Anda di halaman 1dari 54

BIMBINGAN KONSELING

SEBAGAI HELPING
PROFESIONAL

Mata Kuliah Psikologi Konseling


Oleh : Al. Suhadi, M.Pd.,
Unindra PGRI
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling

1. Pengertian Bimbingan
• Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata yaitu
bimbingan dan konseling. Bimbingan merupakan terjemahan
dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna.
Sertzer & amp; Stone (1966:3) menemukan bahwa guidance
berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot,
manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau
mengemudikan). Jadi, kata “guidance” berarti pemberian
petunjuk, pemberian bimbingan atau tuntunan kepada orang
lain yang membutuhkan.
• Bimbingan merupakan pemberian pertolongan atau bantuan.
Bantuan atau pertolongan itu merupakan hal yang pokok
dalam bimbingan. Sekalipun bimbingan itu merupakan
pertolongan, namun tidak semua pertolongan dapat disebut
sebagai bimbingan.
• Orang dapat memberikan pertolongan kepada anak yang
jatuh agar bangkit, tetapi ini bukan merupakan bimbingan.
• Pertolongan yang merupakan bimbingan mempunyai sifat-
sifat lain yang harus dipenuhi. Jadi, bimbingan adalah
bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu
atau sekumpulan individu untuk menghindari atau
mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya,
sehingga individu atau sekumpulan individu itu dapat
mencapai kesejahteraan hidupnya. 
b. Pengertian Konseling

• Konseling (counseling), kadang disebut penyuluhan, adalah suatu bentuk


bantuan. Konseling merupakan suatu proses pelayanan yang melibatkan
kemampuan profesional pada pemberi layanan. Ia sekurangnya melibatkan
pula orang kedua, penerima layanan, yaitu orang yang sebelumnya merasa
ataupun nyata-nyata tidak dapat berbuat banyak dan setelah mendapat
layanan menjadi dapat melakukan sesuatu. 
• Mencermati dinamika konseling dewasa ini, definisi konseling dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu definisi konvensional dan definisi
modern. Definisi konseling konvensional lebih bercirikan bahwa pelayanan
konseling tidak menggunakan teknologi informatika, sedangkan definisi
konseling modern bercirikan suatu pelayanan konseling menggunakan
teknologi informatika.
a. Definisi Konseling Konvensional

•  Secara konvensional, konseling didefinisikan sebagai pelayanan


professional (professional service) yang diberikan oleh konselor
kepada klien secara tatap muka (face to face) agar klien dapat
mengembangkan perilakunya kea rah lebih maju (progressive).
• Pelayanan konseling berfungsi kuratif (curative) dalam arti
penyembuhan dimana klien adalah individu yang mengalami
masalah, dan setelah memperoleh layanan konseling, ia
diharapkan secara bertahap dapat memahami masalahnya
(problem understanding) dan memecahkan masalahnya
(problem solving).
b. Definisi Konseling Modern
• Definisi konseling modern merupakan hasil perkembangan konseling dalam abad
teknologi, sehingga proses konseling dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, khususnya
teknologi informatika.
• Konseling adalah profesi bantuan (helping profession) yang diberikan oleh konselor
kepada klien atau kelompok klien, dimana konselor dapat menggunakan teknologi sebagai
media untuk memfasilitasi proses perkembangan klien atau kelompok klien sesuai dengan
kekuatan, kemampuan potensial dan actual serta peluang-peluang yang dimiliki, dan
membantu mereka dalam mengatasi segala permasalahan dalam perkembangan dirinya.
• Konseling tidak hanya diberikan secara tatap muka (face to face) untuk menjalankan
fungsi penyembuhan (curative), artinya bias tidak secara tatap muka karena menggunakan
teknologi informatika seperti internet, sehingga konseling bias diberikan konselor kepada
klien secara berjauhan tanpa membatasi lokasi dan waktu untuk menjalankan berbagai
fungsi pelayanan konseling diantaranya penyembuhan (curative).
• Menurut Jones (1995:2) konseling didefinisikan sebagai hubungan bantuan yang bersifat
pribadi (as a special kind of helping relationship), sebagai bentuk intervensi (as a
repertoire of interventions), dan sebagai proses psikologis (as a psychological process)
untuk mencapai tujuan.
Tujuan Konseling

• Secara umum tujuan konseling adalah agar klien dapat mengubah


perilakunya ke arah yang lebih maju (progressive behavior changed),
melalui terlaksananya tugas-tugas perkembangan secara optimal,
kemandirian dan kebahagiaan hidup. Secara khusus tujuan konseling
tergantung dari masalah yang dihadapi oleh masing-masing klien.
• Jones (1995:3) menyatakan setiap konselor dapat merumuskan
tujuan konseling yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan
masing-masing klien. Sebagai contoh tujuan konseling adalah agar
klien dapat memecahkan masalahnya saat ini, menghilangkan
emosinya yang negatif, mampu beradaptasi, dapat membuat
keputusan, mampu mengelola krisis, dan memiliki kecakapan hidup
(lifeskill).
Berikut adalah beberapa tujuan konseling (McLeod,
2008:13-14):
1. Pemahaman. Adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangan
kesulitan emosional mengarah pada peningkatan kapasitas untuk lebih
memilih control rasional daripada perasaan dan tindakan.
2. Hubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan
mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan
orang lain.
3.  Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap perasaan dan pemikiran
yang selama ini ditahan atau ditolak.
4. Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri, yang
ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi
subyek kritik dan penolakan.
5.  Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan masalah tertentu yang
tidak bias diselesaikan oleh konseli sendiri.
6.  Aktualisasi diri atau individuasi. Pergerakan ke arah pemenuhan
potensi atau pemenuhan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling
bertentangan.
7.  Pendidikan psikologi. Membuat konseli mampu menangkap ide dan
teknik untuk memahami dan tingkah laku.
8. Keterampilan sosial. Mempelajari dan menguasai keterampilan sosial dan
interpersonal.
9. Perubahan kognitif. Mengganti kepercayaan yang irasional dan pola
pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah
laku penghancur.
10. Perubahan tingkah laku. Mengganti perilaku yang maladaptif.
11. Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara
beroperasinya sistem sosial.
12.  Penguatan. Berkenaan dengan keterampilan, kesadaran, dan
pengetahuan yang akan membuat konseli mampu mengontrol kehidupannya.
13. Restitusi. Membantu konseli membuat perubahan kecil terhadap
perilaku yang merusak.
14. Reproduksi dan aksi sosial. Menginspirasikan dalam diri seseorang
hasrat dan kapasitas untuk peduli kepada orang lain, membagi pengetahuan,
dan mengontribusikan k.ebaikan bersama melalui kesepakatan politik dan
kerja komunitas.
• Konseling sebagai salah satu upaya profesional adalah
berdimensi banyak. Jika dilihat latar belakangnya,
konseling muncul karena adanya sejumlah pertanyaan
yang perlu dijawab individu dan untuk itu perlu
bantuan profesional. Jika dilihat eksistensinya,
konseling merupakan salah satu bantuan profesional
yang sejajar dengan psikiatris, psikoterapi,
kedokteran, dan penyuluhan sosial. Dilihat
kedudukannya dalam proses keseluruhan bimbingan,
guidance, konseling merupakan bagian integral, atau
teknik andalan, bimbingan, dan disini orang lazim
menggabungkannya menjadi ”Bimbingan dan
Konseling”.
B. Bimbingan Konseling sebagai Helping Profesional

• Profession konseling itu sendiri memerlukan seseorang yang


memiliki keinginan kuat untuk menolong orang lain dan sifat
positif terhadap klien sebagai manusia yang mempunyai nilai-
nilai.
• Ia haruslah orang yang mempunyai rasa tanggung jawab yang
besar, kesanggupan mengontrol diri, keseimbangan emosi, nilai-
nilai yang teratur tanpa kekakuan, kesadaran bahwa mungkin
nilai-nilainya berbeda dengan nilai-nilai orang lain, oleh sebab
itu adalah hak untuk setiap orang memegang nilai-nilainya
sendiri, pengertian mendalam akan masalah-masalah dan hakikat
motivasinya, kesungguhan dan kemampuan menahan berbagai
tekanan, kemampuan melakukan terapi yang sesuai, termasuk
kemampuan mengadakan hubungan profesional dengan klien.
• Juga latar belakang pendidikan yang luas, perhatian sungguh-
sungguh terhadap psikologi, terutama cabang-cabang yang
menyentuh aspek terapi
• Juga konselor perlu mengkaji dengan mendalam berbagai cabang
psikologi seperti: psikologi perbedaan-perseorangan, psikologi
perkembangan, pendidikan, kepribadian, psikologi motivasi, dan
psikologi sosial, perlu juga ia mengkaji budaya di mana ia berada
dari segi unsur-unsur, masalah-masalah dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kegiatan seseorang dalam budaya tersebut
• Di samping itu ia juga perlu mengkaji tentang konseling sebagai
suatu cabang psikologi, teori-teorinya, dan metode-metodenya, dan
yang paling penting lagi ia mengamalkan konseling di bawah
bimbingan ahli-ahli konseling yang berpengalaman. Inilah
sebagian keperluan akademik dan profesional yang diperlukan oleh
seseorang yang ingin bekerja menjadi seorang konselor.
• Amat banyak hubungan antar manusia yang mengandung unsur-unsur
pemberian bantuan. Ini memang diperlukan karena berbagai kondisi
dilematis, konflik ataupun krisis yang dialami individu dan perlu bantuan
segera. Akan tetapi, atas sifat dan ciri-cirinya, tidak semua pemberian
bantuan dapat disebut profesional. Sebagiannya memang profesional,
sebagiannya dapat disebut para profesional, dan sebagian lainnya lagi
disebut nonprofesional.
• Upaya pemberian bantuan, selanjutnya disebut helping, yang dibicarakan
di sini, adalah yang profesional sifatnya. Menurut McCully, suatu profesi
helping dimaknakan sebagai adanya seseorang, didasarkan pengetahuan
khasnya, menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu pertemuan
khusus (exsistential affairs) dengan orang lain dengan maksud agar orang
lain tadi memungkinkan lebih efektif menghadapi dilema-dilema,
pertentangan, yang merupakan ciri khas kondisi manusia.
• Suatu hubungan helping ditandai oleh ciri-ciri dasar tertentu. Pandangan
Bruce Shertzer dan dan Shally C. Stone, yang diadaptasikan di sini
mengenai ciri-ciri hubungan helping, adalah:
1. Hubungan helping adalah penuh makna, bermanfaat.
2. Afeksi sangat mencolok dalam hubungan helping.
3. Keutuhan pribadi tampil atau terjadi dalam hubungan helping.
4. Hubungan helping terbentuk melalui kesepakatan bersama individu-individu
yang terlibat.
5. Saling menjalin hubungan karena individu yang hendak dibantu membutuhkan
informasi, pelajaran, advis, bantuan, pemahaman dan/atau perawatan dari orang
lain.
6. Hubungan helping dilangsungkan melalui komunikasi dan interaksi.
7. Struktur hubungan helping adalah jelas atau gamblang.
8. Upaya-upaya yang bersifat kerja sama (collaborative) menandai hubungan
helping.
9. Orang-orang dalam helping (helper) dapat dengan mudah ditemui atau didekati
(approachable) dan terjamin ajeg (konsisten) sebagai pribadi.
10. Perubahan merupakan tujuan hubungan helping
• Konseling pada dasarnya merupakan suatu hubungan helping, helping
relationship. Setelah mengemukakan jenis-jenis konselor menurut bidang kerja,
Sheldon Eisenberg dan Daniel J. Delaney menyebutkan bahwa para kaum
profesional dalam bidang-bidang ini (konseling) menganggap diri sebagai
helper. Mereka menganggap diri hadir untuk menyediakan layanan helping bagi
orang-orang yang ingin atau butuh bantuan.
• Para konselor dan/atau para calon konselor agaknya cukup senang dengan
ungkapan Lawrence M. Brammer tentang kemungkinan mereka mampu
memerankan profesi helping. Brammer mengungkapkan bahwa banyak orang
yang mempunyai daya-mampu alamiah, natural, untuk membantu dengan baik
karena pengalaman hidupnya yang menguntungkan.
• Mereka memiliki daya-mampu intelektual untuk memahami dan
memperhatikan ciri-ciri helping secara alamiah sehingga lebih dapat menolong
orang lain dengan baik. Di dalam helping profesional pribadi konselor
merupakan ”instrumen” menentukan bagi adanya hasil-hasil positif konseling.
• Kondisi ini akan di dukung oleh keterampilan konselor mewujudkan sikap dasar
dalam berkomunikasi dengan klien. Dapat dijelaskan sebagai berikut : 
I. Konselor sebagai Pribadi
• Untuk dapat melaksanakan peranan profesional yang unik sebagaimana tuntutan
profesi di atas, konselor profesional harus memiliki pribadi yang berbeda
dengan pribadi-pribadi yang bertugas membantu lainnya. Konselor dituntut
memiliki pribadi yang lebih mampu menunjang keefektifan konseling. Jadi
keberhasilan dalam konseling lebih bergantung pada kualitas pribadi konselor
dibandingkan kecermatan teknik.
• Mengenai ini Leona E. Tyler menyatakan ”pribadi konselor yang amat penting
mendukung efektifitas peranannya adalah pribadi yang altruistis, rela berkorban
untuk kepentingan orang lain yaitu kepentingan konseli. Dan dijelaskan oleh
John J. Pietrofesa, dkk, bahwa para helper mendayagunakan diri mereka sendiri
dan mementingkan kemanusiaan dalam pekerjaannya.
• Selain itu seorang konselor sebagai fasilitative person perlu memiliki
keterampilan-keterampilan lewat latihan dan didikan karena keterampilan
kekonseloran akan meningkatkan kualitas pribadi mereka pada taraf yang lebih
tinggi, akan tetapi, jelas bahwa pribadi para konselor merupakan alat yang
sangat penting sekali dalam hubungan helping
Adapun pokok-pokok kekhasan pribadi para helper pada
umumnya berdasarkan sifat hubungan helping, menurut
Brammer, adalah:

1. Awareness of Self and Values


(Kesadaran Akan Diri dan Nilai-nilai)

• Para helper memerlukan suatu kesadaran tentang posisi-posisi nilai mereka sendiri.
Mereka harus mampu menjawab dengan jelas pertanyaan-pertanyaan, siapakah saya?
Apakah yang penting bagi saya? Apakah signifikansi sosial dari apa yang saya lakukan?
• Mengapa saya mau menjadi seorang helper? Kesadaran ini membantu para helper
membentuk kejujuran terhadap dirinya sendiri dan terhadap helpi mereka dan juga
membantu para helper menghindari memperalat secara tak bertanggung jawab atau tak
etis terhadap para helpi bagi kepentingan pemuasan kebutuhan diri-pribadi para helper
sendiri.
•  
2. Awareness of Cultural Experience
(Kesadaran Akan Pengalaman Budaya)

• Helper dituntut mengetahui lebih banyak lagi tentang budaya


para helpi. Mengetahui lebih banyak perbedaan antara para
helper dan para helpi merupakan hal sangat vital bagi keefektifan
hubungan helping.
• Kelompok orang-orang tertentu seperti para tahanan, pemabuk,
kanak-kanak, orang jompo, janda/duda, penyandang cacat-fisik
atau mental, siswa-siswa miskin, pria atau wanita, dan
semacamnya, sangat mungkin memiliki pengalaman hidup yang
sangat berlainan dengan para helper mereka.
• Para helper profesinal hendaknya mempelajari ciri-khas budaya
dan kebiasaan tiap kelompok helpi mereka.
3. Ability to Analyze the Helper’s Own Feeling (Kemampuan
Menganalisis Kemampuan Helper Sendiri)

• Para helper harus mampu ”menyelami” perasaan-perasaan


mereka sendiri, memahami dan menerima perasaan-perasaan
mereka.
• Tidak menggantungkan harapan-harapan sukses terlalu tinggi
dan berdiskusi sesama kolega dapat membantu meredakan
perasaan-perasan negatif. 
4. Ability to Serve as Model and Influencer
(Kemampuan perlayan Sebagai ”Teladan” dan
”Pemimipin” atau Orang ”Berpengaruh”)

• Kemampuan para helper sebagai ”pemimpin” atau orang


”berpengaruh”, dan sebagai ”teladan” diperlukan pula dalam
proses helping.
• Meskipun ini tidak berarti bahwa para helper harus menguasai
para helpi mereka, para helper harus dapat menunjukkan
kemampuan melihat inti masalah dengan tajam dan cepat dan
mempunyai rasa percaya diri yang mapan.
5. Altruism
Pribadi yang altruistis ditandai kesediaan berkorban (waktu,
tenaga, dan mungkin materi) untuk kepentingan kebahagiaan
atau kesenangan orang lain. Dengan kata lain kepuasan para
helper diperoleh melalui pemberian peluang memuaskan
orang-orang lain.

6. Strong Sense of Ethics (Penghayatan Etik yang


Kuat)

• Kelompok helper profesional, seperti konselor, memiliki kode etik untuk


dipahami dan dipakai serta dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat
terhadap mereka.
7. Responsibility (Tanggung Jawab)
• Para helper yang bertanggung jawab menyadari keterbatasan-
keterbatasan mereka, sehingga tidak mencanangkan hasil-hasil
(tujuan) yang tidak realistis.
• Mereka akan mengupayakan referal kepada spesialis ketika mereka
menyadari keterbatasan diri mereka dan tetap kontak dengan para
helpi mereka sampai spesilalis lain itu mengambil tanggung jawab
dalam suatu hubungan baru dengan klien.
• Begitu pula, ketika secara pasti para helper kompeten menangani
kasus, mereka tidak membiarkan kasus-kasus para helpi terkatung-
katung tanpa penyelesaian.
2. Sikap dan Keterampilan Konselor

• Sikap dasar Konselor


1. Penerimaan
Penerimaan di sini ialah seorang konselor menerima setiap individu klien
yang datang padanya, dalam konseling, tanpa menilai aspek-aspek
pribadinya yang ”lemah” ataupun yang ”kuat”. Dengan kata lain, konselor
mempunyai penerimaan ”apa adanya”, tidak mengandung kesetujuan atau
ketaksetujuan terhadap aspek-aspek pribadi individu.
2. Pemahaman
Pemahaman, understanding, berhubungan erat dengan empati. Barrett-
Lennard (1959), dan Delaney dan Eisenberg (1972), menggabungkan
pernyataan itu menjadi satu, yaitu Empathic-understanding. Keduanya
merupakan sikap dasar konselor yang menunjuk pada kecenderungan
konselor menyelami tingkah laku, fikiran, dan perasaan klien sedalam
mungkin yang dapat dicapai oleh konselor.
3. Kesejatian dan Keterbukaan
– Pietrofesa, dkk, maupun Arthur J. Jones, dkk,
menegaskan bahwa kesejatian atau ketulusan konselor
itu penting sebab klien sudah terbiasa (bosan) dengan
kebohongan, keakjujuran, dan ”sandiwara” dalam
kehidupan sehari-hari.
– Ketika klien sedang berhadapan dengan konselor dan
menemukan kesejatian maka seorang klien dengan
sendirinya akan menemukan suasana meyakinkan untuk
pegungkapkan masalah, kerisauan, concerns, secara
terbuka, mengiringi keterbukaan konselor.
• Keterampilan dasar Konselor

1. Kompetensi Intelektual
– Jelas bahwa keterampilan-keterampilan konselor dilandasi oleh
pengetahuan siap pakai mengenai tingkah laku manusia, pemikiran
yang cerdas, dan kemampuan mengintegrasikan peristiwa yang
dihadapi dengan pendidikan dan pengalamannya.
– Kompetensi komunikasi merupakan sebagian dari kompetensi
intelektual konselor. Oleh karena itu konseling, terutama latar
interview, sangat bergantung pada komunikasi yang jelas, maka kunci
penting keefektifan konseling adalah kompetensi komunikasi. 
2. Kelincahan Karsa-cipta
• Di dalam memilih dengan cepat dan tepat respon yang bijak, sangat
dperlukan kelincahan karsa-cipta seorang konselor tersebut.
• Kelincahan ini terutama sekali sangat terasa pentingnya di saat
interview konseling dimana klien mengemukakan pernyataan-
pernyataan verbal atau nonverbal.mulai sejak penerimaan klien,
penyiapan interview, penyusunan model konseren/masalah klien,
penentuan tujuan dan tujuan khusus, penentuan dan pelaksanaan
strategi, sampai pada evaluasi untuk kerja konselor dan klien,
penuh dengan proses pengambilan keputusan dan penetapan
tindakan.
• Kebanyakan dari hal ini menuntut kesegeraan dan kelincahan
karsa-cipta konselor. 
3. Pengembangan Keakraban

• Keterampilan lain, namun merupakan syarat yang sangat pokok


guna tercipta dan terbina saling-hubungan harmoni antara klien dan
konselor, adalah pengembangan keakraban (rapport). Istilah
”pengembangan”, di sini, mencakup menciptakan, pemantapan, dan
pelanggengan keakraban selama konseling.
• Jika sudah terjalin keakraban yang baik antara konselor dan klien,
maka klien akan berbicara secara bebas mengenai dirinya sendiri
dan masalah-masalah sesungguhnya yang dialaminya. Jika
keakraban itu berhasil dimantapkan dan dipelihara, maka konselor
dapat mengembangkan komunikasi dengan berbagai teknik tersedia .
3. Keefektifan Konselor

• Kualitas pribadi, sikap dasar, dan keterampilan konselor


seperti dibahas di muka merupakan sebagian prasyarat
keefektifan konselor.
• Hal-hal itu merupakan kualitas konselor yang lebih khusus
dalam berhubungan atau bekerja dengan klien. Keefektifan
konselor tersebut sifatnya lebih luas yaitu mencakup kualitas
pribadi, sikap dan persepsi terhadap klien, orang lain,
lingkungan, ilmu pengetahuan, profesi, dan bahkan persepsi
terhadap diri sendiri.
Kualifikasi dan Kegiatan Profesional seorang
Konselor 

Kualifikasi
1. Sikap, keterampilan, pengetahuan
• Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya Konselor harus
terus-menerus berusaha menguasai dirinya. Ia harus mengerti kekurangan-
kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri yang dapat
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain yang mengakibatkan
rendahnya mutu layanan profesional serta merugikan kliennya.
• Dalam melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus
memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji,
dapat dipercaya, sadar diri dan tidak boleh dogmatis. Disamping itu,
konselor harus jujur, tertib, hormat, dan percaya pada paham hidup sehat.
• Ia harus memiliki sikap tanggung jawab terhadap lembaga dan individu
yang dilayani, maupun terhadap ikatan profesinya.
• Konselor harus bersikap terbuka terhadap saran ataupun peringatan
yang diberikan kepadanya, khususny adari rekan-rekan seprofesi
dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan
tingkah laku profesional sebagaimana diatur dalam kode etiknya.
• Dalam menjalankan tugas-tugas layanannya, konselor harus
mengusahakan mutu kerja yang setinggi mungkin, untuk itu ia
harus terampil menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur
khusus ynag dikembangkan atas dasar ilmiah.
• Untuk melakukan pekerjaan konselor dengan kewenangan penuh
diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang hakikat dan
tingkah laku orang, tentang teknik dan prosedur layanan
bimbingan dan pengetahuan-pengetahuan penunjang yang lain.
Penguasaan dalam pengetahuan tersebut memerlukan pendidikan
lengkap tingkat sarjana di bawah pembinaan ahli.
2. Pengakuan Kewenangan

• Untuk dapat bekerja sebagai konselor atau guru


pembimbing diperlukan pengakuan keahlian
kewenangan oleh badan khusus yang dibentuk
oleh IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia)
atas dasar wewenang yang diberikan kepada
badan tersebut oleh pemerintah.
Kegiatan Profesional

1. Penyimpanan dan penggunaan informasi, seperti :


• Catatan-catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara,
testing, surat-menyurat, perekaman, dan data lain, semuanya merupakan
informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk
kepentingan klien. Data tersebut dapat digunakan untuk keperluan riset atau
pendidikan calon konselor, asalkan identitas klien dirahasiakan.
• Penyampaian informasi mengenai klien kepada keluarga atau kepada anggota
profesi lain membutuhkan persetujuan klien. Pengguanan informasi dengan
anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalakan untuk
kepentingan klien.
• Keterangan mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan kepada orang
yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
• Adalah kewajiban konselor untuk memegang rahasia klien. Kewajiban ini
tetap berlaku, walaupun dia tidak lagi menangani klien atau tidak lagi
berdinas sebagai konselor.
2. Testing

• Testing perlukan bila dibutuhkan data tentang sifat atau ciri


kepribadian yang menuntut adanya perbandingan dengan
sampel yang lebih luas, misalnya taraf inteligensi, minat, bakat
khusus, kecenderungan dalam pribadi seseorang.
• Data yang diperoleh dari hasil testing itu harus diintegrasikan
dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri
atau dari sumber lain.
• Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien
mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya
dengan masalahnya. Hasilnya harus disampaikan kepada klien
dengan disertai penjelasan tentang arti dan kegunaannya.
3. Riset

• Dalam melakukan riset harus dihindari hal-hal


yang dapat merugikan subjek yang bersangkutan.
• Dalam melaporkan hasil riset dijaga agar
identitas subjek dirahasiakan.
4. Layanan Individual, hubungan dengan klien:

• Konselor harus menghormati harkat pribadi,


integritas, dan keyakinan klien. 
• Konselor harus menempatkan kepentingan kliennya
di atas kepentingan pribadinya.
• Dalam menjalankan tugasnya konselor tidak
membedakan suku, bangsa, warna kulit, kepercayaan,
atau status sosial ekonomi.
5. Konsultasi dan hubungan dengan rekan atau ahli lain

• Dalam rangka pemberian layanan kepada seorang klien, kalau konselor merasa ragu-
ragu tentang sesuatu hal, maka ia harus berkonsultasi dengan rekan-rekan
selingkungan profesi. Akan tetapi untuk itu ia mendapat izin terlebih dahulu dari
kliennya. 
• Konselor harus mengakhiri hubungan konseling dengan seorang klien bila pada
akhirnya dia menyadari tidak dapat memberikan pertolongan kepada klien tersebut,
baik karena kurangnya kemampuan/keahlian atau keterbatasan pribadinya. Dalam hal
ini konselor akan mengizinkan klien berkonsultasi dengan petugas atau badan lain
yang lebih ahli, atau ia akan mengirimkannya kepada orang atau badan ahli tersebut,
tetapi harus atas persetujuan klien.
• Bila pengiriman ke ahli lain disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor
untuk menyarankan kepada klien orang atau badan yang mempunyai keahlian penuh.
• Bila konselor berpendapat klien perlu dikirim ke ahli yang disarankan oleh konselor
maka konselor mempertimbangkan apa baik buruknya kalau hubungan mau
diteruskan lagi.
• Akhirnya perlu ditegaskan bahwa salah satu kunci pokok keefektifan konselor
adalah adanya suatu sistem untuk mengorganisasikan dan membimbing tingkah
laku dalam proses konseling dan untuk memadukan aneka teori, teknik, dan strategi
yang mungkin digali dari berbagai sumber bagi mengembangkan kompetensi
profesional sendiri.
• Selanjutnya konseling merupakan suatu proses yang kompleks tempat konselor
dituntut melakukan, merespon, seperti mengamati/memperhatikan, mengingat, dan
memadukan aneka macam pesan yang terkomunikasi, sambil konselor menciptakan
kondisi-kondisi hubungan konseling yang efektif yang memungkinkan klien tulus
dan terbuka terhadap konselor. Agar konselor dapat menangani proses tugas
kompleks itu, maka ia harus memiliki suatu sistem untuk mengorganisasikan
kegiatan-kegiatannya
• Menurut Brown and Lent (1984), ada empat bidang kegiatan yang berhubungan
dengan ahli-ahli psikologi dan konseling profesional, etika, dan isu-isu legal yang
sudah diperbaharui (review) yaitu: 
1. Memelihara Kerahasiaan
• Tentang layanan individu dan kelompok, yang
terpenting adalah memelihara kerahasiaan (etika
konseling). Rahasia klien tidak boleh dibocorkan
kepada siapapun, kecuali atas izin klien misalnya
untuk keperluan pengobatan dan pendidikan.
• Jika koneslor membukakan rahasia klien maka dia
akan mengalami hukuman profesi yaitu pencabutan
lisensi dan prakteknya.
2. Penelitian dan Publikasi.

• Kegiatan profesional lainnya dari koneslor atau psikolog adalah


penelitian dan publikasi. Hal ini tetap berkaitan dengan etika
profesi. Artinya ada pembatasan hak orang lain yang diteliti
sehubungan dengan kerahasiaan, hak pribadi, dan sebagainya,
yang harus memperoleh izin dari klien atau pihak-pihak yang
diteliti.
• Penelitian terhadap individu manusia harus ada aturan
kemanusiaan seperti rahasia pribadi, dimana hal itu mendapat
perlindungan dari hukum legal negara. Namun bila negara dan
individu atau kelompok telah memberi izin maka kegiatan
tersebut boleh dilakukan.
3. Kegiatan pendidikan/pengajaran
• Pelatihan dan internship diluar kampus, seterusnya diteruskan dengan
seminar dan lokakarya, merupakan hal yang harus pula dilakukan konselor
dan psikolog.
• Pengertian profesi adalah pekerjaan yang menuntut dedikasi dan latihan
tingkat tinggi serta melibatkan mental dan sikap mental yang baik. Jadi
profesi bukanlah sebagai pekerjaan manual. Beberapa jenis profesi yang
terkenal misalnya dokter, insinyur, konselor dan guru.
• Khusus untuk profesi konseling masih memerlukan perjuangan yang
panjang, karena sampai saat ini di negeri ini profesi konseling tersebut
masih belum seperti yang diharapkan. Minimal ada tiga hal yang harus
dipertimbangkan yaitu: 1.Pendidikan calon konselor, 2. Pelatihan untuk
mencapai credit-point tertentu sehingga lulus ujian profesi, 3. Sambutan
masyarakat pengguna dan masyarakat ilmiah.
• Sesuai definisi di atas maka syarat-syarat suatu profesi konselor
adalah: 1. Sikap mental, 2.kepribadian (dedikasi) dan, 3.
Pendidikan dan latihan tingkat tinggi. Pada profesi konseling
pandangan terhadap klien adalah sebagai manusia yang
berinteraksi dengan lingkungan, sehingga perilaku manusia
harus dipandang sebagai ekologi manusia dengan lingkungan
(ecological).
•  
B.  Karakteristik Hubungan Konseling

George dan Cristiani (dalam Latipun, 2004:36-37)


mengemukakan 6 karakteristik dinamika dan keunikan hubungan
konseling. Keenam karakteristik itu adalah :

1. Afeksi
Hubungan konselor dengan klien pada dasarnya lebih sebagai hubungan
afektif dari pada sebagai hubungan kognitif.  Hubungan yang afektif ini
dapat menggurangi rasa kecemasan dan ketakutan klien dan diharapkan
hubungan konselor dengan klien lebih bersifat produktif.

2. Intensitas
Hubungan antara konselor dan klien ini diharapkan dapat saling terbuka
terhadap persepsi masing-masing. Konselor mengharapkan agar
hubungan antara konselor dengan klien berlangsung mendalam sesuai
dengan perjalanan konseling.
3.       Pertumbuhan dan perubahan
Hubungan antara konselor dank lien bersifat dinamis artinya  dari waktu ke waktu terus
terjadi  peningkatan hubungan konselor dengan klien, pengalaman bagi klien, dan
tangung jawabnya.

4.      Privasi
Pada dasarnya dalam hubungan konseling perlu adanya keterbukaan klien.
Keterbukaan klien bersifat konfidental (rahasia). Konselor harus menjaga kerahasiaan
masalah klien. Perlindungan atau jaminan hubungan ini adalah unik dan akan
meningkatkan kemauan klien untuk membuka diri.

5. Dorongan
Dalam hubungan konseling konselor juga perlu memberikan dorongan atas keinginan
atas perubahan perilaku dan memperbaiki keadaanya sendiri sekaligus memberikan
motivasi untuk berani mengambil risiko dari keputusannya.

6. Kejujuran
Hubungan konseling didasarkan atas kejujuran dan keterbukaan serta adannya
komunikasi teraarah antara konselor dengan klien. Dalam jalan ini tidak ada
sandiwara dengan jalan menutupi kelemahan atau menyatakan yang bukan sejatinya.
Sementara itu, menurut Shostrom dan Brammer (1982:144-151)
mengemukakan juga beberapa karakteristik hubungan membantu
yaitu :
1. Unik dan Umum
Setiap konselor dan klien memiliki perbedaan yang umumnya akan membuat
proses konseling menjadi sulit. Keefektifan konselor membantu individu akan
tercapai jika ia menegtahui dengan jelas  bagaimana kepribadian dan sikap
dasar tertentu sebagai helper. Beberapa keunikan hubungan dalam proses
konseling terletak pada :
a.       Sikap dan perilaku konselor
b.      Struktur yang terencana dan bersifat teraupeutik
c.       Adanya penerimaan  terhadap klien secara penuh oleh konselor

2    Keseimbangan antara aspek obyektivitas dan subyektivitas


Aspek obyektif lebih mengarah pada aspek hubungan uang bersifat kognitif,
ilmiah. Artinya konselor harus memandang klien sebagai  bagian dari manusia
maka konselor menghargai cara pandang dan nilai-nilai yang ada pada klien
tanpa harus memberikan penilaian personal.
3.    Terdapat unsur kognitif dan afektif
Aspek kognitif menyangkut proses intelektual seperti pemindahan informasi,
pemberian nasihat pada berbagai macam tindakan ataupun penginterpretasian
data tentang klien. Sedangkan afektif mengarah pada ekspresi perasaan dan
sikap.

4.    Unsur-unsur, kesamar-samaraan, dan kejelasan
Artinya konselor memberikan rangsangan tersamar, sedangkan dalam situasi
yang lain konselor memberikan rangsangan yang jelas.  Hal ini bertujuan agar
konselor mendapatkan informasi atau bagaiman cara pandang klien  terhadap
masalah yang dialaminya.

5.    Adanya unsur tanggung jawab


Perwujudan dari tanggung jawab ini adalah antara
konselor dan klien sama – sama memiliki tanggung jawab
dalam tujuan maupu komitmen yang dibangun antar
keduanya.
C.  Kondisi Hubungan Konseling

• Tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam proses konseling dapat


efektif apabila kondisi atau iklim yang memungkinkan klien
dapat berkembang dan menggali potensi-potensi yang ada
pada dirinya. Rogers menyebutkan kondisi ini dengan kondisi
konseling yang fasilitatif. Kondisi ini adalah kongruensi
(congruence), penghargaan positif tanpa syarat (positive
regard), dan memahami secara empati (emphatic
understading).
• Cappuzzi (1991) menambahkan kondisi seperti kepedulian
(respect), dan kesadaran akan budaya (cultural awareness) dan
berikut penjelasan secara singkat mengenai kondisi fasilitatif
tersebut.
1.    Kongruensi
Kongruensi dalam hubungan konseling dapat dimaknakan dengan “menunjukan
diri sendiri“apa adanya, berpenampilan terus terang dan yang lebih penting adalah
ada kesesuaian antara apa yang dikomunikasikan secara verbal dengan non verbal.

2.    Penghargaan positif tanpa syarat


Konseling akan lebih efektif jika kondisi penghargaan yang positif ini diciptakan
konselor dan dilakukan tanpa syarat. Dengan kata lain konselor menerima setiap
individu (klien) tanpa menilai aspek-aspek pribadinya yang “lemah” ataupun “kuat”.

3.     Pemahaman secara empati


Memahami secara empati merupakan suatu kemampuan untuk memahami cara
pandang (pikiran, ide) dan perasaan orang lain.

4. Kesadaran budaya
Kesadaran akan budaya mengacu pada kemampuan konselor untuk terbuka dan
memotivasi untuk belajar menerima dan memahami budaya yang berbeda dengan
budaya yang ia miliki terutama budaya yang klien miliki.
D.  Aspek Konselor dalam
Hubungan Konseling
• Willis (2009:79-85) memaparkan secara panjang lebar kualifikasi
konselor. Menurutnya, kualitas konselor adalah semua kriteria
keunggulan, termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan,
dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam
menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan
berhasil (efektif).
• Salah satu kualitas yang jarang dibicarakan adalah kualitas pribadi
konselor. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pribadi
konselor menjadi faktor penentu bagi pencapaian konseling yang efektif,
di samping faktor pengetahuan tentang dinamika perilaku dan
keterampilan terapeutik atau konseling.
Cavanagh (1982) mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai
dengan beberapa karakteristik sebagai berikut.

1.      Pemahaman diri (Self-knowledge)


Self-knowledge ini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia
memahami secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan hal itu, dan
masalah apa yang harus dia selesaikan. Konselor yang memiliki tingkat self-
knowledge yang baik akan menunjukkan sifat-sifat berikut.
1. a.   Konselor menyadari dengan baik tentang kebutuhan dirinya. Seperti: (1)
kebutuhan untuk sukses, (2) kebutuhan merasa penting, dihargai, superior, dan
kuat.
2. b.   Konselor menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaannya. Seperti:
rasa marah, takut, bersalah, dan cinta.
3. c.   Konselor menyadari tentang apa yang membuat dirinya cemasdalam
konseling, dan apa yang menyebabkan dirinya melakukan pertahanan diri
dalam rangka mereduksi kecemasan tersebut
4. d.   Konselor memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan) atau kelemahan
(kekurangan) dirinya.
2.      Kompeten
Yang dimaksud kompeten disini adalah bahwa konselor itu memiliki kualitas
fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna.

3.      Kesehatan Psikologis
Konselor dituntut memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dari
kliennya. Apabila konselor tidak mendasarkan konseling tersebut kepada
pengembangan kesehatan psikologis, maka dia akan mengalami kebingungan
dalam menetapkan arah konseling yang ditempuhnya. Ketika konselor kurang
memiliki kesehatan psikologis, maka perannya sebagai model berperilaku
bagi klien menjadi tidak efektif, bahkan dapat menimbulkan kecemasan bagi
klien. Apabila itu terjadi, maka konselor bukan berperan sebagai penolong
dalam memecahkan masalah, tetapi justru sebagai pemicu masalah klien.
4.  Dapat Dipercaya (Trustworthiness)
Kualitas ini bahwa konselor itu tidak menjadi ancaman atau penyebab kecemasan bagi
klien. Kualitas konselor yang dapat dipercaya sangat penting dalam konseling, karena
beberapa alasan sebagai berikut.
1. a.  Esensi tujuan konseling adalah mendorong klien untuk mengemukakan
masalah dirinya yang paling dalam.
2. b.  Klien dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi
konselor. Artinya klien percaya bahwa konselor mempunyai motivasi untuk
membantunya.
3. c.   Apabila klien mendapat penerimaan dan kepercayaan dari konselor,
maka akan berkembang dalam dirinya sikap percaya terhadap dirinya
sendiri.

5.  Jujur (honesty)
Yang dimaksud jujur disini adalah bahwa konselor itu bersikap transparan
(terbuka), autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting dalam
konseling, karena alasan-alasan berikut.
1. a.  Sikap keterbukaan memungkinkan konselor dan klien untuk
menjalin hubungan psikologis yang lebih dekat satu sama lainnya
didalam proses konseling.
2. b.  Kejujuran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan
balik secara objektif kepada klien.
6.   Kekuatan (Strength)
Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab
dengan hal itu klien akan merasa aman. Klien memandang konselor sebagai
orang yang : (a) tabah dalam menghadapi masalah, (b) dapat mendorong klien
untuk mengatasi masalahnya dan, (c) dapat menanggulangi kebutuhan dan
masalah pribadi.

7. Bersikap Hangat
Yang dimaksud bersikap hangat itu adalah : ramah, penuh perhatian, dan
memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada
umumnya yang kurang mengalami kehangatan dalam hidupnya, sehingga dia
kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah, memberikan perhatian, dan kasih
sayang. Melalui konseling, klien ingin mendapat rasa hangat tersebutdan
melakukan “sharing” dengan konselor.
8. Aktif Tanggap (Actives Responsiveness)
Keterlibatan konselor dalam proses konseling bersifat dinamis, tidak pasif.
Melalui respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya
terhadap kebutuhan klien. Disini, konselor mengajukan pertanyaan yang tepat,
memberikan umpan balik yang bermanfaat, memberikan informasi yang
berguna, mengemukakan gagasan-gagasan baru, berdiskusi dengan klien tentang
cara mengambil keputusan yang tepat, dan membagi tanggung jawab dengan
klien dalam proses konseling.

9. Sabar (Patience)
Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien
untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor
menunjukkan lebih memperhatikan diri klien dari pada hasilnya. Konselor
yang sabar cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku yang tidak
tergesa-gesa.
10.   Kepekaan (Sensitivity)
Kualitas ini berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika
psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik dari
pada klien maupun dirinya sendiri. Klien yang datang untuk meminta
bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari masalah yang
sebenarnya mereka hadapi. Konselor yang sensitif akan mampu
mengungkap atau menganalisis apa masalah  yang sebenarnya yang
dihadapi klien.

11.   Kesadaran Holistik (Holistic Awareness)


Pendekatan holistik dalam konseling berarti bahwa konselor memahami
klien secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu
bukan berarti bahwa konselor sebagai seorang ahli dalam segala hal,
disini menunjukkan bahwa konselor perlu memahami adanya berbagai
dimensi yang menimbulkan masalah kline dan memahami bagaimana
dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya.
Dimensi-dimensi itu meliputi: fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual,
dan moral spiritual.

Anda mungkin juga menyukai