: “Maafkan Saya, Bu, apakah Ibu tegang atau cemas tentang sesuatu, Saya perhatikan
Ibu menyatakan suatu hal yang sama secara berulang-ulang, apakah ada yang sulit
disampaikan?” Pertanyaan semacam ini akan membantu klien memfokuskan kembali
percakapan.
13. Konselor merasa dipermalukan dengan suatu topik pembicaraan

a. Dapat terjadi suatu kondisi di mana klien mengatakan sesuatu yang membuat konselor
merasa malu. Semakin banyak konselor berlatih menghadapi hal-hal sensitif, semakin
mudah ia mengenali situasi yang rentan dan semakin siap ia menghadapi situasi tersebut.

b. Sebaiknya konselor jujur kepada klien, terutama bila konselor bereaksi secara emosional
kepada klien, karena klien akan mengamati hal tersebut. Keadaan ini bisa dimanfaatkan
dengan terlebih dahulu mengakui perasaan yang muncul dan mengembalikan ke topik
pembicaraan yang dikemukakan klien.

c. Setelah pertemuan berakhir, akan sangat membantu bila konselor membicarakan kepada
konselor lain tentang apa yang telah terjadi dan melihat apakah perasaan tidak nyaman itu
bisa diatasi.

14. Keadaan “kritis”

a. Komunikasikan dengan tegas, tetapi sopan mengenai keadaan darurat tersebut kepada
keluarga.

b. Berikan penjelasan dengan singkat tetapi jelas mengenai langkah-langkah yang harus
dilakukan bersama untuk mengatasi keadaan.

c. Sedapat mungkin lakukan mendengar aktif dan ucapkan pula kata-kata yang menenangkan
seperti “Saya akan berusaha semampu Saya!”.

15. Klien ingin konselor yang mengambil keputusan

a. Klien sebenarnya membutuhkan bantuan, dan Anda dapat memberikannya dengan


mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti, “Anda sepertinya mengalami kesulitan dalam
mengambil keputusan, mungkin Anda kurang siap? Apakah Anda ingin mendiskusikan hal ini
lebih lanjut? Apakah Anda membutuhkan informasi lebih banyak atau waktu yang lebih
lama untuk berpikir? Apakah Anda ingin membicarakan hal ini dengan orang lain, mungkin
pasangan Anda atau orang tua Anda?

b. Anda dapat berkata, “Saya dapat menjawab pertanyaan Anda dan membantu Anda
memberikan beberapa alternatif pilihan, tetapi Andalah yang lebih tahu apa yang terbaik
untuk kehidupan Anda”.

c. Apabila klien tidak dapat memutuskan (misalnya, metode KB yang dipakai), berikan kondom
atau spermidis untuk digunakan sewaktu-waktu.
Sumber:

Taufik, M. & Juliane. 2010. Komunikasi Terapiutik dan Konseling dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai